TINJAUAN PUSTAKA
makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak (Saparinto,
2006).
Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh Departemen
Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat
Jenderal
2.
Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang
tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja,
baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses
produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu
atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi
bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan
yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini
2.
3.
4.
batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as
Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis
lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas
penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan
konsumen.
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang
diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh
Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999.
Antioksidan (Antioxidant)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pengawet (Preservative)
8.
9.
Pewarna (Colour)
10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
11. Sekuestran (Sequestrant)
Beberapa bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:
1.
2.
Formalin (Formaldehyd)
3.
4.
Kloramfenikol (Chlorampenicol)
5.
6.
Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)
7.
Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
8.
9.
menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1.
Dari uji sensoris menunjukkan tingkat mutu rasa manis yang berbeda antara bahan
pemanis satu dengan yang lainnya. Bahan alami yang mendekati rasa manis,
kelompok gula yang banyak dipakai sebagai dasar pembuatan bahan pemanis sintesis
adalah asam-asam amino. Salah satu dipeptida seperti aspartam memiliki rasa manis
dengan mutu yang serupa dengan kelompok gula dan tidak memiliki rasa ikutan.
Sedangkan pada sakarin dan siklamat menimbulkan rasa ikutan pahit yang semakin
terasa dengan bertambah bahan pemanis. Rasa pahit tersebut diduga terkait dengan
struktur molekulnya, karena dengan pemurnian yang bagaimanapun tidak dapat
menghilangkan rasa pahit.
2.
bahan pemanis. Intensitas rasa manis berkaitan dengan nilai relatif rasa manis dalam
yang sama maupun yang berbeda antara masing-masing bahan pemanis. Masingmasing pemanis berbeda kemampuannya untuk merangsang indra perasa. Kekuatan
rasa manis yang ditimbulkan oleh bahan pemanis dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah suhu dan sifat mediumnya (cair atau padat). Harga intensitas rasa
manis biasanya diukur dengan membandingkannya dengan kemanisan sukrosa 10%.
Beberapa contoh jenis rasa manis suatu pemanis sintesis relatif terhadap sukrosa dan
dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
3.
bahan pangan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan. Dari
berbagai pemanis tidak sempurna dapat menimbulakan rasa nikmat yang
dikehendaki. Pada pemanis sintesis seperti sakarin malah tidak dapat menimbulkan
rasa nikmat malah memberikan rasa yang tidak menyenangkan. Tetapi penggunaan
campuran sakarin dan siklamat pada bahan pangan dapat menimbulkan rasa manis
dan tanpa menimbulkan rasa pahit. Meskipun rasa manis yang tepat sangat disukai,
tetapi pemanis yang berlebihan akan terasa tidak enak. Pemanis mempunyai harga
toleransi yang berbeda antara kelompok masyarakat bahkan antarindividu.
2.2.3. Jenis Zat Pemanis
Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan
pemanis buatan/ sintesis (Cahyadi, 2006) :
2.2.3.1. Pemanis Alami
Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang
utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta vulgaris L). bahan
pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut terkenal sebagai gula alam atau
sukrosa. Beberapa bahan pemanis alam yang sering digunakan adalah:
Gula umumnya digunakan sebagai padanan kata untuk sakarosa. Secara kimiawi
gula identik dengan karbohidrat.
Beberapa jenis gula dan berbagai produk terkait:
Gula Granulasi (Gula Pasir): kristal-kristal gula berukuran kecil yang pada umumnya
dijumpai dan digunakan di rumah (gula pasir).
Gula batu: Gula batu tidak semanis gula granulasi biasa, gula batu diperoleh dari
Kristal bening berukuran besar bewarna putih atau kuning kecoklatan. Kristal bening
dan putih dibuat dari larutan gula jenuh yang mengalami kristalisasi secara lambut.
Gula batu putih memiliki rekahan-rekahan kecil yang memantulkan cahay. Kristal
berwarna kuning kecoklatan mengandung berbagai caramel. Gula ini kurang manis
karena adanya air dalam Kristal.
Rumus kimia sukrosa: C12H22O11 merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari
monomer-monomernya yang berupa unit glukosa dan fruktosa. Senyawa ini dikenal
sebagai sumber nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh organisme lain
seperti tumbuhan. Sukrosa atau gula dapur diperoleh dari gula tebu atau gula bit
2.2.3.2. Pemanis Buatan
Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan
rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti, 2007).
Sekalipun penggunaanya diizinkan, pemanis buatan dan juga bahan kimia lain
sesuai peraturan penggunaannya harus dibatasi. Alasannya, meskipun pemanis
buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar kecil, tetap saja dalam batas-batas
tertentu akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan yang
mengkonsumsinya. Pembatasan tersebut kita kenal dengan ADI (Acceptable Daily
Intake) atau asupan harian yang dapat diterima. ADI merupakan jumlah maksimal
pemanis buatan dalam mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi tiap hari selama
hidup tanpa menimbulkan efek yang merugikan kesehatan (Yuliarti, 2007).
Tabel 2.2. Daftar pemanis sintesis yang diizinkan di Indonesia
Nama
ADI
Jenis Bahan Makanan
Batas Maksimal Penggunaan
Pemanis
Sintesis
Sakarin 0-2,5 Makanan berkalori rendah
(Garam mg
a. Permen karet
a. 50mg/kg (sakarin)
Natrium)
b. Permen
b. 100mg/kg (Na-sakarin)
c. Saus
c. 300 mg/kg (Na-sakarin)
d. Es krim dan sejenisnya d. 200 mg/kg (Na-sakarin)
e. Es lilin
e. 300 mg/kg (Na-sakarin)
f. Jam dan jeli
f. 200 mg/kg (Na-sakarin)
g. Minuman ringan
g. 300 mg/kg (Na-sakarin)
h. Minuman yoghurt
h. 300 mg/kg (Na-sakarin)
i. Minuman
ringan i. 50 mg/kg (Na-sakarin)
fermentasi
Siklamat
Makanan berkalori rendah
(garam
a. Permen karet
a. 500mg/kg
dihitung
natrium
b. Permen
sebagai asam siklamat
dan
c. Saus
b. 1g/kg dihitung sebagai
garam
d. Es lilin
asam siklamat
kalsium)
e. Minuman yoghurt
c. 3 g/kg dihitung sebagai
f. Minuman
ringan
asam siklamat
fermentasi
d. 3 g/kg dihitung sebagai
asam siklamat
e. 3 g/kg dihitung sebagai
asam siklamat
f. 500mg/kg
dihitung
sebagai asam siklamat
Sorbitol
Kismis
5g/kg
Jam dan jeli, roti
300 g/kg
Makanan lain
120 g/kg
Sumber: PerMenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999
Penetapan jenis pemanis yang diijinkan dan batas ADI di Indonesia lebih
mengacu peraturan yang dikeluarkan oleh US Food and Drug Administration (FDA)
atau Codex Alimentarius Commission (CAC). Pertimbangannya adalah bahwa
kategori pangan sistem CAC telah dikenal dan digunakan sebagai acuan oleh banyak
negara dalam komunikasi perdagangannya. Banyak aspek yang dijadikan
pertimbangan dalam menentukan jenis pemanis buatan yang diijinkan untuk
digunakan dalam produk makanan, antara lain nilai kalori, tingkat kemanisan, sifat
toksik, pengaruhnya terhadap metabolisme, gula darah, dan organ tubuh manusia.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bila dikonsumsi berlebihan atau
secara berkelanjutan beberapa jenis pemanis membawa efek samping yang
membahayakan kesehatan manusia. Oleh sebab itu selain ketentuan mengenai
penggunaan pemanis buatan juga harus disertai dengan batasan jumlah maksimum
penggunannya (Ambarsari, 2008).
Tabel 2.4. Beberapa Jenis Pemanis Buatan Pengganti Sukrosa yang Diijinkan
Penggunaannya di Indonesia:
Jenis
Jumlah
Tingkat
ADI
Sifat
Bahan
Kalori
Kemanisan*
(mg/kg
Pemanis
(kKal/g)
berat
badan)
Alitam
1.4
2000
0.34
- Penggunaannya bersama pemanis
lain bersifat sinergis.
- Dapat dicerna oleh enzim
pencernaan dan diserap oleh usus.
Acesulfa
0
200
15
-Relatif lebih stabil dibandingkan
me-K
jenis pemanis lainnya,
- Tidak dapat dicerna, bersifat non
glikemik dan non kariogenik.
Aspartam 0.4
180
50
-Stabil pada kondisi kering, namun
tidak tahan panas
- Berbahaya bagi penderita
fenilketonuria karena dapat
menyebabkan resiko penurunan
fungsi otak.
-Dapat menimbulkan gangguan
tidur dan migrain bagi yang
sensitif.
Neotam
0
7000
0-2
-Terurai secara cepat dan dibuang
sempurna tanpa akumulasi oleh
tubuh melalui metabolism normal.
Sakarin
0
300
5
-Timbul reaksi dermatologis bagi
anak- anak yang alergi terhadap
sulfa.
-Berpotensi memacu pertumbuhan
tumor dan bersifat karsinogenik.
Siklamat
0
300
0-11
-Dalam dosis tinggi dapat
menyebabkan tumor kandung
kemih, paru, hati dan limpa.
Sukralosa 0
300
0-15
- Stabil pada kondisi panas
- Tidak dapat dicerna dan
langsung dikeluarkan oleh
tubuh tanpa perubahan.
* dibandingkan dengan sukrosa
Sumber: SNI 01-6993-2004
BPOM (2004)
2.3. Sakarin
Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remses pada tahun
1897. Ketika pertama kali ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik dan
pengawet, tetapi sejak tahun 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakarin dengan
rumus C7H5NO3S dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya tersedia
sebagai
garam
natrium.
Nama
lain
dari
sakarin
adalah
2,3
dihidro-3-
tambahan pada produk kesehatan mulut seperti pasta gigi dan obat pencuci
(penyegar) mulut.
Natrium-sakarin didalam tubuh tidak mengalami metabolisme sehingga
diekskresikan melalui urin tanpa perubahan kimia. Beberapa penelitian mengenai
dampak konsumsi sakarin terhadap tubuh manusia masih menunjukkan hasil yang
konvensional. Hasil penelitian National Academy of Science tahun 1968 menyatakan
bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah tidak
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Tetapi ada penelitian lain yang
menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker pada
hewan percobaan. Pada tahun 1977 Canadas Health Protection Branch melaporkan
bahwa sakarin bertanggung jawab terjadinya kanker kantong kemih. Sejak itu sakarin
dilarang digunakan di Canada, kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek dengan
mencantumkan label peringatan. Akan tetapi hal ini menimbulkan kontroversi,
karena adanya penjelasan bahwa tikus-tikus yang dicoba di Canada diberikan sakarin
dengan dosis yang sangat tinggi, yaitu kira-kira ekuivalen dengan 800 kaleng diet
soda per hari (Yuliarti, 2007).
Kontroversi ini masih berlangsung sampai kini, pemerintah Indonesia
mengeluarkan peraturan melalui Menteri Kesehatan RI No. 208/Menkes/Per/IV/1985
tentang pemanis buatan dan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan
pangan, bahwa pada pangan dan minuman olahan khusus yaitu berkalori rendah dan
untuk penderita penyakit diabetes mellitus kadar maksimum sakarin yang
diperbolehkan adalah 300 mg/kg (Cahyadi, 2006).
Insomnia
5.
Iritasi
6.
Asma
7.
Hipertensi
8.
Diare
9.
Sakit perut
10. Alergi
11. Impotensi dang gangguan seksual
12. Kebotakan
13. Kanker otak
14. Kanker kantung kemih
2.4. Aspartam
Aspartam ditemukan secara kebetulan oleh James Schulter pada tahun 1965,
ketika mensintesis obat-obat untuk bisul dan borok. Aspartam adalah senyawa metal
ester dipeptida yaitu L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus C14H16N2O5
memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa (Cahyadi, 2006).
Aspartam atau Aspartil fenilalanin metil ester (APM) dengan rumus kimia
C14H18N2O5 atau 3-amino-N(-carbomethoxy-phenethyl)succinamic acid, N-L--
Konsumsi harian yang aman (acceptable daily intake) untuk orang dewasa
adalah 40 mg/kg berat badan. Peraturan Menkes No. 722 Tahun 1988 tidak
menyebutkan jumlah aspartam yang boleh ditambahkan kedalam bahan pangan. Hal
ini berarti bahwa aspartam masih dianggap aman untuk dikonsumsi.
2.5. Siklamat
Siklamat pertama kali ditemukan tahun 1939 dan diperbolehkan untuk
digunakan kedalam makanan di U.S.A. pada tahun 1950. Dilanjutkan dengan
pengujian dalam keamanan untuk senyawa yang muncul ditemukan pada tahun 1967
bahwa siklamat dapat merubah usus ke cyclohexylamine dimana dapat menimbulkan
karsinogenik. Rupanya, hanya beberapa individu yang memiliki kemampuan untuk
merubah siklamat ke cyclohexylamine (Deman, 1980).
Siklamat atau cyclohexylsulfamic acid (C6H13NO3S) sebagai pemanis buatan
digunakan dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium siklamat. Secara
umum, garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan
mudah larut dalam air dan etanol, serta berasa manis. Kombinasi penggunaan
siklamat dengan sakarin dan atau acesulfame-K bersifat sinergis, dan kompatibel
dengan pencitarasa dan bahan pengawet. Pemberian siklamat dengan dosis yang
sangat tinggi pada tikus percobaan dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru,
hati, dan limpa, serta menyebabkan kerusakan genetik dan atropi testikular.
Informasi yang dikumpulkan oleh CCC (Calorie Control Council) menyebutkan
bahwa konsumsi siklamat tidak menyebabkan kanker dan non mutagenik. Pada tahun
1984, FDA menyatakan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik. Meskipun FDA,
JECFA dan CAC menyatakan bahwa siklamat aman untuk dikonsumsi, namun
Kanada dan USA tidak mengizinkan penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan
pangan (BPOM, 2008).
Tidak seperti sakarin, siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang
disenangi. Bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya 30 kali
kemanisan sukrosa. Dalam industri pangan natrium siklamat dipakai sebagai bahan
pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi (non-nutritive) untuk pengganti sukrosa.
Siklamat bersifat tahan panas, sehingga sering digunakan
diproses dalam suhu tinggi misalnya pangan dalam kaleng (BPOM, 2004).
Meskipun memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan rasanya enak (tanpa rasa
pahit) tetapi siklamat dapat membahayakan kesehatan. Hasil penelitian bahwa tikus
yang diberikan siklamat dan sakarin dapat menimbulkan kanker kantong kemih.
Hasil metabolisme siklamat, yaitu sikloheksiamin bersifat karsinogenik. Oleh karena
itu, ekskresinya melalui urin dapat merangsang pertumbuhan tumor. Penelitian yang
baru menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan atropi, yaitu terjadinya
pengecilan testicular dan kerusakan kromosom. Penelitian yang dilakukan oleh para
ahli Academy of science pada tahun 1985 melaporkan bahwa siklamat maupun
turunannya (sikloheksiamin) tidak bersifat karsinogenik, tetapi diduga sebagai tumor
promoter. Sampai saat ini hasil penelitian mengenai dampak siklamat terhadap
kesehatan masih diperdebatkan ( Sitorus, 2009).
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, kadar
maksimum asam siklamat yang diperbolehkan dalam pangan dan minuman berkalori
rendah dan untuk penderita diabetes mellitus adalah 3g/kg bahan pangan dan
minuman. Dan menurut WHO, batas konsumsi harian siklamat yang aman (ADI)
adalah 11 mg/kg berat badan. Adanya peraturan bahwa penggunaan siklamat dan
sakarin masih diperbolehkan, serta kemudahan mendapatkannya dengan harga yang
relatif murah dibandingkan dengan gula alam. Hal tersebut menyebabkan produsen
pangan dan minuman terdorong untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan
tersebut di dalam produk.
2.6. Sorbitol
Bahan pemanis ini dikenal sebagai D-Sorbitol, D-glucitol, L-gulitol, sorbit atau
sorbol mempunyai berat molekul 182,17. Kemanisannya hanya 0,5 kali gula tebu.
Sorbitol bersifat larut polar seperti air dan alkohol. Sorbitol secara komersial dibuat
dari glukosa dengan hidrogenasi dalam tekanan tinggi maupun reduksi elektrolit
(Cahyadi, 2006).
Kristal sorbitol mengandung 0,5 atau 1 molekul H2O. Kandungan kalorinya
3,994 K. Kalori setiap gram sama dengan kalori gula tebu yaitu 3,940 K. Tujuh
puluh persen dari jumlah sorbitol yang masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi
CO2 tanpa menunjukkan adanya kenaikan glukosa dalam darah sehingga sangat baik
untuk penderita diabetes.
Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glucitol atau D-Sorbite adalah monosakarida
poliol (1,2,3,4,5,6 dan Hexanehexol) dengan rumus kimia C6H14O6. Sorbitol berupa
senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih dengan titik leleh
berkisar antara 89 sampai dengan 101C, higroskopis dan berasa manis. Sorbitol
memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat
kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87
kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut berperan dalam reaksi pencoklatan
(BPOM, 2004).
Fungsi lainnya yaitu bahan pengisi (filler/bulking agent), humektan, pengental
(thickener), mencegah terbentuknya kristal pada sirup. Sorbitol termasuk dalam
golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies
gigi dan sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes dan diet
rendah kalori. Meskipun demikian, US CFR memberi penegasan bahwa produk
pangan yang diyakini memberikan konsumsi sorbitol lebih dari 50 g per hari, perlu
mencantumkan pada label pernyataan: konsumsi berlebihan dapat mengakibatkan
efek laksatif . JECFA menyatakan sorbitol merupakan bahan tambahan pangan yang
aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan sorbitol
pada berbagai produk pangan berkisar antara 500 sampai dengan 200.000
mg/kg produk, dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM, 2008).
2.7. Asesulfam-K (Acesulfame Potassium)
Acesulfame-K ditemukan seorang kimiawan Karl Clauss tahun 1967. Dia
menemukan rasa manis secara tidak sengaja ketika menjilatkan jarinya untuk
mengambil kertas di laboratorium. Patennya dimiliki oleh Hoechst AG, Jerman.
Acesulfame-K rasanya manis, beberapa orang merasakan adanya aftertaste yang
pahit hampir seperti sakarin, tetapi sebagian lain tidak merasakannya (Cahyadi,
2006).
Asesulfam-K dengan rumus kimia C4H4KNO4S atau garam kalium dari 6methyl-1,2,3-oxathiazin-4(3H)-one-2,2-dioxide
atau
garam
Kalium
dari
(GPM) dihydrate (GPM-C12H24O11.2H2O) mengandung gluko-manitol dan glukosorbitol dibuat dari sukrosa melalui dua tahap proses enzimatik. Perubahan
molekuler yang terjadi dalam proses tersebut menyebabkan isomalt lebih stabil
secara kimiawi dan enzimatik dibandingkan dengan sukrosa. Isomalt berbentuk
kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis dengan tingkat kemanisan
relatif sebesar 0,45 sampai dengan 0,65 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori
isomalt sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/kg. Fungsi lainnya yaitu bahan
pengisi (filler), pencita rasa buah, kopi, dan coklat (flavor enhancer) (BPOM RI,
2008).
Isomalt termasuk dalam golongan GRAS (Generally Recognized As Safe),
sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak
menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes tipe I dan
II. JECFA menyatakan isomalt merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk
dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan Isomalt pada berbagai
produk pangan berkisar antara 30.000 sampai dengan 500.000 mg/kg produk dan
sebagian besar digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).
2.9. Alitam
Alitam dengan rumus kimia C14H25N3O4S.2,5 H2O atau L--Aspartil-N[2,2,4,4-tetrametil-3-trietanil]-D-alanin amida, hidrat dan merupakan senyawa yang
disintesis dari asam amino L-asam aspartat, D-alanin, dan senyawa amida yang
disintesis dari 2,2,4,4-tetra metiltienanilamin. Alitam memiliki tingkat kemanisan
relatif sebesar 2.000 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori 1,4 kkal/g
atau setara dengan 5,85 kJ/g. Penggunaannya dengan pemanis buatan lainnya bersifat
sinergis (BPOM RI, 2008).
Alitam dapat dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan dan diserap
oleh usus berkisar antara 78 sampai dengan 93 % dan dihidrolisis menjadi asam
aspartat dan alanin amida. Sedangkan sisa alitam yang dikonsumsi yaitu sebanyak 7
sampai dengan 22% dikeluarkan melalui feses. Asam aspartat hasil hidrolisis
selanjutnya dimetabolisme oleh tubuh dan alanin amida dikeluarkan melalui urin
sebagai isomer sulfoksida, sulfon, atau terkonjugasi dengan asam glukoronat. Oleh
karena itu, CCC menyebutkan alitam aman dikonsumsi manusia. Sedangkan JECFA
merekomendasikan bahwa alitam tidak bersifat karsinogen dan tidak memperlihatkan
sifat toksik terhadap organ reproduksi. Konsentrasi yang tidak menimbulkan efek
negatif pada hewan (level of no adverse effect) adalah sebanyak 100 mg/kg berat
badan. Sementara ADI untuk alitam adalah sebanyak 0,34 mg/kg berat badan(BPOM
RI, 2008).
CAC mengatur maksimum penggunaan alitam pada berbagai produk pangan
berkisar antara 40 sampai dengan 300 mg /kg produk. Beberapa negara seperti
Australia, New Zealand, Meksiko, dan RRC telah mengijinkan penggunaan alitam
sebagai pemanis untuk berbagai produk pangan (BPOM RI, 2008).
2.10. Laktitol (Lactitol)
Laktitol dengan rumus kimia C12H24O11 atau 4-O--D-Galactopyranosil-Dglucitol dihasilkan dengan mereduksi glukosa dari disakarida laktosa. Laktitol tidak
dihidrolisis dengan laktase tetapi dihidrolisis atau diserap di dalam usus kecil.
Laktitol dimetabolisme oleh bakteri dalam usus besar dan diubah menjadi biomassa,
asam-asam organik, karbondioksida (CO2) dan sejumlah kecil gas hidrogen (H2).
Asam-asam organik selanjutnya dimetabolisme menghasilkan kalori. Laktitol stabil
dalam kondisi asam, basa, dan pada kondisi suhu tinggi, tidak bersifat higroskopis
dan memiliki kelarutan serupa glukosa. Laktitol berasa manis seperti gula tanpa
purna rasa (aftertaste) dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,3 sampai dengan
0,4 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2 kkal/g atau setara
dengan 8,36 kJ/g (BPOM RI, 2008).
Laktitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia,
tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa
dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Hasil evaluasi Scientific Committee
for Food of European Union pada tahun 1984 menyatakan bahwa konsumsi laktitol
sebanyak 20 g/hari dapat mengakibatkan efek laksatif (BPOM RI, 2008).
JECFA menyatakan laktitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman
untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan laktitol pada
berbagai produk pangan berkisar antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk
dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).
2.11. Maltitol (Maltitol)
Maltitol dengan rumus kimia C12H14O11 atau -D-Glucopyranosyl-1,4-D
glucitol termasuk golongan poliol yang dibuat dengan cara hidrogenasi maltosa yang
diperoleh dari hidrolisis pati. Maltitol berbentuk kristal anhydrous dengan tingkat
higroskopisitas rendah, dan suhu leleh, serta stabilitas yang tinggi. Dengan
rasa (flavor enhancer), pembasah atau pelumas, pembentuk tekstur, pendebu (dusting
agent), penstabil (stabilizer), dan pengental (thickener) (BPOM RI, 2008).
Manitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia,
tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa
dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Konsumsi manitol sebanyak 20
g/hari akan mengakibatkan efek laksatif (BPOM RI, 2008)..
JECFA menyatakan manitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman
untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan manitol
pada berbagai produk pangan sebanyak 60.000 mg/kg produk dan sebagian
digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).
2.13. Neotam (Neotame)
Neotam dengan rumus kimia C20H30N2O5 atau L-phenylalanine, N-[N-(3,3dimethylbutyl)-L--aspartyl]-L-phenylalanine 1-methyl ester merupakan senyawa
yang bersih, berbentuk tepung kristal berwarna putih, penegas cita-rasa yang unik
dan memiliki tingkat kelarutan dalam air sama dengan aspartam serta berasa manis
dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 7.000 sampai dengan 13.000 kali tingkat
kemanisan sukrosa. Neotam termasuk pemanis non-nutritif yaitu tidak memiliki nilai
kalori. Penggunaan neotam dalam produk pangan dapat secara tunggal maupun
kombinasi dengan pemanis lain seperti aspartam, garam asesulfam, siklamat,
sukralosa, dan sakarin. Fungsi lainnya yaitu penegas cita rasa (flavor enhancer)
terutama cita rasa buah (BPOM RI, 2008).
Kajian digestive memperlihatkan bahwa neotam terurai secara cepat dan dibuang
sempurna tanpa akumulasi oleh tubuh melalui metabolisme normal. Hasil kajian
komprehensif penggunaan neotam pada binatang dan manusia termasuk anak-anak,
wanita hamil, penderita diabetes memperlihatkan bahwa neotam aman dikonsumsi
manusia.
Selanjutnya
neotam tidak
bersifat
mutagenik,
teratogenik,
atau
karsinogenik dan tidak berpengaruh terhadap sistem reproduksi. Kajian JECFA pada
bulan Juni tahun 2003 di Roma, Italia menyatakan bahwa ADI untuk neotam
adalah sebanyak 0 sampai dengan 2 mg/kg berat badan (BPOM RI, 2008).
FDA dan FSANZ telah menyetujui penggunaan neotam sebagai pemanis dan
pencita rasa. Penggunaan neotam dalam berbagai produk pangan antara lain
sebanyak 2 sampai dengan 50 mg/kg produk untuk minuman ringan, sebanyak 6
sampai dengan 130 mg/kg produk untuk produk roti, sebanyak 800 sampai dengan
4000 mg/kg produk untuk sediaan, sebanyak 5 sampai dengan 50 mg/kg produk
untuk produk susu), dan sebanyak 10 sampai dengan 1.600 mg/kg produk untuk
permen karet (BPOM RI, 2008).
2.14. Silitol (Xylitol)
Silitol dengan rumus kimia C5H12O5 adalah monosakarida poliol (1, 2, 3, 4, 5
dan Pentahydroxipentane) yang secara alami terdapat dalam beberapa buah dan
sayur. Silitol berupa senyawa yang berbentuk bubuk kristal berwarna putih, tidak
berbau, dan berasa manis. Silitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan
tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,4 kkal/g atau setara dengan
10,03 kJ/g (BPOM RI, 2008).
-4-chloro-4-deoxy--D-galactopyranoside
atau ,6 4,
terhadap sistem kekebalan. Oleh karena itu, maka sukralosa sangat bermanfaat
sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes baik tipe I maupun II (BPOM RI,
2010).
JECFA menyatakan sukralosa merupakan bahan tambahan pangan yang aman
untuk dikonsumsi manusia dengan ADI sebanyak 10 sampai dengan 15 mg/kg berat
badan. CAC mengatur maksimum penggunaan sukralosa pada berbagai produk
pangan berkisar antara 120 sampai dengan 5.000 mg/kg produk (BPOM RI, 2008).
2.16. Tujuan Penggunaan Pemanis Sintesis
Pemanis ditambahkan kedalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan
diantaranya sebagai berikut ( Yuliarti, 2007):
1.
2.
3.
Sebagai
penyalut
obat.
Beberapa
obat
mempunyai
rasa
yang
tidak
menyenangkan, oleh karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat
tersebur biasanya dibuat tablet yang bersalut. Pemanis lebih sering digunakan
5.
Penggunaan aspartam bagi orang yang menderita penyakit turunan yang dikenal
sebagai fenilketonuria perlu mendapat perhatian khusus. Diperkirakan 1 dalam
15.000 orang memiliki kelainan tersebut. Orang yang menderita fenilketonuria tidak
mampu memetabolisme fenilalanin, salah satu cara untuk mengobatinya dengan
membatasi pemasukan fenilalanin, bukan menghilangkannya karena fenilalanin
merupakan asam amino esensial yang penting untuk kehidupan. Berlebihnya jumlah
fenilalanin
pada
penderita
fenilketonuria
dapat
menyebabkan
terjadinya
memproduksi sendiri, yang akhirnya perusahaan permen karet Adams cukup terkenal
dan terus berkembang hingga menjadi sebuah perusahaan permen karet terkenal di
Amerika Serikat (Damayanti, 2004).
Dasar permen karet tersebut adalah campuran getah dari pohon karet yang
tumbuh di hutan tropis atau perkebunan. Permen karet memaparkan kedalam
potongan bujur atau membentuk butir dimana bersalut gula atau manisan. Aroma dan
pembawa rasa terbuat dari sukrosa, gula, air gula atau pengganti pemanis lainnya dan
kotoran minyak seperti spearmint, peppermint, dll (Belitz dan Grosch, 1986).
2.18.1. Manfaat Mengunyah Permen Karet
Manfaat Mengunyah Permen Karet (Damayanti, 2004), antara lain:
1. Dapat menyegarkan bau mulut.
2. Permen karet yang sifatnya melekat erat, dapat membersihkan sisa-sisa makanan
pada permukaan gigi. Sering mengunyah permen karet dapat meningkatkan
produksi air liur yang dapat membersihkan rongga mulut dan gigi dengan lebih
baik, sehingga mengurangi resiko terbentuknya plak-plak gigi.
3. Mengunyah permen karet menyebabkan rongga mulut berulang-ulang melakukan
gerakan mengigit, hal ini memperlancar aliran darah dibagian wajah dan juga
melatih otot-otot untuk mengunyah dan menggigit. hasil penelitian seorang ahli
di Amerika, mengunyah permen karet setiap hari selama 15 menit dapat
bermanfaat bagi kesehatan.
4. Remaja yang sering mengunyah permen karet dapat beresiko memiliki bentuk
wajah segi empat, karena otot-otot rahang mungkin terlalu terlatih sehingga sangat
cepat pertumbuhannya.
Siklamat
Uji
Kuantitatif
Permen
Karet
Sakarin
Pemeriksaan
Pemanis
buatan
Tidak
Memenuhi
Syarat
Uji
Kualitatif
Memenuhi
Syarat
Permenkes
RI No.
1168/Menkes
/Per/X/1999
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian