Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN MENGENAI AEDES AEGYPTI


Bab 2 menguraikan beberapa konsep dasar berupa teori maupun metode
yang menjadi acuan dalam penelitian, seperti: nyamuk aedes aegypty, siklus hidup
nyamuk, morfologi nyamuk, penyakit demam berdarah, model kompartemen,
analisis sensitivitas, dan analisis regresi.

2.1 Nyamuk Aedes Aegypti


2.1.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes Aegypti
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue
penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Aedes aegypti juga merupakan
pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini
sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa
virus dengue, Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vector), dan
bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue [13].
Spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus keduanya termasuk Genus Aedes
dari Famili Culicidae. Berdasarkan taxonominya nyamuk Aedes aegypti termasuk ke
dalam Kingdom: Animalia, Philum: Arthropoda, Kelas: Insekta, Ordo: Diptera,
Family: Culicidae, Genus: Aedes. Secara morfologis nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus sangat mirip. Akan tetapi keduanya dapat dibedakan dari strip

putih yang terdapat pada bagian skutumnya, seperti dapat dilihat pada gambar 2.1
[6]. Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa skutum Aedes aegypti berwarna hitam
dengan dua strip putih sejajar di bagian punggung (dorsal) tengah yang diapit oleh
dua garis lengkung berwarna putih. Sementara itu, skutum Aedes albopictus juga
berwarna hitam, namun hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya.

Gambar 2.1 Karakteristik nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus


Sumber: Suparta [6]

2.1.2 Siklus Nyamuk Aedes Aegypti


Nyamuk Aedes aegypti memiliki siklus hidup sempurna. Siklus hidup
nyamuk ini terdiri dari empat fase, mulai dari telur, larva, pupa dan kemudian
menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur pada permukaan
air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu
dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat
empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari
instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4,

larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan
selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan
dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 8 hingga 10 hari, namun
dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung [13].

Gambar 2.2 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti.


Sumber: M. Sivnathan [12]

10

2.1.3 Morfologi Aedes Aegypti


a. Aedes Aegypti Dewasa
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh
berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis
putih keperakan. Di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung
vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Pada umumnya,
sisik-sisik pada tubuh nyamuk mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan
identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap
berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang
diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki
perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina
dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini
dapat diamati dengan mata telanjang. Aedes aegypti bentuk domestik lebih pucat dan
hitam kecoklatan.

11

Gambar 2.3 Morfologi Aedes aegypti dewasa


Sumber: Suparta [6]

.
b. Telur Aedes Aegypti
Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir
telur dengan ukuran sekitar 0,7 mm per butir. Ketika pertama kali dikeluarkan oleh
induk nyamuk, telur Aedes aegypti berwarna putih dan lunak. Telur tersebut
kemudian menjadi berwarna hitam dan keras. Telur tersebut berbentuk ovoid yang
meruncing dan selalu diletakkan satu per satu, seperti dapat dilihat pada gambar 2.4.
Induk nyamuk biasanya meletakkan telurnya di dinding tempat penampungan air,
seperti gentong, lubang batu dan lubang pohon di atas garis air.

Gambar 2.4 Telur Aedes aegypti


Sumber: M. Sivnathan [12]

Telur Aedes aegypti dapat bertahan pada kondisi kering pada waktu dan
intensitas yang bervariasi hingga beberapa bulan. Jika tergenang dalam air, beberapa
telur mungkin menetas dalam beberapa menit, sedangkan yang lain mungkin
membutuhkan waktu lama terbenam dalam air. Penetasan telur berlangsung dalam

12

beberapa hari atau minggu. Telur-telur Aedes aegypti dapat berkembang pada habitat
kontainer kecil yang rentan terhadap kekeringan. Bertahan dalam kekeringan dan
kemampuan telur Aedes aegypti untuk menetas dapat menimbulkan masalah dalam
pengendalian tahap immatur. Telur Aedes aegypti paling banyak diletakkan pada
ketinggian 1,5 cm diatas permukkan air, dan semakin tinggi dari permukaan air atau
semakin mendekati permukaan air jumlahnya semakin sedikit.

c. Larva Aedes Aegypti


Larva Aedes aegypti memiliki sifon yang pendek, dan hanya ada sepasang
sisik subsentral yang jaraknya lebih dari bagian dari pangkal sifon. Ciri-ciri
tambahan yang membedakan larva Aedes aegypti dengan genus lain adalah
sekurang-kurangnya ada tiga pasang setae pada sirip ventral, antena tidak melekat
penuh dan tidak ada setae yang besar pada toraks. Ciri ini dapat membedakan larva
Aedes aegypti dari umumnya genus Culicine, kecuali Haemagogus dari Amerika
Selatan. Larva Aedes aegypti. bergerak aktif, mengambil oksigen dari permukaan air
dan makan pada dasar tempat perindukan.

Gambar 2.5 Larva Aedes aegypti


13

Sumber: Suparta [6]

d. Pupa Aedes Aegypti


Stadium pupa atau kepompong merupakan fase akhir siklus nyamuk dalam
lingkungan air. Stadium ini membutuhkan waktu sekitar 2 hari pada suhu optimum
atau lebih panjang pada suhu rendah. Pada fase ini adalah periode waktu atau masa
tidak makan dan sedikit bergerak. Pupa biasanya mengapung pada permukaan air di
sudut atau tepi-tepi tempat perindukan. Gambar 2.5 merupakan gambar pupa Aedes
aegypti.

Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti


Sumber: M. Sivnathan [12]

Ketika pertama kali muncul, pupa Aedes aegypti berwarna putih, akan tetapi
dalam waktu singkat pigmennya berubah. Pupa Aedes aegypti berbentuk koma dan
juga dikenal dengan istilah tumblers.

14

e. Lingkungan Tempat Hidup Nyamuk Aedes Aegypti


Secara bioekologis spesies nyamuk Aedes aegypti mempunyai dua habitat,
yaitu: perairan untuk fase pradewasanya (telur, larva, dan pupa), dan daratan atau
udara untuk nyamuk dewasa [8]. Walaupun habitat nyamuk dewasa di daratan atau
udara, akan tetapi nyamuk ini juga mencari tempat di dekat permukaan air untuk
meletakkan telurnya. Bila telur yang diletakkan nyamuk tersebut tidak mendapat
sentuhan air atau kering, telur tersebut masih mampu bertahan hidup antara 3 bulan
sampai satu tahun. Masa hibernasi telur-telur itu akan berakhir atau menetas bila
sudah mendapatkan lingkungan yang cocok pada musim hujan untuk menetas.
Terlur nyamuk akan menetas antara 3 4 jam setelah mendapat genangan air
menjadi larva. Habitat larva yang keluar dari telur tersebut hidup mengapung di
bawah permukaan air. Perilaku hidup larva tersebut berhubungan dengan upayanya
menjulurkan alat pernafasan yang disebut sifon, menjangkau permukaan air guna
mendapatkan oksigen untuk bernafas. Habitat seluruh masa pradewasanya dari telur,
larva dan pupa hidup di dalam air walaupun kondisi airnya sangat terbatas
Aedes aegypti lebih menyukai tempat di dalam rumah penduduk, berbeda
dengan Aedes albopictus yang lebih menyukai tempat di luar rumah penduduk, yaitu
hidup di pohon atau kebun atau kawasan pinggir hutan. Di dalam rumah Aedes
aegypti seringkali hinggap pada pakaian yang digantung untuk beristirahat dan
bersembunyi, menantikan saat tepat inang datang untuk mengisap darah. Informasi
tentang habitat dan kebiasaan hidup nyamuk tersebut sangat penting untuk
mempelajari dan memetakan keberadaan populasinya untuk tujuan pengendaliannya
baik secara fisik-mekanik, biologis maupun kimiawi. Dengan demikian, sarang telur
Aedes aegypti paling banyak ditemukan di wadah air rumah tangga buatan manusia.
15

Nyamuk Aedes aegypti betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah
dalam waktu 24 - 36 jam. Darah merupakan sumber protein yang penting untuk
mematangkan telur nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti sangat antropofilik, walaupun
ia juga bisa makan dari hewan berdarah panas lainnya. Sebagai hewan diurnal,
nyamuk betina memiliki dua periode aktivitas menggigit. Pertama di pagi hari
selama beberapa jam setelah matahari terbit, dan kedua, di sore hari selama beberapa
jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit yang sebenarnya dapat beragam
bergantung lokasi dan musim. Jika masa makannya terganggu, Aedes aegypti dapat
menggigit lebih dari satu orang. Perilaku ini semakin memperbesar proses
penyebaran epidemi. Dengan demikian, bukan hal yang luar biasa jika beberapa
anggota keluarga yang sama mengalami penyakit ini yang terjadi dalam 24 jam,
memperlihatkan bahwa mereka terinfeksi nyamuk infektif yang sama. Aedes aegypti
biasanya tidak menggigit di malam hari, tetapi akan menggigit saat malam di kamar
yang terang.
Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa
faktor, termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah dengan jarak kurang lebih
100 meter dari lokasi kemunculan. Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata rata lama hidup hanya delapan hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup
lebih panjang, resiko penyebaran virus semakin besar.
Nyamuk sebagai vektor dapat terinfeksi jika ia mengisap darah manusia yang
mengandung virus. Pada kasus DF/DHF, veraemia dalam tubuh manusia dapat
terjadi 1 2 hari sebelum mulai demam dan berlangsung kurang lebih selama lima
hari setelah mulai demam. Setelah masa inkubasi instrinsik selama 10 12 hari,
virus berkembang menembus usus halus untuk menginfeksi jaringan lain di dalam
16

tubuh nyamuk, termasuk kelenjar ludah nyamuk. Jika nyamuk itu menggigit orang
yang rentan lainnya setelah kelenjar ludahnya terinfeksi, nyamuk itu akan
menularkan virus dengue ke orang tersebut melalui suntikan air ludahnya.
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata hidup hanya delapan hari.
Selama musim hujan, saat bertahan hidup lebih panjang resiko penyebaran lebih
besar. Besarnya pH air yang ada di sekitar masyarakat cukup bervariasi tergantung
pada jenis air serta letak geografis. Telur relatif lebih cepat menjadi nyamuk pada
pH netral (6;6,5;7) dibandingkan pada pH asam dan basa. Jumlah telur paling
banyak ditemukan pada pH 6,5 dan 7. Pada keadaan optimal yaitu cukup makanan
dan suhu air 250C-270C, perkembangan larva selama 6-8 hari. Bila suhu air lebih
dari 280C atau kurang dari 240C, perkembangan larva menjadi lama, larva mati pada
suhu kurang dari 100C atau lebih dari 400C. Pencahayaan ruangan dapat
mempengaruhi pertumbuhan larva Aedes aegypti. Larva dapat berkembang biak
pada pencahayaan kurang dari 85 lux. Sedangkan di atas 85 lux larva Aedes aegypti
pertumbuhan akan terhambat dan akhirnya akan mati.
Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang hidup dan ditemukan di
negara-negara yang terletak antara 350 Lintang Utara dan 350 Lintang Selatan pada
temperatur udara paling rendah sekitar 100C. Pada musim panas, spesies ini kadangkadang ditemukan di daerah yang terletak sampai sekitar 450 Lintang Selatan. Selain
itu ketahanan spesies ini juga tergantung pada ketinggian daerah yang bersangkutan
dari permukaan laut. Aedes aegypti dapat ditemukan pada ketinggian antara 0 1000
m diatas permukaan laut. Ketinggian yang rendah (<500 m) memiliki tingkat
kepadatan populasi yang sedang sampai berat, sedangkan di daerah pegunungan
(>500m) kepadatan populasi rendah. Batas ketinggian penyebaran Aedes aegypti di
17

kawasan Asia Tenggara berkisar 1000 1500 m. Dengan ciri highly antropophilic
dan kebiasaan hidup di dekat manusia. Aedes aegypti dewasa menyukai tempat
gelap yang tersembunyi di dalam rumah sebagai tempat beristirahatnya. Nyamuk ini
merupakan vector efisien bagi arbovirus Ae aegypti juga mempunyai kebiasaan
mencari makan (menggigit manusia untuk dihisap darahnya) sepanjang hari
terutama antara jam 08.00-13.00 dan antara jam 15.00-17.00. Sebagai nyamuk
domestik di daerah urban, nyamuk ini merupakan vector utama (95%) bagi
penyebaran penyakit DBD. Jarak terbang spontan nyamuk betina jenis ini terbatas
sekitar 30-50 meter per hari. Jarak terbang jauh biasanya terjadi secara pasif melalui
semua jenis kendaraan termasuk kereta api, kapal laut dan pesawat udara.

2.2 Demam Berdarah Dengue


2.2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue
Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat Indonesia yang semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti [3][4][13].
Masa inkubasi penyakit DBD, yaitu periode sejak virus dengue menginfeksi
manusia hingga menimbulkan gejala klinis, antara 3-14 hari, rata-rata 4-7 hari.
Penyakit DBD tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi
infektif bagi nyamuk pada saat viremia, yaitu beberapa saat menjelang timbulnya
demam hingga saat masa demam berakhir, biasanya berlangsung selama 3-4 hari.
DBD adalah penyakit demam virus akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti disebabkan oleh virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, yang dapat
18

menimbulkan gejala klinis seperti demam tinggi, timbul bintik-bintik merah pada
kulit, perdarahan pada hidung dan gusi, lemah dan lesu, kadang-kadang disertai
dengan shock karena tekanan darah menurun menjadi 20mmHg atau kurang [1].
2.2.2 Penyebab Demam Berdarah Dengue
Nyamuk demam berdarah biasanya akan terinfeksi virus dengue saat
menghisap darah dari penderita yang berada dalam fase demam akut. Bila penderita
tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk
ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar
di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Setelah masa
inkubasi ekstrinsik selama 8-10 hari, kelenjar air liur nyamuk menjadi terinfeksi dan
virus disebarkan ketika nyamuk yang terinfeksi menggigit dan menginjeksikan air
liur ke luka gigitan pada orang lain. Setelah masa inkubasi pada tubuh manusia
selama 3-4 hari (rata-rata 4-6 hari), sering kali terjadi awitan mendadak penyakit ini
yang ditandai dengan demam, sakit kepala, hilang nafsu makan, dan berbagai tanda
serta gejala non spesifik lain termasuk mual, muntah dan ruam kulit.

2.2.3 Perantara Demam Berdarah Dengue


Penularan DBD terjadi dari gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopictus betina yang sebelumnya membawa virus dalam tubuhnya dari penderita
demam berdarah lainnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup di sekitar rumah dan sering
menggigit manusia pada waktu pagi dan siang hari. Populasi nyamuk Aedes aegypti
biasanya meningkat pada waktu musim penghujan, karena sarang-sarang nyamuk
akan terisi air hujan. Peningkatan populasi ini akan berarti meningkat kemungkinan
bahaya penyakit DBD di daerah endemis. Daerah endemis adalah daerah yang
19

rawan bersarang nyamuk karena penyebaran nyamuk di daerah endemis


kemungkinan akan semakin meningkat [3].
Tempat perkembangan nyamuk Aedes aegypti adalah penampungan air di
dalam atau disekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidakmelebihi jarak
500 meter dari rumah. Tempat perkembangbiakan nyamuk berupa genangan air
yang tertampung di suatu tempat atau bejana. Nyamuk ini tidak berkembangbiak di
genangan air yang lansung berhubungan dengan tanah [3]. Jenis tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti menurut Departemen Kesehatan RI [3]
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, seperti bak mandi,
drum, tempayan, ember, gentong, dan lain-lain.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat
minum burung, vas bunga, kaleng, botol, ban bekas, dan plastiK bekas.
c. Tempat penampungan alamiah, seperti lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, dan pohon bambu.

2.2.4 Tanda dan Gejala Demam Berdarah Dengue


Tanda dan gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan mendadak
panas meningkat selama 2-7 hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38 C
40 C, terjadi penularan pada hidung dan gusi, rasa sakit pada otot dan persendian,
timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah, kadangkadang disertai dengan shock karena tekanan darah menurun menjadi 20mmHg atau
kurang. Tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah, manifestasi
perdarahan, dengan bentuk uji tourniquet positif puspura perdarahan, konjungtiva,
20

epitaksis, dan melena, dan gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia,
lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang, dan sakit kepala.
Derajat berat penyakit DBD secara klinis dibagi menjadi 4 derajat yaitu Derajat I
ditandai dengan demam disertai gejala klinis lain tanpa perdarahan spontan, Derajat
II ditandai dengan derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat
lain, Derajat III, ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari
(tanda-tanda dini renjatan), dan Derajat IV, ditandai dengan renjatan berat (DSS)
dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

2.2.5 Pengendalian Nyamuk Aedes Aegypti


Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan
di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah penderita serta semakin luas
penyebaran sejalan dengan meningkatnya kepadatan penduduk. Vektor yang paling
penting dari virus dengue adalah nyamuk Aedes aegypti yang menjadi target utama
aktivitas serveilens dan pengendalian. Spesies lain yang harus dipertimbangkan
sebagai pengendali vektor hanya jika terdapat bukti yang dapat dipercaya bahwa
nyamuk tersebut secara epidemologi berperan signifikan dalam penyebaran infeksi
dengue.
Pengendalian vektor merupakan satu-satunya cara yang harus dilakukan
dalam upaya pencegahan dan pengendalian DBD untuk tujuan memutus mata rantai
penularan DBD karena sampai saat ini obat antivirus dengue dan vaksin untuk DBD
belum ditemukan. Pengendalian vektor DBD tersebut antara lain, pengendalian
secara biologis, pengendalian secara kimia, dan pengendalian secara fisik.
21

2.3 Model Kompartemen


Model kompartemen (ruang kamar) seringkali digunakan untuk menjelaskan
perpindahan material dalam sistem biologi [9]. Sebuah model kompartemen terdiri
dari sejumlah kompartemen, masing-masing berisi campuran bahan material.
Pertukaran material dari satu ruang ke ruang lainnya mengikuti aturan tertentu.
Model kompartemen digambarkan dengan sejmulah kotak dan garis keterkaitan
antar kompartemen. Setiap kompartemen atau kotak dapat memiliki sejumlah
keterkaitan yang masuk ke dalam kompartemen dan yang keluar dari kompartemen.
Bahan material dapat mengalir dari suatu kompartemen ke kompartemen lainnya.
Suatu kompartemen dapat bertambah materialnya karena ada material yang masuk
ke dalam kompartemen, dan sebuah kompartemen dapat berkurang materialnya
karena ada material yang keluar dari kompartemen tersebut.
Model kompartemen dapat juga merepresentasikan sistem ekologi dimana
material dapat berupa energi, kompartemen dapat merepresentasikan spesies
binatang dan tumbuhan yang berbeda, dan aliran antara kompartemen dapat
menjelaskan jumlah asupan dan kehilangan makanan dalam bentuk energi. Dalam
kasus ini, persamaan dasar dapat dibangun untuk menjelaskan konservasi energi.
Model kompartemen juga muncul dalam bidang fisiologi, dimana material dapat
berupa oksigen yang dipindahkan dengan darah antar organ dalam tubuh.

2.4 Analisis Sensitivitas

22

Ketika suatu model kompartemen diturunkan, tidak semua model dan


kondisi awalnya dapat diketahui secara presisi. Oleh karena itu, penting untuk
menginvestigasi sensitivitas parameter-parameter dan kondisi-kondisi awal. Ini
dapat dilakukan dengan cara mengubah setiap parameter dan mencatat hasilnya.
Parameter-parameter yang dipilih adalah parameter yang dipertimbangkan akan
mempengaruhi perilaku model, atau estimasinya didasarkan pada informasi yang
tidak pasti daripada parameter-parameter lainnya. Modifikasi nilai setiap kelompok
parameter dalam analisis sensitivitas ini dilakukan secara terpisah dengan cara
menaikkan atau menurunkan, misalnya plus atau minus 10% atau 25%, dan melihat
pengaruhnya ketika model dijalankan. Identifikasi parameter-parameter yang ketika
nilainya berubah, secara signifikan mempengaruhi perilaku model, seperti dapat
dilihat pada contoh model populasi sederhana di atas.

2.5 Analisis Regresi Sederhana


Analisis regresi merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk
melihat keeratan hubungan antara dua variabel dan besarnya pengaruh suatu variabel
terhadap variabel yang lain. Analisis regresi berbeda dengan analisis korelasi. Pada
analisis korelasi yang dilihat hanya besar-kecilnya hubungan dan arahnya, tanpa
melihat hubungan sebab akibat. Sedangkan dalam analisis regresi selain melihat
keeratan hubungan antara dua variabel, juga melihat bagaimana suatu (sejumlah)
variabel mempengaruhi variabel yang lain. Oleh karena itu, dalam analisis regresi
ada variabel yang menjadi sebab dan ada variabel yang menjadi akibat.
Analisis regresi juga dapat dipergunakan untuk menduga nilai suatu variabel
kalau variabel yang lain diketahui. Model regresi dinyatakan dengan persamaan
23

matematika yang bersifat baku ditambah dengan suatu unsur kekeliruan


(galat/error), sehingga menjadi model statistik.
Model regresi dapat dikelompokkan menjadi regresi sederhana dan regresi
berganda. Model regresi sederhana bertujuan untuk mempelajari hubungan antara
dua variabel, dinyatakan dalam bentuk persamaan (2.1).

y = a + bx
dimana

(2.1)

y adalah variabel tak bebas (terikat)


x adalah variabel bebas
a adalah penduga bagi intersep
b adalah penduga bagi koefisien regresi

Rumus yang dapat digunakan untuk mencari a dan b adalah


a=

Y b X

b=

N.( XY ) X Y

.N.

= Y bX

.N. X 2 ( X )2

(2.2)

(2.3)

dengan
X i = Rata-rata skor variabel X
Yi = Rata-rata skor variabel Y

24

Anda mungkin juga menyukai