Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Sari Dewi A, Sp.KJ, MSc
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur
dan keyakinannya. Transseksual merupakan salah satu problem masyarakat yang
sulit diatasi. Masyrakat banyak yang menganggap transseksual menyimpang dari
keyakinan dan agama. Banyak sekali kasus-kasus yang menolak, mengintimidasi,
melecehkan, bahkan tindak kekerasan pada kaum transseksual.
Seorang transseksual menolak jenis kelamin anatomisnya atau merasa risih
dengannya, tidak peduli ia dibesarkan sebagai pria atau wanita. Idenitas
gendernya berlawanan dengan jenis kelamin biologisnya, ada hasrat untuk hidup
dan diterima sebagai salah satu anggota dalam kelompok lawan jenisnya. Bila
misalnya ia laki-laki secara biologis, tetapi secara psikologis perempuaan maka ia
tertarik pada laki-laki, tetapi ia bukan homoseksual. Dapat dikatakan bahwa jenis
kelamin-nya dan jenis kelamin psikologis-nya bertentangan.
Tidak ada statistik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Transeksual
1. Definisi
Definisi kerja dari WHO (2002) bahwa seks mengacu pada sifatsifat biologis yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan ataupun
laki-laki. Sementara himpunan sifat biologis ini tidak saling asing, sebab
ada individu yang memiliki kedua-duanya, manusia cenderung dibedakan
sebagai laki-laki dan perempuan olehnya.
Definisi kerja WHO (2002) tentang seksualitas adalah suatu aspek
inti manusia sepanjang hidupnya dan meliputi seks, identitas dan peran
gender, orientasi seksual, erotitisme, kenikmatan, kemesraan dan
reproduksi.
Definisi kesehatan seksual menurut WHO (2002) adalah suatu
keadaan sejahtera secara fisik, emosi, mental dan sosial dalam kaitannya
dengan seksualitas, bukan hanya tidak adanya penyakit, disfungsi atau
kekurangan.
Transeksual adalah bentuk ekstrim dari gangguan identitas jenis
kelamin. Gangguan identitas jenis kelamin, ditandai oleh perasaan
kegelisahan yang dimiliki seseorang terhadap jenis kelamin biologisnya
sendiri, termasuk peran jenis kelaminnya (gender). Dalam situasi yang
ideal, identitas jenis kelamin dan identitas gender adalah sejalan.
Seseorang
yang
berjenis
kelamin
perempuan,
tentunya
akan
terapi
hormonal
dan
a. Perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomis
seksnya;
b. Berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain
c. Mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama
2 tahun dan bukan hanya ketika datang stress;
d. Adanya penampilan fisik interseks atau genetic yang tidak noramal;
e. Dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal Skizofrenia yaitu
menurut J.P Chaplin dalam Dictionory of Psychology (1981) semacam
reaksi psikotis dicirikan diantaranya dengan gejala pengurungan diri,
gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku
negativisme.
4. Faktor Terjadinya Transseksual
Puspitosari (2005 : 12) mengatakan bahwa faktor-faktor terjadinya
transseksual adalah:
a. Disebabkan oleh faktor biologis yang dipengaruhi oleh hormone
seksual dan genetic seseorang. Hermaya (Nadia, 2005 : 29)
berpendapat bahwa peta kelainan seksual dari lensa biologi dapat
dibagi kedalam 2 penggolongan besar yaitu:
1) Kelainan seksual akibat kromosom. Dari kelompok ini, seseorang
ada yang berfenotip pria dan berfenotip wanita. Dimana pria dapat
kelebihan X. Bisa XXY atau XXXYY. Diduga, penyebab kelainan
ini karena tidak berpisahnya kromosom seks pada saat meiosis
(pembelahan sel) yang pertama dan kedua. Hal ini dikarenakan
usia seseorang ibu yang berpengaruh terhadap proses reproduksi.
Artinya bahwa semakin tua seseorang ibu, maka akan semakin
tidak baik proses pembbelahan sel tersebut dan, sebagai akibatnya,
semakin besar kemungkinan menibulkan kelainan seks pada
anaknya.
2) Kelainan seksual yang bukan karena kromosom. Menurut
Moertiko (Nadia, 2005 : 31) mengatakan bahwa dalam tinjauan
kromosom
sebagai
wanita
(XX)
namun
sosial
budaya
termasuk
faktor-faktor
terjadinya
abnormalitas
seksual
dapat
genetik
seseorang.
Dimana
secara
garis
besar
kelainan
sosiologis,
dimana
seseorang
kelainan
seksual
karena
syarat
psikologis,
merupakan
suatu
jalur
yang
adalah
bagaimana
mencegah
terjadinya
kontak
akan
menentukan
prognosis
keberhasilan
dalam
dan
laki-laki
yang
berpakaian
dengan
pakaian
perempuan
B. Perkawinan Transeksual
1. Definisi Perkawinan
Perkawinan menurut Pasal 1 UUD No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Adapun manfaat perkawinan adalah untuk mewujudkan suatu keluarga
dalam rumah tangga yang maruf (baik), sakinah (tentram), mawaddah
(saling mengasihi), seta mencegah melakukan perbuatan yang keji dan
munkar.
Kriteria keabsahan perkawinan di Indonesia telah dirumuskan oleh
UUD No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yakni syarat sahnya suatu
perkawinan adalah apabila dilakukan menurut hukum agama dan
kepercayaan masing-masing. Adapun fungsi pencatatan perkawinan adalah
sebagai bukti bahwa Negara telah mengakui perkawinan tersebut. Jadi
terlihat jelaas bahwa di dalam suatu perkawinan, tidak hanya aspek
administratif saja yang dilihat, aspek agama juga terlibat, bahkan
memegang peranan yang lebih penting.
Menjadi suatu permasalahan hukum apabila dilakukan perkawinan
oleh seorang transeksual yang telah melakukan operasi penggantian
perkawinan
yang
akan
dilangsungkan
oleh
orang
yang
menghadapi
perlakuan
atau
diskriminasi
secara
resmi.
Ini
Negara
Bangladesh
Bhutan
Brunei
Kamboja
China
(Daratan)
China
(Hongkong)
East Timor
India
Indonesia
Lao PDR
Status
Hukum
Illegal
Illegal
Illegal
Illegal
Legal
(1997)
Legal
(1991)
Legal
Illegal
Legal
Uncertain
Malaysia
Myanmar
Nepal
Philippines
Sri Lanka
Thailand
Vietnam
Illegal
Illegal
Illegal
Legal
Illegal
Legal
Legal
3. Perkawinan Transeksual
Perkawinan lazim dilakukan oleh kedua calon mempelai, laki-laki
dan perempuan. Namun, akibat perkembangan teknologi yang telah
memungkinkan dilakukannya suatu jenis operasi pengganti kelamin,
perkawinan yang dilaksanakan oleh kedua mempelai dimana salah satu
dari mempelai tersebut merupakan seseorang yang telah melalui operasi
penggantian kelamin dikarenakan pada asalnya dia merupakan transeksual,
menjadi suatu hal yang mungkin terjadi. Kebolehan untuk dilakukannya
maupun keabsahan perkawinan jenis tersebut akan kembali kepada
dasarnya, yaknin bagaimana hukum Islam memandang keberadaan
transeksual tersebut, dan bagaimana hukumIslam memandang operasi
penggantian kelamin, yang semua pada akhirnya akan memiliki pengaruh
terhadap kebolehan dilakukannya perkawinan semacam ini.
Sebaiknya dilakukan suatu analisis yang mendalam terlebih dahulu
terhadap
kondisi
transeksual
tersebut
untuk
mengetahui
apakah
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN