DAFTAR ISI
I. 1.
Latar Belakang......................................................................................................................4
I. 2.
Pengertian K3.......................................................................................................................4
I. 3.
I. 4.
I. 5.
I. 6.
I. 7.
I. 8.
I. 9.
I. 1. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2). Pekerjaan yang layak
bagi kemanusiaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi sesuai dengan harkat dan martabat
manusia, sehingga pekerja berada dalam kondisi selamat dan sehat, terhindar dari kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Berdasarkan ketentuan tersebut, telah diterbitkan Undang-undang No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain mengatur tentang perlindungan tenaga kerja
yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia dan nilai agama.
Selanjutnya, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, sebagai pengganti
undang-undang keselamatan yang diterbitkan di zaman Hindia Belanda pada tahun 1910 yang
dikenal dengan singkatan VR yaitu Veilegheids Reglement. Undang-undang No. 1 tahun 1970
lebih bersifat preventif dibanding dengan VR yang bersifat represif dan sudah idak sesuai lagi
dengan kondisi lingkungan kerja di Indonesia sekarang.
Seiring berkembangnya zaman, perlindungan kerja tidaklagi berkutat pada sektor
industri/pabrik saja. Situasi dan kondisi ketenagakerjaan didorong dengan semakin
berkembangnya IPTEK menjadikan ruang lingkup keselamatan kerja yang perlu diatur semakin
luas. Ruang lingkup keselamatan kerja yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1970 mencakup
keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air, maupun di udara di wilayah negara Republik Indonesia. Karena itu sumber bahaya
yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berada di tempat kerja harus
dikendalikan melalui penerapan syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
I. 2. Pengertian K3
Dalam penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) atau yang juga dikenal dengan
istilah Occupational Safety and Health (OSH) yang digabung dengan lingkungan (environment)
sehingga menjadi OHSE, terdapat beberapa pengertian dasar seperti:
1. Keselamatan (safety) merupakan suatu kondisi bebas dari cedera atau bahaya atau perasaan
takut akan terjadi kecelakaan, cedera maupun resiko bahaya.
2. Kesehatan (health) merupakan suatu kondisi sehat secara fisik maupun mental ataupun social.
Kesehatan kerja biasa nya menyangkut berbagai ancaman terhadap kesehatan pekerja yang
bekerja pada tempat atau lingkungan kerja dimana perusahaan berada.
3. Lingkungan (environment) adalah suatu keadaan sekeliling tempat kerja atau organisasi atau
perusahaan bersangkutan beroperasi.
4. Kecelakaan kerja (occupational accident) dan Penyakit akibat kerja (occupational disease)
dan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (walk related disease) menelan korban
berupa jiwa, kerugian, materi, baik bagi pekerja maupun pengusaha atau perusahaan dan
kemungkinan akan merusak lingkungan.
5. K3 merupakan perlindungan agar tenaga kerja orang lain atau pun perusahaan di tempat kerja
selamat dan sehat serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efesien.
Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja bekerja atau sering di masuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha.
Tetapi karena lingkup kerja K3 dalam hal ini adalah di Politeknik Negeri Batam (Polibatam),
maka pengertian tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, dimana para mahasiswa bekerja/melakukan praktek atau sering dimasuki mahasiswa
untuk keperluan pembelajaran mata kuliah yg dijalani. Yang dimaksud tempat kerja ialah semua
ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
Pengertian K3 secara etimologis adalah memberikan upaya perlindungan yang ditujukan
agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat dan agar
setiap sumber produksi perlu dipakai dan digunakan secara aman dan efisien. Sedangkan secara
filosofis, pengertian K3 adalah suatu konsep berfikir dan upaya nyata untuk menjamin
kelestarian tenaga kerja dan setiap insan pada umumnya beserta hasil karya dan budaya dalam
upaya mencapai adil, makmur dan sejahtera. Secara keilmuan K3 memiliki pengertian bahwa
K3 adalah suatu cabang ilmu pengetahuan dan penerapan yang mempelajari tentang cara
penanggulangan kecelakaan di tempat kerja.
I. 3. Dasar Hukum Penerapan K3
Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memiliki beberapa dasar hukum
pelaksanaan. Di antaranya ialah Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
5
Kerja dan Permenaker No 4 Tahun 1987 tentangPanitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (P2K3). Rangkuman dasar-dasar hukum tersebut antara lain:
U No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja:
1. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
2. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
3. Adanya bahaya kerja di tempat itu.
Permenaker No 5 Tahun 1996 Tentang Sistem Manajemen K3:
Setiap perusahaan yang memperkerjakan seratus tenaga kerja atau lebih dan atau yang
mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi
yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran
lingkungan dan penyakit akibat kerja (PAK) .
Permenaker No 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(P2K3):
1. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkerjakan 100 orang atau lebih.
2. Tempat kerja dimana pengusaha memperkerjakan kurang dari seratus orang tetapi
menggunakan bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan terjadinya
peledakan, kebakaran, keracunan dan pencemaran radioaktif.
I. 4. Tujuan Pokok k3
Tujuan dari dilaksanakannya K3 yaitu
1. Tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam pekerjaannya
2. Orang lain yang berada di tempat kerja perlu menjamin keselamatannya
3. Sumber-sumber produksi dapat dipakai secara aman dan efisien
I. 5. Ruang Lingkup Program K3
Ruang lingkup program K3 sangat mengarahkan baik pekerja maupun perusahaan untuk
menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman, sejahtera dan produktif melalui upaya
peningkatan keselamatan tenaga kerja yang diserasikan dengan kondisi lingkungan secara umum
agar bisa meminimalisir kecelakaan yang mungkin terjadi.
8. SFS Certification
9. SGS Yarsley International Certification Services
10. National Quality Insurance
11. Association Espanola de Normalization y Certification
12. International Safety Management Organization Ltd.
13. SIRIM QAS Sdn Bdn
14. International Certification Serfices
15. The High Pressure Gas Safety Institute of Japan
16. The Engineering Employers Federation
17. Singapore Productifity Standarts Board
18. Instituto Maxicano de Normalization y Certification
Karena saat ini OHSAS 18000 sudah dikenal memiliki struktur hampir sama dengan ISO
14001 : 1996, maka akan lebih mudah untuk diintegrasikan dengan ISO 14000dan ISO 9000 dan
sistem audit nya pun hampir sama pula.
PERMENAKER 05/MEN/1996 merupakan salah satu jenis yang sama yang telah di
kembangkan di indonesia dengan nama Sistem ManajemenK-3, walaupun ada sedikit perbedaan
dengan OHSAS 18000 dimana PERMENAKER 05.MEN/1996 membagi jumlah/jenis elemen
untuk jenis perusahaan tergantung pada besar kecil nya perusahaan itu sendiri, sehingga dalam
penerpannya terbagi menjadi :
1. Perusahaan kecil dengan tingkat resiko rendah harus menetapkan sebanyak 64 kriteria
2. Perusahaan sedang dengan tingkat resiko menengah harus menerapkan sejumlah 122 kriteria
3. Perusahaan besar dengan tingkat resiko tinggi harus menerapkan 166 kriteria
Sedangkan OHSAS 18000 emnsyaratkan pemberlakuan untuk semua jenis organisasi
dengan tidak melihat besar kecilnya jenis perusahaan. Ukuran keberhasilan penerapan
PERMENAKER 05/MEN/1996 dengan kompensasi berikut:
1. Tingkat pencapaian penerapan 0 59% dan pelanggaran peraturan perundang-undangan
( nonconformance) dikenai tindakan hukum
2. Pencapaian penerapan 60 80% diberikan sertifikat dan bendera perak
3. Pencapaian penerapan 85% - 100% di berikan sertifikat dan bendera emas
Dengan demikian penerapan Sistem Manajemen K-3 dan lingkungan perlu dilakukan
secara berkesinambungan, maka tahap demi tahap dalam proses penerapannya perlu disesuaikan
dengan siklus Plan-Do-Check-Action (PDCA) dengan siklus sperti gambar berikut:
Aspek dasar dari SMK-3 adalah semua unsur atau elemen dalam kegiatan organisasi yang
dapat berinteraksi dengan lingkungan dan berpengaruh langsung terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja tenaga kerja, sehingga berdampak pada setiap perubahan terhadap lingkungan,
keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam proses evaluasinya perlu dipertimbangkan; dampak
terhadap tenaga kerja, faktor hukum, kerugian kerugian secara ekonomi, frekuensi kejadian,
kemampuan personil dan lain sebagainya.
D. Element Dasar Sistem Management K-3 berbasis ISO
1. Pembagunan dan pemeliharaan komitmen
2. Strategi pendokumentasian
3. Peninjauan ulang rancangan (design) dan kontrak
4. Pengendalian dokumen
5. Pembelian
6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
7. Standar Pemantauan
8. Pemantauan dan Perbaikan kekurangan
9. Pengelolaan material dan pemindahan nya
10. Pengumpulan dan penggunaan data ( Sistem Informasi K3 )
11. Pemeriksaan system manajemen / Audit SMK-3
12. Pengembangan keterampilan dan kemampuan
E. Langkah-langkah penerapan
Ada dua tahap dasar dalam proses penerpan yakni:
a. Tahap Persiapan, merupakan tahap awal yang berupa kegiatan:
b. Tahap Pengembangan dan penerapan, tahap ini berisikan langkah yang harus dilakukan
organisai dengan melibatkan seluruh elemen organisasi, baik pada saat penyuluhan, kegiatan
audit maupun dalam pemeliharaan dan perbaikannya.
10
trlibauP
ekK
njpgs3om
Kepala Laboratorium
11
Teknisi
Merupakan pekerja level terakhir yang bertugas menjalankan kegiatan untuk
menjalankan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Laboratorium Tersebut .
12
13
Standar Kinerja berarti standar, didirikan oleh operator, dari kinerja yang diperlukan dari
suatu sistem, item peralatan, orang atau prosedur yang digunakan sebagai dasar untuk mengelola
risiko sebuah peristiwa besar kecelakaan.
F. Penilaian Risiko
Penilaian risiko adalah proses estimasi kemungkinan kejadian dari konsekuensi tertentu
(kejadian yang tidak diinginkan) dari keparahan diberikan.
G. Tenaga Kerja
Anggota dari angkatan kerja termasuk anggota angkatan kerja yang:
a. diidentifikasi sebelum kasus keselamatan dikembangkan, dan
b. bekerja, atau mungkin bekerja, pada fasilitas yang relevan.
H. Tujuan dan Hasil Identifikasi Bahaya
Hasil dari proses identifikasi bahaya adalah untuk:
1. mengidentifikasi semua bahaya untuk kesehatan dan keselamatan orang pada atau dekat
fasilitas;
2. mengidentifikasi peristiwa yang terkait dan hasil dan peringkat mereka berdasarkan risiko;
3. menunjukkan hubungan yang jelas antara bahaya, penyebab dan peristiwa potensial;
4. mengidentifikasi bahaya dapat menyebabkan peristiwa kecelakaan besar;
5. menyediakan operator dan tenaga kerja dengan pengetahuan yang cukup kesadaran, dan
6. pemahaman tentang bahaya untuk dapat mencegah dan menangani kecelakaan dan bahaya
7. memberikan catatan sistematis dari semua bahaya yang teridentifikasi yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan orang pada atau dekat fasilitas, dan khususnya
mereka yang dapat mengakibatkan kecelakaan besar acara, bersama dengan asumsi, dan
8. memberikan dasar untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, mendefinisikan dan membenarkan
seleksi (dan penolakan) langkah-langkah kontrol untuk menghilangkan atau mengurangi
resiko
I. Poin Sukses Proses Identifikasi Bahaya
Faktor-faktor berikut mengarah ke identifikasi bahaya yang sukses:
1. Proses identifikasi bahaya harus sesuai dan relevan dengan fasilitas;
2. bahaya harus mengambil pandangan segar dari setiap pengetahuan yang ada, dan harus tidak
secara otomatis menganggap bahwa tidak ada pengetahuan baru yang diperlukan;
14
3. anggota yang tepat dari tenaga kerja secara aktif terlibat dan teratur dan berkelanjutan
konsultasi terjadi;
4. Asumsi dan ketidakpastian secara eksplisit diidentifikasi dan dicatat untuk analisis
selanjutnya;
5. Semua metode, hasil, asumsi dan data sepenuhnya didokumentasikan
Identifikasi didokumentasikan dari bahaya secara teratur dipelihara (update misalnya dari
alert dan insiden) dan digunakan sebagai dokumen hidup Hasil dari identifikasi bahaya harus
digunakan untuk rencana pengelolaan kesehatan dan keselamatan dan harus diberikan kepada
orang yang membutuhkan dalam rangka untuk bekerja dengan aman. Pengetahuan tentang
bahaya dan implikasinya diperlukan untuk langkah berikutnya dari pengembangan kasus proses
keselamatan, termasuk penilaian risiko dan evaluasi tindakan pengendalian.
J. Ruang Lingkup Identifikasi Bahaya
Dalam
menentukan
lingkup
dari
proses
identifikasi
bahaya,
operator
harus
mempertimbangkan mana untuk mengatur batas-batas untuk belajar masing-masing. Hal ini
penting untuk mendefinisikan dan merekam setiap asumsi yang relevan dengan fasilitas atau
kegiatan dan kemudian memastikan bahwa proses identifikasi bahaya beroperasi dalam koridor
yang ditetapkan.
I. 12. Pengendalian Resiko K3
Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila
berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan suatu fungsi.
Penilaian Resiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai keparahan suatu
resiko. Untuk menentukan kagori suatu resiko apakah itu rendah, sedang, tinggi ataupun
ekstrim dapat menggunakan metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di bawah :
Contoh matriks resiko:
15
Contoh Parameter I
Contoh Parameter II
Sangat
Jarang
Jarang
Sedang
Sering
Bisa
terjadi
seminggu
Sangat Sering
1X
dalam
Tabel di bawah merupakan representasi kategori resiko yang dihasilkan dari penilaian
matriks resiko:
Tabel 2. Kategori resiko kerja
Rendah
Perlu Aturan/Prosedur/Rambu
Sedang
16
Tinggi
Ekstrim
Dari representas`i di atas, maka dapat kita tentukan langkah pengendalian resiko yang
paling tepat berdasarkan5 (lima) hirarki pengendalian resiko/bahaya K3 . Resiko/bahaya yang
sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan langkah pengendalian untuk
menurunkan
tingkat
resiko/bahaya-nya
menuju
ke
titik
yang
aman.
Pengendalian
Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi
tertinggi di antara pengendalian lainnya. Dan pada urutan hierarki setelahnya, tingkat
keefektifan, kehandalan dan proteksi menurun seperti diilustrasikan pada gambar di bawah:
Substitusi
Substitusi Alat/Mesin/Bahan
Tempat Kerja/Pekerjaan
Aman
Mengurangi Bahaya
17
Modifikasi/Perancangan
Kerja yang Lebih Aman
Alat/Mesin/Tempat
Administras
i
APD
Tenaga
Kerja Aman
Mengurangi Paparan
18
listrik yang kurang standar (isolasi terkelupas, tidak rapi), alat kerja/mesin/kendaraan yang
kurang layak pakai, tidak terdapat label pada kemasan bahan (material) berbahaya, dsj.
Termasuk dalam tindakan tidak aman antara lain : kecerobohan, meninggalkan prosedur kerja,
tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), bekerja tanpa perintah, mengabaikan instruksi
kerja, tidak mematuhi rambu-rambu di tempat kerja, tidak melaporkan adanya kerusakan
alat/mesin ataupun APD, tidak mengurus izin kerja berbahaya sebelum memulai pekerjaan
dengan resiko/bahaya tinggi.
Termasuk dalam faktor penyebab tidak langsung kecelakaan kerja ialah faktor pekerjaan
dan faktor pribadi. Termasuk dalam faktor pekerjaan antara lain : pekerjaan tidak sesuai
dengan tenaga kerja, pekerjaan tidak sesuai sesuai dengan kondisi sebenarnya, pekerjaan
beresiko tinggi namun belum ada upayapengendalian di dalamnya, beban kerja yang tidak
sesuai, dsj. Termasuk dalam faktor pribadi antara lain : mental/kepribadian tenaga kerja tidak
sesuai dengan pekerjaan, konflik, stress, keahlian yang tidak sesuai, dsj.
Termasuk dalam faktor penyebab dasar kecelakaan kerja ialah lemahnya manajemen dan
pengendaliannya, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya sumber daya, kurangnya
komitmen, dsb.
Menurut teori efek domino H.W Heinrich juga bahwa kontribusi terbesar penyebab kasus
kecelakaan kerja adalah berasal dari faktor kelalaian manusia yaitu sebesar 88%. Sedangkan
10% lainnya adalah dari faktor ketidaklayakan properti/aset/barang dan 2% faktor lain-lain.
19
Gambar 5. ilustrasi dari teori domino effect kecelakaan kerja H.W. Heinrich
Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja
Kerugian kecelakaan kerja diilustrasikan sebagaimana gunung es di permukaan laut dimana
es yang terlihat di permukaan laut lebih kecil dari pada ukuran es sesungguhnya secara
keseluruhan. Begitu pula kerugian pada kecelakaan kerjakerugian yang "tampak/terlihat" lebih
kecil daripada kerugian keseluruhan.
Dalam hal ini kerugian yang "tampak" ialah terkait dengan biaya langsung untuk
penanganan/perawatan/pengobatan korban kecelakaan kerja tanpa memperhatikan kerugiankerugian lainnya yang bisa jadi berlipat-lipat jumlahnya daripada biaya langsung untuk korban
kecelakaan kerja. Kerugian kecelakaan kerja yang sesungguhnya ialah jumlah kerugian untuk
korban kecelakaan kerja ditambahkan dengan kerugian-kerugian lainnya (material/nonmaterial) yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja tersebut. Kerugian-kerugian (biaya-biaya)
tersebut antara lain:
1. Biaya Langsung Kerugian Kecelakaan Kerja:
2. Biaya Pengobatan & Perawatan Korban Kecelakaan Kerja.
3. Biaya Kompensasi (yang tidak diasuransikan).
4. Biaya Tidak Langsung :
5. Kerusakan Bangunan
6. Kerusakan Alat dan Mesin
7. Kerusakan Produk dan Bahan/Material
8. Gangguan dan Terhentinya Produksi
9. Biaya Administratif
10. Pengeluaran Sarana/Prasarana Darurat
11. Sewa Mesin Sementara
12. Waktu untuk Investigasi
13. Pembayaran Gaji untuk Waktu Hilang
14. Biaya Perekrutan dan Pelatihan
15. Biaya Lembur (Investigasi)
16. Biaya Ekstra Pengawas(an)
17. Waktu untuk Administrasi
18. Penurunan Kemampuan Tenaga Kerja yang Kembali karena Cedera
20
21
debu
asbes), low
back
pain
(karena
pengangkutan
manual), white
finger
Beracun
Cahaya), Biomekanik
dan
(Postur,
Gerakan
Berulang,
Suhu,
Pengangkutan
22
I. 15. Kebakaran
Pengertian api ialah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari 3 (tiga)
unsur yaitu panas, oksigen dan bahan mudah terbakar yang menghasilkan panas dan cahaya.
Ilustrasi 3 (tiga) unsur api dapat dilihat sebagaimana pada gambar segitiga api berikut.
Reaksi 3 (tiga) unsur api (panas, oksigen dan bahan mudah terbakar).
Dapat padam dengan sendirinya apabila api tidak dapat mencapai tahap kebakaran
selanjutnya.
23
Dapat terjadi flashover (ikut menyalanya bahan mudah terbakar lain di sekitar api karena
panas tinggi).
Nyala api paling panas dan yang paling berbahaya bagi siapa saja yang terperangkap di
dalamnya.
Tahap kebakaran yang memakan waktu paling lama di antara tahap-tahap kebakaran
lainnya.
Penurunan kadar O2 (oksigen) atau bahan mudah terbakar secara signifikan yang
menyebabkan padamnya api (kebakaran).
Terdapatnya bahan mudah terbakar yang belum menyala berpotensi menimbulkan nyala
api baru secara.
24
Gambar 9. Tahap-tahap kebakaran dari muncul api sampai kebakaran reda (padam)
Metode Pemadaman Api/Kebakaran
Untuk dapat memadamkan api (kebakaran) terdapat beberapa metode/cara berdasarkan
teori terbentuknya api (segitiga api) yaitu diantaranya ialah dengan metode pendinginan,
isolasi, dilusi, pemisahan bahan mudah terbakar dan pemutusan rantai reaksi api. Metode
prinsip pemadaman api/kebakaran:
1. Pendinginan
2. Isolasi
Menutup permukaan benda yang terbakar untuk menghalangi unsur O2 menyalakan api.
3. Dilusi
Memutus rantai reaksi api dengan menggunakan bahan tertentu untuk mengikat radikal
bebas pemicu rantai reaksi api.
Klasifikasi Kebakaran
Kebakaran diklasifikan (dikelompokkan) berdasarkan sumber penyebab api yang
muncul dalam kejadian kebakaran. Klasifikasi (kelas) kebakaran secara umum merujuk pada
klasifikasiInternasional yaitu klasifikasi (kelas) kebakaran menurutNFPA (National Fire
Protection Association) Amerika.
25
Sumber terakhir sampai dengan artikel ini disusun, NFPA membagi klasifikasi (kelas)
kebakaran menjadi 6 (enam) kelas yaitu : Kebakaran Kelas A, Kebakaran Kelas B, Kebakaran
Kelas C, Kebakaran Kelas D, Kebakaran Kelas E dan Kebakaran Kelas K.
Klasifikasi (kelas) kebakaran berguna untuk menentukan media pemadam efektif untuk
memadamkan api/kebakaran menurut sumber api/kebakaran tersebut, serta berguna untuk
menentukan tingkat keamanan jenis suatu media pemadam sebagai media pemadam suatu
kelas kebakaran berdasarkan sumber api/kebakarannya. Klasifikasi (kelas) kebakaran
berdasarkan NFPA dapat dilihat pada table 4.
Tabel 4. Kelas kebakaran berdasarkan NFPA
Kelas
Kebakaran
Pemadam
Metana,
Solar
Amoniak,
Gas/Uap/Cairan
Arus Pendek
Listrik
Aluminium, Tembaga,
Besi, Baja
Serbuk Kimia sodium Klorida, Grafit
Logam
26
Kelas
Kebakaran
Pemadam
Bahan-Bahan
Radioaktif
Radioaktif
Lemak dan
Masakan
Minyak
Bahan Masakan
27
a. Pasal 3 ayat (1) butir f: dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk
memberikan alat pelindung diri
b. Pasal 9 ayat (1) butir c: pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap
tenaga kerja baru tentang alat pelindung diri.
c. Pasal 12 butir b: dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja
untuk memakai alat pelindung diri.
d. Pasal 14 butir c: pengurus diwajibkan menyediakan alat pelindung diri secara cuma-Cuma
2.
3.
Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982
Pasal 2 butir i menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan
tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan ditempat kerja.
4.
Permenakertrans No.Per.03/MEN/1986
28
Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang mengelola pestisida harus memakai alat-alat
pelindung diri yg berupa pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung
atau pelindung muka dan pelindung pernafasan.
Metode penentuan APD dapat dilakukan melalui pengamatan operasi, proses, dan jenis
peralatan yang dipakai; telaah data-data kecelakaan dan penyakit; belajar dari pengalaman
industri sejenis lainnya bila ada perubahan proses, prosedur, maupun peralatan; serta peraturan
perundangan.
khusus
untuk
pekerjaan
non-rutin
yang
mengandung
bahaya/resiko K3 tinggi. Tujuan dari izin kerja ialah untuk memantau seluruh potensi
bahaya dari area/situasi/aktivitas operasional di tempat kerja serta untuk memastikan segala
area/situasi/aktivitas pekerjaan berbahaya/beresiko tinggisudah terdapat pengendalian sehingga
aman untuk dilangsungkan perkerjaan bersangkutan.
Pengurusan izin kerja dilaksanakan oleh tenaga kerja bersangkutan (ataupun kontraktor,
pemasok, tamu, dsj) dengan petugas/pengawas K3 serta Kepala/Manajer Area bersangkutan.
Pekerjaan yang termasuk diatur dalam izin kerja antara lain :
1. Izin Kerja Pekerjaan Panas (Las, Gerinda, dsb).
2. Izin Kerja bekerja di ketinggian ekstrim (Pekerjaan Konstruksi/Perbaikan di atas 2m).
3. Izin Kerja Pekerjaan Listrik Tegangan Tinggi (Arus Besar).
29
30
Memilah barang yang sudah rusak dan barang yang masih dapat digunakan.
2. Rapi
Menata/mengurutkan
peralatan/barang
berdasarkan
keseringan
penggunaannya,
3. Resik
4. Rawat
5. Rajin
31
1995 ialah
penyelenggaraan dan pemeliharaan derajat setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan
sosial tenaga kerja di semua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja yang
disebabkan kondisi kerjanya, perlindungan tenaga kerja terhadap resiko faktor-faktor yang
mengganggu kesehatan, penempatan dan pemeliharaan tenaga kerja di lingkungan kerja sesuai
kemampuan fisik dan psikologisnya, dan sebagai kesimpulan ialah penyesuaian pekerjaan
kepada manusia dan manusia kepada pekerjaannya.
Dasar Hukum Kesehatan Kerja
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (tiga) dan pasal 8
(delapan).
2. Peraturan Menteri Perburuhan no 7 Tahun 1964 tentang Syarat-Syarat Kesehatan, Kebersihan
serta Penerangan di Tempat Kerja.
32
Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, dokter Perusahaan dan paramedis
Perusahaan).
Organisasi
(pimpinan
Unit
Pelayanan
Kesehatan
Kerja,
pengesahan
Khusus (secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu berdasarkan tingkat resiko
yang diterima).
3. Pelaksanan P3K (petugas, kotak P3K dan Isi Kotak P3K). Pertolongan P3K
4. Pelaksanaan Gizi Kerja.
Kantin (50-200 tenga kerja wajib menyediakan ruang makan, lebih dari 200 tenaga
kerja wajib menyediakan kantin Perusahaan).
33
Prinsip Ergonomi:
Efisiensi Kerja.
Beban Kerja :
Kelelahan.
34
4. Periksalah luka-luka lain yang diderita korban yang mungkin membutuhkan pertolongan
pertama.
Bantuan hidup dasar harus segera dilaksanakan oleh penolong apabila dalam penilaian
dini penderita ditemukan salah satu dari masalah antara lain: tersumbatnya jalan nafas, tidak
menemukan adanya nafas serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda nadi. Seperti diketahui
bahwa tujuan dari salah satunya ialah menyelamatkan jiwa penderita sehingga dapat selamat
dari kematian.
A. Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi Jantung.
Dalam memberikan bantuan hidup dasar dikenal 3 (tiga) tahap utama yaitu: penguasaan
jalan nafas, bantuan pernafasan dan bantuan sirkulasi darah yang lebih dikenal juga dengan
istilah pijatan jantung luar dan penghentian perdarahan besar
1.
35
Posisi pemulihan.
36
Bila penderita dapat bernafas dengan baik dan tidak ditemukan adanya cedera leher
maupun tulang belakang. Posisi penderita dimiringkan menyerupai posisi tidur miring.
Dengan posisi ini diharapkan mencegah terjadinya penyumbatan jalan nafas dan apabila
terdapat cairan pada jalur nafas maka cairan tersebut dapat mengalir keluar melalui mulut
sehingga tidak masuk ke jalan nafas.
3.
o
sadar.
38
Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita hamil yang tidak
respon / tidak sadar.
Langkahnya sama dengan heimlich maneuver pada penderita tidak respon / tidak sadar di
atas namum posisi penolong berada di samping penderita dan posisi tumit tangan pada
pertengahan tulang dada.
Terdapat beberapa teknik yang dikenal untuk memberikan bantuan pernafasan pada
penderita yang ditemukan tidak terdeteksi adanya nafas namun nadi masih berdetak dan jalan
nafas tidak mengalami gangguan antara lain :
1.
2.
oksigen sebanyak 21% tersebut, sebanyak 5% digunakan manusia dalam proses pernafasan.
Sehingga terdapat sekitar 16% kandungan oksigen dari udara pernafasan yang manusia
keluarkan. Sisa oksigen sebanyak 16% inilah yang digunakan untuk memberi bantuan nafas
39
kepada penderita yang terdeteksi tidak terdapat nafas. Pada manusia dewasa frekuensi
pemberian nafas buatan ialah sebanyak 10-12 kali bantuan nafas per menit dengan durasi tiap
bantuan nafas ialah 1,5-2 detik tiap hembusan bantuan nafas.
Memberikan bantuan nafas kepada penderita bagi penolong bukan tanpa resiko. Terdapat
resiko yang mungkin dialami penolong antara lain : penyebaran penyakit, kontaminasi bahan
kimia dan muntahan penderita. Langkah-langkah dalam memberikan bantuan nafas kepada
penderita terdeteksi tidak terdapat nafas antara lain :
1. Pastikan jalan nafas terbuka pada penderita.
2. Jika penolong menggunakan APD ataupun alat bantu pastikan alat tersebut tidak bocor
(tertutup rapat).
3. Pastikan juga bantuan nafas yang dihembuskan tidak bocor melalui hidung penderita
dengan cara mencapit lubang hidung penderita.
4. Berikan 2 (dua) kali bantuan nafas awal (1,5-2 detik pada manusia dewasa).
Tiupan/hembusan merata dan cukup (dada penderita bergerak naik).
5. Periksa nadi penderita selama 5-10 detik dan pastikan nadi penderita masih terdeteksi.
6. Lanjutkan pemberian nafas buatan sesuai dengan frekuensi pemberian bantuan nafas
(dewasa : 10-12 kali bantuan nafas per menit).
7. Apabila bantuan nafas berhasil dengan baik akan ditandai dengan bergerak naik turunnya
dada penderita.
Tindakan paling penting dalam bantuan sirkulasi ialah pijatan jantung luar. Hal tersebut
dimaksudkan untuk memberikan efek pompa jantung yang dinilai cukup untuk membantu
sirkulasi darah penderita pada saat kondisi penderita mati klinis. Kedalaman penekanan pijatan
jantung luar pada manusia dewasa ialah 4-5 cm ke dalam rongga dada.
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan dari tindakan A, B dan C di atas.
Resusitasi Jantung Paru dilaksanakan dengan memastikan bahwa penderita tidak ada respon /
tidak sadar, tidak terdapat pernafasan dan tidak terdapat denyut nadi. Pada manusia dewasa
resusitasi jantung paru dikenal 2 (dua) rasio, yaitu rasio 15 kali kompresi dada berbanding 2
kali tiupan bantuan nafas (15:2) apabila dilaksanakan oleh satu penolong, serta rasio 5:1 per
siklus apabila dilaksanakan oleh 2 (dua) orang penolong.
Teknik kompresi dada pada manusia dewasa:
1.
Posisikan penderita berbaring telentang pada bidang yang keras (misal : lantai).
40
2.
3.
Temukan pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri (ulu hati).
4. Tentukan titik pijatan (kira-kira 2 ruas jari ke arah dada atas dari titik pertemuan lengkung
tulang iga kanan dan kiri).
5. Posisikan salah satu tumit tangan di titik pijat, tumit tangan lainnya diletakkan di atasnya
untuk menopang.
6. Posisikan bahu penolong tegak lurus dengan tumit tangan.
7. Lakukan pijatan jantung luar.
Resusitasi jantung paru dengan satu orang penolong:
1.
2.
Jika penderita bernafas dan nadi berdenyut maka posisikan penderita pada posisi
pemulihan.
3.
Apabila masih belum terdapat nafas dan nadi, maka lakukan pijatan jantung sebanyak
15 kali dengan kecepatan pijatan 80-100 kali per menit.
4.
5.
Lakukan terus 15 kali pijatan jantung dan 2 kali bantuan nafas sampai 4 siklus.
6.
Periksa kembali nadi dan nafas penderita, apabila terdapat nadi namun belum terdapat
nafas maka teruskan bantuan nafas 10-12 kali per menit.
41
paru-paru, perdarahan dalam pada dada/paru-paru, memar paru dan robekan pada hati/limpa.
Maka bagi penolong perlu berhati-hati.
42
B. Cedera
Perawatan (P3K) Luka Terbuka
1. Pastikan daerah luka terlihat
2. Lepas pakaian penderita yang menutupi daerah luka secara hati-hati. Cara yang paling
mudah ialah dengan memotong pakaian penderita di daerah luka.
3. Bersihkan daerah luka
4. Angkat kotoran yang besar jika ada. Apabila diperlukan dapat menggunakan
penutup/kasa steril untuk menyikat permukaan luka yang terdapat kotoran. Perlu diingat
agar tidak terlalu banyak menghabiskan waktu untuk membersihkan luka dikarenakan
pengendalian perdarahan ialah prioritas utama.
5. Kendalikan perdarahan
6. Berikan penutup luka dan balut
7. Baringkankan penderita apabila luka dan kehilangan darah yang dialami cukup banyak
8. Tenangkan penderita
9. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat untuk penanganan infeksi dan komplikasi lainnya
Cedera Kepala
Ialah semua benturan ataupun ruda paksa pada daerah kepala yang dapat mengakibatkan
terganggunya fungsi otak baik berat maupun ringan. Secara umum penyebabnya ialah benturan
benda tumpul di kepala. Tanda-tanda Cedera Kepala:
1. Perubahan respon (dari tampak bingung hingga tidak respon/tidak sadar).
2. Gangguan pernafasan/pola pernafasan tidak teratur.
3. Sakit kepala/pusing yang muncul mendadak setelah benturan.
4. Mual.
5. Muntah. Biasanya dikenal dengan istilah muntah proyektil atau muntah yang langsung
terjadi tanpa awalan dimana umumnya muntah didahului dengan perasaan tidak enak di
pencernaan.
6. Gangguan penglihatan ataupun pengelihatan ganda.
7. Pupil (manik mata) tidak simetris.
8. Kejang.
9. Perubahan tanda vital (nadi dan pernafasan).
10. Nyeri di sekitar benturan (cedera).
43
44
Cedera spinal dapat berupa patah tulang dengan ataupun tanpa pergeseran posisi tulang,
dislokasi, terkilir otot, kerusakan jaringan ikat juga terjadinya kompresi tulang. Kerusakan
rongga tulang belakang bisa jadi disertai kerusakan bumbung syaraf. Penanganan yang baik
meliputi pemeriksaan fungsi motorik dan fungsi sensorik penderita baik sebelum maupun
sesudah mobilisasi penderita. Tanda-tanda Cedera Spinal:
1. Perubahan bentuk pada kepala, leher ataupun daerah tulang belakang. Namun hal ini
terkadang sulit dideteksi secara kasat mata.
2. Kelumpuhan pada alat/anggota gerak.
3. Gangguan persyarafan pada alat gerak yang dapat berupa kehilangan fungsi, lemah, mati
rasa, kesemutan ataupun rasa bebal terutama di bagian bawah daerah cedera.
4. Terdapat bagian/daerah tulang punggung yang lebih sensitif ataupun nyeri.
5. Rasa nyeri pada saat bergerak maupun dalam keadaan diam.
6. Hilangnya kemampuan mengendalikan buang air kecil ataupun buang air besar.
7. Sulit bernafas dengan ataupun tanpa pergerakan dada.
8. Priapismus (ereksi kemaluan pria secara menetap).
9. Postur abnormal (lihat tanda cedera kepala di atas)
Penanganan (P3K) Cedera Spinal
1. Analisa mekanisme terjadinya cedera.
2. Lakukan stabilisasi satu garis lurus dari kepala sampai dengan leher kemudian pasangkan
bidai leher bila ada (jika dirasa penderita sakit saat digerakkan, maka jangan lakukan).
3. Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi).
4. Berikan oksigen bila ada.
5. Periksa fungsi motorik dan sensorik terutama pada keempat alat gerak.
6. Usahakan penderita diimobilisasi dengan papan spinal ataupun alas keras lain sejenis.
7. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
Cedera Dada
Cedera pada dada umumnya terjadi karena tumbukan dengan benda tumpul ataupun
tusukan. Cedera ini dapat mempengaruhi sistem pernafasan dan atau jantung.
Umumnya terdapat 2 (dua) jenis pembagian cedera dada, yaitu
a. Cedera dada tertutup
45
Kulit pada daerah dada tidak ikut terbuka dan umumnya disebabkan oleh tumbukan
benda tumpul. Contoh: patah tulang dada tertutup.
b. Cedera dada tertutup
Kulit dan dinding dada terbuka serta memungkinkan adanya kontak antara udara luar
dengan udara di dalam rongga dada sehingga udara luar mengikuti irama nafas atau yang
lebih dikenal dengan istilahSucking Chest Wound dimana penolong akan mendengar
suara seperti menghisap dari luka.
Gejala Umum Cedera Dada
1. Sesak nafas/sukar bernafas.
2. Nyeri pada saat bernafas.
3. Nyeri pada daerah cedera.
4. Gejala lain sesuai dengan jenis cedera dada di atas.
5. Penanganan (P3K) Cedera Dada Tertutup
6. Laksanakan penilaian dini (respon, nafas dan nadi) dan buka jalan nafas.
7. Berikan oksigen bila ada.
8. Hentikan perdarahan luar bila ada.
9. Biarkan penderita berada pada posisi yang membuatnya senyaman mungkin.
10. Pantau terus pernafasan penderita.
11. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
Penanganan (P3K) Cedera Dada Terbuka
1. Laksanakan penilaian dini (respon, nafas dan nadi), jaga jalan nafas tetap terbuka.
2. Jangan mencabut jika ada benda yang menancap.
3. Segera tutup luka terbuka dengan penutup kedap bila ada(sangat direkomendasikan).
Penutup kedap sebaiknya lebih lebar 5 cm dari luka dan apabila penderita bertambah
parah, maka buka satu sisi perekat penutup kedap sehingga hanya 3 (tiga) sisi saja yang
menempel pada luka.
4. Jangan lepas apabila ada benda yang menancap.
5. Berikan oksigen bila ada.
6. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
46
C. Keracunan
Setiap hari manusia berhubungan dengan bahan yang dapat menjadi racun karena semua
zat dalam jumlah tertentu dapat menjadi racun. Pengertian racun sendiri ialah suatu zat yang
apabila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu dapat menimbulkan reaksi tubuh yang
tidak diingikan bahkan kematian. Reaksi kimia yang terjadi dapat merusak jaringan tubuh
ataupun mengganggu fungsi tubuh. Hal tersebut berbeda dengan penggunaan obat dikarenakan
reaksi penggunaan obat umumnya sudah diketahui dan diinginkan, namun adakalanya juga
reaksi obat menimbulkan hal yang tidak diinginkan seperti gatal, sesak nafas, lemas, mual, dan
sebagainya.
Beberapa contoh zat racun antara lain : insektisida (pembasmi serangga), sianida (sering
ditemui pada singkong beracun), logam berat (timah hitam pada asap kendaraan bermotor),
bisa binatang (bisa ular, kalajengking, dsj) ataupun bahan kimia yang bersifat korosif (dapat
menyebabkan luka bakar pada bagian tubuh dalam jika masuk ke dalam tubuh).
Macam-macam Terjadinya Keracunan:
1. Sengaja Bunuh Diri.
Penderita sengaja menelan, menghirup ataupun menyuntikkan suatu ibat dalam junlah
melebihi dosis pengobatan atau benda lain yang sebenarnya tidak ditujukan untuk
dikonsumsi dengan cara-cara tersebut di atas. Sering menyebabkan kematian jika tidak
segera mendapat pertolongan. Contoh: minum racun serangga, obat tidur berlebihan.
2. Keracunan Tidak Disengaja.
Terjadi akibat terpapar bahan beracun secara tidak sengaja, contoh:
o Mengkonsunsi bahan makanan/minuman yang tercemar oleh kuman ataupun zat
kimia tertentu.
o Salah minum yang biasanya dialami oleh anak-anak atau orang lanjut usia yang
sudah pikun (misal obat kutu anjing disangka susu).
o Makan singkong yang memiliki kadar sianida tinggi.
o Udara yang tercemar gas beracun.
3. Penyalahgunaan Obat.
47
48
49
50
51
Luka bakar hanya meliputi lapisan kulit paling atas saja. Ditandai dengan kulit
kemerahan, nyeri dan terkadang bengkak pada daerah yang terkena. Contoh: luka bakar
karena sengatan matahari.
2. Luka Bakar Derajat II (Dua).
Luka bakar meliputi lapisan kulit paling luar sehingga lapisan kulit di bawahnya
terganggu. Luka bakar ini termasuk luka bakar yang paling sakit. Ditandai dengan
gelembung pada kulit yang menggelembung berisi cairan, bengkak, kulit kemmerahan
ataupun putih, lembab dan rusak. Contoh : luka bakar terkena minyak panas.
3. Luka Bakar Derajat III (Tiga).
Lapisan yang terkena tidak terbatas. Luka bakar juga bisa sampai ke tulang dan organ
tubuh dalam. Ditandai dengan kulit tampak kering, pucat atau putih dan gosong atau
hitam diikuti dengan mati rasa karena kerusakan syaraf sehingga rasa nyeri hanya
timbul di daerah sekitar luka saja.
4. Luka Bakar Derajat III (Tiga)
Luka bakar derajat yang lebih tinggi selalu dikelilingi oleh luka bakar derajat lebih
rendah di sekitarnya.
Tingkat Keparahan Luka Bakar
1. Luka Bakar Ringan.
o Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan atau saluran nafas.
o Luka bakar derajat III (tiga) kurang dari 2% luas permukaan tubuh.
o Luka bakar derajat II (dua) kurang dari 15% luas permukaan tubuh.
o Luka bakar derajat I (satu) kurang dari 50% luas permukaan tubuh.
o Luka bakar derajat II (dua) kurang dari 10% luas permukaan tubuh (bayi/anak).
2. Luka Bakar Sedang.
o Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan atau saluran nafas.
o Luka bakar derajat III (tiga) 2% - 10% luas permukaan tubuh.
52
53
56
Ditandai dengan darah yang berasal dari pembuluh nadi keluar menyembur sesuai
dengan denyut pada nadi dan darah berwarna merah terang karena darah kaya akan
oksigen. Apabila tekanan sistolik berkurang, maka semburan juga ikut berkurang.
Umumnya perdarahan arteri lebih sulit dikendalikan, oleh sebab itu pemantauan dan
pengendalian dilaksanakan sepanjang perjalanan menuju fasilitas kesehatan terdekat.
Perdarahan Arteri
2. Perdarahan Balik (Vena)
Ditandai dengan darah yang keluar dari pembuluh balik (vena) yang berwarna agak
gelap. Walau terlihat banyak & luas, namun umumnya lebih mudah dikendalikan.
Bahaya yang mungkin terjadi ialah masuknya kotoran tersedot oleh pembuluh darah
vena.
57
58
Teknik Elevasi
3. Titik tekan.
Apabila kedua upaya di atas belum berhasil, maka dilakukan cara ke tiga yaitu dengan
menekan pembuluh nadi di atas daerah yang mengalami perdarahan. Terdapat 2 (dua)
titik tekan yaitu nadi brakialis (pembuluh nadi di lengan atas) dan nadi femoralis
(pembuluh nadi di lipat paha).
4. Cara lain :
o Immobilisasi dengan atau tanpa pembidaian.
o Kompres dingin.
59
o Torniket.
Torniket ialah suatu alat yang menutup seluruh aliran darah pada alat gerak.
Torniket dilakukan apabila cara-cara di atas belum dapat menghentikan
perdarahan. Kerugian teknik torniket ialah kematian jaringan bagian yang
dipasang torniket, sehingga bagian tersebut mati dan harus diamputasi. Torniket
umumnya digunakan pada luka amputasi ataupun robekan dengan tepi yang
tidak
rata.
Pada
kasus
amputasi
dengan
tepi
yang
rata
umumnya
yang
sudah
terpasang
dan
menghentikan
perdarahan
tidak
60
Dikarenakan kasus perdarahan dalam dimana kehilangan darah tidak terlihat, maka kecurigaan
adanya perdarahan dalam seharusnya dinilai dari pemeriksaan fisik lengkap termasuk
wawancara dan menganalisa kronologis kejadiannya. Lebih baik menganggap seseorang
mengalami perdarahan dalam daripada ridak dikarenakan penanganan perdarahan dalam tidak
akan memperburuk keadaan penderita yang ternyata tidak mengalaminya.
Tanda-tanda Perdarahan Dalam
1. Cedera ataupun memar disertai nyeri dan pembengkakan.
2. Muntah darah, batuk darah, berak darah, kencing disertai darah, keluar darah atau
cairan dari hidung atau telinga baik berupa darah segar maupun darah hitam seperti
kopi.
Penanganan Perdarahan Dalam
1. Baringkan penderita.
2. Jangan memberikan makanan ataupun minuman pada penderita.
3. Berikan oksigen bila ada.
4. Rawat sebagai syok (baca penjelasan di bawah).
Syok
Syok terjadi bilamana sistem peredaran darah gagal mengirimkan darah yang mengandung
oksigen dan bahan nutrisi ke organ vital tubuh. Penyebab syok sendiri dapat terdiri dari 3 (tiga)
komponen diantaranya ialah adanya gangguan pada organ jantung, kehilangan darah dalam
jumlah besar dan pelebaran pembuluh darah akibat penyakit, trauma maupun alergi.
Tanda-tanda Syok
1. Nadi cepat dan lemah.
2. Nafas cepat dan dangkal.
3. Kulit pucat, dingin dan lembab.
4. Wajah, bibir, lidah dan telinga terlihat pucat.
5. Pandangan mata terkesan hampa serta pupil melebar.
6. Perubahan mental (gelisah/marah)
Akibat dari hal di atas, maka penderita akan mengalami ataupun merasakan hal sebagai berikut
61
pemadam kebakaran. Setelah penyelamatan, periksalah pernapasan dan denyut jantung korban.
Bersiap-siaplah untuk memberikan bantuan pernapasan atau CPR. Jika seseorang berhubungan
dengan kabel listrik yang hidup di tempat terbuka, janganlah mencoba menyelamatkannya
seorang diri. Teleponlah PLN, polisi, atau dinas pemadam kebakaran.
63
I. 22. Lampiran 1
Pengelola Laboratorium Jurusan Teknik Informatika
Politeknik Negeri Batam
Tata Tertib Penggunaan Laboratorium
Politeknik Negeri Batam menyediakan fasilitas Laboratorium untuk menunjang proses
pembelajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat serta keperluan lain yang sesuai.
Pelanggaran terhadap aturan penggunaan Lab dapat dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
1. Hanya Mahasiswa, Dosen, Staf serta pihak Luar yang diizikan jurusan yang dapat
memanfaatkan fasilitas Lab
2. Peruntukan Utama Lab adalah Praktikum pada sesi perkuliahan, penggunaan di luar
waktu tersebut diperbolehkan dengan meminta izin kepada Dosen / TU Jurusan.
3. Pada saat menggunakan lab, pengguna diharuskan:
a. Menjaga Kesopanan dan etika, tidak berisik, tidak bergurau berlebihan dsb.
b. Menjaga kebersihan dan kerapihan ruangan lab, meninggalkan lab dalam keadaan
bersih dan rapi
c. Tidak membawa makanan dan minuman di dalam ruangan Lab
d. Melepaskan sepatu saat masuk ke dalam ruangan Lab
e. Tidak mencoba memperbaiki sendiri kerusakan pada perangkat lab, baik komputer
maupun perangkat lainnya
f. Tidak memindahkan dan/atau merubah konfigurasi Peletakan perangkat maupun
konfigurasi software tanpa seijin Dosen atau Laboran
g. Memperlakukan peralatan lab dengan baik, tidak merusak baik secara sengaja
maupun karena kecerobohan, termasuk tidak merusak segel dan label inventaris yang
ada pada perangkat.
4. Khusus untuk perangkat yang digunakan diluar ruangan (Kamera DSLR, Peralatan
Praktikum Geomatika, Laptop, dsb) maka pengguna diwajibkan:
a. Mencatat Data diri dan nomor kontak pada borang yang disediakan saat akan
menggunakan dan saat pengembalian
b. Bertanggung jawab penuh atas barang yang dipinjam dan siap mengganti ketika
terjadi kerusakan atau kehilangan
c. Peralatan yang dipinjam harus dikembalikan pada hari yang sama dengan hari
peminjamannya. Kecuali penggunaan bersama Dosen atau Laboran.
d. Khusus peralatan yang membutuhkan keterampilan khusus dalam penggunaan nya
(seperti peralatan geomatika) harus di dampingi laboran atau dosen.
64
I. 23. Lampiran 2
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
Nasional;
b. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya;
c. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien;
d. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma
perlindungan kerja;
e. bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat
ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi;
Mengingat :
1.
65
2.
Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 No. 55,
Tambahan Lembaran Negara No. 2912);
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong.
MEMUTUSKAN :
1.
2.
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1) tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha
dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2;
termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;
(2) pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja
atau bagiannya yang berdiri sendiri;
(3) pengusaha ialah :
a. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan
itu mempergunakan tempat kerja;
66
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan
miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud
pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
(4) direktur ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan
Undang-undang ini;
(5) pegawai pengawas ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga
Kerja;
(6)
ahli keselamatan kerja ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undangundang ini.
BAB II.
RUANG LINGKUP
Pasal 2.
(1)
Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja,
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2)
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, mekanik. perkakas, peralatan
atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut
atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi,
bersuh tinggi;
67
gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah
tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan;
d. dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan
kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya,
batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun
di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan,
di permukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena
pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;
68
69
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran,
asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan
barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya
menjadi bertambah tinggi.
(2)
Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1)
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatanpendapatan baru di kemudian hari.
Pasal 4.
(1)
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknik dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
(2)
ketentuan yang disusun secara teratur,jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan,
pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan,
pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk
teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan
tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
(3) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan
(2) : dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati
syarat-syarat keselamatan tersebut.
BAB IV.
PENGAWASAN
Pasal 5.
a. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai
pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap
ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
b.Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam
melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 6.
(1)
71
pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh
direktur.
(3) Norma-norma mengenai pengujian keselamatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.
BAB V.
PEMBINAAN.
Pasal 9.
(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
72
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d.
(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin
bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syaratsyarat tersebut di atas.
(3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada
kecelakaan.
(4) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.
BAB VI.
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 10.
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja guna memperkembangkan kerja-sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari
pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas
dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan
usaha berproduksi.
(2)
Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya
73
Pasal 11.
(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2) Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1)
diatur dengan peraturan perundangan.
BAB VIII.
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA.
Pasal 12.
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk :
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli
keselamatan kerja;
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan;
d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja
serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus
ditentukan
lain
oleh
pegawai
pengawas
dalam
batas-batas
yang
masih
dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB IX.
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA.
74
Pasal 13.
Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk
keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
BAB X.
KEWAJIBAN PENGURUS.
Pasal 14.
Pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan
kerja yang diwajibkan, sehelai Undang - undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang
berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang
diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja;
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BAB XI.
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP.
Pasal 15.
(1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
75
(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal 16.
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undangundang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di didalam satu tahun sesudah Undang-undang ini
mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang
ini.
Pasal 17.
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum
dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undangundang ini mulai berlaku, tetapi berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang
ini.
Pasal 18.
Undang-undang ini disebut UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA dan mulai
berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Januari 1970.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO.
Jenderal T.N.I.
76
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA.
PENJELASAN UMUM
Veiligheidsreglement yang ada sekarang dan berlaku mulai 1910 (Stbl. No. 406) dan semenjak
itu di sana-sini mengalami perobahan mengenai soal-soal yang tidak begitu berarti, ternyata
dalam banyak hal sudah terbelakang dan perlu diperbaharui sesuai dengan perkembangan
peraturan perlindungan tenaga kerja lainnya dan perkembangan serta kemajuan teknik, teknologi
dan industrialisasi di Negara kita dewasa ini dan untuk selanjutnya. Mesin-mesin, alat-alat,
pesawat-pesawat baru dan sebagainya yang serba pesik banyak dipakai sekarang ini, bahanbahan tehnis baru banyak diolah dan dipergunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi
diperluas di mana-mana.
Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka dalam
kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja operasionil dan tempo kerja
para pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga secara intensief pula dari para pekerja.
Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain
merupakan akibat dari padanya dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan.
77
2.
3.
4.
5.
Tambahan pengaturan pembinaan Keselamatan Kerja bagi management dan Tenaga Kerja.
78
6.
Kerja.
7.
Tidak selalu tenaga kerja harus sehari-hari bekerja dalam sesuatu tempat kerja. Sering pula
mereka untuk waktu-waktu tertentu harus memasuki ruangan-ruangan untuk mengontrol,
menyetel, menjalankan instalasi-instalasi, setelah mana mereka keluar dan bekerja selanjutnya di
lain tempat. Instalasi-instalasi itu dapat merupakan sumber-sumber bahaya dan dengan demikian
haruslah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang berlaku baginya, agar setiap orang
termasuk tenaga kerja yang memasukinya dan atau untuk mengerjakan sesuatu disana, walaupun
untuk jangka waktu pendek, terjamin keselamatannya. Instalasi-instalasi demikian itu misalnya
rumah-rumah, transformator, instalasi pompa air yang setelah dihidupkan berjalan otomatis,
ruangan-ruangan instalasi radio, listrik tegangan tinggi dan sebagainya.
Sumber berbahaya adakalanya mempunyai daerah pengaruh yang meluas. Dengan ketentuan
dalam ayat ini praktis daerah pengaruh ini tercakup dan dapatlah diambil tindakan-tindakan
penyelamatan yang diperlukan. Hal ini sekaligus menjamin kepentingan umum.
79
Misalnya suatu pabrik dimana diolah bahan-bahan kimia yang berbahaya dan dipakai serta
dibuang banyak air yang mengandung zat-zat yang berbahaya. Bila air buangan demikian itu
dialirkan atau dibuang begitu saja ke dalam sungai maka air sungai itu menjadi berbahaya, akan
dapat mengganggu kesehatan manusia, ternak ikan dan pertumbuhan tanam-tanaman.
Karena itu untuk air bungan itu harus diadakan penampungannya tersendiri atau dikerjakan
pengolahan terdahulu, dimana zat-zat kimia di dalamnya dihilangkan atau dinetraliseer, sehingga
airnya itu tidak berbahaya lagi dan dapat dialirkan kedalam sungai.
Dalam pelaksanaan Undang-undang ini dipakai pengertian tentang tenaga kerja sebagaimana
dimuat dalam Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja,
maka dipandang tidak perlu di muat definisi itu dalam Undang-undang ini.
Usaha-usaha yang dimaksud dalam Undang-undang ini tidak harus selalu mempunyai motif
ekonomi atau motif keuntungan, tapi dapat merupakan usaha-usaha sosial seperti perbengkelan
di Sekolah-sekolah teknik, usaha rekreasi-rekreasi dan di rumah-rumah sakit, di mana
dipergunakan instalasi-instalasi listrik dan atau mekanik yang berbahaya.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6).
Guna pelaksanaan Undang-undang ini diperlukan pengawasan dan untuk ini diperlukan staf-staf
tenaga-tenaga pengawas yang kuantitatief cukup besar serta bermutu.
Tidak saja diperlukan keahlian dan penguasaan teoritis bidang-bidang spesialisasi yang beraneka
ragam, tapi mereka harus pula mempunyai banyak pengalaman di bidangnya.
Staf demikian itu tidak didapatkan dan sukar dihasilkan di Departemen Tenaga Kerja saja.
80
Karena itu dengan ketentuan dalam ayat ini Menteri Tenaga Kerja dapat menunjuk tenaga-tenaga
ahli dimaksud yang berada di Instansi-instansi Pemerintah dan atau Swasta untuk dapat
memformeer Personalia operasionil yang tepat.
Maka dengan demikian Menteri Tenaga Kerja dapat mendesentralisir pelaksanaan pengawasan
atas ditaatinya Undang-undang ini secara meluas, sedangkan POLICY NASIONALNYA tetap
menjadi TANGGUNG-JAWABNYA dan berada di tangannya, sehingga terjamin pelaksanaannya
secara SERAGAM dan SERASI bagi seluruh Indonesia.
Pasal 2.
Ayat (1).
Materi yang diatur dalam Undang-undang ini mengikuti perkembangan masyarakat dan
kemajuan teknik, teknologi serta senantiasa akan dapat sesuai dengan perkembangan proses
industrialisasi Negara kita dalam rangka Pembangunan Nasional Selanjutnya akan dikeluarkan
peraturan-peraturan organiknya, terbagi baik atas dasar pembidangan teknis maupun atas dasar
pembidangan industri secara sektoral. Setelah Undang-undang ini, diadakanlah Peraturanperaturan perundangan Keselamatan Kerja bidang Listrik, Uap, Radiasi dan sebagainya, pula
peraturan perundangan Keselamatan Kerja sektoral, baik di darat, di laut maupun di udara.
Ayat (2).
Dalam ayat ini diperinci sumber-sumber bahaya yang dikenal dewasa ini yang bertalian dengan:
1.
Lingkungan,
3.
Sifat pekerjaan.
4.
Cara kerja.
5.
Proses produksi.
81
Ayat (3).
Dengan ketentuan dalam ayat ini dimungkinkan diadakan perubahan-perobahan atas perincian
yang dimaksud sesuai dengan pendapatan-pendapatan baru kelak kemudian hari, sehingga
Undang-undang ini, dalam pelaksanaannya tetap berkembang.
Pasal 3.
Ayat (1).
Dalam ayat ini dicantumkan arah dan sasaran-sasaran secara konkrit yang harus dipenuhi oleh
syarat-syarat keselamatan kerja yang akan dikeluarkan.
Ayat (2). Cukup jelas.
Pasal 4.
Ayat (1).
Syarat-syarat keselamatan kerja yang menyangkut perencanaan dan pembuatan diberikan
pertama-tama pada perusahaan pembuata atau produsen dari barang-barang tersebut, sehingga
kelak dalam pengangkutan dan sebagainya itu barang-barang itu sendiri tidak berbahaya bagi
tenaga kerja yang bersangkutan dan bagi umum, kemudian pada perusahaan-perusahaan yang
memperlakukannya
selanjutnya
yakni
yang
mengangkutnya,
yang
mengedarkannya,
82
Pasal 6. Cukup jelas. Panitia Banding ialah Panitia Teknis, yang anggota-anggotanya terdiri dari
ahli-ahli dalam bidang yang diperlukan.
Pasal 7. Cukup jelas.
Pasal 8. Cukup jelas.
Pasal 9. Cukup jelas.
Pasal 10.
Ayat (1).
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertugas memberi pertimbangan dan dapat
membantu pelaksanaan usaha pencegahan kecelakaan dalam,perusahaan yang bersangkutan serta
dapat memberikan penjelasan dan penerangan efektif pada para pekerja yang bersangkutan.
Ayat (2).
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu Badan yang terdiri dari
unsur-unsur penerima kerja, pemberi kerja
dan pemerintah (tripartite).
Pasal 11. Cukup jelas.
Pasal 12. Cukup jelas.
Pasal 13.
Yang dimaksud dengan barang siapa ialah setiap orang baik yang bersangkutan maupun tidak
bersangkutan dengan pekerjaan di tempat kerja itu.
Pasal 14. Cukup jelas.
Pasal 15. Cukup jelas.
83
84