Isi Skripsi
Isi Skripsi
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Kecemasan
diantaranya
menghadapi
pengalaman
pertama
yang
kurang
1.2
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada perbedaan rasa cemas anak terhadap penggunaan anastesi
topikal dan non topikal pada pencabutan gigi?
1.3
TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui perbedaan
1.4
MANFAAT PENELITIAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
KECEMASAN
Kecemasan berasal dari kata cemas yang artinya khawatir, gelisah, dan
takut. Kecemasan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kekhawatiran atau
ketegangan yang berasal dari sumber yang tidak diketahui. Dalam hal ini
kecemasan pada anak dapat dimaksudkan sebagai rasa takut terhadap
perawatan gigi. Hal ini merupakan hambatan bagi dokter gigi.8 Kecemasan
juga dapat didefenisikan sebagai tanda psikologi yang tidak menyenangkan
atau tidak nyaman disertai tanda bahwa sesuatu yang tidak diinginkan akan
terjadi.9
Kecemasan atau rasa takut pada anak merupakan suatu keadaan yang
multifaktorial. Kecemasan terhadap perawatan gigi seringkali dinyatakan
dengan penolakan perawatan gigi atau ketakutan terhadap dokter gigi. Banyak
hal yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan atau rasa takut anak
terhadap perawatan gigi, antara lain : a) pengalaman negatif selama kunjungan
ke dokter gigi sebelumnya, b) kesan negatif dari perawatan gigi yang
didapatkan dari pengalaman keluarga atau temannya, c) perasaan yang asing
selama perawatan gigi misalnya penggunaan sarung tangan, masker, pelindu
mata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan
oleh karena keadaan kesehatan rongga mulut yang tidak baik, e) bunyi dari
alat alat kedokteran gigi, misalnya bunyi bur, ultra skeler, dll, f) kecemasan
yang tidak diketahui penyebabnya.8 sehingga kecemasan memberikan efek
negatif terhadap prosedur perawatan yang akan dilakukan. Kecemasan dalam
praktek dokter gigi merupakan halangan yang sering mempengaruhi perilaku
pasien dalam perawatan. Kecemasan dapat menyebabkan pasien mengeluh
nyeri, walau tidak didapatkan adanya dasar patofisiologis, misalnya melakukan
preparasi gigi dengan pulpa non-vital, kadang pasien tetap mengeluh nyeri
walaupun telah dilakukan anestesi lokal. Situasi ini berhubungan erat dengan
ketakutan pasien terhadap perawatan dokter gigi, karena rasa nyeri memiliki
sifat subyektif, sehingga tidak dapat dibedakan antara nyeri karena alasan
psikologis dan nyeri karena reaksi jaringan, Karena pasien menganggap
keduanya sebagi rasa nyeri. Pasien yang tegang dan cemas lebih banyak
merasakan nyeri selama perawatan dibandingkan pasien yang rileks karena
kecemasan menciptakan harapan akan
dengan kecemasan yang datang untuk perawatan dengan ingatan akan rasa
nyeri yang sebelumnya pernah dialami cenderung membayangkan timbulnya
rasa nyeri selama perawatan, sehingga pasien tersebut menyaring secara
selektif setiap informasi sebelum perawatan memusatkan perhatian pada setiap
rangsangan yang menyerupai atau berhubungan dengan rasa nyeri. Kondisi
pasien yang diliputi kecemasan akan memperkuat rangsang nyeri yang
perubahan
bertahap dan dalam waktu tertentu, dari kemampuan yang sederhana menjadi
kemampuan yang lebih sulit. Fase perkembangan dapat diartikan sebagai
penahapan atau babakan rentang perjalanan kehidupan individu yang diwarnai
ciri khusus atau pola tingkah laku tertentu.4
Fase perkembangan menurut Sumiati Ahmad yang dikutip oleh Susanto
(2011), membagi periodisasi biologis dan perkembangan emosional anak.
4,10
Tahap I : mulai dari 0-1 tahun, disebut bayi. Sejak lahir, seorang individu
muncul pada anak sekitar usia 1 tahun. Ketika anak belum bisa bicara, mereka
menggunakan emosi, khususnya senyuman dan tangisan untuk berkomunikasi.
Senyuman bayi mengkomunikasikan rasa senang dan nyaman kepada orang
tuanya, dan meningkatkan semakin banyaknya pernyataan cinta dan perhatian
yang disampaikan oleh orang tuanya. Sebaliknya, tangisan merupakan bentuk
komunikasi dari perasaan tertekan karena lapar, sakit atau marah. 10 Tahap II :
mulai dari 1-6 tahun, disebut masa prasekolah. Secara emosional, anak usia
prasekolah sudah bisa merasakan cinta dan mempunyai kemampuan untuk
menjadi anak yang penuh kasih sayang, baik dan sangat menolong, dan pada
saat yang bersamaan bisa juga sangat egois dan agresif. Anak sudah bisa
merasakan dan menyadari jika ada anak lain yang sedih, merasa bersimpati dan
ingin menolong. Namun demikian, karena mereka belum bisa berpikir dari
sudut pandang orang lain, mereka belum bisa diharapkan untuk berempati.
Ketika anak semakin matang, mereka akan mampu untuk mengidentifikasi atau
mengenali perasaan mereka, dan menghubungkannya dengan kejadian atau
peristiwa yang spesifik. Anak usia 3 tahun bisa menceritakan perbedaan antara
reaksi senang dan sedih pada sebuah cerita, dan seiring dengan meningkatnya
kemampuan bahasa mereka, anak usia 4 dan 5 tahun sudah bisa menyampaikan
perasaan mereka pada orang lain. Anak usia ini sudah bisa mengekspresikan
emosi dasar dari rasa marah dan takut, baik dengan cara yang positif maupun
negatif. Marah sebagai bentuk pernyataan asertif, sebagai dasar dari cara anak
mengembangkan kemampuan inisiatif, dan bisa mendorongnya kearah prestasi
dan penyelesaian masalah. Rasa takut, yang diekspresikan dalam bentuk
kecemasan yang ringan justru bisa menjadi sebuah motivator bagi mereka.
Marah juga bisa mereka ekspresikan dalam bentuk agresisivitas, biasanya hal
ini disebabkan karena mainan dan ruang bermain atau tempat untuk
bereksplorasi yang kurang, dan kecemburuan biasanya berkaitan dengan
persaingan antar saudara kandung. Anak prasekolah hanya mengekspresikan
satu emosi pada satu waktu, dan belum bisa memadukan emosi atau perasaan
dari hal-hal yang membingungkan. Karena itu, anak-anak ini menjadi bingung
dan sulit untuk membedakan emosi mereka, dan tidak tahu bagaimana cara
menyampaikan apa yang mengganggu atau apa yang mereka inginkan. 10 Tahap
III : mulai dari 6-12 tahun, disebut masa sekolah. Perkembangan emosi anak
usia sekolah kurang lebih sama dengan anak usia prasekolah, namun karena
kemampuan kognitif mereka sudah lebih berkembang, hal ini memungkinkan
mereka untuk bisa mengekpresikan emosinya dengan lebih bervariasi, dan
terkadang bisa mengekpresikan secara bersamaan dua bentuk emosi yang
berbeda dan bahkan bertolak belakang, Cenderung aktif, lebih yakin dan ramah
dalam bergaul, tegas, tertarik dan senang dengan hal-hal yang baru, seperti :
keterampilan baru atau pelajaran baru. Menunjukkan ketegasan, dan jika diberi
kesempatan
dapat
menjadi
bertahan
(defensif)
serta
berbantah
Tahapan
10
bersifat konkrit atau harafiah. Formal Operational Stage, yaitu tahapan dimana
seorang anak dapat berpikir secara konkrit dan abstrak. Mereka mulai dapat
berpikir tentang masa depan, membuat hipotesis, dan sebagainya (11 tahun ke
atas). 4
2.3
Gambar 1.. Erupsi gigi tetap. Itjingningsih. Anatomi gigi. Jakarta : EGC.
1991.
11
2.4
perawatan
anestesi lokal merupakan alat bantu dalam mendapat kerja sama pasien anak,
anestesi sebaiknya baru diberikan bila anak merasa sakit atau kurang nyaman.16
2.4.1 ANASTESI TOPIKAL :
Anastesi topikal yaitu pengolesan analgetik lokal diatas selaput
mukosa. Anestesi topikal diperoleh melalui aplikasi agen anestesi
tertentu pada daerah kulit maupun membran mukosa yang dapat
dipenetrasi untuk memblok ujung-ujung saraf superfisial. Semua agen
anestesi topikal sama efektifnya sewaktu digunakan pada mukosa dan
menganestesi dengan kedalaman 2-3 mm dari permukaan jaringan jika
digunakan dengan tepat. 17
Anastesi topikal tersedia dalam bentuk :
1. Semprotan (spray form) yang mengandung agen anestesi lokal
tertentu dapat digunakan untuk tujuan ini karena aksinya berjalan
cukup cepat. Bahan aktif yang terkandung dalam larutan adalah
lignokain hidroklorida 10% dalam basis air yang dikeluarkan dalam
jumlah kecil kontainer aerosol. Penambahan berbagai rasa buah-
12
13
14
17
Anestesi
insersi
jarum
menyelusuri
periosteum
sampai
15
16
17
2.5
18
Kecemasan
19
satu
yaitu
menunjukkan ekspresi yang paling positif (sangat senang) sampai skor lima
pada bagian wajah yang paling menunjukkan ekspresi negatif (sangat tidak
senang). FIS dapat digunakan untuk mengukur tinkat kecemasan anak karena
reliabilitas, stabilitas dan validitasnya cukup baik.1
Pada penelitian ini akan diamati perbedaan rasa cemas anak terhadap
penggunaan anestesi topikal dan non topikal pada pencabutan gigi dengan
menggunakan pendekatan ekspresi wajah yaitu skala pengukuran tingkat
kecemasan dengan menggunakan Face Image Scale.
20
Gambar 5. Facial Image Scale with image. scores, 15. Buchannan H, Niven H.
Validation of a facial Image Scale to assess child dental anxiety. Int J Paediatr Dent. 200
2002
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1
KERANGKA KONSEP
Anak usia
6-12 tahun
Perkembangan
emosional
Perkembangan
kognitif
Perawatan gigi
Kecemasan
(Pencabutan gigi)
Jenis anastesi
Jenis kelamin
Latar belakang mental
Kunjungan ke
dokter gigi
Lokasi rahang
(Rahang atas dan rahang
bawah)
21
Regio rahang
(anterior dan posterior)
3.2
HIPOTESIS
1. Terdapat perbedaan rasa cemas anak terhadap penggunaan anastesi topikal
dan non topikal pada pencabutan gigi.
2. Terdapat perbedaan rasa cemas anak normal dan anak keterbelakangan
mental terhadap penggunaan anastesi topikal dan non topikal pada
pencabutan gigi .
3.3
VARIABEL
1. Variabel Bebas
2. Variabel Terikat
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
JENIS PENELITIAN
22
RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian dilakukan di klinik dan di SLB-D Yayasan Pembinaan Anak Cacat
(SLB-D YPAC), dengan study Cross-Sectional (Transversal)
4.3
pada
SUBYEK PENELITIAN
Pada anak yang melakukan perawatan pencabutan gigi sulung pada anak usia
6-12 tahun.
4.5
DATA PENELITIAN
a. Jenis Data
b. Pengelolaan Data
: Data Primer
: Perhitungan menggunakan program SPSS 16,
c. Penyajian Data
4.6
DEFENISI OPERASIONAL
1. Pasien anak
sulung.
2. Anestesi Topikal : Pengolesan atau penyemprotan analgesik lokal diatas
membran mukosa, menghilangkan sensasi rasa nyeri sementara, pencegahan
23
nyeri selama prosedur perawatan gigi yang diperoleh dari aplikasi topikal
tanpa menghilangkan tingkat kesadaran. 17,18
3. Anestesi Non topikal : Anestesi yang dilakukan dengan teknik penyuntikan
larutan analgesik lokal pada jaringan lunak, sehingga menimbulkan efek
anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf.17
4. Rasa Cemas : Harapan negatif yang sering dikaitkan dengan pengalamanpengalaman traumatis sebelumnya, takut sakit, trauma dan persepsi dari
gagal atau perawatan gigi yang menyakitkan sebelumnya.
4.7
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
1. Melakukan pemilihan subyek dengan cara Convenience Sampling dan
sesuai kriteria subyek penelitian
2. Mencatat data subyek penelitian : Jenis kelamin, usia, kunjungan ke dokter
gigi, dan latar belakang mental.
3. Mengamati
4.8
ALUR PENELITIAN
Pembuatan proposal
Pengolahan data
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dari penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional yang
dilakukan di klinik RSGMP Tamalanrea dan di SLB-D YPAC pada bulan Mei
hingga juli 2012 dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan rasa cemas anak
25
terhadap penggunaan anastesi topikal dan non topikal pada pencabutan gigi, didapat
data distribusi frekuensi subyek penelitian dengan
Persen (%)
23
22
51.1
48.9
34
11
75.6
24.4
21
24
46.7
53.3
18
27
40
60
26
Rahang atas
Rahang bawah
Letak pemberian anastesi
Anterior
Posterior
Klasifikasi rasa cemas (FIS)
Sangat senang
Senang
Biasa-biasa saja
Tidak senang
Sangat tidak senang
14
31
31.1
68.9
15
30
33.3
66.7
6
0
16
11
12
13.3
0
35.6
24.4
26.7
27
Berdasarkan letak pemberian anastesi, pada daerah posterior lebih banyak dari
daerah anterior, dengan jumlah 30 penggunaan anastesi pada bagian posterior
(66.7%), dan 15 penggunaan anastesi pada bagian anterior (33.3%). Hasil jawaban
kuesioner FIS diklasifikasikan menjadi lima kategori tingkat rasa cemas, yaitu sangat
senang, senang, biasa-biasa saja, tidak senang, dan sangat tidak senang. Kategori rasa
cemas yang paling tinggi adalah kategori biasa-biasa saja dengan jumlah 16 anak
(35.6%), yang diikuti dengan kategori sangat tidak senang yang berjumlah 12 anak
(26.7%). Tidak terdapat seorang anak pun pada kategori senang dan hanya enam
orang (13.3%) yang berada pada kategori sangat senang.
Penggunaan Anastesi
Topikal
Non-topikal
Total
10 (47.6%)
11 (52.4%)
13 (54.2%)
11 (45.8%)
23 (51.1%)
22 (48.9%)
20 (95.2%)
1 (4.8%)
10 (41.7%)
14 (58.3%)
11 (24.4%)
34 (75.6%)
8 (38.1%)
13 (61.9%)
10 (41.7%)
14 (58.3%)
18 (40%)
27 (60%)
6 (28.6%)
15 (71.4%)
8 (33.3%)
16 (66.7%)
14 (31.1%)
31 (68.9%)
9 (42.9%)
12 (57.1%)
6 (25%)
18 (75%)
15 (33.3%)
30 (66.7%)
1 (4.8%)
0 (0%)
9 (42.9%)
5 (23.8%)
6 (28.6%)
21 (46.7%)
5 (20.8%)
0 (0%)
7 (29.2%)
6 (25%)
6 (25%)
24 (53.3%)
6 (13.3%)
0 (0%)
16 (35.6%)
11 (24.4%)
12 (26.7%)
45 (100%)
28
Tabel 2 menunjukkan
berdasarkan
Usia
Mean SD
9.17 1.74
9.27 1.38
3.57 1.30
3.45 1.26
0.774*
8.82 1.19
10.45 1.96
3.35 1.32
4.00 1.00
0.145*
8.57 1.24
9.79 1.61
3.71 1.05
3.33 1.43
0.778*
9.11 1.18
3.44 1.33
0.322*
29
9.30 1.79
3.56 1.25
9.43 1.50
9.13 1.60
3.07 1.59
3.71 1.07
8.87 1.40
9.40 1.63
9.22 1.56
3.40 1.35
3.57 1.25
3.51 1.27
0.120*
0.684*
Penggunaan Anastesi
Anastesi topical
Anastesi non topikal
Total
30
Mandibula
Anastesi topical
Anastesi non topikal
Total
3.87 0.834
3.56 1.263
3.71 1.07
0.439*
Anastesi
Anastesi topical
Anastesi non topikal
Total
Anastesi topical
Anastesi non topical
Total
31
Bila pada tabel 4, kelompok sampel dibagi dalam lokasi rahang yang
dianastesi, maka pada tabel 5, kelompok sampel dibagi berdasarkan daerah yang
dianastesi, yaitu pada daerah anterior dan daerah posterior. Terlihat pada tabel 5 hal
yang serupa dengan tabel 4, yaitu baik pada daerah anastesi anterior maupun
posterior, rasa kecemasan pada anak yang diberi anastesi topikal lebih tinggi
dibandingkan pada anak yang diberikan anastesi non-topikal. Pada daerah anastesi
anterior, nilai kecemasan anastesi topikal mencapai 3.89 dan pada daerah anastesi
posterior, nilai kecemasan anastesi topikal mencapai 3.58. Akan tetapi, hasil uji
statistik, baik pada daerah anastesi anterior maupun posterior, menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan.
BAB VI
PEMBAHASAN
Rasa cemas pada penelitian ini diukur menggunakan Face Images Scale atau
FIS yang merupakan skala pengukuran berjenis likert untuk mengukur tingkat
kecemasan yang terdiri atas lima baris ekspresi wajah mulai dari ekspresi wajah
32
sangat senang (skor satu) hingga sangat tidak senang (skor lima).
Menurut
Buchannan (2002), FIS dipakai untuk menilai prevalensi kecemasan anak dalam
perawatan gigi pada anak-anak di Inggris, FIS juga telah diusulkan sebagai skala
pengukuran yang stabilitas serta validitas yang cukup baik.1
Penelitian ini mengambil anak usia 6-12 tahun sebagai subyek penelitian
dengan pertimbangan bahwa anak pada usia ini mengalami erupsi gigi permanen dan
memperlihatkan kuantitas serta kualitas pengalaman perawatan gigi yang
berpengaruh terhadap tingkat kecemasan.
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecemasan penggunaan
anastesi topikal dan non topikal pada pencabutan gigi baik berdasarkan usia, jenis
kelamin maupun berdasarkan latar belakang mental menunjukkan perbedaan, tetapi
tidak signifikan. Hal ini juga ditunjukkan dari penelitian di Inggris oleh Buchannan
(2002) dan Rantavuori (2002) di Finland yang meneliti tentang kecemasan dengan
tujuan perawatan gigi,
1,19
Hamila (2004) yang menyebutkan bahwa jenis kelamin secara signifikan tidak
berpengaruh terhadap tingkat kecemasan.
33
bahwa terdapat status kecemasan perawatan gigi dan pengalaman negatif misalnya
rasa sakit.21 Dari hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda
dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Sedangkan penelitian yang
berkaitan dengan lokasi rahang yang dianastesi ternyata terdapat perbedaan yang
bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zwain (2006) di
Baghdag.23
Kelemahan yang terdapat pada penelitian ini adalah tidak disertai dengan
pemeriksaan secara fisiologis (misalnya tekanan darah, denyut nadi).
BAB VII
PENUTUP
7.1
SIMPULAN
1. Pada jenis kelamin, nilai rasa cemas laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan. Anak-anak yang berkebutuhan khusus memiliki rasa cemas
34
yang lebih tinggi dibandingkan anak yang normal. Dari segi pemberian
anastesi, anastesi topikal ternyata menimbulkan rasa cemas yang lebih
tinggi dibandingkan anastesi non-topikal, berdasarkan riwayat ke dokter
gigi, terlihat jelas bahwa anak-anak yang belum pernah ke dokter gigi
memiliki rasa cemas yang lebih tinggi. Lokasi rahang bawah dan letak
pemberian anastesi pada daerah posterior menimbulkan kecemasan yang
lebih besar. Dari hasil uji antara karakteristik subjek tersebut tidak terdapat
perbedaan rasa cemas yang signifikan.
2. Penggunaan anastesi topikal pada lokasi rahang maksila menimbulkan rasa
cemas yang lebih tinggi dibandingkan anastesi non topikal. Akan tetapi,
hasil uji beda statistik menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan rasa
cemas yang signifikan antara anastesi topikal dan non-topikal pada rahang
maksila. Pada rahang mandibula yang dianastesi, penggunaan anastesi
topikal tetap menimbulkan rasa cemas yang lebih tinggi dibandingkan
anastesi non-topika
Akan tetapi, sejalan dengan hasil pada rahang maksila, hasil uji statistik
menunjukkan bahwa perbedaan rasa cemas tersebut tidak signifikan.
3. Pada daerah anastesi anterior maupun posterior, rasa kecemasan pada anak
yang diberi anastesi topikal lebih tinggi dibandingkan pada anak yang
35
diberikan anastesi non-topikal. Akan tetapi, hasil uji statistik, baik pada
daerah anastesi anterior maupun posterior, menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan.
7.2
SARAN
1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan subyek yang lebih
banyak.
2. Penelitian ini belum memberikan hasil yang maksimal sehingga diperlukan
penelitian selanjutnya dengan menggunakan metode dan pengolahan sampel
yang lebih baik.
3. Cara menentukan ekspresi ditentukan oleh sampel untuk menunjukkan hasil
yang lebih objektif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buchannan H, Niven H. Validation of a facial Image Scale to assess child
dental anxiety. Int J Paediatr Dent. 2002;12:47-52.
2. Prasetyo EP. Peran musik sebagai fasilitas dalam praktek dokter untuk
mengurangi kecemasan pasien. Majalah Kedokteran Gigi. 2005;38;41-44.
3. Nicolas E, Bessadet M, Collado V, Carrasco P, Roger L. Factor affecting
dental fear in french children aged 5-12 years. Int J Paediatr Dent.
2010;20;366-373.
4. Susanto A. Perkembangan anak usia dini. Ed.I. Jakarta : Kencana. 2011.
36
11. Rachman, Nugraha. Perkembangan sosial dan emosional Anak usia dini. .
[Monograph on the internet]. [cited 20 Oct 2012]. Available from: URL:
http://www.Perkembangan-sosial-dan-emosional-anak-usia-dini.html.
12. Oesterreich L. Age and Stage six through eight years old. [Monograph on the
internet]. [cited 20 Dec 2011].
Available from: URL:
http://www.capitalhealth.ca/nr/rdonlyres/e55gswjsufs35y4ok2iq5k33qyftfosc
b5d45yuj3eihddmfidfhf2gp3glacy2wtdmm66lmvafnif5elcjnsup3oe/6normalc
hilddevelopment.pdf
13. Evy. Pertumbuhan gigi geligi. [Monograph on the internet]. [cited 20 Oct
2012].
Available from: URL: http://www.PERTUMBUHAN%20GIGI
%20GELIGI%20%C2%AB%20SENYUM%20itu%20SEHAT.html.
37
internet].
[cited
20
Oct
2012].
[Monograph on the
Available from: URL:
http://www.pertumbuhan-gigi-balita.html.
22. Amin. HE, Hamila. NAAA. Dental Anxiety and Its Relationship to Dental
and Non Dental Background variables among 6-12 Years Old Pedodontic
Patients. Egyptian Dental Journal. 2004;50:851-63.
23. Zwain. A. Local Anasthetic Quality in Pedodontic Department. J. Bagh Coll
Dentistry. 2006;18(2);96-8.
38
LAMPIRAN-LAMPIRAN
39