Anda di halaman 1dari 8

Referat coAss

Sabtu, 17 November 2012

Sindrom nefrotik
Referat Interna
SINDROM NEFROTIK
I.

PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis
yang ditandai dengan proteinuria masif ( 3 3,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada urin
sewaktu > 300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia (<25 g /l), hiperkolesterolemia(total
kolesterol > 10 mmol/L), dan manifestasi klinis edema periferal. Pada proses awal atau SN
ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. 1,2, 3
SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita 1:1 pada
orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan SN
sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan, dan
lain-lain.1,2,3,4
Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai
kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga
berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.Hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas,
gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada
SN.Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang
menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan
menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat berkembang
menjadi kronik.1,2, 3

II.

ETIOLOGI
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau
toksin, dan akibat penyakit sistemik.
Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik didasarkan pada penyebab primer
( gangguan glomerular karena umur), dan sekunder (penyebab sindrome nefrotik). 1,5
a. Penyebab Primer
Umumnya tidak diketahui kausnya dan terdiri atas sindrome nefrotik idiopatik (SNI)
atau yang sering disebut juga SN primer yang bila berdasarkan gambaran dari
histopatologinya, dapat terbagi menjadi ;

a.
b.
c.
d.
e.
f.

1. Sindroma nefrotik kelainan minimal


2. Nefropati membranosa
3. Glomerulonephritis proliferative membranosa
4. Glomerulonephritis stadium lanjut 1,3,5
b. Penyebab Sekunder
Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra, skistosoma1
Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma :paru, payudara, colon, myeloma
multiple, karsinoma ginjal1,3,5
Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease)1
Metabolik : Diabetes militus, amylodosis5
Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid, kaptopril, heroin1
Berdasarkan respon steroid, dibedakan respon terhadap steroid (sindrom nefrotik yang
sensitive terhadap steroid (SNSS) yang lazimnya berupa kelainan minimal, tidak perlu
biopsy), dan resisten steroid atau SNRS yang lazimnya bukan kelainan minimal dan
memerlukan biopsy.5

III. EPIDEMIOLOGI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada usia
2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan= 2:1, sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio
ini berkisar 1:1. Biasanya 1 dari 4 penderita sindrom nefrotik adalah penderita dengan
usia>60 tahun. Namun secara tepatnya insiden dan prevalensi sindrom nefrotik pada lansi
tidak diketahui karena sering terjadi salah diagnosa2
IV. PATOFISIOLOGI
a. Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat
kerusakan glomerulus ( kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh besarnya molekul dan
muatan listrik, dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular).
Proteinuria sebagian berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dahn hanya
sebagaian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas
membrane basalis glomerulus menyebabkan peingkatan permeabilitas glomerulus terhadap
perotein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin1,2,6
b. Hipoalbuminemia
Hipoalbumin disebabka oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat ( namun tidak
memadai untuk mengganti kehilagan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal menurun
Peningkatan
permeabilitas
glomerulus
menyebabkan
albuminuria
dan
hipoalbumineia. Sebagai akibatnya hipoalbuminemia menurunkan tekanan onkotik plasma
koloid, meyebabkan peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar tubuh dan menigkatkan
edema.2
c.

Hiperlipidemia
Kolesterol serum, VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low density
lipoprotein), trigliserida meningkat sedangkan HDL (high density lipoprotein) dapat

meningkat, normal atau meningkat.Hal ini disebabkan sintesis hipotprotein lipid disintesis
oleh penurunan katabolisme di perifer.Peningkatan albumin serum dan penurunan tekanan
onkotik.2,4
d. Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C, dan
plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya factor V, VII, VIII, X, trombosit,
fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya
factor zymogen.2,4

V. TANDA DAN GEJALA


Gejala pertama yang muncul meliputi anorexia,rasa lemah, urin berbusa (disebabkan
oleh konsentrasi urin yang tinggi). Retensi cairan menyebabkan sesak nafas (efusi pleura),
oligouri, arthralgia, ortostatik hipotensi, dan nyeri abdomen (ascites).
Untuk tanda dan gejala yang lain timbul akibat komplikasi dari sindromnefrotik.5,6
VI. DIAGNOSA
Diagnose SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium
berupa proteinuria massif >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemia <3
g/dl, edema, hiperlipideia, lipiduria, dan hiperkoagulabilitas. Pemeriksaan tambahan seperti
venerologi diperlukan untuk menegakkan diagnose thrombosis vena yang dapat terjadi akibat
hiperkoagulabilitas. Pada SN primer untuk menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal
yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal.2,5
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan
penunjang berikut:
Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik.Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada
pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat.3+
menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau
lebih yang masuk dalam nephrotic range.2
Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan
torak eritrosit.2
Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection. Timed
collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu
yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin 150 mg. Adanya
proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis.2, 8

Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini
mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak 3g.2,8
Albumin serum
- kualitatif : ++ sampai ++++
- kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
USG renal
Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.2
Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia> 8 tahun, resisten
steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik
signifikan.Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk
diagnosis.Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe
memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimalchange disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease
memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.2
Darah:
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:2
- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml)
- Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml)
- 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml)
- 2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml)
- globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml)
- globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml)
- rasio albumin/globulin <1 (N:3/2)
- komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml)
- ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.

VIII.

PENATALAKSANAAN

Tata laksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan imunosupresif dan
atau imunomodulator, dan pengobatan suportif atau simtomatik. Penatalaksanaan ini meliputi
terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada SN sekunder),
mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, serta mencegah
dan mengatasi penyulit.2,5
Terapi Kortikosteroid
Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang
memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid.Pengobatan dengan kortikosteroid
dibedakan antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps.2,5
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya pada
orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4
8minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering di 4 bulan
berikutnya.Sampai 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24
minggunamun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan.2,5

Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi
parsial dan resisten.Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (< 200 mg/24 jam),
albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang.
Remisi parsial jika proteinuria<3,5 g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350
mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten jika klinis dan laboratoris
tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan
kortikosteroid.5
Kelompok SNSS dalam perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu
SN non-relaps (30%), SN relaps jarang (10-20%), SN relaps sering dan SN dependen steroid
(40-50%).
Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami relaps
setelah mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps jarang ialah anak
yang mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6 bulan atau kurang dari 4 kali
dalam periode 12 bulan setelah pengobatan inisial. Sindrom nefrotik relaps sering ialah
penderita yang mengalami relaps >2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal
atau > 4 kali dalam periode 12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps
terjadi berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah
pengobatan dihentikan. 5,7
Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid
jangka panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid
alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak
menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut sebagai
dosis treshold, diberikan minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba untuk dihentikan.5,7
Pengobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid yaitu:Siklofosfamid,
Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE inhibitor.Obatobat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap steroid.5
Terapi suportif/simtomatik
Proteinuria
ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan
glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan
insufisiensi ginjal moderat sampai berat.Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena
tidak memberikan progres yang baik.1,4
Edema
Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang
disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat
memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan
furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari.Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila
pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per
hari.Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik
dengan infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2
mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan
ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload).Penderita yang mendapat
infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.1,2,5,7
Dietetik

Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang
adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria
persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 2,25 g/kg per
hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak.Karbohidrat diberikan dalam bentuk
kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin.Restriksi garam tidak perlu dilakukan pada
SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang nyata.1,2,5,7
Infeksi
Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah selulitis dan
peritonitis.Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G, protein faktor B dan D di
urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri.Pemakaian imunosupresif
menambah risiko terjadinya infeksi.Pemeriksaan fisis untuk mendeteksi adanya infeksi perlu
dilakukan.Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, sedang sepsis dapa SN
sering disebabkan oleh kuman Gram negatif.Peritonitis primer umumnya disebabkan oleh
kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga perlu diterapi dengan penisilin
parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke-tiga, seperti sefotaksim atau
seftriakson selama 10-14 hari. Di Inggris, penderita SN dengan edema anasarka dan asites
masif diberikan antibiotik profilaksis berupa penisilin oral 125 mg atau 250 mg, dua kali
sehari sampai asites berkurang.1,2,5,7

Hipertensi
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi
sebagai akibat efek samping steroid.Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan
inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta adrenergic
blockers.1,2,5,7
Hipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak
terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan
tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan
kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri
abdomen.Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 1520 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan.1,2,5,7
Tromboemboli
Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan
hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan
hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara lain
faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan konsentrasi
antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat
pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin III <
70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan
dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah
terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap
4 jam secara intravena.1,2,5,7
Hiperlipidemia

Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan


asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida,
fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik dengan
kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh
karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar
untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN juga
menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal
pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini cukup dengan pengurangan diit lemak.
Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler
pada anak penderita SN masih belum jelas.Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti
kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih
diperdebatkan.1,2,5,7
IX. PROGNOSIS
Sebelum era antibiotik, infeksi merupakan salah satu penyebab kematian tersering
pada SN.Pengobatan SN dan komplikasinya saat ini telah menurunkan morbiditas dan
mortalitas yang berhubungan dengan sindrom.Saat ini, prognosis pasien dengan SN
bergantung pada penyebabnya. Remisi sempurna dapat terjadi dengan atau tanpa pemberian
kortikosteroid.2
Hanya sekitar 20 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal mengalami remisi
proteinuria, 10 % lainnya membaik namun tetap proteinuria. Banyak pasien yang mengalami
frequent relaps, menjadi dependen-steroid, atau resisten-steroid. Penyakit ginjal kronik dapat
muncul pada 25-30 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental dalam 5 tahun dan
30-40 % muncul dalam 10 tahun.2
Orang dewasa dengan minimal-change nephropathymemiliki kemungkinan relaps
yang sama dengan anak-anak. Namun, prognosis jangka panjang pada fungsi ginjal sangat
baik, dengan resiko rendah untuk gagal ginjal. 2Pemberian kortikosteroid memberi remisi
lengkap pada 67% kasus SN nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau parsialpada 50% SN
nefropati membranosa dan 20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental.Perlu
diperhatikan efek samping pemakaian kortikosteroid jangka lama di antaranya nekrosis
aseptik, katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus.2,4
Respon yang kurang terhadap steroid dapat menandakan luaran yang kurang baik.
Prognosis dapat bertambah buruk disebabkan (1) peningkatan insidens gagal ginjal dan
komplikasi sekunder dari SN, termasuk episode trombotik dan infeksi, atau (2) kondisi terkait
pengobatan, seperti komplikasi infeksi dari pemberian imunosupressive. 2Penderita SN non
relaps dan relaps jarang mempunyai prognosis yang baik, sedangkan penderita relaps sering
dan dependen steroid merupakan kasus sulit yang mempunyai risiko besar untuk memperoleh
efek samping steroid. SN resisten steroid mempunyai prognosis yang paling buruk.2,8
Pada SN sekunder, prognosis tergantung pada penyakit primer yang
menyertainya.Pada nefropati diabetik, besarnya proteinuria berhubungan langsung tingkat
mortalitas.Biasanya, ada respon yang baik terhadap blockade angiotensin, dengan penurunan
proteinuria, dan level subnefrotik.Jarang terjadi remisi nyata. Resiko penyakit kardiovaskular
meningkat seiring penurunan fungsi ginjal, beberapa pasienakan membutuhkan dialisis atau
transplantasi ginjal.2
Pada amiloidosis primer, prognosis tidak baik, bahkan dengan kemoterapi intensif. Pada
amiloidosis sekunder, remisi penyebab utama, seperti rheumatoid arthritis, diikuti dengan
remisi amiloidosis dan ini berhubungan dengan SN.2

Diposkan oleh Here we are :) di 19.29


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar
Posting Lebih BaruBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

2012 (4)
November (4)

<!--[if gte mso 9]> <![endif]--> <!--[if gte ...

Referat kulit <!--[if !mso]>v\:* {behavior:url(#d...

referat ilmu kedokteran jiwa <!--[if gte mso 9]> ...

Sindrom nefrotik

Mengenai
Saya

Here we are :)
Lihat profil
lengkapku
Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai