Anda di halaman 1dari 30

Nama : Christian Adiputra Wijaya

NIM : 112014084
Koas bedah RSUD Koja periode 17 Agustus 2015 24 Oktober 2015
1

Kebutuhan cairan pada dewasa dan anak


Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena hilangnya cairan
secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi keduanya.1 Dehidrasi terjadi
karena pengeluaran air lebih banyak daripada jumlah yang masuk, dan kehilangan cairan ini
juga disertai dengan hilangnya elektrolit
Pada dehidrasi terjadi keseimbangan negatif cairan tubuh akibat penurunan asupan cairan dan
meningkatnya jumlah air yang keluar (lewat ginjal, saluran cerna atau insensible water
loss/IWL), atau karena adanya perpindahan cairan dalam tubuh. Berkurangnya volume total
cairan tubuh menyebabkan penurunan volume cairan intrasel dan ekstrasel. Manifestasi klinis
dehidrasi erat kaitannya dengan deplesi volume cairan intravaskuler. Proses dehidrasi yang
berkelanjutan dapat menimbulkan syok hipovolemia yang akan menyebabkan gagal organ
dan kematian.
1 Dehidrasi isotonik (isonatremik). Tipe ini merupakan yang paling sering (80%). Pada
dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding dengan jumlah natrium yang hilang, dan
biasanya tidak mengakibatkan cairan ekstrasel berpindah ke dalam ruang intraseluler.
Kadar natrium dalam darah pada dehidrasi tipe ini 135-145 mmol/L dan osmolaritas
efektif serum 275-295 mOsm/L.
2 Dehidrasi hipotonik (hiponatremik). Natrium hilang yang lebih banyak daripadaair.
Penderita dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang
dari 135 mmol/L) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270mOsml/L). Karena
kadar natrium rendah, cairan intravaskuler berpindah ke ruang ekstravaskuler, sehingga
terjadi deplesi cairan intravaskuler. Hiponatremia berat dapat memicu kejang hebat;
sedangkan koreksi cepat hiponatremia kronik (2 mEq/L/jam) terkait dengan kejadian
mielinolisis pontinsentral.
3 Dehidrasi hipertonik (hipernatremik). Hilangnya air lebih banyak daripada natrium.
Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145
mmol/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 295 mOsm/L). Karena
kadar natrium serum tinggi, terjadi pergeseran air dari ruang ekstravaskuler ke ruang
intravaskuler. Untuk mengkompensasi, sel akan merangsang partikel aktif (idiogenik
osmol) yang akan menarik air kembali ke sel dan mempertahankan volume cairan dalam
sel. Saat terjadi rehidrasi cepat untuk mengoreksi kondisi hipernatremia, peningkatan
aktivitas osmotik sel tersebut akan menyebabkan infl uks cairan berlebihan yang dapat
menyebabkan pembengkakan dan ruptur sel; edema serebral adalah konsekuensi yang
paling fatal. Rehidrasi secara perlahan dalam lebih dari 48 jam dapat meminimalkan
risiko ini.
Dehidrasi Derajat Ringan-Sedang

Dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diatasi dengan efektif melalui pemberian cairan ORS
(oral rehydration solution) untuk mengembalikan volume intravaskuler dan mengoreksi
asidosis.12 Selama terjadi gastroenteritis, mukosa usus tetap mempertahankan kemampuan
absorbsinya. Kandungan natrium dan sodium dalam proporsi tepat dapat secara pasif
dihantarkan melalui cairan dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Jenis ORS yang diterima
sebagai cairan rehidrasi adalah dengan kandungan glukosa 2-3 g/dL, natrium 45-90 mEq/L,
basa 30 mEq/L, kalium 20-25 mEq/L, dan osmolalitas 200-310 mOsm/L.Adanya muntah
bukan merupakan kontraindikasi pemberian ORS, kecuali jika ada obstruksi usus, ileus, atau
kondisi abdomen akut, maka rehidrasi secara intravena menjadi alternatif pilihan. Defi sit
cairan harus segera dikoreksi dalam 4 jam dan ORS harus diberikan dalam jumlah sedikit
tetapi sering, untuk meminimalkan distensi lambung dan refl eks muntah. Secara umum,
pemberian ORS sejumlah 5 mL setiap menit dapat ditoleransi dengan baik. Jika muntah
tetap terjadi, ORS dengan NGT (nasogastric tube) atau NaCl 0,9% 20-30 mL/kgBB selama
1-2 jam dapat diberikan untuk mencapai kondisi rehidrasi. Saat pasien telah dapat minum
atau makan, asupan oral dapat segera diberikan.
Dehidrasi Derajat Berat
Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi rehidrasi intravena,
Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan baik. Penanganan kondisi ini dibagi
menjadi 2 tahap:
Tahap Pertama berfokus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitu syok hipovolemia
yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap ini dapat diberikan cairan kristaloid
isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau NaCl 0,9% sebesar 20 mL/kgBB. Perbaikan cairan
intravaskuler dapat dilihat dari perbaikan takikardi, denyut nadi, produksi urin, dan status
mental pasien. Apabila perbaikan belum terjadi setelah cairan diberikan dengan kecepatan
hingga 60 mL/kgBB, maka etiologi lain syok harus dipikirkan (misalnya anafi laksis, sepsis,
syok kardiogenik). Pengawasan hemodinamik dan golongan inotropik dapat diindikasikan.
Tahap Kedua berfokus pada mengatasi defisit, pemberian cairan pemeliharaan dan
penggantian kehilangan yang masih berlangsung. Kebutuhan cairan pemeliharaan diukur
dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja) ditambah IWL. Jumlah IWL adalah antara 400500 mL/m2 luas permukaan tubuh dan dapat meningkat pada kondisi demam dan takipnea.
Secara kasar kebutuhan cairan berdasarkan berat badan adalah:
Berat badan < 10 kg = 100 mL/kgBB
Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50 mL/kgBB untuk setiap kilogram berat badan di atas 10
kg
Berat badan > 20 kg = 1500 + 20 mL/kgBB untuk setiap kilogram berat badan di atas 20
kg
Dehidrasi Isotonik
Pada kondisi isonatremia, defisit natrium secara umum dapat dikoreksi dengan mengganti
defisit cairan ditambah dengan cairan pemeliharaan dextrose 5% dalam NaCl 0,45-0,9%.
Kalium (20 mEq/L kalium klorida) dapat ditambahkan ke dalam cairan pemeliharaan saat
produksi urin membaiik dan kadar kalium serum berada dalam rentang aman.
Dehidrasi Hipotonik

Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% atau RL 20 mL/kgBB
sampai perfusi jaringan tercapai. Pada hiponatremia derajat berat (<130 mEq/L) harus
dipertimbangkan penambahan natrium dalam cairan rehidrasi. Koreksi defi sit natrium
melalui perhitungan = (Target natrium - jumlah natrium saat tersebut) x volume distribusi x
berat badan (kg). Cara yang cukup mudah adalah memberikan dextrose 5% dalam NaCl
0,9% sebagai cairan pengganti. Kadar natrium harus dipantau dan jumlahnya dalam cairan
disesuaikan untuk mempertahankan proses koreksi perlahan (<0,5 mEq/L/jam). Koreksi
kondisi hiponatremia secara cepat sebaiknya dihindari untuk mencegah mielinolisis pontin
(kerusakan selubung mielin), sebaliknya koreksi cepat secara parsial menggunakan larutan
NaCl hipertonik (3%; 0,5 mEq/L) direkomendasikan untuk menghindari risiko ini.

Dehidrasi Hipertonik
Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% 20 mL/kgBB atau RL
sampai perfusi jaringan tercapai. Pada tahap kedua, tujuan utama adalah memulihkan volume
intravaskuler dan mengembalikan kadar natrium serum sesuai rekomendasi, akan tetapi
jangan melebihi 10 mEg/L/24 jam. Koreksi dehidrasi hipernatremia terlalu cepat dapat
memiliki konsekuensi neurologis, termasuk edema serebral dan kematian. Pemberian cairan
harus secara perlahan dalam lebih dari 48 jam menggunakan dextrose 5% dalam NaCl 0,9%.
Apabila pemberian telah diturunkan hingga kurang dari 0,5 mEq/L/jam, jumlah natrium
dalam cairan rehidrasi juga dikurangi, sehingga koreksi hipernatremia dapat berlangsung
secara perlahan.
Perdarahan dan penatalaksanaannya

Perdarahan adalah penyebab syok yang paling sering terjadi pada penderita trauma.
Respon penderita trauma terhadap kehilangan darah menjadi lebih rumit karena pergeseran
cairan di antara kompartemen cairan di dalam tubuh (khususnya di dalam kompartemen cairan
ekstraseluler). Definisi dari perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah (ATLS,
2004).
Hebatnya kehilangan darah dapat ditentukan pada evaluasi awal dengan menilai pulsasi,
tekanan darah, dan pengisian kembali kapiler. Sistem klasifikasi ATLS dari American College of
Surgeons berguna untuk memahami manifestasi sehubungan dengan syok hemoragik pada orang
dewasa (tabel 1). Volume darah diperkirakan 7% dari berat badan ideal, atau kira-kira 4900 ml
pada pasien dengan berat badan 70 kg (155 lb).
Tabel 1. Klasifikasi Perdarahan ATLS
Kelas
Rata-rata
Volume Tanda dan Gejala Umum
Kebutuhan
Kehilangan Darah (%)
Resusitasi
Darah (mL)
I
< 750
< 15
Tidak ada perubahan denyut Tidak ada
jantung, pernafasan dan
tekanan darah

II

750 1500

15 30

Takikardi
dan
takipnoe, Biasanya
larutan
tekanan
darah
sistolik kristaloid tunggal,
mungkin hanya menurun namun
beberapa
sedikit, pengurangan output pasien
mungkin
urin (20-30 mL/jam)
membutuhkan
transfusi darah
III
1500 2000 30 40
Takikardi dan takipnoe yang Seringnya
jelas, ekstremitas dingin membutuhkan
dengan
pengisian-kembali transfusi darah
kapiler terlambat secara
signifikan,
menurunnya
tekanan
darah
sistolik,
menurunnya status mental,
menurunnya output urin (515 mL/jam)
IV
> 2000
> 40
Takikardia jelas, tekanan Perdarahan
yang
darah sistolik yang menurun membahayakan jiwa
secara signifikan, kulit dingin membutuhkan
dan pucat, mental status yang transfusi segera
menurun
dengan
hebat,
output urin yang tak berarti
Perdarahan kelas 1, didefinisikan sebagai kehilangan darah <15% dari total volume darah,
mendorong pada tidak adanya perubahan terukur pada kecepatan jantung atau pernafasan,
tekanan darah, atau tekanan nadi dan membutuhkan sedikit atau tidak adanya perawatan sama
sekali (ATLS, 2004).
Perdarahan kelas 2 didefinisikan sebagai kehilangan darah 15-30% volume darah (7501500 ml), dengan tanda-tanda klinis termasuk takikardia dan takipnoe. Tekanan darah sistolik
mungkin hanya sedikit menurun, khususnya ketika pasien berada pada posisi supinasi, akan
tetapi tekanan nadi menyempit. Urin output hanya menurun sedikit (yaitu, 20-30 ml/jam). Pasien
dengan perdarahan kelas 2 biasanya dapat diresusitasi dengan larutan kristaloid saja, namun
beberapa pasien mungkin membutuhkan transfusi darah (ATLS, 2004).
Perdarahan kelas 3 didefinisikan sebagai kehilangan 30-40% (1500-2000 ml) volume
darah. Perfusi yang tidak adekuat pada pasien dengan perdarahan kelas 3 mengakibatkan tanda
takikardia dan takipnoe, ekstremitas dingin dengan pengisian kembali kapiler yang terhambat
secara signifikan, hipotensi, dan perubahan negatif status mental yang signifikan. Perdarahan
kelas 3 menampakkan volume kehilangan darah terkecil yang secara konsisten menghasilkan
penurunan pada tekanan darah sistemik. Resusitasi pada pasien ini seringnya membutuhkan
transfusi darah sebagai tambahan terhadap pemberian larutan kristaloid (ATLS, 2004).
Perdarahan kelas 4 didefinisikan sebagai kehilangan darah > 40% volume darah (> 2000
ml) mewakili perdarahan yang mengancam jiwa. Tanda-tandanya termasuk takikardia, tekanan

darah sistolik yang tertekan secara signifikan, dan tekanan nadi yang menyempit atau tekanan
darah diastolik yang tidak dapat diperoleh. Kulit menjadi dingin dan pucat, dan status mental
sangat tertekan. Urin output sedikit. Pasien-pasien ini membutuhkan transfusi segera untuk
resusitasi dan seringkali membutuhkan intervensi bedah segera (ATLS, 2004).
3

Definisi syok dan macam-macam syok


suatu sindroma klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan tidak
adekuatnya perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme
homeostasis.
Jenis-jenis syok:
Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik disebabkan oleh menurunnya volume darah di sirkulasi diikuti dengan
menurunnya cardiac output (curah jantung). Beberapa contoh penyebab dari syok hopovolemik,
seperti pendarahan baik eksternal maupun internal, luka bakar, diare, muntah, peritonitis, dll.
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik digolongkan menjadi intrakardia atau ekstrakardia berdasarkan penyeba/kausa
berasal, apakah dari dalam jantung atau luar jantung. Syok kardiogenik intrakardiak disebabkan
karena kematian otot jantung (myocardiac infarct) atau pun terdapat sumbatan didalam jantung
yang membuat curah jantung menjadi menurun. Beberapa contoh penyebab syok kardiogenik
diantaranya, aritmia, AMI (Acute Myocard Infarct), VSD (Ventricular Septal Defect), Valvular
lesion, CHF (Chronic Heart Disease) yang berat, Hypertrophic Cardiomyopathy. Syok
kardiogenik ini terjadi ketika ventrikel gagal manejadi pompa disertai dengan menurunnya
tekanan darah sistolik < 90mmHg minimal dalam waktu 30 menit, dan terjadi peningkatan
tekanan kapiler pulmo yang disebabkan oleh kongesti pary, atau edema pulmo.
Syok kardiogenik ekstrakardiak disebabkan oleh adanya obstruksi pada aliran sirkuit
kardiovaskular dengan karakteristik terdapat gangguan pada pengisisan diastolik ataupun adanya
afterload yang berlebihan. Penyebab dari syok kardiogenik ini diantaranya, Pulmonary
embolism, Cardiac temponade, Tension Penumothorax, dll.

Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik ini terjadi akibat reaksi alergi yang dimediasi oleh IgE pada sel mast dan
basofil yang diakibatkan oleh antigen tertentu yang menyebabkan terjadinya pelepasan
mediator - mediator sepagai respon imun. Hal ini mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
perifer, konstriksi bronkhus, ataupun dilatasi pembuluh darah lokal. Mediator yang terlepas
terdiri dari primer dan sekunder. mediator primer meliputi histamin, serotonin, Eosinofil

chemotactic factor dan enzim proteoitik. Sedangkan mediator sekunder meliputi PAD,
bradikinin, prostagandin, dan leukotriene. Beberapa penyebab syok anafilaktik diantaranya,
insect venom, antibiotik (beta lactams, vancomycin, sulfonamide), heterologues serum (anti
toxin, anti sera), latex, vaksin yang berbasis telur, tranfusi darah, immunogobulin.

Syok Septik

Terjadinya syok septik diawali dengan adanya infeksi pada darah yang menyebar ke seluruh
tubuh. Penyebab yang sering meliputi peritonitis, pyelonefritis. Dengan adanya infeksi tersebut
tubuh melakukan respon dengan terlepasnya mediator inflamasi seperti il-1, TNF, PGE2, NO,
dan leukotriene yang menyebabkan berbagai kejadian berikut :
Relaksasi vaskular.
Meningkatnya permeabilitas endotel (sehingga menyebabkan defisit volume
intravaskular).
Menurunya kontraktilitas jantung.
Karakteristik tanda dan gejala dari syok septik adalah demam tinggi, vasodilatasi,
meningkatanya / Cardiac Output tetap normal akibat vasodilatasi dan laju metabolime yang
meningkat, serta adanya DIC yang menyebabkan pendarahan terutama di saluran cerna.

Syok Neurogenik

Syok neurogenik disebabkan oleh cideranya medula spinalis terutama pada segment
thoracolumbal, sehingga menebabkan hilangnya tonus simpatis. Hal ini menyebabkan hilangnya
tonus vasomotor, bradikardi, hipotensi. Biasanya pasien tampak sadar namun hangat dan kering
akibat hipotensi.
4

Keseimbangan asam basa

Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen dalam tubuh

Kadar normal ion hidrogen (H) arteri adalah: 4x10-8 atau pH = 7,4 (7,35 7,45)

Asidosis = asidemia kadar pH darah <7,35 Alkalemia = alkalosis kadar pH darah


>7,45

Kadar pH darah <6,8 atau >7,8 tidak dapat diatasi oleh tubuh
Sistem Buffer Tubuh
Sistem buffer ECF asam karbonat-bikarbonat (NaHCO3 dan H2CO3)

Sistem buffer ICF fosfat monosodium-disodium (Na2HPO4 dan NaH2PO4)

Sistem buffer ICF eritrosit oksihemoglobin-hemoglobin (HbO2- dan HHb)

Sistem buffer ICF dan ECF protein (Pr- dan HPr)

Pertahanan pH darah normal tercapai melalui kerja gabungan dari buffer darah, paru dan
ginjal

Persamaan Handerson Hasselbach:


20 [HCO3-]
pH = 6,1 + log --------------------1PaCO2
[HCO3-] faktor metabolik, dikendalikan ginjal

PaCO2 faktor respiratorik, dikendalikan paru

pH 6,1 efek buffer dari asam karbonat-bikarbonat

Selama perbandingan [HCO3-] : PaCO2 = 20 : 1 pH darah selalu = 6,1 + 1,3 = 7,4

Gangguan Asam Basa darah


Asidosis metabolik [HCO3-] dikompensasi dengan PaCO2

Alkalosis metabolik [HCO3-] dikompensasi dengan PaCO2

Asidosis respiratorik PaCO2 dikompensasi dengan [HCO3-]

Alkalosis respiratorik PaCO2 dikompensasi dengan [HCO3-]

Asidosis Metabolik
Ciri: [HCO3-] <22mEq/L dan pH <7,35 kompensasi dengan hiperventilasi PaCO2,
kompensasi akhir ginjal ekskresi H+, sebagai NH4+ atau H3PO4

Penyebab: Penambahan asam terfiksasi: ketoasidosis diabetik, asidosis laktat (henti


jantung atau syok), overdosis aspirin Gagal ginjal mengekskresi beban asam Hilangnya HCO3basa diare

Gejala Asidosis Metabolik Tidak jelas dan asimptomatis Kardiovaskuler: disritmia,


penurunan kontraksi jantung, vasodilatasi perifer dan serebral Neurologis: letargi, stupor, koma
Pernafasan: hiperventilasi (Kussmal) Perubahan fungsi tulang: osteodistrofi ginjal (dewasa) dan
retardasi pada anak

Penatalaksanaan Asidosis Metabolik Tujuan: meningkatkan pH darah hingga ke kadar


aman (7,20 hingga 7,25) dan mengobati penyakit dasar NaHCO3 dapat digunakan bila pH <7,2
atau [HCO3-] <15mEq/L

Risiko NaHCO3 yang berlebihan: penekanan pusat nafas, alkalosis respiratorik, hipoksia
jaringan, alkalosis metabolik, hipokalsemia, kejang, tetani Alkalosis Metabolik Ciri: [HCO3-]
>26mEq/L dan pH >;7,45 kompensasi dengan hipoventilasi PaCO2, kompensasi akhir oleh
ginjal ekskresi [HCO3-] yang berlebihan

Penyebab:
Hilangnya H+ (muntah, diuretik, perpindahan H+dari ECF ke ICF pada hipokalemia)
Retensi [HCO3-] (asidosis metabolik pasca hiperkapnia)
Gejala Alkalosis Metabolik
Gejala dan tanda tidak spesifik

Kejang dan kelemahan otot akibat hipokalemia dan dehidrasi

Disritmia jantung, kelainan EKG hipokalemi

Parestesia, kejang otot hipokalsemia

Penatalaksanaan Alkalosis Metabolik


Tujuan: menghilangkan penyakit dasar

Pemberian KCl secara IV dalam salin 0,9% (diberikan jika Cl- urine <10mEq/L)
menghilangkan rangsangan aldosteron ekskresi NaHCO3 Jika Cl- urine >20mEq/L
disebabkan aldosteron yang berlebihan tidak dapat diobati dengan salin IV, tapi dengan
diuretik
Asidosis Respiratorik
Ciri: PaCO2 >45mmHg dan pH <7,35 kompensasi ginjal retensi dan peningkatan
[HCO3-]

Penyebab: hipoventilasi (retensi CO2), inhibisi pusat nafas (overdosis sedatif, henti
jantung), penyakit dinding dada dan otot nafas (fraktur costae, miastemia gravis), gangguan
pertukaran gas (COPD), obstruksi jalan nafas atas

Gejala Asidosis Respiratorik Tidak spesifik Hipoksemia (dominan) asidosis


respiratorik akut akibat obstruksi nafas Somnolen progresif, koma asidosis respiratorik kronis
Vasodilatasi serebral meningkatkan ICV papiledema dan pusing

Penatalaksanaan Asidosis Respiratorik Pemulihan ventilasi yang efektif sesegera


mungkin pemberian O2 dan mengobati penyebab penyakit dasar PaO2 harus ditingkatkan
>60mmHg dan pH >7,2

Alkalosis Respiratorik
Ciri: penurunan PaCO2 <35mmHg dan peningkatan pH serum >7,45 kompensasi
ginjal meningkatkan ekskresi HCO3-

Penyebab: hiperventilasi (tersering psikogenik karena stress dan kecemasan), hipoksemia


(pneumonia, gagal jantung kongestif, hipermetabolik (demam), stroke, stadium dini keracunan
aspirin, septikemia

Gejala Alkalosis Respiratorik


Hiperventilasi (kadar gas, frekuensi nafas)

Menguap, mendesak, merasa sulit bernafas

Kecemasan: mulut kering, palpitasi, keletihan, telapak tangan dan kaki dingin dan
berkeringat

Parastesia, otot berkedut, tetani

Vasokontriksi serebal hipoksia cerebral kepala dingin dan sulit konsentrasi

Penatalaksanaan Alkalosis Respiratorik


Menghilangkan penyebab dasar

Kecemasan dapat dihilangkan dengan pernafasan kantong kertas yang dipegang erat
disekitar hidung dan mulut dapat memulihkan serangan akut

Hiperventilasi mekanik diatasi dengan menurangi ventilasi dalam satu menit,


menambah ruang hampa udara atau menghirup 3% CO2 dalam waktu singkat

5 Jelaskan mengenai minor set


Pelaksanaan prosedur bedah minor mengharuskan seorang dokter umum mengetahui
beberapa pengetahuan dasar mengenai tindakan ini. Pengetahuan dasar tersebut berupa
instrumen bedah minor, bahan serta tehnik disinfeksi dan tehnik menjahit jaringan. Artikel ini
hanya berbatas pada pengenalan instrumen bedah minor dasar yang merupakan pengetahuan
pertama yang harus dimiliki oleh seorang dokter dalam melakukan tindakan ini. Untuk
pengetahuan lainnya akan dijelaskan dalam artikel yang berbeda.
Instrumen dasar bedah minor terbagi atas empat berdasarkan fungsi, yakni instrumen
dengan fungsi memotong (pisau scalpel + pegangan dan beragam jenis gunting), instrumen
dengan fungsi menggenggam (pinset anatomi, pinset cirrhurgis dan klem jaringan), instrumen
dengan fungsi menghentikan perdarahan (klem arteri lurus dan klem mosquito), serta instrumen
dengan fungsi menjahit (needle holder,benang bedah, dan needle).

Kesemua intrumen tersebut akan dijelaskan secara detail sebagai berikut:


A. Instrumen Dengan Fungsi Memotong
1.

Pisau Scalpel + Pegangan


Scalpel merupakan mata pisau kecil yang digunakan bersama pegangannya. Alat ini
bermanfaat dalam menginsisi kulit dan memotong jaringan secara tajam. Selain itu, alat ini juga
berguna untuk mengangkat jaringan/benda asing dari bagian dalam kulit. Setiap pisau scalpel
memiliki dua ujung yang berbeda, yang satu berujung tajam sebagai bagian pemotong dan yang
lainnya berujung tumpul berlubang sebagai tempat menempelnya pegangan scalpel. Cara
pemasangannya: pegang area tumpul pisau dengan needle-holder dan hubungkan lubang pada
area tersebut pada lidah pegangan sampai terkunci (terdengar bunyi). Cara pelepasan: pegang
ujung pisau dengan needle-holder dan lepaskan dari lidah pegangan, kemudian buang di tempat
sampah. Pegangan scalpel yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 yang dapat digunakan
bersama pisau scalpel dalam ukuran beragam. Sedangkan pisau scalpel yang sering digunakan
adalah yang berukuran no.15. Ukuran no.11 digunakan untuk insisi abses dan hematoma
perianal. Pegangan scalpel digunakan seperti pulpen dengan kontrol maksimal pada waktu

pemotongan dilakukan. Dalam praktek keseharian, pegangan scalpel biasanya diabaikan


sehingga hanya memakai pisau scalpel. Hal ini bisa diterima dengan pertimbangan pisaunya
masih dalam keadaan steril (paket baru) dan harus digunakan dengan pengontrolan yang baik
agar tidak menimbulkan kerusakan jaringan sewaktu memotong.

2.

Gunting
Pada dasarnya gunting mengkombinasikan antara aksi mengiris dan mencukur. Mencukur
membutuhkan aksi tekanan halus yang saling bertentangan antara ibu jari dan anak jari lainnya.
Gerakan mencukur ini biasanya dilakukan oleh tangan dominan yang bersifat tidak disadari dan
berdasarkan insting. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis pada kedua lubang gunting. Hal
ini akan menyebabkan jari telunjuk menyokong instrumen pada waktu memotong sehingga kita
dapat memotong dengan tepat. Selain itu, penggunaan ibu jari dan jari telunjuk pada lubang
gunting biasanya pengontrolannya berkurang. Jenis-jenis gunting berdasarkan objek kerjanya,
yakni gunting jaringan (bedah), gunting benang, gunting perban dan gunting iris.

a.

Gunting Jaringan (bedah)


Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk. Pertama, berbentuk ujung tumpul dan
berbentuk ujung bengkok. Gunting dengan ujung tumpul digunakan untuk membentuk bidang
jaringan atau jaringan yang lembut, yang juga dapat dipotong secara tajam. Gunting dengan
ujung bengkok dibuat oleh ahli pada logam datar dengan cermat. Pemotongan dengan gunting ini
dilakukan pada kasus lipoma atau kista. Biasanya dilakukan dengan cara mengusuri garis batas
lesi dengan gunting. Harus dipastikan kalau pemotongan dilakukan jangan melewati batas lesi
karena dapat menyebabkan kerusakan.

b.

Gunting Benang (dressing scissors)


Gunting benang didesain untuk menggunting benang. Gunting ini berbentuk lurus dan
berujung tajam. Gunakan hanya untuk menggunting benang, tidak untuk jaringan. Gunting ini
juga digunakan saat mengangkat benang pada luka yang sudah kering dengan tehnik selipan dan
sebaiknya pemotongan benang menggunakan bagian ujung gunting. Hati-hati dalam pemotongan
jahitan. Jika ujung gunting menonjol keluar jahitan, terdapat resiko memotong struktur lainnya.

c.

Gunting Perban
Gunting perban merupakan gunting berujung sudut dengan ujung yang tumpul. Gunting ini
memiliki kepala kecil pada ujungnya yang bermanfaat untuk memudahkan dalam memotong
perban. Jenis gunting ini terdiri atas knowles dan lister. Bagian dasar gunting ini lebih panjang
dan digunakan sangat mudah dalam pemotongan perban. Ujung tumpulnya didesain untuk
mencegah kecelakaan saat remove perban dilakukan. Selain untuk membentuk dan memotong

perban sesaat sebelum menutup luka, gunting ini juga aman digunakan untuk memotong perban
saat perban telah ditempatkan di atas luka. (wikipedia)
d.

Gunting Iris
Gunting iris merupakan gunting dengan ujung yang tajam dan berukuran kecil sekitar 3-4
inchi. Biasanya digunakan dalam pembedahan ophtalmicus khususnya iris. Dalam bedah minor,
gunting iris digunakan untuk memotong benang oleh karena ujungnya yang cukup kecil untuk
menyelip saat remove benang dilakukan. (dictionary online)

B. Instrumen Dengan Fungsi Menggenggam


3.

Pinset Anatomi
Pinset Anatomi memiliki ujung tumpul halus. Secara umum, pinset digunakan oleh ibu jari
dan dua atau tiga anak jari lainnya dalam satu tangan. Tekanan pegas muncul saat jari-jari
tersebut saling menekan ke arah yang berlawanan dan menghasilkan kemampuan menggenggam.
Alat ini dapat menggenggam objek atau jaringan kecil dengan cepat dan mudah, serta
memindahkan dan mengeluarkan jaringan dengan tekanan yang beragam. Pinset Anatomi ini
juga digunakan saat jahitan dilakukan, berupa eksplorasi jaringan dan membentuk pola jahitan
tanpa melibatkan jari. (wikipedia)

4.

Pinset Chirurgis
Pinset Chirurgis biasanya memiliki susunan gigi 1x2 (dua gigi pada satu bidang). Pinset
bergigi ini digunakan pada jaringan; harus dengan perhitungan tepat, oleh karena dapat merusak
jaringan jika dibandingkan dengan pinset anatomi (dapat digunakan dengan genggaman halus).
Alat ini memiliki fungsi yang sama dengan pinset anatomi yakni untuk membentuk pola jahitan,
meremove jahitan, dan fungsi-fungsi lainnya.(wikipedia)

5.

Klem Jaringan
Klem jaringan berbentuk seperti penjepit dengan dua pegas yang saling berhubungan pada
ujung kakinya. Ukuran dan bentuk alat ini bervariasi, ada yang panjang dan adapula yang pendek
serta ada yang bergigi dan ada yang tidak. Alat ini bermanfaat untuk memegang jaringan dengan
tepat. Biasanya dipegang oleh tangan dominan, sedangkan tangan yang lain melakukan
pemotongan, atau menjahit. Cara pemegangannya: klem dipegang dalam keadaan relaks seperti
memegang pulpen dengan posisi di tengah tangan. Banyak orang yang memegang klem ini
dengan salah, yang memaksa lengan dalam posisi pronasi penuh dan menyebabkan tangan

menjadi tegang. Dalam penggunaannya, hati-hati merusak jaringan. Pegang klem selembut
mungkin, usahakan genggam jaringan sedalam batas yang seharusnya. Klem jaringan bergigi
memiliki gigi kecil pada ujungnya yang digunakan untuk memegang jaringan dengan kuat dan
dengan pengontrolan yang akurat. Hati-hati, kekikukan pada saat menggunakan alat ini dapat
merusak jaringan. Kemudian, klem tidak bergigi juga memiliki resiko merusak jaringan jika
jepitan dibiarkan terlalu lama, karena klem ini memiliki tekanan yang kuat dalam menggenggam
jaringan.

C. Instrumen Dengan Fungsi Menghentikan Perdarahan


6.

Klem Arteri
Pada prinsipnya, klem arteri bermanfaat untuk menghentikan perdarahan pembuluh darah
kecil dan menggenggam jaringan lainnya dengan tepat tanpa menimbulkan kerusakan yang tidak
dibutuhkan. Secara umum, klem arteri dan needle-holder memiliki bentuk yang sama.
Perbedaannya pada struktur jepitan (gambar 2), dimana klem arteri, struktur jepitannya berupa
galur paralel pada permukaannya dan ukuran panjang pola jepitannya sampai handle agak lebih
panjang dibanding needle-holder. Alat ini juga tersedia dalam dua bentuk yakni bentuk lurus dan
bengkok (mosquito). Namun, bentuk bengkok (mosquito) lebih cocok digunakan pada bedah
minor.
Cara penggunaan: klem arteri memiliki ratchet pada handlenya. Ratchet inilah yang
menyebabkan posisi klem arteri dalam keadaan terututup (terkunci). Ratchet umumnya memiliki
tiga derajat, dimana pada saat penutupan jangan langsung menggunakan derajat akhir karena
akan mengikat secara otomatis dan sulit untuk dilepaskan. Pelepasan klem dilakukan dengan
cara pertama harus ditekan ke dalam handlenya, kemudian dipisahkan handlenya sambil
membuka keduanya. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis karena hal ini akan menyebabkan
jari telunjuk mendukung instrumen bekerja sehingga dapat memposisikan jepitan dengan tepat.
Jepitan klem arteri berbentuk halus dengan galur lintang paralel yang membentuk chanel
lingkaran saat instrumen ditutup. Jepitan ini berukuran relatif panjang terhadap handled yang
memungkinkan genggaman jaringan lebih halus tanpa pengrusakan. Jepitan dengan ujung
bengkok (mosquito) berfungsi untuk membantu pengikatan pembuluh darah. Jangan
menggunakan klem ini untuk menjahit, oleh karena struktur jepitannya tidak mendukung dalam
memegang needle.

D. Instrumen Dengan Fungsi Menjahit


7.

Needle Holder
Needle holder bermanfaat untuk memegang needle saat insersi jahitan dilakukan. Secara
keseluruhan antara needle holder dan klem arteri berbentuk sama. Handled dan ujung jepitannya
bisa berbentuk lurus ataupun bengkok. Namun, yang paling penting adalah perbedaan pada
struktur jepitannya (gambar 2). Struktur jepitan needle holder berbentuk criss-cross di
permukaannya dan memiliki ukuran handled yang lebih panjang dari jepitannya, untuk tahanan
yang kuat dalam menggenggam needle. Oleh karena itu, jangan menggenggam jaringan dengan
needle holder karena akan menyebabkan kerusakan jaringan secara serius.
Cara penggunaan: cara menutup dan melepas sama dengan metode ratchet yang telah
dipaparkan pada penggunaan klem arteri di atas. Needle digenggam pada jarak 2/3 dari ujung
berlubang needle, dan berada pada ujung jepitan needle-holder. Hal ini akan memudahkan
tusukan jaringan pada saat jahitan dilakukan. Selain itu, pemegangan needle pada area dekat
dengan engsel needle holder akan menyebabkan needle menekuk. Kemudian, belokkan needle
sedikit ke arah depan pada jepitan instrumen karena akan disesuaikan dengan arah alami tangan
ketika insersi dilakukan dan tangan akan terasa lebih nyaman. Kegagalan dalam membelokkan
needle ini juga akan menyebabkan needle menekuk.
Tehnik menjahit: jaga jari manis dan ibu jari menetap pada lubang handle saat menjahit
dilakukan yang membatasi pergerakan tangan dan lengan. Pegang needle holder dengan telapak
tangan akan memberikan pengontrolan yang baik. Secara konstan, jangan mengeluarkan jari dari
lubang handled karena dapat merusak ritme menjahit. Pertimbangkan pergunakan ibu jari pada
lubang handled yang menetap, namun manipulasi lubang lainnya dengan jari manis dan
kelingking.

8.

Benang Bedah
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang absorbable
biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah dan kadang
digunakan pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan untuk jaringan
tertentu dan harus diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang bersifat alami dan sintetis.
Benang tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau prolene) atau jalinan (black silk).
Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan menggunakan benang non-absorbable. Namun,
jahitan subkutikuler harus menggunakan jenis benang yang absorbable.
Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak digunakan.
Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan menghasilkan luka yang
agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah banyak benang sintetis
alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit kepala yang berbatas
merupakan pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini lebih memuaskan.
Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang). Benang ini
berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini cukup halus dan luwes
dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini lebih sulit diikat dari silk
sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini dapat diselesaikan dengan
menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat jahitan dilakukan atau mengikat

benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen polypropylene) dapat meningkatkan


keamanan jahitan dan lebih mudah diremove dibandingkan dengan Ethilon (monofilamen
polyamide).
Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis benang
ini merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi. Terdapat dua macam
catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki kekuatan selama 7-10 hari.
Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari. Namun, kedua jenis benang ini
dapat menghasilkan reaksi jaringan.
Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon (polyclycalic acid)
yang merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih panjang dari catgut dan
memiliki sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah untuk jahitan subkutikuler yang
tidak perlu diremove. Selain itu, juga dapat digunakan untuk jahitan dalam pada penutupan luka
dan mengikat pembuluh darah (hemostasis).
Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem metrik dan
sistem tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang dalam per-sepuluh
milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki diameter 0.2 mm. Sistem
tradisional kurang rasional namun banyak yang menggunakannya. Ketebalan benang disebutkan
menggunakan nilai nol misalnya 3/0, 4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar nilainya, ketebalannya
semakin kecil. 6/0 merupakan nomor dengan diameter paling halus yang tebalnya seperti rambut,
digunakan pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran yang paling tebal yang biasa digunakan
pada sebagian besar bedah minor. Khususnya untuk kulit yang keras (kulit bahu). 4/0 merupakan
nilai pertengahan yang juga sering digunakan.
Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi mengenai benang dan needlenya secara
lengkap di cover paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian luar, pertama yang terbuat
dari kertas kuat yang mengikat pada cover transaparan. Paket jahitan ini dijamin dalam keadaan
steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat membuka paket, simpan ke dalam wadah
steril. Bagian kedua yakni amplop yang terbuat dari kertas perak yang dibasahi pada satu sisinya.
Basahan ini memudahkan paket jahitan dipisahkan dari kertas tersebut. Kemudian dengan
menggunakan needle-holder, angkat needle tersebut dari lilitannya dan luruskan secara hati-hati.
Kemudian, gunakan untuk tindakan penjahitan.
Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan adalah monofilamen prolene atau
Ethilon 1,5 metrik (4/0) untuk jahitan interuptus pada semua bagian. Monofilamen prolene atau
ethilon 2 metrik (3/0) untuk jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat digunakan untuk
jahitan interuptus pada kulit yang keras misalnya pada bahu. Vicryl 2 metrik (3/0)digunakan
pada jahitan subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam hemostasis. Vicryl 1,5 metrik
(4/0) digunakan untuk jahitan subkutikuler jaringan halus atau jahitan dalam. Prolene atau
Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada anak-anak.

9.

Needle bedah
Saat ini bentuk needle bedah yang digunakan oleh sebagian besar orang adalah jenis
atraumatik yang terdiri atas sebuah lubang pada ujungnya yang merupakan tempat insersi
benang. Benang akan mengikuti jalur needle tanpa menimbulkan kerusakan jaringan (trauma).
Pada needle model lama memiliki mata dan loop pada benangnya sehingga dapat menimbulkan
trauma. Needle memiliki bagian dasar yang sama, meskipun bentuknya beragam. Setiap bagian
memiliki ujung, yakni bagian body dan bagian lubang tempat insersi benang. Sebagian besar
needle berbentuk kurva dengan ukuran , 5/8, dan 3/8 lingkaran. Hal ini menyebabkan needle
memiliki range untuk bertemu dengan jahitan lainnya yang dibutuhkan. Ada juga bentuk needle
yang lurus namun jarang digunakan pada bedah minor. Needle yang berbentuk setengah
lingkaran datar digunakan untuk memudahkan penggunaannya dengan needle holder

Jenis- jenis Anestesi

Berikut adalah jenis-jenis anestesi:


Anestesi Lokal
Anestesi lokal, seperti namanya, digunakan untuk operasi kecil pada bagian tertentu tubuh.
Suntikan anestesi diberikan di sekitar area yang akan dioperasi untuk mengurangi rasa sakit.
Anestesi juga dapat diberikan dalam bentuk salep atau semprotan. Sebuah anestesi lokal akan
membuat pasien terjaga sepanjang operasi, tapi akan mengalami mati rasa di sekitar daerah yang
diperasi. Anestesi lokal memiliki pengaruh jangka pendek dan cocok digunakan untuk operasi
minor dan berbagai prosedur yang berkaitan dengan gigi.
Anestesi Regional
Anestesi regional diberikan pada dan di sekitar saraf utama tubuh untuk mematikan bagian yang
lebih besar. Pada prosedur ini pasien mungkin tidak sadarkan diri selama periode waktu yang
lebih panjang. Di sini, obat anestesi disuntikkan dekat sekelompok saraf untuk menghambat rasa
sakit selama dan setelah prosedur bedah. Ada dua jenis utama dari anestesi regional, yang
meliputi:
Anestesi Spinal : Anestesi spinal atau sub-arachnoid blok (SAB) adalah bentuk anestesi
regional yang disuntikkan ke dalam tulang belakang pasien. Pasien akan mengalami mati
rasa pada leher ke bawah. Tujuan dari anestesi ini adalah untuk memblokir transmisi
sinyal saraf. Setelah sinyal sistem saraf terblokir, pasien tidak lagi merasakan sakit.
Biasanya pasien tetap sadar selama prosedur medis, namun obat penenang diberikan
untuk membuat pasien tetap tenang selama operasi. Jenis anestesi ini umumnya
digunakan untuk prosedur pembedahan di pinggul, perut, dan kaki.
Anestesi Epidural : Anestesi epidural adalah bentuk anestesi regional dengan cara kerja
mirip anestesi spinal. Perbedaannya, anestesi epidural disuntikkan di ruang epidural dan

kurang menyakitkan daripada anestesi spinal. Epidural paling cocok digunakan untuk
prosedur pembedahan pada panggul, dada, perut, dan kaki.
Anestesi Umum
Anestesi umum ditujukan membuat pasien sepenuhnya tidak sadar selama operasi. Obat bius
biasanya disuntikkan ke tubuh pasien atau dalam bentuk gas yang dilewatkan melalui alat
pernafasan. Pasien sama sekali tidak akan mengingat apapun tentang operasi karena anestesi
umum memengaruhi otak dan seluruh tubuh. Selama dalam pengaruh anetesi, fungsi tubuh yang
penting seperti tekanan darah, pernapasan, dan suhu tubuh dipantau secara ketat.
7

Tumor Kulit dan Jaringan di Bawahnya:


Keratosis Seboroik : Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada
orang tua berupa tumor kecil atau makula hitam
yang menonjol diatas permukaan kulit. Keratosis
seboroik adalah tumor jinak yang berasal dari
proliferasi epidermal, sering dijumpai pada orang
tua dan biasanya asimtomatik. Keratosis seboroik
mempunyai sinonim nevus seboroik, kutil senilis,
veruka seboroik senilis, papiloma sel basal.
Veruka
Vulgaris : Bentuk ini paling sering
ditemui pada anak-anak tetapi dapat juga pada
orang dewasa dan orang tua.
Tempat predileksi utamanya adalah ekstremitas bagian
ekstensor.

o Acrochordon
(skin
tag)
:
Acrochordon memiliki sinonim skin
tag, fibroepitelial polips, fibroma pendularis, fibroepitelial papilloma. Merupakan
tumor epitel kulit yang berupa penonjolan pada permukaan kulit yang bersifat
lunak dan berwarna seperti daging atau hiperpigmentasi, melekat pada permukaan
kulit dengan sebuah tangkai dan biasa juga tidak bertangkai.

Dermatofibroma : Dermatofibroma merupakan suatu nodul yang


berasal dari mesodermal dan dermal.

Keloid
:
berlebihan yang
Kecenderungan
berwarna gelap.

Pembentukan
jaringan
parut
tidak sesuai dengan beratnya trauma.
timbul keloid lebih besar pada kulit

kurang lebih
keringat (sebacea),
tersebut.
Disebut
kelenjar

Kista Ateroma : Benjolan dengan bentuk yang


bulat dan berdinding tipis, yang terbentuk dari kelenjar
dan terbentuk akibat adanya sumbatan pada muara kelenjar
juga kista sebacea, kista epidermal. Sumbatan pada muara
sebacea, dapat disebabkan oleh infeksi, trauma
(luka/benturan), atau jerawat.

Kista

Kista Epidermoid : Berasal dari sel


epidermis yang masuk
ke jaringan subkutis akibat trauma tajam Sel-sel
tersebut
berkembang
kista dengan dinding putih tebal, bebas dari dasar berisi massa seperti bubur,
yaitu hasil keratinisasi, sebagian mengandung elemen rambut (pilar atau
trichilemmal cyst).

Dermoid : Sinonim dari penyakit ini kista dermoid


brankhiogenik.
Kista
dermoid
merupakan
kista yang berasal dari ektodermal,
dindingnya
dibatasi oleh epitel skuamosa berlapis dan berisi
apendiks
kulit
serta biasanya terdapat pada garis fusi embrional.

Keratoakantoma : Tumor kulit jinak yang berupa benjolan bulat


dan keras, biasanya berwarna seperti daging
dengan bagian tengah seperti kawah yang

mengandung bahan lengket. Diduga sinar matahari


memegang peran yang penting dalam
terjadinya
keratoakantoma.

atau
mengandung pigmen melanin.

Nevus Pigmentosus : Tumor yang berwarna hitam


hitam kecokelatan, karena sel melanosit

Xanthelasma : Bentuk yang paling sering ditemukan diantara xantoma, terdapat pada
kelopak mata, khas dengan papula/plak yang lunak
memanjang berwarna kuning-oranye, biasanya
pada kantus bagian dalam.

jaringan lemak yang berada di bawah


lobul masa lunak yang dilapisi oleh
fibrosa.

Lipoma : Tumor jinak


kulit yang tumbuh lambat, berbentuk
pseudokapsul tipis berupa jaringan

Jenis cairan yang digunakan dan cara menghitungnya


Kristaloid: Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan ke
dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang
memerlukan cairan segera. Contoh: Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
Koloid: Ukuran molekulnya cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran
kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat
menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contoh: albumin dan steroid.

Menghitung Tetesan Infus (ttpm)

Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena
yang dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus. Tindakan ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian
makanan.
Berasal dari Rumus Ttpm=

K x V
60 x t
K : Konstanta jika konstanta infus mikro = 60 dan infus makro = 20
V : (Volume) Jumlah cairan yang dibutuhkan (ml)
t : (time) Jumlah pemberian cairan (jam)
60: 60 menit untuk 1 jamnya
Pemberian kristaloid 3:1
Pemberian koloid 1:1
9

Jenis Luka secara umum dapat diklasifikasi sebagai berikut.

1.Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)


Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka
tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.

2.Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)


Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit
merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.

3.Vulnus Punctum (Luka Tusuk)


Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka
terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat.

4.Vulnus Contussum (Luka Kontusio)


Penyebab: benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat dari kerusakan
pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah (hematoma)
bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam terbentur dapat
menyebabkan akibat yang serius.

5.Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)


Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka
akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.

6.Vulnus Schlopetorum (Luka Tembak)

Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa tidak
teratur kadang ditemukan corpus alienum.

7.Vulnus Morsum (Luka Gigitan)


Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka
tergantung dari bentuk gigi.

8.Vulnus Perforatum (Luka Tembus)


Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau
proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.

9.Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)

Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi
tinggi, terdapat gejala pathom limb.

10.Vulnus Combustion (Luka Bakar)


Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan
berbagai derajat mulai dari lepuh (bula carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia

10 Macam- macam jahitan

Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan keadaan/ kondisi
luka dan tujuan penjahitan. Secara umum, teknik penjahitan dibedakan menjadi :
a. Simple Interupted Suture (Jahitan Terputus/Satu-Satu)
Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan apabila tidak ada teknik
penjahitan lain yang memungkinkan untuk diterapkan. Terbanyak digunakan karena
sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau bagian
tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan saling
menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan situasi. Cara jahitan terputus
dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah bila benang
putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di
tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakannya.
b. Running Suture/ Simple Continous Suture (Jahitan Jelujur)
Jahitan jelujur menempatkan simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul.
Bila salah satu simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini sangat
sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil kosmetik yang
baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar, dan sebaiknya tidak
dipakai untuk menjahit kulit.
c. Running Locked Suture (Jahitan Pengunci/ Jelujur Terkunci/ Feston)
Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur biasa, dikenal sebagai stitch
bisbol karena penampilan akhir dari garis jahitan berjalan terkunci. Teknik ini biasa
digunakan untuk menutup peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci bukan disimpul, dengan
simpul pertama dan terakhir dari jahitan jelujur terkunci adalah terikat.
d.

Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis)

Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang memerlukan kosmetik, untuk
menyatukan jaringan dermis/ kulit. Teknik ini tidak dapat diterapkan untuk jaringan luka
dengan tegangan besar. Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah jaringan
dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di dekat kedua
ujung luka. Hasil akhir pada teknik ini berupa satu garis saja.
e. Mattress Suture (Matras : Vertikal dan Horisontal)
Jahitan matras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras horizontal. Prinsip teknik
penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil akhir tampilan permukaan. Teknik ini sangat
berguna dalam memaksimalkan eversi luka, mengurangi ruang mati, dan mengurangi
ketegangan luka. Namun, salah satu kelemahan teknik penjahitan ini adalah penggarisan
silang.Risiko penggarisan silang lebih besar karena peningkatan ketegangan di seluruh luka
dan masuknya 4 dan exit point dari jahitan di kulit. Teknik jahitan matras vertical
dilakukan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka kemudian dilanjutkan dengan
menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena
didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.
Waktu yang dianjurkan untuk menghilangkan benang ini adalah 5-7 hari (sebelum
pembentukan epitel trek jahit selesai) untuk mengurangi risiko jaringan parut. Penggunaan
bantalan pada luka, dapat meminimalkan pencekikan jaringan ketika luka membengkak
dalam menanggapi edema pascaoperasi. Menempatkan/mengambil tusukan pada setiap
jahitan secara tepat dan simetris sangat penting dalam teknik jahitan ini.

11 Jelaskan definisi dan tindakan asepsis antisepsis


Definisi
Asepsis adalah keadaan bebas hama atau bakteri.
Tujuan
Untuk mengurangi resiko kontak dengan mikroorganisme patogen dan menciptakan lingkungan
kerja yang aman, baik untuk pasien maupun untuk orang-orang yang bekerja dalam bidang
kedokteran.
Fungsi
Mencegah masuknya mikrorganisme
Tindakan
Teknik Asepsis terdiri dari 3 dasar yaitu:

Mencegah masuknya mikroorganisme patogen dari luar masuk ke dalam tubuh


Mencegah penyebaran mikroorganisme
Upaya interupsi proses kontaminasi

Ruang lingkup asepsis


Asepsis terdiri dari asepsis medis dan asepsis bedah. Asepsis medis dimaksudkan untuk
mencegah penyebaran mikroorganisme. Contoh tindakan: mencuci tangan, mengganti linen,
menggunakan cangkir untuk obat. Obyek dinyatakan terkontaminasi jika mengandung atau
diduga mengandung patogen.
Asepsis bedah, disebut juga tehnik steril, merupakan prosedur untuk membunuh
mikroorganisme. Sterilisasi membunuh semua mikroorganisme dan spora, tehnik ini digunakan
untuk tindakan invasif. Obyek terkontaminasi jika tersentuh oleh benda tidak steril.
Prinsip-prinsip asepsis bedah adalah sebagai berikut:

Segala alat yang digunakan harus steril.


Alat yang steril akan tidak steril jika tersentuh
Alat yang steril harus ada pada area steril
Alat yang steril akan tidak steril jika terpapar udara dalam waktu lama
Alat yang steril dapat terkontaminasi oleh alat yang tidak steril
Kulit tidak dapat disterilkan.

Sterilisasi
adalah sebuah proses yang ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme, termasuk spora
dan merupakan tingkat tertinggi dari seluruh proses pemusnahan mikoroorganisme
Tujuan
Untuk membuat suatu obyek menjadi steril
Prinsip Sterilisasi
Terdapat 3 prinsip:
1

Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat
kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut.
Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan
antibiotik.
Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran.
Pemanasan
a Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung,
contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
b Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering
cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.
c Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air
lebih tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.
d Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf
Penyinaran dengan UV

Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk
membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior Safety Cabinet
dengan disinari lampu UV
Sterilisasi secara kimiawi biasanya menggunakan antiseptik antara lain alkohol

Tindakan
Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan adalah:
1

4
5
6

Presoaking, membersihkan instrumen dari material yang menempel. Jika material tidak
dapat langsung dibersihkan, letakkan instrumen pada cairan disinfektan atau deterjen
namun tidak boleh terlalu lama agar tidak terjadi korosi
Cleaning, membersihkan instrumen dari sisa debris dan cairan tubuh pasien, dilakukan
dengan 2 cara yaitu hand scrubbing dan ultrasonic cleansing. Hand scrubbing pada
dasarnya kontras terhadap salah satu prinsip kontrol infeksi, yaitu tidak boleh berkontak
langsung dengan permukaan yang terkontaminasi sebisa mungkin. Handsrubbing dapat
menimbulkan percikan air dan semburan udara yang dapat menimbulkan infeksi, dan
dapat merusak instrumen. Hal tersebut dapat dihindari dengan menyikat instrumen di
dalam air, kemudian dibilas dengan air mengalir.
Corrosion control and lubrication, instrumen yang disterilkan dengan dry heat, zat kimia
dan gas ethylene oxide harus dibungkus terlebih dahulu. Keadaan instrumen yang kering
dapat mengurangi kemungkinan korosi dan rusaknya pembungkus instrumen.
Packaging, dilakukan terutama agar instrumen tetap terlindungi pasca-sterilisasi
Sterilization
Sterilization monitoring, dapat dilakukan dengan indikator kimia (perubahan warna) dan
indikator biologis (tes spora). Indikator kimia hanya mengetahui bahwa benda telah
terekspos panas, uap maupun zat kimia, tetapi tidak dapat menganalisa adanya
pemusnahan bakteri dan spora.

Metode
Metode sterilisasi
Pemanasan:
1

Pemanasan Basah
Mensterikan peralatan dengan cara merebus didalam air sampai mendidih (1000C) dan
ditunggu antara 15 sampai 20 menit. Digunakan untuk mensterilkan: instumen operasi
terutama dari logam tahan karat, kateter karet atau logam, alat-alay dari plastik atau kaca
tahan panas, kain kasa dan tuffer yang akan digunakan.
Pemanasan kering
Mensterikan peralatan dengan oven dengan uap panas tinggi, digunakan oven, dengan
temperatur 170oC (160-180oC) dalam waktu 1-2 jam. Digunakan untuk mensterilkan alat
bedah (pisau atau gunting dibungkus agar tidak tumpul), kaca tahan panas (pyrex), kasa,
doek, laken, dan jas operasi.
Flamber

Dengan membakar dengan spiritus atau alkohol 96%. Bahan bakar harus cukup untuk
memberi nyala minimum selama 5 menit. Cara ini mudah dikerjakan sehingga cocok
untuk keadaan darurat. Digunakan untuk tempat peralatan yang telah disterilkan, kom
atau bekken, dan alat-alat operasi, bila akan digunakan mendesak.
Autoklaf
Mensterikan peralatan dengan uap panas didalam autoclave dengan suhu 120oC dan
tekanan 750 mmHg selama 10-15 meni. Digunakan untuk kain kasa, doek, dan jas
operasi.

Kimiawi:
Mensterikan peralatan dengan menggunakan bahan kimia seperti alkohol, sublimat, uap
formalin, khususnya untuk peralatan yang cepat rusak bila kena panas. Misalnya sarung tangan,
kateter, dan lain-lain. Penyimpanan dari alat-alat yang steril. Setelah sterilisasi, instrumen harus
tetap steril hingga saat dipakai.
1

Gas ethylene oxide (EO) merupakan salah satu metode sterilisasi terhadap benda yang
mudah terpengaruh panas dan kelembaban. EO mempunyai sifat toksik, mudah terbakar,
dan bisa meledak, sehingga harus digunakan dengan hati-hati. Benda yang telah
disterilkan dengan EO harus diangin-anginkan
Tablet Formalin. Dengan memanfaatkan uap tablet formalin. Tablet formalin dibungkus
dengan kain kasa, alat, dan tablet formalin yang telah dibungkus kasa dimasukkan ke
dalam wadah/tempat yang tertutup rapat minimum selama 24 jam. Digunakan untuk
mensterilkan sarung tangan operasi, kateter balon, dan kasa.
Larutan Antiseptik. Dilakukan dengan cara membilas atau merendam alat. Digunakan
untuk instrumen bedah, alat-alat tajam, dan kateter.

Radiasi
Radiasi, dapat dilakukan dengan sinar infra merah, diberikan terhadap materi yang tidak
dapat disterilkan dengan panas atau zat kimia. Energi radiasi ini dapat membunuh
mikroorganisme. Digunakan untuk mensterilkan tabung suntik plastik, sarung tangan, kateter
foley, infus set, selang sonde, dan kamar operasi.
Antiseptik
adalah zat-zat yang dapat membunuh atau menhambta pertumbuhan kuman.
Penggunaan:
1 Membebaskan kulit dari bakteri sebelum operasi untuk mencegah infeksi
2 Mencuci tangan sebelum operasi untuk mencegah infeksi silang.
3 Mencuci luka, terutama pada luka kotor.
4 Sterilisasi alat bedah.
5 Mencegah infeksi pada perawatan luka.
6 Untuk irigasi daerah-daerah terinfeksi.

Mengobati infeksi lokal

Jenis-jenis Antiseptik
1 Alkohol
2 Halogen dan senyawanya
Yodium
Providon Yodium (Polyvinyl Pyrrolidone Iodine)
Yodoform (obat kuning)
Klorheksidin
3 Oksidansia
Kalium permanganat
Perhidol
4 Logam berat dan garamnya:
Merkuris klorida (sublimat)
Merkukrom
5 Asam:
Asam borat
6 Turunan Fenol:
Trinitrofenol (asam fikrat)
Heksaklorofen (phisoHex)
7 Basa amonium kuartener (quats)

Anda mungkin juga menyukai