STELLA DARMADI
F24060717
Polistiren (PS), tertera logo daur ulang dengan angka 6 di tengahnya, serta
tulisan PS – PS (polistiren) ditemukan tahun 1839, oleh Eduard Simon, seorang
apoteker dari Jerman, secara tidak sengaja. PS biasa dipakai sebagai bahan
tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai, CD, pisau plastik, karton
telur dan lain-lain. Polistiren merupakan polimer aromatik yang dapat
mengeluarkan bahan stiren ke dalam makanan ketika makanan tersebut
bersentuhan. Selain tempat makanan, stiren juga bisa didapatkan dari asap
rokok, asap kendaraan dan bahan konstruksi gedung. Bila didaur ulang, bahan
ini memerlukan proses yang sangat panjang dan lama. Bahan ini dapat dikenali
dengan kode angka 6, namun bila tidak tertera kode angka tersebut pada
kemasan plastik, bahan ini dapat dikenali dengan cara dibakar (cara terakhir dan
sebaiknya dihindari). Ketika dibakar, bahan ini akan mengeluarkan api berwarna
kuning-jingga, dan meninggalkan jelaga.
Bahan pengemas styrofoam atau polistiren telah menjadi salah satu
pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Styrofoam yang dibuat dari
kopolimer stiren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah
kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu,
bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap
nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang
dikemas, biaya murah, lebih aman, serta ringan.
Pembuatan styrofoam dimulai dari pembentukan polistiren dari stiren
(monomer) kemudian dihembuskan udara ke dalam polistiren dengan
menggunakan CFC (Cloro Fluro Carbon) sebagai blowing sehingga membentuk
buih (foam). Pembuatan polistiren termasuk dalam kategori pembuatan polimer
chain growth. Pada reaksi ini hanya ada satu rantai (chain) yang tumbuh. Semua
monomer akan bergabung pada rantai ini. Dan penggabungan monomer menjadi
polimer pada satu waktu (one time). Di dalam pembuatan styrofoam, proses
polimerisasi tentu saja tidak bisa berlangsung sempurna sehingga di dalam
styrofoam tersebut masih terdapat monomer sisa yang kuantitasnya tidak
diketahui. Jadi meski polystyrene dalam
styrofoam adalah molekul yang tersusun kuat namun monomer sisa bersifat
lebih mudah untuk bermigrasi ke makanan/minuman. Dalam jangka waktu 24
jam
sejumlah 50% dari mono-mer sisa tadi bisa bermigrasi ke makanan/minuman.
Limbah styrofoam merupakan sampah yang sangat sulit penanggulanganya,
selain sampahnya yang memakan ruangan, juga stiren dan CFC nya yang
membahayakan, dan tidak ada mikroorganisme yang dapat menguraikannya.
Dari hasil penelitian dan percobaan di peroleh beberapa cara untuk
mendaur ulang styrofoam antara lain :
1. Dilelehkan dengan menggunakan air perasan kulit jeruk, dengan cara
ini hanya dapat
memperkecil ukurannya agar tidak memakan ruangan.
2. Dilelehkan dalam bensin untuk kemudian dapat digunakan sebagai lem.
TUGAS TPPP-PRO KONTRA POLISTIREN
STELLA DARMADI
F24060717
keamanannya. Namun demikian, tidak berarti kita dapat begitu saja menerima
penggunaan styrofoam untuk kemasan pangan. Kita tetap harus meminimalisasi
penggunaannya, terutama pada produk pangan yang memiliki kemungkinan
cukup besar untuk melarutkan stiren dari polistiren dan bermigrasi ke dalam
makanan yang kita konsumsi. Selain itu, penting juga bagi kita semua untuk
selalu memperhatikan kondisi kemasan yang digunakan untuk makanan yang
akan kita konsumsi, apakah masih baik atau sudah menunjukkan tanda-tanda
kerusakan. Hal ini sangat berkaitan dengan kemungkinan migrasi stiren dari
polistiren yang dapat menjadi lebih besar dalam kondisi kemasan yang kurang
baik. Selama belum ada peraturan yang jelas, baik oleh CODEX ataupun oleh UU
di Indonesia, cara yang paling baik adalah tetap berhati-hati dalam memilih
kemasan yang akan digunakan untuk makanan. Bila tidak yakin dengan satu
jenis kemasan, lebih baik pilih kemasan yang memang sudah dipastikan
keamanannya.