Oleh :
ANTONIUS KOMANG DE ORNAY
NIM. 10612055
Korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara mengakibatkan kerugian yang cukup
besar dan menghambat stabilitas ekonomi dan pembangunan, penyidikan korupsi melibatkan
pejabat negara yang dilakukan oleh penyidik KPK sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002. Rumusan masalah adalah 1). Bagaimana implementasi kewenangan
Komisi dalam menyelidiki korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara ? 2). Apa kendala
yang dihadapi oleh Komisi dalam penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
pejabat negara ? Jenis penelitian ini adalah sosio- yuridis, Sumber data adalah data primer
dan data sekunder, teknik pengumpulan data adalah: wawancara, dokumen studi. Data
dianalisis secara kualitatif , hasil penelitian menyimpulkan : 1). kewenangan Komisi dalam
melakukan penyelidikan pidana korupsi oleh pejabat negara tersangka yang menangguhkan
dari kantor selama penyelidikan, pada perintah KPK dan untuk memanggil, pemeriksaan
saksi dan tersangka, bersama dengan penyitaan bukti atau dalam bentuk dokumen. 2).
Kendala yang dihadapi oleh Komisi dalam penyelidikan dugaan penyelenggara di negara ini,
yaitu peneliti kesulitan menemukan bukti yang terkait dengan hasil korupsi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa, hal ini dikarenakan begitu
luar biasanya akibat yang ditimbulkan terhadap tindak pidana korupsi. Meskipun dampak dari
tindak pidana korupsi tidak dirasakan langsung oleh masyarakat namun tindak pidana korupsi
mengakibatkan terhambatnya pembangunan
negara yang digunakan sebesar-besarnya untuk mensejahterakan rakyat. Hal ini sangat
berbeda dengan tindak pidana lain seperti pencurian dan perampokan yang akibat dari tindak
pidana tersebut dirasakan secara langsung oleh korbannya.
Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika
membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena
korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi
atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor
ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah
kekuasaan jabatannya.
Rumusan tentang tidak pidana korupsi yang terdapat di dalam KUHP, dapat
dikelompokan atas empat kelompok tindak pidana (delik) yaitu :
1. Kelompok tindak pidana penyuapan; yang terdiri dari Pasal 209, 210, 418, 419, dan
Pasal 420 KUHP
2. Kelompok tindak pidana penggelapan; yang terdiri dari Pasal 415, 416, dan Pasal 417
KUHP.
3. Kelompok tindak pidana kerakusan (knevelarij atau extortion); yang terdiri dari Pasal
423, dan Pasal 425 KUHP.
4. Kelompok tindak pidana yang berkaitan dengan pemborongan, leveransir dan
rekanan; yang terdiri dari Pasal 387, 388, dan Pasal 435 KUHP.
Sebagian masyarakat Indonesia kurang mendapatkan pengetahuan tentang tindak
pidana korupsi. Pengetahuan tentang tindak pidana korupsi merupakan hal yang sangat
penting untuk pemberantasan korupsi di Negara Indonesia, baik di masyarakat umum, Badan
Legislatif, Badan Eksekutif, dan Badan Yudikatif. Khususnya ketiga badan tersebut yang
sangat besar peluangnya untuk melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu, pengetahuan
tentang tindak pidana korupsi dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengembangkan
tingkah laku masyarakat yang lebih baik dalam melaksanakan pekerjaan di bidangnya,
khususnya sebagai aparatur negara.
Dalam Undang-undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yang dimaksud Penyelenggara Negara
adalah pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan
pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam ketentuan hukum positif di Indonesia pada saat ini, ada beberapa lembaga atau
komisi yang melakukan penanganan terhadap tindak pidana korupsi baik dalam kapasitasnya
sebagai penyelidik atau penyidik, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Lembaga- lembaga tersebut adalah:
1. Lembaga Kepolisian
2. Lembaga Kejaksaan
3. Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor)
4. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
5. (Lembaga Peradilan ( pengadilan umum dan pengadilan Ad.HOC tindak pidana
korupsi)
Lembaga Negara yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi
secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Meningkatnya tindak
pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan
perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.
Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara
konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Dalam rangka mewujudkan
supremasi hukum, pemerintah telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha
memerangi tindak pidana korupsi. Salah satunya dengan membentuk Lembaga Negara yang
bersifat independen dan mandiri, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut Undang-undang Komisi
Pemberantasan Korupsi), tugas Komisi Pemberantasan Korupsi adalah:
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
METODE PENELITIAN
Penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
Pendekatan Penelitian Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan yuridis
sosiologis, yaitu pendekatan masalah melalui peraturan dan teori yang ada, kemudian
dihubungkan dengan kenyataan atau fakta yang ada di masyarakat.
Sumber penelitian terdiri dari dua data yaitu data primer dan data sekunder. Data
Primer diperoleh langsung dari lapangan dengan cara wawancara (interview), yaitu dengan
melakukan wawancara dengan Johan Budi selaku Deputi Bidang Pencegahan Komisi
Pemberantasan Korupsi. Data Sekunder didapat dari kantor KPK, berupa dokumen pribadi
seperti surat-surat, statistik kriminal, dan laporan tahunan dari KPK.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Wawancara dan Studi dokumen. Analisis data yang diperoleh akan dianalisa secara kualitatif,
yaitu menganalisa data menurut aspek-aspek yang diteliti dan selanjutnya diambil dari suatu
kesimpulan yang relevan.
A. Pelaksanaan
Kewenangan
Komisi
Pemberantasan
Korupsi
(KPK)
Dalam
dengan
ditetapkannya
seseorang
sebagai
tersangka
oleh
Komisi
Pemberantasan Korupsi, maka tim penyidik KPK melakukan pemanggilan saksi untuk
dimintai keterangan. Kriteria yang ditentukan dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP, yaitu harus:
a.
b.
c.
d.
untuk disumpah sebelum diminta kesaksiannya, agar kesaksian yang diberikan lebih akurat
dan dapat dipercaya.
3. Pemeriksaan Surat
Dalam acara
penyidikan
yang
tercantum
pada
Pasal
30 Undang-undang
mempunyai hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diperiksa Dengan
ketentuan diatas apabila ditemukan barang-barang atau data yang berhubungan dengan tindak
pidana
korupsi yang sedang terjadi maka penyidik KPK berwenang untuk melakukan
penyitaan terhadap barang-barang atau sekiranya yang bisa dijadikan bukti dalam
persidangan.
4. Pemeriksaan Tersangka
Dalam
pemeriksaan semua saksi, apabila pemeriksaan masing-masing saksi sudah selesai dilakukan
maka penyidik KPK telah bisa melakukan pemeriksaan kepada tersangka.
a. Kewajiban tersangka
Pada tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-undang, tersangka mempunyai
kewajiban atau memberi keterangan tentang seluruh hartanya, sebagai mana disebutkan
dalam Pasal 28 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
b. Tata cara pemeriksaan tersangka
Dalam tata cara pemeriksaan tersangka, penyidik KPK juga harus mengikuti aturan teknis
1) Pemeriksaan harus dilakukan secepat mungkin, sebab bila terlalu lama ingatan
menjadi kabur dan tersangka sudah membuat siasat untuk tidak mengakui
perbuatannya.
2) Jawaban atau keterangan yang diberikan tersangka di depan penyidik harus
berdasarkan kesadaran murni dari tersangka , tidak boleh dipaksa dengan cara apapun
baik dari penekanan fisik maupun dari pihak luar.
3) Dalam melakukan pemeriksaan tersangka penyidik harus bersikap tenang, tidak
banyak bicara, tegas, serta jelas dalam memberi pertanyaan. Tetapi penyidik tetap
tidak boleh meninggalkan keramahan dan kesopanan, sekaligus penyidik harus bisa
menilai tingkah laku atau psikologi si tersangka dalam menjawab pertanyaan.
4) Penyidik harus mencatat dengan teliti keterangan tersangka sesuai dengan rangkaian
kata-kata yang dipergunakan.
5) Pencatatan dibuat dalam berita acara pemeriksaan tersangka, setelah selesai,
dinyatakan atau diminta persetujuan dari tersangka tentang kebenaran isi berita acara
pemeriksaan.
6) Permohonan tersangka untuk menghadirkan saksi yang menguntungkan.
Selama
penyidikan
berjalan,
penyidik
KPK
diharuskan
membuat
laporan
a. Penangkapan
Demi kepentingan penyidikan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang
untuk melakukan penangkapan, dengan mendapat surat izin penagkapan dari pihak
Pengadilan Negeri. Penangkaan menurut rumusan pasal 1 butir 20 KUHAP berbunyi: Suatu
tindakan penyidik berupa pengekangan waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila
terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan dalam hal
menurut tata cara diatur di undang-undang ini Maka dapat ditarik unsur-unsurnya sebagai
berikut:
1) Pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa
2) Terdapat cukup bukti
3) Guna kepentingan penyidikan, penuntutan, peradilan.
Dengan adanya bukti permulaan, perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang
yang diduga melakukan tindak pidanaberdasarkan bukti permulaan yang cukup, maka dapat
dikatakan bahwa perintah penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang
karena perbuatannya atau keadaan diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Penangkapan yang dilakukan oleh penyidik bertujuan untuk mencari titik terang suatu
tindak pidana, adapun tata cara penangkapan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Pasal 18 KUHAP:
1. Petugas yang diperintahkan melakukan penangkapan harus membawa surat tugas
penangkapan, bila surat tugas tersebut tidak ada, maka tersangka bisa menolak untuk
ditangkap oleh penyidik.
2. Petugas harus memperlihatkan surat perintah penangkapan, dalam surat perintah
penangkapan tersebut telah memuat identitas tersangka, berisikan secara singkat
alasan penangkapan, beserta uraian singkat tentang perkara yang disangkakan.
Penahanan
Penahanan merupakan bagian dari proses penyidikan yang dapat dilakukan oleh
Setelah dilakukannya penyitaan para penyidik KPK wajib memberikan salinan berita
acara penyitaan kepada pihak atau keluarga tersangka, yang didalamnya memuat tentang
semua barang yang disita secara rinci untuk dilaporkan kepada pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi.
7. Selesainya penyidikan
Setelah penyidikan dikatakan selesai, maka tim penyidik KPK harus menyerahkan
semua berkas perkara yang didapat dalam proses penyidikan kepada penuntut dari Komisi
Pemberantasan Korupsi untuk proses penuntutan. Dalam hal selesainya penyidikan dan
menyerahkan berkas penyidikan ke penuntut KPK, dalam KUHAP menyebutkan ada 2
tahapan yaitu:
a. Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara
b. Tahap kedua penyidik menyerahkan tanggung jawab ata tersangka dan barang bukti
kepada penuntut.
Pada penyerahan berkas perkara, penuntut KPK harus memperhatikan syarat formil
dan syarat materil sesuai ketentuan beracara pidana.
1) Syarat formil tentang keabsahan dari tindakan penyidik yang berhubungan dengan:
a) Laporan pengaduan
b) Kewenangan penyidik
c) Berita acara pemeriksaan
d) Berita acara penangkapan/penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dan lain lain
2) Kelengkapan/ syaratmateril
a) Adanya fakta perbuatan yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dirumuskan dalam
pasal pidana yang bersangkutan.
b) Adanya fakta kesalahan tersangka baik kesengajaan maupun kealpaan.
c) Alat-alat bukti tersedia paling tidak harus memenuhi minimum pembuktian
d) Alat bukti yang tersedia harus diteliti mengenai keabsahan dan kekuatan alat bukti.
e) Hubungan timbal balik antara alat bukti dengan perbuatan dan kesalahan tersangka.
f) Kejelasan mengenai peran pelaku dalam melakukan tindak pidana tersebut.
B. Kendala-Kendala yang Dihadapi
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
konsistensinya
dalam
menjalankan
kewenangannya
seperti
SARAN
Saran kepada semua pihak khusunya kepada pemerintah dalam rangka melancarkan
proses penyidikan kasus tindak pidana korupsi, yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi.
1. Perlunya membentuk sendiri personil didalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi
khususnya para penyidik, agar KPK dapat menunjukan indenpendensinya dalam
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, Zainal Asikin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Rajawali
Pers.
Andi Hamzah. 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional Edisi Revisi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Elwi Danil, 2012, Korupsi Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Evi Hartanti. 2006. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Sinar Grafika.
Frans Hendra Winata. 2001. Korupsi dan Hukum Indonesia, Pro Justisia Tahun XIX No.3,
FH Unpar Bandung.
Lilik Mulyadi. 2007. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Normatif, Teoretis, Praktik dan
Masalahnya. Bandung : PT Alumni.
Soewartojo Junaidi. Korupsi Pola Kegiatan dan Penindakan Serta Peran Pengawasan
Dalam Penanggulangannya, Jakarta : Restu Agung
Yahya Harahap. 2005. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP Penyidikan dan
penuntutan, Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Penggantian Undang-Undang Nomor 24 PRP
Tahun 1960 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan
bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Penggantian Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Penggantian Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 24 PRP Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.