Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kini banyak sekali muncul kasus-kasus kejahatan yang diberitakan dengan

melibatkan harta benda bahkan nyawa seseorang. Untuk menelusuri kasus-kasus


tersebut pihak kepolisian melakukan penyidikan yang berakhir di peradilan.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran
suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam
penjatuhan pidana terhadap diri seseorang.1
Hal ini sebagaimana ditentukan dalam: Undang-Undang RI No.4 Tahun
2004 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 6 ayat 2 yang
menyatakan: Tiada seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan
bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas
perbuatan yang dituduhkan atas dirinya. Dalam proses penyidikan maka penyidik
meminta bantuan dari ahli, seorang ahli yang dimaksud disini adalah dokter yang
menjalankan pekerjaannya untuk bersaksi.1 Keterangan ahli ini dalam bentuk
keterangan Visum et Repertum yang telah ditentukan sebagai alat bukti yang sah.
Visum et Repertum merupakan salah satu pelayanan di bidang kedokteran
forensik yang dapat membantu dalam bidang hukum. 2
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis dari seorang dokter atas
permintaan resmi dari penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan
medik mengena perlukaan pada tubuh manusia yang berdasarkan keilmuannya
dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan. Pembuatan Visum et
Repertum tersebut dimaksudkan sebagai ganti barang bukti, karena barang bukti
yang diperiksa tersebut tidak bisa dihadapkan di sidang pengadilan dalam keadaan
sebagaimana adanya. Hal ini dikarenakan barang bukti tersebut hubungannya
dengan perlukaan pada tubuh manusia (luka, mayat atau bagian lainnya) yang
akan segera berubah menjadi sembuh atau membusuk.2

1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan Umum
Tujuan dari penyusunan ini adalah untuk memberi penjelasan

mengenai Visum et Repertum dan bagaimana peranan visum et repertum


dalam peradilan.
1.2.2

Tujuan Khusus
- Mengetahui definisi dari visum et repertum.
- Mengetahui dasar hukum serta fungsi visum et repertum dalam
peradilan.
- Mengetahui prosedur permintaan visum et repertum.
- Mengetahui jenis dan bentuk dari visum et repertum.
- Mengetahui cara membuat visum et repertum beserta formatnya.

1.3 Manfaat
Secara teoritis penyusunan referat ini dapat dipergunakan bagi para
akademis dan para peneliti yang akan melakukan penulisan makalah semacam
ini. Secara praktis hasil penulisan makalah ini dapat dipergunakan oleh pihakpihak yang berkepentingan terutama pihak penyidik yang mempergunakan kajian
ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

2.1

Definisi
Visum et Repertum yakni berasal dari kata visual yang berarti melihat

dan repertum yaitu melaporkan. Sehingga jika digabungkan dari arti harfiah ini
adalah apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan
suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah,
mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik
ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan
yang sebaik-baiknya.3 Visum et Repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan
yang dibuat dokter berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu
menerima jabatan dokter, memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan
ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari tubuh
manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas
permintaan penyidik untuk kepentingan peradilan.4
Visum et Repertum merupakan pengganti barang bukti, oleh karena
barang bukti tersebut berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat atau
bagian tubuh). KUHAP tidak mencantum kata Visum et Repertum.4 Namun
Visum et Repertum adalah alat bukti yang sah seperti tercantum dalam undangundang yang menuliskan langsung tentang visum et repertum, yaitu pada
Staatsblad ( Lembaran Negara ) tahun 1937 No. 350 yang menyatakan :
Pasal 1 :
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang
diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di
Indonesia, merupakan alat bukti yang syah dalam perkara-perkara pidana, selama
visa reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan
ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa.5
Bantuan dokter pada penyidik yaitu pemeriksaan Tempat Kejadian
Perkara (TKP), pemeriksaan korban hidup, pemeriksaan korban mati, penggalian
mayat, menentukan umur seorang korban / terdakwa, pemeriksaan jiwa seorang
terdakwa, pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence).4
Yang berhak meminta visum et repertum adalah:6
1. Penyidik

2. Hakim pidana
3. Hakim perdata
4. Hakim agama
Yang berhak membuat surat keterangan ahli sesuai dengan KUHAP Pasal 133
ayat 1 yang berbunyi:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.7
2.2

Dasar Hukum Visum et Repertum


Dalam undang-undang ada satu ketentuan hukum yang menuliskan

langsung tentang visum et repertum, yaitu pada Staatsblad (Lembaran Negara)


tahun 1937 No. 350 yang menyatakan : 8
Pasal 1
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan
pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di Indonesia,
merupakan alat bukti yang syah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta
tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh
dokter pada benda yang diperiksa8
Pasal 2
(1)

Pada Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di Negeri
Belanda maupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam Pasal 1 diatas, dapat
mengucapkan sumpah sebagai berikut :
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat
pernyatan-pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan
untuk kepentingan peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
saya yang sebaik-baiknya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan batin.8

Bila diperinci isi Staatsblad ini mengandung makna :

1.

Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan pendidikannya di


Belanda ataupun di Indonesia, ataupun dokter-dokter lain berdasarkan

2.

sumpah khusus ayat (2) dapat membuat visum et repertum.


Visum et repertum mempunyai daya bukti yang syah/ alat bukti yang syah

3.

dalam perkara pidana.


Visum et repertum berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat,
ditemukan pada benda-benda/ korban yang diperiksa.8
Ketentuan pada staatsblad ini merupakan terobosan untuk mengatasi

masalah yang dihadapi dokter dalam membuat visum, yaitu mereka tidak perlu
disumpah tiap kali sebelum membuat visum. Setiap keterangan yang disampaikan
untuk pengadilan haruslah keterangan dibawah sumpah. Dengan adanya ketentuan
ini,

maka

sumpah

yang

telah

diikrarkan

dokter

waktu

menamatkan

pendidikannya, dianggap sebagai sumpah yang syah untuk kepentingan membuat


visum et repertum. Oleh karena itu sampai sekarang pada bagian akhir visum,
masih dicantumkan ketentuan hukum ini untuk mengingatkan yang membuat
maupun yang menggunakan visum et repertum, bahwa dokter waktu membuat
visum akan bertindak jujur dan menyampaikan tentang apa yang dilihat dan
ditemukan pada pemeriksaan korban menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.8

INSTRUKSI KAPOLRI
No. Pol. : Ins/ E/ 20/ IX/ 75
Tentang Tata Cara Permohonan/ Pencabutan Visum Et Repertum
(1)

Mengadakan peningkatan penertiban prosedure permintaan/ pencabutan


Visum et Repertum kepada Dokter/ Ahli Kedokteran Kehakiman.

(2)

Dalam mengirimkan seorang luka atau mayat ke Rumah Sakit untuk


diperiksa yang berarti pula meminta Visum et Repertum, maka jangan
dilupakan bersama-sama si korban.

(3)

Dalam hal seseorang yang menderita luka tadi akhirnya meninggal dunia
maka harus segera mengajukan surat susulan untuk meminta Visum et
Repertum atas mayat, berarti mayat harus dibedah. Sama sekali tidak
dibenarkan permintaan Visum et Repertum atas mayat berdasarkan
pemeriksaan luar saja.

(4)

Untuk kepentingan di Pengadilan dan mencegah kekeliruan dalam


pengiriman seorang mayat harus selalu diberi label dan segel pada ibu jari
kaki mayat. Pada label itu harus jelas disebutkan nama, jenis kelamin, umur,
bangsa, suku, agama, asal, tempat tinggal, dan tanda tangan dari petugas
Polri yang mengirimkannya.

(5)

Tidak dibenarkan mengajukan Visum et Repertum tentang keadaan korban


atau mayat yang telah lampau yaitu keadaan sebelum permintaan Visum et
Repertum diajukan kepada Dokter mengingat rahasia jabatan.

(6)

Bila ada keluarga korban/ mayat keberatan jika diadakan Visum et


Repertum bedah mayat maka adalah kewajiban dari petugas POLRI cq
pemeriksaan

untuksegera

persuasif

memberikan

penjelasan

perlu

pentingnya otopsi untuk kepentingan penyidikan, kalau perlu bahkan


ditegakkannya pasal 222 KUHP.
(7)

Pada dasarnya penarikan/ pencabutan kembali Visum et Repertum tidak


dapat dibenarkan. Bila terpaksa, Visum et Repertum yang sudah diminta
harus diadakan pencabutan/ penarikan kembali, maka hal tersebut hanya
dapat diberikan oleh Komandan-Komandan Kesatuan paling rendah tingkar
Komres dan untuk kota besar hanya oleh Dan Tabes. Wewenang penarikan/
pencabutan kembali Visum et Repertum tidak dapat dilimpahkan kepada
Pejabat/ Petugas bawahan.

(8)

Untuk menghindari kesalahpahaman, perlu Dokter yang memeriksa mayat


diberikan keterangan lisan tentang kejadian-kejadian yang berhubungan
dengan matinya orang/ korban tersebut. Petugas wajib datang menyaksikan
dan mengikuti jalannya pemeriksaan mayat/ otopsi yang dilakukan oleh
Dokter.

(9)

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada waktu melakukan


otopsi, pengamanan perlu dilakukan oleh POLRI setempat.

(10)

Dalam hal orang luka atau mayat itu seorang ABRI, maka untuk meminta
Visum et Repertum hendaknya menghubungi Polisi Militer setempat dari
kesatuan si korban.9

KUHAP Pasal 133

(1)

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban


baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan

(2)

ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan

(3)

bedah mayat.
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak
dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat.7

KUHAP Pasal 183


Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh Keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.7
KUHAP PASAL 184
(1)

(2)

Alat bukti yang sah ialah:


a.
keterangan saksi;
b.
keterangan ahli;
c.
surat;
d.
petunjuk;
e.
keterangan terdakwa.
Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.7

KUHP Pasal 222


Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.10

KUHAP Pasal 135


Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian
mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133
ayat (2) dan Pasal
134 ayat (1) undang-undang ini.7
KUHAP Pasal 136
Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam
Bagian Kedua Bab 14 ditanggung oleh negara.7
KUHAP Pasal 6
(1)

(2)

Penyidik adalah:
a.
pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b.
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undangundang.
Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan
diatur Iebih lanjut dalam peraturan pemerintah.7

KUHAP Pasal 7
(1)

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena


kewajibannya mempunyai wewenang :
a.
menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
b.
c.

d.
e.
f.
g.

h.

i.
j.

pidana;
melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
mengambil sidik jari dan memotret seorang;
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
mengadakan penghentian penyidikan;
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

(2)

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b


mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di
bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf a.
Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan

(3)

ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.7


KUHAP Pasal 10
(1)

Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia


yang diangkat oleh Kepala kepolisian negara Republik Indonesia

(2)

berdasarkan syarat kepangkatan dalam ayat Pasal ini.


Syarat kepangkatan sebagaimana tersebut pada ayat (1) diatur dengan
peraturan pemerintah.7

KUHAP Pasal 11
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1),
kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang
dari penyidik.7

KUHAP Pasal 186


Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.7
KUHAP Pasal 187
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a.

berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang
memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,

dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
b.

dan tegas tentang keterangannya itu;


surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam
tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan

c.

bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;


surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta

d.

secara resmi dan padanya;


surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain.7

2.3

Prosedur Permintaan Visum Et Repertum


Tata cara permintaan visum et repertum sesuai peraturan perundang

undang adalah diminta oleh penyidik, permintaan tertulis, dijelaskan pemeriksaan


untuk apa, diantar langsung oleh penyidik, mayat dibuat label, tidak dibenarkan
visum et repertum diminta tanggal yang lalu.11
Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1: Dalam hal
penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Ayat 2: Permintaan keterangan ahli
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat
itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan
atau pemeriksaan bedah mayat. Ayat 3: Mayat yang dikirim kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara
baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang
memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang diletakkan
pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.8
2.4

Peranan dan Fungsi Visum Et Repertum

10

Peranan dan fungsi surat keterangan ahli (visum et repertum) adalah salah
satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP yang
berbunyi:7
(1) Alat bukti yang sah ialah:

a.keterangan saksi;
b.keterangan ahli;
c.surat;
d.petunjuk;
e.keterangan terdakwa.
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di
dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti
barang bukti.4 Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian
kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani
ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et
repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan
para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana
yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.12

2.5

Manfaat Visum Et Repertum


Manfaat dari visum et repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu

perkara pidana, bagi proses penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan


kasus kejahatan yang terhambat dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas.
Visum et repertum juga berguna untuk membantu pihak tersangka atau terdakwa
berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli dan atau seseorang yang
memiliki keahlian khusus untuk memberikan keterangan yang meringankan atau
menguatkan bagi dirinya yaitu saksi ahli.14

11

Visum et repertum ini juga dapat bermanfaat sebagai petunjuk, dimana


petunjuk itu adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaianya,
baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.6
2.6

Jenis-jenis Visum Et Repertum


Jenis visum et repertum berdasarkan waktu pemberiannya pada orang

hidup terdiri dari.12


1. Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban
tidak memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain
korban mengalami luka - luka ringan
2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung
korban memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter
membuat visum tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik
dapat melakukan penyidikan walaupun visum lanjutan menyusul
kemudian
3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan
dari korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat
visum sementara untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari
satu visum tergantung dari dokter atau rumah sakit yang merawat korban.
Berdasarkan objek yang diperiksa, Visum et Repertum dibagi menjadi dua
yaitu:12
1.

Objek psikis
Visum et Repertum berupa objek psikis ialah Visum et Repertum
psikiatrikum. Visum et Repertum ini perlu dibuat karena adanya pasal 44
(1) KUHP yang berbunyi Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan padanya
cacat

dalam

tumbuhnya atau

disebabkan

terganggu

karena

karena

jiwanya

penyakit tidak

dipidana.
Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang menderita
penyakit jiwa (psikosis), tetapi juga orang dengan retardasi mental.
Apabila penyakit

jiwa

(psikosis)

yang

ditemukan,

maka

harus

dibuktikan apakah penyakit itu telah ada sewaktu tindak pidana tersebut

12

dilakukan. Tentu saja, jika semakin panjang jarak antara saat kejadian
dengan saat pemeriksaan, maka akan semakin sulit bagi dokter untuk
menentukannya

sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan. Demikian

pula jenis penyakit jiwa yang bersifat hilang timbul juga akan mempersulit
pembuatan kesimpulan dokter. 13
Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka atau terdakwa
pelaku tindak pidana, bukan bagi korban sebagaimana Visum et
Repertum lainnya. Selain itu, Visum et Repertum psikiatrikum
menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga
manusia. Oleh karena Visum et Repertum psikiatrikum

menyangkut

masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang
dilakukannya, maka lebih baik pembuat Visum et Repertum psikiatrikum
ini adalah dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa
2.

atau rumah sakit umum.13


Objek fisik, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu
A. Visum et Repertum orang hidup
a. Visum et Repertum perlukaan atau keracunan
Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup
adalah untuk mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat
parahnya luka atau sakitnya tersebut. Terhadap setiap pasien, dokter
harus membuat catatan medis atas semua hasil pemeriksaan
medisnya.12
Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah
melapor ke penyidik atau pejabat kepolisian, sehingga mereka datang
dengan membawa serta surat permintaan Visum et Repertum.
Sedangkan para korban dengan luka sedang dan berat akan datang ke
dokter atau rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat
permintaan Visum
Keterlambatan

et

Repertum-nya

surat permintaan

akan

datang

terlambat.

Visum et Repertum ini dapat

diperkecil dengan diadakannya kerja sama yang baik antara dokter


atau institusi kesehatan dengan penyidik atau instansi kepolisian.12
Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan dokter
sebaiknya menentukan juga derajat keparahan luka yang dialami
korban atau disebut juga derajat kualifikasi luka. Ini sebagai usaha
untuk membantu yudex facti dalam menegakkan keadilan. 4

13

b.

Visum et Repertum korban kejahatan susila


Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan Visum et

Repertum-nya

kepada

dokter

adalah

kasus

dugaan

adanya

persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP. Persetubuhan yang


diancam pidana oleh KUHP meliputi perzinahan, pemerkosaan,
persetubuhan

pada wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan

dengan wanita yang belum cukup umur. 12


Untuk kepentingan peradilan, dokter

berkewajiban

untuk

membuktikan adanya persetubuhan, adanya kekerasan, serta usia


korban. Selain itu, dokter juga diharapkan memeriksa adanya penyakit
hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatri atau kejiwaan
sebagai akibat dari tindak pidana tersebut. Dokter tidak dibebani
pembuktian adanya pemerkosaan karena istilah pemerkosaan adalah
istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan. 12
B.

Visum et Repertum orang mati (jenazah)


Visum et Repertum jenazah dibuat terhadap korban yang meninggal.

Tujuan pembuatan Visum et Repertum ini adalah untuk menentukan sebab,


cara, dan mekanisme kematian.4 Jenazah yang akan dimintakan Visum et
Repertum-nya harus diberi label yang memuat identitas mayat, di-lak
dengan diberi cap jabatan, yang dikaitkan pada ibu jari kaki atau bagian
tubuh lainnya. Pada surat permintaan Visum et Repertum-nya harus jelas
tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar
jenazah atau pemeriksaan bedah jenazah (autopsi) (Pasal 133 KUHAP). 12
a. Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar
Pemeriksaan luar jenazah adalah pemeriksaan berupa tindakan
tanpa

merusak

keutuhan

jaringan

jenazah.

Pemeriksaan

ini

dilakukan dengan teliti dan sistematik, serta kemudian dicatat secara


rinci, mulai dari bungkus atau tutup jenazah, pakaian, benda-benda di
sekitar jenazah, perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-tanda
tanatologi, gigi geligi, dan luka atau cedera atau kelainan yang
ditemukan di seluruh bagian luar.12
Apabila penyidik hanya meminta pemeriksaan luar saja, maka
kesimpulan Visum et Repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan

14

yang ditemukan dan jenis kekerasan penyebabnya, sedangkan


sebab matinya

tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan

pemeriksaan bedah jenazah. Bila dapat diperkirakan, lama mati sebelum


pemeriksaan (perkiraan waktu kematian) dapat dicantumkan dalam
bagian kesimpulan.4
b. Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan dalam
Bila juga disertakan pemeriksaan autopsi, maka penyidik wajib
memberi tahu kepada keluarga korban dan menerangkan maksud dan tujuan
pemeriksaan. Autopsi dilakukan jika keluarga korban tidak keberatan,
atau bila dalam dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga korban
sesuai yang tercantum dalam Pasal 134 KUHAP yaitu:7
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian
bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan
terlebih dahulu kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari
keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3)
undang-undang ini.
Jenazah yang diperiksa dapat juga berupa jenazah yang didapat dari
penggalian kuburan (Pasal 135 KUHAP).
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan
penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (1) undang-undang ini.7
Pemeriksaan autopsi dilakukan menyeluruh dengan membuka rongga
tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi,
toksikologi, serologi, dan lain sebagainya. Dari pemeriksaan dapat disimpulkan

15

sebab kematian korban, jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan penyebabnya,
dan perkiraan waktu kematian. 5

2.7

Kualifikasi luka
Identifikasi dan deskripsi luka memiliki implikasi medikolegal yang serius

pada tahap berikutnya, dan sering setelah beberapa waktu yang cukup telah
berlalu sejak perlukaan tersebut berlaku. Oleh karena itu penting bahwa berbagai
jenis luka dapat diidentifikasi dan dijelaskan dengan benar, dengan deskripsi
lengkap yang dibuat dalam catatan yang diambil pada saat, atau segera setelah
pemeriksaan.14
Luka adalah istilah yang diberikan untuk kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh kekuatan mekanik (juga disebut cedera atau trauma). Ini
termasuk luka akibat tusukan, trauma tumpul (ditinju, ditendang, dipukul dll),
cekik, gigit, tembak, jatuh dari ketinggian, ditabrak oleh kendaraan, dan trauma
ledakan dari bahan peledak.4
Deskripsi luka harus mencakup:14
1. Regio ( bagian tubuh)
2. Lokasi ( letak koordinat)
3. Jenis Luka
4. Bentuk Luka
5. Ukuran
6. Tepi luka (dinding luka)
7. Sudut luka
8. Dasar luka
9. Apa yang keluar dari luka
10. Daerah sekitarnya
Deskripsi luka memar atau lecet cukup poin 1-5.
Bila seseorang mati karena luka tusuk atau luka tembak harus di deskripsi
pula:14

16

1. Saluran luka: panjangnya, arah dan besar sudut terhadap kulit, serta
2.

mengenai apa saja.


Ketinggian luka: jarak tumit dari luka diukur.
Deskripsi anak peluru meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Bentuk
2. Terbuat dari logam apa dan warnanya
3. Panjang
4. Diameter basis
5. Berat
6. Jumlah dan arah alur
7. Supaya tidak tertukar beri tanda dengan skalpel di basis dan dikirim ke
lembaga balistik setelah difoto.
Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang/korban hidup, yaitu pada

visum et repertum lanjutan, harus dilengkapi dengan kualifikasi luka. Kualifikasi


luka ini akan memudahkan hakim untuk menjatuhkan pidana.6
Kualifikasi luka ini dapat berdasarkan:
1. KUHP pasal 351 ayat 1
Penganiayaan yang menimbulkan

penyakit

atau

halangan

untuk

menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian.10


2. KUHP pasal 351 ayat 2
Penganiayaan yang menimbulkan luka berat.10
3. KUHP pasal 352
Penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan atau mata pencaharian (sebagai penganiayaan
ringan).10
Kata penganiayaan merupakan istilah hukum dan tidak dikenal dalam istilah
kedokteran. Dan karena penganiayaan biasanya menimbulkan luka, maka dalam
kesimpulan visum et repertum kata tersebut diganti luka. Kualifikasi luka pada
korban hidup:6
1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C

17

Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau
tidak menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut
KUHP pasal 352 ayat 1.10
2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau
menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi
pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 1.10
3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:

2.8

Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut

Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya

Hilangnya salah satu panca indra korban

Cacat besar

Terganggunya akan selama > 4 minggu

Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu10


Struktur Visum et Repertum
Unsur penting dalam Visum et Repertum yang diusulkan oleh banyak ahli

adalah sebagai berikut:6


1.

Pro Justitia
Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian Visum et

Repertum tidak perlu bermeterai.6


2.

Pendahuluan
Pendahuluan memuat: identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan

pukul diterimanya permohonan Visum et Repertum, identitas dokter yang


melakukan pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa : nama, jenis kelamin,
umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat
dilakukan pemeriksaan.6
3.

Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)


Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati,

terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa.

18

Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada
yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya,
koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat
adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka
atau cedera, karakteristik serta ukurannya. Rincian tersebut terutama penting pada
pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan
kembali. Pada pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:6
a.

Pemeriksaan anamnesis atau wawancara mengenai apa yang dikeluhkan dan


apa yang diriwayatkan yang menyangkut tentang penyakit yang diderita

b.

korban sebagai hasil dari kekerasan/tindak pidana/didugakekerasan.


Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati,
yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain

c.

yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis).


Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan sebaliknya,
alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan. Uraian
meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan
tersebut. Hal tersebut perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman
tentang tepat/ tidaknya penanganan dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan

d.

yang diambil.
Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan
merupakan hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus
diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu
anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran
luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang diberikan.6

4.

Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat Visum et Repertum,
dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya Visum et Repertum tersebut.
Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan
derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh
hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik kesimpulan.

19

Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis hanya boleh dilakukan dengan penuh


hati-hati. Kesimpulan Visum et Repertum adalah pendapat dokter pembuatnya
yang bebas, tidak terikat oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam
kebebasannya tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan ketentuan hukum yang berlaku.
Kesimpulan Visum et Repertum harus dapat menjembatani antara temuan ilmiah
dengan manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah
hanya resume hasil pemeriksaan, melainkan lebih ke arah interpretasi hasil
temuan dalam kerangka ketentuan hukum-hukum yang berlaku.6
5. Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan
mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan
mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan
serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat Visum et Repertum.6
2.9

Tugas Profesi Dokter dan Pembuatan Visum et Repertum


Ada titik pertemuan antara profesi dokter dan profesi hukum dalam

mengadakan perlindungan terhadap tubuh manusia dan kesehatannya, yang dalam


profesi kedua-duannya dipandang penting. Kerjasama antara keduanya dalah
penting.15
Hubungan perikatan antara dokter dengan pasiennya pada hakikatnya
merupakan hubungan yang istimewa. Hal ini mengingat sifat dari perikatan yang
dibuat antara keduanya, menurut hukum hubungan antara dokter dan pasien
merupakan suatu perjanjian yang objeknya berupa pelayanan medis atau upaya
penyembuhan yang dikenal sebagai transaksi terapeutik (penyembuhan), disebut
inspanningsverbintenis, yaitu diartikan sebagai transaksi antara dokter dengan
pasien untuk mencari/menemukan terapi yang paling tepat sebagai upaya
penyembuhan penyakit pasien oleh dokter.16 Disamping itu, transaksi terapeutik
diartikan sebagai suatu perikatan yang harus dilakukan dengan hati-hati dan usaha
keras.17
Bentuk prestasi yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien dalam
transaksi terapeutik merupakan suatu upaya yang hasilnya tidak dapat dipastikan.

20

Hal ini berakibat pada hasil akhir dari suatu upaya yang dilakukan, yaitu
kemungkinan sembuh atau gagal yang merupakan resiko yang harus ditanggung
dalam transaksi terapeutik; sedangkan upaya kesehatan menurut Pasal 1 angka 2
UU No. 23/1992 tentang Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat/ swasta.18
Ditinjau dari sudut hukum, baik dari sudut keadilan, sebagai peraturan
perundang-undangan, maupun sebagai hak, pada asasnya bila dikaitkan dengan
hak-hak dasar yang telah melekat pada diri manusia sejak lahirnya, hukum
kedokteran bertumpu pada dua hak asasi manusia, ialah hak atas pemeliharaan
kesehatan, dan hak untuk menentukan nasib sendiri.18 Disamping itu, hubungan
antara dokter dengan pasien dalam transaksi terapeutik didasari oleh dua macam
hak asasi manusia, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak untuk
mendapatkan imformasi yang kedua hak tersebut bertolak dari hak atas perawatan
kesehatan yang merupakan hak asasi individu.19
Berhubungan dengan masalah peranan penting dokter dalam membantu
menegakkan hukum pidana, yaitu dalam rangka pembuatan Visum et Repertum,
dalam kondisi tertentu dokter akan dihadapkan pada masalah upaya penyelamatan
pasien dan tugas membuat Visum et Repertum, karena pada hakikatnya
dibawanya seseorang yang diduga sebagai korban tindak pidana, di samping
untuk mendapatkan pertolongan yang bersifat darurat juga dalam rangka
pembuatan Visum et Repertum.19
Seorang dokter akan melakukan suatu kesalahan dalam profesi, apabila ia
tidak memenuhi kewajibannya sebagai seorang medikus yang baik. Bahwa
menjadi tugas pertama dari seorang dokter jikalau ia mengahadapi seorang pasien,
ia mengadakan suatu diagnosis dan kemudian mencari terapinya. Apakah dokter
tersebut akan berhasil untuk menetapkan diagnosis dan terapi yang baik,
tergantung dari pengetahuan yang wajar dan pengalaman yang ada, serta sarana
yang dikuasainya.20
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang dokter sebagai medikus
dalam melaksanakan profesinya, apakah dokter telah melakukan kesalahan profesi
atau tidak. Pelaksanaan tugas dokter dalam menjalankan profesinya ditentukan

21

dalam standar profesi medik. Unsur utama yang harus dipenuhi dalam standar
profesi medik adalah:20
a) Bekerja dengan teliti, hati-hati, dan saksama;
b) Sesuai dengan ukuran medis;
c) Sesuai dengan kemampuan rata-rata/ sebanding dengan dokter dengan
kategori keahlian medik yang sama;
d) Dalam keadaan yang sebanding;
e) Dengan sarana dan upaya yang sebanding wajar dengan tujuan konkret
tindak medik tersebut.
Seorang dokter yang menyimpang dari standar profesi medik dikatakan
telah melakukan kelalaian atau kesalahan, dan hal ini menjadi salah satu unsur
malpraktik medik, yakni apabila kesalahan atau kelalaian itu bersifat sengaja serta
menimbulkan akibat yang serius atau fatal pada pasien.21
Tindakan dokter sebagai subjek hukum dalam pergaulan masyarakat, dapat
dibedakan antara tindakannya sehari-hari yang tidak berkaitan dengan
pelaksanaan profesinya, dan tindakannya yang berkaitan dengan pelaksanaan
profesinya. Demikian pula berkaitan dengan tanggung jawab dokter yang
dibedakan antara tanggung jawab hukum yang berkaitan dengan profesinya dan
yang tidak berkaitan dengan profesinya. Dalam hal tanggung jawab berkaitan
dengan pelaksanaan profesinya dibedakan antara tanggung jawab terhadap
ketentuan-ketentuan profesional, yaitu KODEKI dan tanggung jawab terhadap
ketentuan-ketentuan hukum yang meliputi hukum administrasi, hukum pidana dan
hukum perdata.22

22

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1

Simpulan
Fungsi dari Visum et Repertum adalah berperan dalam proses pembuktian

suatu perkara pidana terhadap kesehatan, jiwa, dan juga orang yang telah
meninggal. Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai barang bukti yang
sah karena segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan dalam
bagian pemberitaan. Serta keterbatasan barang bukti yang diperiksa pasti akan
mengalami perubahan alamiah sehingga tidak memungkinkan untuk dibawa
kepengadilan.
Struktur visum et repertum:
1. Pro justititia
2. Pendahuluan
3. Pemeriksaan
4. Kesimpulan
5. Penutup
3.2

Saran
Secara teoritis penyusunan referat ini dapat dipergunakan bagi para

akademis dan para peneliti yang akan melakukan penulisan makalah semacam ini.
Maka kami menyarankan bagi penyusun selanjutnya untuk lebih memperdalam
dan menambah referensi mengenai Visum et Repertum. Bagi pihak-pihak yang
berkepentingan terutama pihak penyidik dan dokter (saksi ahli) kami sarankan
untuk lebih memahami mengenai visum et repertum dan pembuatan visum et
repertum yang baik dan benar sehingga hukum dan kebenaran dapat ditegakkan.

23

Anda mungkin juga menyukai