PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kini banyak sekali muncul kasus-kasus kejahatan yang diberitakan dengan
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Tujuan dari penyusunan ini adalah untuk memberi penjelasan
Tujuan Khusus
- Mengetahui definisi dari visum et repertum.
- Mengetahui dasar hukum serta fungsi visum et repertum dalam
peradilan.
- Mengetahui prosedur permintaan visum et repertum.
- Mengetahui jenis dan bentuk dari visum et repertum.
- Mengetahui cara membuat visum et repertum beserta formatnya.
1.3 Manfaat
Secara teoritis penyusunan referat ini dapat dipergunakan bagi para
akademis dan para peneliti yang akan melakukan penulisan makalah semacam
ini. Secara praktis hasil penulisan makalah ini dapat dipergunakan oleh pihakpihak yang berkepentingan terutama pihak penyidik yang mempergunakan kajian
ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1
Definisi
Visum et Repertum yakni berasal dari kata visual yang berarti melihat
dan repertum yaitu melaporkan. Sehingga jika digabungkan dari arti harfiah ini
adalah apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan
suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah,
mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik
ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan
yang sebaik-baiknya.3 Visum et Repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan
yang dibuat dokter berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu
menerima jabatan dokter, memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan
ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari tubuh
manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas
permintaan penyidik untuk kepentingan peradilan.4
Visum et Repertum merupakan pengganti barang bukti, oleh karena
barang bukti tersebut berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat atau
bagian tubuh). KUHAP tidak mencantum kata Visum et Repertum.4 Namun
Visum et Repertum adalah alat bukti yang sah seperti tercantum dalam undangundang yang menuliskan langsung tentang visum et repertum, yaitu pada
Staatsblad ( Lembaran Negara ) tahun 1937 No. 350 yang menyatakan :
Pasal 1 :
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang
diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di
Indonesia, merupakan alat bukti yang syah dalam perkara-perkara pidana, selama
visa reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan
ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa.5
Bantuan dokter pada penyidik yaitu pemeriksaan Tempat Kejadian
Perkara (TKP), pemeriksaan korban hidup, pemeriksaan korban mati, penggalian
mayat, menentukan umur seorang korban / terdakwa, pemeriksaan jiwa seorang
terdakwa, pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence).4
Yang berhak meminta visum et repertum adalah:6
1. Penyidik
2. Hakim pidana
3. Hakim perdata
4. Hakim agama
Yang berhak membuat surat keterangan ahli sesuai dengan KUHAP Pasal 133
ayat 1 yang berbunyi:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.7
2.2
Pada Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di Negeri
Belanda maupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam Pasal 1 diatas, dapat
mengucapkan sumpah sebagai berikut :
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat
pernyatan-pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan
untuk kepentingan peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
saya yang sebaik-baiknya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan batin.8
1.
2.
3.
masalah yang dihadapi dokter dalam membuat visum, yaitu mereka tidak perlu
disumpah tiap kali sebelum membuat visum. Setiap keterangan yang disampaikan
untuk pengadilan haruslah keterangan dibawah sumpah. Dengan adanya ketentuan
ini,
maka
sumpah
yang
telah
diikrarkan
dokter
waktu
menamatkan
INSTRUKSI KAPOLRI
No. Pol. : Ins/ E/ 20/ IX/ 75
Tentang Tata Cara Permohonan/ Pencabutan Visum Et Repertum
(1)
(2)
(3)
Dalam hal seseorang yang menderita luka tadi akhirnya meninggal dunia
maka harus segera mengajukan surat susulan untuk meminta Visum et
Repertum atas mayat, berarti mayat harus dibedah. Sama sekali tidak
dibenarkan permintaan Visum et Repertum atas mayat berdasarkan
pemeriksaan luar saja.
(4)
(5)
(6)
untuksegera
persuasif
memberikan
penjelasan
perlu
(8)
(9)
(10)
Dalam hal orang luka atau mayat itu seorang ABRI, maka untuk meminta
Visum et Repertum hendaknya menghubungi Polisi Militer setempat dari
kesatuan si korban.9
(1)
(2)
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
(3)
bedah mayat.
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak
dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat.7
(2)
(2)
Penyidik adalah:
a.
pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b.
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undangundang.
Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan
diatur Iebih lanjut dalam peraturan pemerintah.7
KUHAP Pasal 7
(1)
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
pidana;
melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
mengambil sidik jari dan memotret seorang;
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
mengadakan penghentian penyidikan;
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(2)
(3)
(2)
KUHAP Pasal 11
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1),
kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang
dari penyidik.7
berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang
memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
b.
c.
d.
2.3
10
Peranan dan fungsi surat keterangan ahli (visum et repertum) adalah salah
satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP yang
berbunyi:7
(1) Alat bukti yang sah ialah:
a.keterangan saksi;
b.keterangan ahli;
c.surat;
d.petunjuk;
e.keterangan terdakwa.
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di
dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti
barang bukti.4 Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian
kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani
ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et
repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan
para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana
yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.12
2.5
11
Objek psikis
Visum et Repertum berupa objek psikis ialah Visum et Repertum
psikiatrikum. Visum et Repertum ini perlu dibuat karena adanya pasal 44
(1) KUHP yang berbunyi Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan padanya
cacat
dalam
tumbuhnya atau
disebabkan
terganggu
karena
karena
jiwanya
penyakit tidak
dipidana.
Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang menderita
penyakit jiwa (psikosis), tetapi juga orang dengan retardasi mental.
Apabila penyakit
jiwa
(psikosis)
yang
ditemukan,
maka
harus
dibuktikan apakah penyakit itu telah ada sewaktu tindak pidana tersebut
12
dilakukan. Tentu saja, jika semakin panjang jarak antara saat kejadian
dengan saat pemeriksaan, maka akan semakin sulit bagi dokter untuk
menentukannya
pula jenis penyakit jiwa yang bersifat hilang timbul juga akan mempersulit
pembuatan kesimpulan dokter. 13
Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka atau terdakwa
pelaku tindak pidana, bukan bagi korban sebagaimana Visum et
Repertum lainnya. Selain itu, Visum et Repertum psikiatrikum
menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga
manusia. Oleh karena Visum et Repertum psikiatrikum
menyangkut
masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang
dilakukannya, maka lebih baik pembuat Visum et Repertum psikiatrikum
ini adalah dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa
2.
et
Repertum-nya
surat permintaan
akan
datang
terlambat.
13
b.
Repertum-nya
kepada
dokter
adalah
kasus
dugaan
adanya
berkewajiban
untuk
merusak
keutuhan
jaringan
jenazah.
Pemeriksaan
ini
14
15
sebab kematian korban, jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan penyebabnya,
dan perkiraan waktu kematian. 5
2.7
Kualifikasi luka
Identifikasi dan deskripsi luka memiliki implikasi medikolegal yang serius
pada tahap berikutnya, dan sering setelah beberapa waktu yang cukup telah
berlalu sejak perlukaan tersebut berlaku. Oleh karena itu penting bahwa berbagai
jenis luka dapat diidentifikasi dan dijelaskan dengan benar, dengan deskripsi
lengkap yang dibuat dalam catatan yang diambil pada saat, atau segera setelah
pemeriksaan.14
Luka adalah istilah yang diberikan untuk kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh kekuatan mekanik (juga disebut cedera atau trauma). Ini
termasuk luka akibat tusukan, trauma tumpul (ditinju, ditendang, dipukul dll),
cekik, gigit, tembak, jatuh dari ketinggian, ditabrak oleh kendaraan, dan trauma
ledakan dari bahan peledak.4
Deskripsi luka harus mencakup:14
1. Regio ( bagian tubuh)
2. Lokasi ( letak koordinat)
3. Jenis Luka
4. Bentuk Luka
5. Ukuran
6. Tepi luka (dinding luka)
7. Sudut luka
8. Dasar luka
9. Apa yang keluar dari luka
10. Daerah sekitarnya
Deskripsi luka memar atau lecet cukup poin 1-5.
Bila seseorang mati karena luka tusuk atau luka tembak harus di deskripsi
pula:14
16
1. Saluran luka: panjangnya, arah dan besar sudut terhadap kulit, serta
2.
penyakit
atau
halangan
untuk
17
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau
tidak menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut
KUHP pasal 352 ayat 1.10
2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau
menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi
pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 1.10
3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
2.8
Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut
Cacat besar
Pro Justitia
Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian Visum et
Pendahuluan
Pendahuluan memuat: identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan
terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa.
18
Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada
yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya,
koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat
adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka
atau cedera, karakteristik serta ukurannya. Rincian tersebut terutama penting pada
pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan
kembali. Pada pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:6
a.
b.
c.
d.
yang diambil.
Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan
merupakan hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus
diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu
anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran
luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang diberikan.6
4.
Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat Visum et Repertum,
dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya Visum et Repertum tersebut.
Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan
derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh
hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik kesimpulan.
19
20
Hal ini berakibat pada hasil akhir dari suatu upaya yang dilakukan, yaitu
kemungkinan sembuh atau gagal yang merupakan resiko yang harus ditanggung
dalam transaksi terapeutik; sedangkan upaya kesehatan menurut Pasal 1 angka 2
UU No. 23/1992 tentang Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat/ swasta.18
Ditinjau dari sudut hukum, baik dari sudut keadilan, sebagai peraturan
perundang-undangan, maupun sebagai hak, pada asasnya bila dikaitkan dengan
hak-hak dasar yang telah melekat pada diri manusia sejak lahirnya, hukum
kedokteran bertumpu pada dua hak asasi manusia, ialah hak atas pemeliharaan
kesehatan, dan hak untuk menentukan nasib sendiri.18 Disamping itu, hubungan
antara dokter dengan pasien dalam transaksi terapeutik didasari oleh dua macam
hak asasi manusia, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak untuk
mendapatkan imformasi yang kedua hak tersebut bertolak dari hak atas perawatan
kesehatan yang merupakan hak asasi individu.19
Berhubungan dengan masalah peranan penting dokter dalam membantu
menegakkan hukum pidana, yaitu dalam rangka pembuatan Visum et Repertum,
dalam kondisi tertentu dokter akan dihadapkan pada masalah upaya penyelamatan
pasien dan tugas membuat Visum et Repertum, karena pada hakikatnya
dibawanya seseorang yang diduga sebagai korban tindak pidana, di samping
untuk mendapatkan pertolongan yang bersifat darurat juga dalam rangka
pembuatan Visum et Repertum.19
Seorang dokter akan melakukan suatu kesalahan dalam profesi, apabila ia
tidak memenuhi kewajibannya sebagai seorang medikus yang baik. Bahwa
menjadi tugas pertama dari seorang dokter jikalau ia mengahadapi seorang pasien,
ia mengadakan suatu diagnosis dan kemudian mencari terapinya. Apakah dokter
tersebut akan berhasil untuk menetapkan diagnosis dan terapi yang baik,
tergantung dari pengetahuan yang wajar dan pengalaman yang ada, serta sarana
yang dikuasainya.20
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang dokter sebagai medikus
dalam melaksanakan profesinya, apakah dokter telah melakukan kesalahan profesi
atau tidak. Pelaksanaan tugas dokter dalam menjalankan profesinya ditentukan
21
dalam standar profesi medik. Unsur utama yang harus dipenuhi dalam standar
profesi medik adalah:20
a) Bekerja dengan teliti, hati-hati, dan saksama;
b) Sesuai dengan ukuran medis;
c) Sesuai dengan kemampuan rata-rata/ sebanding dengan dokter dengan
kategori keahlian medik yang sama;
d) Dalam keadaan yang sebanding;
e) Dengan sarana dan upaya yang sebanding wajar dengan tujuan konkret
tindak medik tersebut.
Seorang dokter yang menyimpang dari standar profesi medik dikatakan
telah melakukan kelalaian atau kesalahan, dan hal ini menjadi salah satu unsur
malpraktik medik, yakni apabila kesalahan atau kelalaian itu bersifat sengaja serta
menimbulkan akibat yang serius atau fatal pada pasien.21
Tindakan dokter sebagai subjek hukum dalam pergaulan masyarakat, dapat
dibedakan antara tindakannya sehari-hari yang tidak berkaitan dengan
pelaksanaan profesinya, dan tindakannya yang berkaitan dengan pelaksanaan
profesinya. Demikian pula berkaitan dengan tanggung jawab dokter yang
dibedakan antara tanggung jawab hukum yang berkaitan dengan profesinya dan
yang tidak berkaitan dengan profesinya. Dalam hal tanggung jawab berkaitan
dengan pelaksanaan profesinya dibedakan antara tanggung jawab terhadap
ketentuan-ketentuan profesional, yaitu KODEKI dan tanggung jawab terhadap
ketentuan-ketentuan hukum yang meliputi hukum administrasi, hukum pidana dan
hukum perdata.22
22
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1
Simpulan
Fungsi dari Visum et Repertum adalah berperan dalam proses pembuktian
suatu perkara pidana terhadap kesehatan, jiwa, dan juga orang yang telah
meninggal. Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai barang bukti yang
sah karena segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan dalam
bagian pemberitaan. Serta keterbatasan barang bukti yang diperiksa pasti akan
mengalami perubahan alamiah sehingga tidak memungkinkan untuk dibawa
kepengadilan.
Struktur visum et repertum:
1. Pro justititia
2. Pendahuluan
3. Pemeriksaan
4. Kesimpulan
5. Penutup
3.2
Saran
Secara teoritis penyusunan referat ini dapat dipergunakan bagi para
akademis dan para peneliti yang akan melakukan penulisan makalah semacam ini.
Maka kami menyarankan bagi penyusun selanjutnya untuk lebih memperdalam
dan menambah referensi mengenai Visum et Repertum. Bagi pihak-pihak yang
berkepentingan terutama pihak penyidik dan dokter (saksi ahli) kami sarankan
untuk lebih memahami mengenai visum et repertum dan pembuatan visum et
repertum yang baik dan benar sehingga hukum dan kebenaran dapat ditegakkan.
23