Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

Taman dalam pengertian terbatas merupakan sebidang lahan yang ditata


sedemikian rupa sehingga mempunyai keindahan dan kenyamanan, dan keamanan
bagi pemilik atau penggunanya. Berdasarkan skala dan entuknya, taman dapat
disebut garden, park, atau landscape.
Akhir-akhir ini tampak kecenderungan masyarakat, baik di kota maupun di
desa, merasa puas dan bangga apabila membangun taman dihalaman rumahnya.
Mereka membuatnya seindah mungkin, baik taman berbunga dan hamparan
rumput hijau, taman gizi, dan dapur hidup yang terdiri dari sayur-sayuran,
maupun tanaman apotek hidup.
Kecenderungan tersebut tidak hanya melanda masyarakat penghuni rumah
secara pribadi saja, tetapi juga masyarakat dalam suatu lingkungan, seperti di
kompleks perumahan. Adanya taman lingkungan (community park) dan taman
bermain (play ground) di perumahan dijadikan salah satu taktik developer untuk
menarik pembeli.
Upaya pelayanan Ruang terbuka Hijau (RTH), juga sedang digencarkan
oleh Dinas Kebersihan dan pertamanan Kota saat ini. Banyaknya lahan-lahan
kosong ditengah kota, kini dijadikan taman kota dan hutan kota.Berdasar catatan
banyak kalangan, kerja keras Dinas Kebersihan dan Pertamanan masih menyentuh
angka 12 persen atau 20 persen dari ruang terbuka hijau yang di garap bersama
REI dan yang lain. Sesungguhnya pencapaian ini masih jauh dari kondisi ideal.
Sebab, melihat luas wilayah Surabaya 32.636.768 ha selayaknya kota ini memiliki
ruang terbuka hijau seluas 4.8951.52 ha. Tapi dalam waktu cukup singkat,
persentase capaian itu sudah layak mendapat apresiasi. Bukan tak mungkin bila
komitmen dan kerja keras teman-teman pemerintah kota tetap sesuai standar
persentase ideal yang diharapkan bakal tercapai dalam periode selanjutnya.
Setidaknya, apa yang dicapai sekarang sudah mampu mengembalikan fungsi
ruang terbuka hijau selayaknya. Fungsi sebagai filter udara, daerah tangkapan air
mengurangi kadar zat pencemar udara, dan menambah kenyamanan kota sudah
bisa di rasakan. Termasuk fungsi untuk mengurangi efek-efek dimatological healt
pada pusat-pusat bangunan tinggi dan polusi udara dari kendaraan bermotor yang
berakibat pada timbulnya anomali pergerakan zat pencemar udara yang
berdampak destruktif baik terhadap fisik bangunan maupun makhluk hidup.
Pengembalian fungsi terbuka hijau yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kota, selain memaksimalkan tiap jengkal tanah kosong juga
menghiasnya dengan tanaman dengan bunga warna-warni yang tidak saja cantik
tapi juga fungsional. Tanaman dan bunga yang menghias jalan-jalan Kota dipilih
bukan hanya karena bentuknya yang indah. Tapi bunga dan tanaman itu memang

Martinus Brahma Dwi Laksana


3404.100.072

memiliki fungsi ganda, indah untuk kecantikan kota sekaligus mereduksi


pencemaran udara untuk kesehatan warga kota. satu contoh bunga sansiviera
(bunga pedang pedangan)."Mungkin tidak cantik, tapi fungsinya berpengaruh
besar mampu menyerap polusi". Padahal satu taman bisa berhias puluhan tanaman
dan bunga.
Dalam perkembangan dan pembangunannya, Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dibagi menjadi beberapa jenis menurut fungsi lahan serta tujuan dari
pembangunan-nya . Berikut adalah tabel keterangan mengenai pembagian jenis
RTH tersebut :

Tabel 1.1 Tabel Pembagian Jenis RTH Menurut Fungsi dan Tujuan Pembangunan.

Dari tabel diatas diketahui bahwa fungsi utama dari taman kota selain
sebagai area ekologis juga berfungsi sebagai tempat rekreasi keluarga, aesthetical
space bagi kota, serta area olahraga. Seperti halnya yang tertulis dalam PERDA
nomor 3 tahun 2007, bahwasannya taman kota adalah area ekologis berbentuk
taman yang berada pada lokasi strategis dan jalur utama kota, yang berfungsi
sebagai ornamen dan area estetis bagi kota.

Martinus Brahma Dwi Laksana


3404.100.072

Gambar 1.1 Taman kota sebagai area ekologis, tempat berolahraga, dan ornamen estetis bagi kota.

Menurut Eko Budhiharjo, Hardjohubojo, Sudanti, (1993), hal 41, Kota


Berwawasan Lingkungan, dari hasil peneltian yang pernah dilakukan oleh
temuan-temuan yang layak dipertimbangkan sebagai landasan perencanaan
penataan terhadap sektor informal, sebagai berikut :
a) Terdapat keterkaitan yang erat antara kegiatan ekonomi di sektor
informal dengan keberadaan permukiman kumuh, baik berupa slums
(yang absah sebagai daerah permukiman) maupun squaters
(permukiman liar)
b) Kegiatan perekonomian di sektor informal bukan merupakan batu
loncatan sementara untuk kemudian meningkat atau embesar ,
melainkan lebih merupakan pekerjaan yang relatif tidak bisa
berkembang.
c) Tingkat pendidikan para pedagang kaki lima dan mereka yang
bergerak di sektor informal sangat bervariasi, termasuk diantaranya
adalah mahasiswa dan bahkan sarjana.
d) Laba atau keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usahanya, tidak
ditanamkan kembali untuk meningkatkan atau memperluas usaha,
melainkan lebih banyak untuk pendidikan anak, perbaikan rumah dan
pembelian barang secara konsumtif.
e) Sifat usaha berorientasi pada konsumen, tidak terikat waktu atau
tempat yang tetap.
Jumlah PKL di kawasan Alun-alun kota Sidoarjo berdasarkan jenis
barang dagangannya dari hasil survey PEMKOT Sidoarjo 2007 :
a) Makanan/minuman
: 325 unit
b) Pakaian
: 163 unit
c) Kaset/VCD
: 11 unit
d) Hiburan
: 53 unit
e) Kios
: 11 unit

Martinus Brahma Dwi Laksana


3404.100.072

f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
n)
o)

Sepatu dan sandal


Campuran
Perkakas
Peralatan
Aksesoris
Jasa
Elektronik
Alat olah raga
Obat
Kosmetik

: 46 unit
: 4 unit
: 18 unit
: 34 unit
: 91 unit
: 3 unit
: 15 unit
: 1 unit
: 2 unit
: 6 unit

Dari 16 kategori di atas, makanan dan minuman mempunyai prosentase


terbesar, yaitu mencapai 39,44 % dari keseluruhan PKL yang ada.
Landasan hukum yang dapat dipakai dalam Pekerjaan Perancangan
Teknis Penataan PKL Kawasan Alun-alun Sidoarjo adalah sebagai berikut :
1. UU No 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok
agraria.
2. UU No 11 Tahun 1974 tentang perairan.
3. UU No 13 Tahun 1980 tentang jalan.
4. UU No 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan.
5. UU No 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman.
6. UU No 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
7. UU No 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang.
8. UU No 23 Tahun 1992 tentang ketentuan-ketentuan pokok
pengelolaan lingkungan.
9. UU No 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundangundangan.
10. UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahab daerah.
11. UU No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
12. Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 1982 tentang pengaturan air.
13. Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 1985 tentang jalan.
14. Peraturan Pemerintahan No 6 Tahun 1988 tentang koordinasi
kegiatan instansi vertikal di daerah.
15. Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 1991 tentang aliran sungai.
16. Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang hak guna usaha,
hak guna bangunan, dan hak pakai atas tanah.
17. Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1996 tentang pelaksanaan hak
dan kewajiban , serta bentuk dan tata cara peran serta masyrakat
dalam penataan tata ruang.
18. Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 tentang rencana tata
ruang wilayah nasional.
19. Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 1998 tentang penertiban dan
pendayagunaan tanah terlantar.

Martinus Brahma Dwi Laksana


3404.100.072

20. Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang analisis mengenai


dampak lingkungan .
21. Peraturan Pemerintah No 25 tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi.
22. Keputusan Presiden No 34 Tahun 2003 tentang kebijakan nasional
di bidang pertanahan.
23. Peraturan Mentri Dalam Negri No 8 Tahun 1987 tentang pedoman
penyusunan tata kota.
24. Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No 63 / PRT Tahun 1993
tentang garis sempadan sungai , daerah pemanfaatan sungai serta
penguasaan sungai dan bekas sungai.
25. Peraturan Mentri Dalam Negri No 8 Tahun 1998 tentang
penyelenggaraan penataan ruang di daerah.
26. Peraturan Mentri Dalam Negri No 9 Tahun 1998 tentang tatacara
peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang di
daerah.
27. Keputusan Bersama Mentri Dalam Negri dan Mentri Pekerjaan
Umum No : 650-159 /503/KPTS/1986 tentang tugas-tugas dan
tanggung jawab perencanaan kota.
28. Keputusan Mentri Dalam Negri No 650-658 Tahun 1985 tentang
keterbukaan rencana kota untuk umum.
29. Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No : 540 / KPTS / 1986
tentang perencaan tata kota.
30. Keputusan Mentri Dalam Negri No 14 Tahun 1986 tentang
pedoman pentaan ruang terbuka hijau di wilayah kota.
31. Keputusan Mentri Dalam Negri No 58 Tahun 1987 tentang
pedoman penyusunan rencana kota.
32. Keputusan Mentri Dalam Negri No 59 Tahun 1988 tentang
petunjuk pelaksanaan peraturan negri dalam negri No 2 Tahun
1987 tentang pedoman penyusunan rencana kota.
33. Keputusan Mentri Dalam Negri No 84 Tahun 1992 tentang
petunjuk pelaksanaan peraturan daerah tentang rencana kota.
34. Keputusan Mentri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Kota 327 /
KPTS / M / 2002 tentang pedoman penyusunan tata ruang kawasan
perkotaan.
35. Instruksi Mentri Dalam Negri No 14 Tahun 1988 tentang penataan
ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan.
36. Peraturan Daerah Kota Jawa Timur No 14 Tahun 1991 tentang
kawasan lindung propinsi jawa timur.
37. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No 53 Tahun 1996 tentang
pengairan.
38. Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1996 tentang pelaksanaan hak
kewajiban serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam
penataan tata ruang.

Martinus Brahma Dwi Laksana


3404.100.072

39. Peraturan Mentri Dalam Negri No 9 Tahun 1998 tentang tata cara
peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang di
daerah.
40. Keputusan Mentri Dalam Negri No 650-658 Tahun 1985 tentang
keterbukaan rencana tata kota untuk umum.
41. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No 16 Tahun 2003 tentang
rencana tata ruang wilayah kabupaten sidoarjo 2003-2013.
I.1 Latar Belakang
I.1.1 Sidoarjo sebagai salah satu penyangga ibukota Jawa Timur
Sidoarjo menjadi salah satu penyangga Ibukota Jawa Timur. Keadaan ini
dapat dicapai diantaranyaberkat dukungan potensi yang dimiliki wilayah
sidoarjo, yakni posisi wilayah yang strategis, usaha kecil dan menengah
serta infrastruktur wilayah yang baik.
Hal tersebut di tunjang oleh keberadaan PKL (pedagang kaki lima), yang
dalam keberadaannya menjadi solusi dalam permasalahan sosial, khususnya
dalam penciptaan lapangan pekerjaan. Tetapi dalam sisi lain, keberadaan
PKL di pusat aktifitas kota justru menimbulkan masalah sosial dan teknis.
Efek yang ditimbulkan antara lain menyebabkan terjadinya kepadatan
lalulintas, berkurangnya keindahan kota, serta pemakaian utilitas secara
ilegal.
Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang lebih terarah, dalam
rangka perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang di masa
mendatang, maka diperlukannya pengarahan Penataan PKL Kawasan, salah
satunya dalam bentuk Perancangan Teknis Penataan PKL di kawasan alunalun Sidoarjo, sehingga tidak terjadi hal-hal negatif dari aktifitas PKL di
kawasan ini
I.1.2 Pengertian Perancangan Teknis Penataan PKL Alun-alun Kota
Sidoarjo
Pengertian Perancangan Teknis Penataan PKL Kawasan Alun-alun sesuai
dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK) adalah sebagai berikut :
1. Perancangan teknis penataan PKL adalah kegiatan perekaman
terhadap situasi dan kondisi eksisting, faktual dan terbaru yang ada
di Kawasan Alun-alun Sidoarjo, yang diwujudkan berupa uraian,
angka, maupun peta.
2. Perancangan teknis penataan PKL adalah arahan penataan PKL
kawasan Alun-alun sidoarjo, yang dirumuskan dalam bentuk
pedoman dan dokumen perancangan teknis / DED bagi pemerintah
kabupaten sidoarjo dalam mewujudkan suatu areal kelompok usaha
PKL sebagai tempat transaksi perdagangan yang nyaman, aman,
dan teratur, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder.
3. Perancangan teknis penataan PKL memberikan muatan teknis
operasional dengan mempertimbangkan beberapa titik sentral daya
dukungnya, antara lain:

Martinus Brahma Dwi Laksana


3404.100.072

a) Pengelolaan fasilitas perparkira yang terpadu, melalui


koordinasi berbagai pihak terkait dalam penempatan dan
penetapan tarif.
b) Penyediaan dan penempatan infrastruktur yang memadai,
yaitu:
Titik sambung sumber air bersih
Titik distribusi listrik
Fasilitas pembuangan sampah
Saluran pembuangan dan pengelolaan limbah sisa
makanan.
I.1.3 Pengertian Food Court
Secara definisi Stan berjualan adalah sebuah ruangan yang dirancang
khusus, lengkap dengan meja untuk menyajikan, tempat untuk menyimpan
barang, dan perlengkapan lain yang bersih, aman, dan higienis, yang
berguna untuk memenuhi kebutuhan publik, baik publik lokal, internasional,
domestik maupun pelaku perjalanan. Food court adalah suatu daerah yang
berdekatan atau dikelilingi dengan berbagai konter berjualan makanan dan
juga menyediakan satu area umum untuk acara makan pribadi. Food court
terdiri dari beberapa kios makanan maka material yang umum digunakan
untuk membangun food court adalah ubin, linoleum, formica, baja tahan
karat dan kaca dimana semua material itu mudah untuk dibersihkan.
www.wikipedia.com/food court.

Gambar 1.2 Food court.

Stan makanan yang didesain dengan baik akan membuat para pengunjung
nyaman. Sebaliknya stan makanan yang tidak didesain dengan baik akan
membuat para pengunjung merasa tidak nyaman dan ingin beranjak sesegera
mungkin.
I.2

Rumusan Masalah
Dibawah ini akan kita uraikan mengenai permasalahan yang terdapat pada
stan makanan :
1. Dapat kita lihat pada gambar di bawah, dimensi satan yang ada
terlalu kecil ( 4 meter x 4 meter), sehingga menyulitkan dalam hal
aksesbilitas serta penataan pada stan makanan.

Martinus Brahma Dwi Laksana


3404.100.072

Gambar 1.3 Ukuran stan penjual makanan yang kecil membawa masalah perihal
penempatan.

2. Pemilihan material yang kurang tepat seringkali berdampak pada


kebersihan suatu produk. Selain itu pemilihan material juga
berpengaruh pada mudah-tidaknya proses produksi dan perawatan
alat yang bersangkutan. Pemilihan logam sebagai material utama
pada stan dirasa kurang tepat. Disamping susah dalam hal
perawatan, material logam juga rentan terhadap perubahan cuaca.
Sebagai contoh adalah proses korosi yang selalu didapati pada
material besi, menimbulkan permasalahan dalam hal kebersihan,
serta tampilan alat yang bersangkutan. Hal tersebut kurang sesuai
dengan image stan makanan yang seharusnya higienis.

Gambar 1.4 Korosi pada material komponen tenda

3. Perihal signage dan sistem penandaan yang tidak ada


menyebabkan adanya penjual yang membuka stan selain dari area
yang sudah ditentukan. Pemilihan warna yang kontras, pola bentuk
stan yang terlalu biasa,hanya berupa stan dengan rangka besi,
Sehingga tidak sejalan dengan konsep dari taman kota tersebut.
Hal-hal itulah yang dapat mengurangi nilai-nilai estetis dari taman
kota itu sendiri.

Gambar 1.5 Perihal penempatan signage yang mengakibatkan tak teraturnya area stan
berjualan pada taman kota.

Martinus Brahma Dwi Laksana


3404.100.072

Kurangnya perhatian dari pihak pemerintah dalam hal ini Dinas


Pertamanan dan kebersihan, Sehingga beberapa stan terbentuk permanen.
Hal ini menyebabkan timbulnya permasalan baru di lingkungan kota
Sidoarjo, antara lain :
1. Kurang higienis, Disebabkan beberapa stan didirikan diatas
gorong-gororng.

Gambar 1.6 . Stan di atas gorong-gorong

2. Kotor , Karena tidak ada fasilitas tempat sampah pada area


pedagang di Alun-alun, Kalaupun ada tempatnya tidak berdekatan
dengan stan sehingga orang cenderung membuang sampah
sembarangan.

Gambar 1.7 Buang sampah sembarangan

3. Stan makanan pada area berjualan di Alun-alun yang terkesan


semrawut karena para pedagang yang seenaknya membangun stan
tanpa memperhatikan image Taman Kota.

Gambar 1.8 Stan terkesan semrawut.

Martinus Brahma Dwi Laksana


3404.100.072

10

4. Pada beberapa stan, area untuk makan konsumen tidak ada


atapnya, Sehingga apabila hujan pembeli tidak bisa duduk di meja
makan.

Gambar 1.9 Area tempat makan pengunjung yang tidak beratap.

I.3

Batasan Masalah
Berikut akan diuraikan beberapa hal yang menjadi batasan dalam
perancangan Tenda food court untuk kawasan Alun-alun sidoarjo :
Portable stan sebagai basic sistem buka tutup stan.
Stan digunakan pada outdoor area (area luar ruang).
Mengacu pada kemampuan industri lokal.
Stan makanan bisa difungsikan sebagai Elemen estetik alun-alun
Stan digunakan pada saat berjualan saja, pukul 09.00 pagi 11.00
malam
Desain stan digunakan untuk area taman kota.
Sistem pembuangan dari stan

I.4

Tujuan Perancangan
Tujuan dari perancangan Modular food kiosk untuk Kawasan Alun-alun
Kota Sidoarjo ini antara lain :
Memberikan suatu sistem yang nyaman. Desain stan makanan
nyaman dan bersifat mudah. Kemudahan yang dimaksud adalah
kemudahan perihal proses produksi, pemasangan, pemakaian, serta
perawatan.
Menjadikan stan makanan sebagai fasilitas umum yang menarik, serta
difungsikan sebagai nilai estetis kota Sidoarjo.
Membangun Image atau citra kota Sidoarjo yang bersih, selaras
dengan adanya beberapa program baru yang dicanangkan oleh
Pemerintah Kota Sidoarjo berkaitan dengan produk yang dirancang.
Memberikan alternative tempat bagi para PKL sehingga dapat
mengurangi kepadatan kota

Martinus Brahma Dwi Laksana


3404.100.072

11

I.5

Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari perancangan Stan PKL Semi-Permanen
untuk Kawasan alun-alun kota Sidoarjo ini antara lain :
Sebagai fasilitas umum di perkotaan untuk meningkatkan pelayanan
pada masyarakat.
Mendukung visi kota Sidoarjo sebagai pusat jasa, pendidikan, budaya,
industri dan perdagangan.
Sebagai media edukasi bagi masyarakat untuk lebih terbiasa dengan
hidup bersih dan teratur.
Mengurangi kepadatan kota Sidoarjo
Sebagai pusat distribusi makan berskala kecamatan dan kabupaten.

Martinus Brahma Dwi Laksana


3404.100.072

Anda mungkin juga menyukai