Referat Abortuss Fix
Referat Abortuss Fix
PENDAHULUAN
Kehidupan merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dihormati oleh setiap manusia. Abortus (keguguran/gugur kandungan) dapat terjadi dimana saja,
baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang, dapat terjadi kapan saja, dan
dapat dilakukan oleh berbagai kalangan. Abortus dapat terjadi karena sebab-sebab alamiah, yakni
terjadi dengan sendirinya bukan karena perbuatan manusia (abortus spontanea), dapat pula
terjadi karena dibuat/disengaja (abortus provokatus).
Abortus provokatus selalu menjadi perbincangan, baik dalam forum resmi maupun tidak
resmi yang menyangkut bidang kedokteran, hukum maupun disiplin ilmu lain. Alasan abortus
provokatus sebagian besar adalah karena kehamilan yang tidak dikehendaki. Hal ini merupakan
fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Berbicara mengenai abortus,
tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia, sebab abortus erat kaitannya dengan wanita
dan janin yang ada dalam kandungan. Keprihatinan pada kejadian abortus provokatus bukan
tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek
negatif baik untuk diri pelaku mapun pada masyarakat luas.
Abortus provokatus memiliki sejarah panjang dan telah dilakukan dengan berbagai metode
termasuk natural atau herbal, obat-obatan kimiawi, penggunaan alat-alat tajam, ataupun dengan
prosedur operasi dengan teknologi yang canggih. Legalitas, normalitas, budaya dan pandangan
mengenai abortus provokatus secara substansial berbeda di seluruh negara. Di banyak negara di
dunia, isu ini adalah permasalahan menonjol dan memecah belah publik atas kontroversi etika
dan hukum. Abortus provokatus dan masalah yang berhubungan dengan hal ini menjadi topik
menonjol dalam politik nasional di banyak negara seringkali melibatkan gerakan menentang
abortus pro-kehidupan dan pro-pilihan atas abortus provokatus di seluruh dunia. Adanya
pertentangan baik secara moral, kemasyarakatan, agama dan hukum membuat abortus
provokatus menjadi suatu permasalahan yang mengandung kontroversi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Abortus adalah suatu proses kehamilan yang terhenti atau pengeluaran hasil konsepsi
(pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, yaitu pada
umur kehamilan di bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang.
Sedangkan menurut Llewollyn & Jones (2002), definisi abortus adalah keluarnya janin
sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai 22 minggu dan beratnya
kurang dari 500 gram. WHO merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi telah mencapai
22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih.
Dari aspek kedokteran forensik, yang diartikan dengan abortus adalah pengeluaran hasil
konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai
(38-40 minggu).
Abortus provokatus merupakan istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan
kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh. Selanjutnya, menurut WHO, abortus yang tidak aman (unsafe
abortion) adalah abortus yang dilakukan dengan menggunakan metode yang berisiko tinggi,
bahkan fatal, dilakukan oleh orang tidak terlatih atau tidak terampil serta komplikasinya yang
merupakan penyebab langsung kematian wanita usia reproduksi. Dengan demikian, ada tiga
kriteria abortus yang tidak aman, yaitu metode berisiko tinggi, dilakukan oleh orang yang tidak
terlatih dan komplikasinya merupakan penyebab langsung kematian ibu.
EPIDEMIOLOGI
Dari hasil World Fertility Survey tahun 1987, diketahui bahwa di seluruh dunia ada sekitar
300 juta pasangan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi, tetapi tidak menggunakan
alat kontrasepsi apapun. Mereka adalah kelompok yang sangat berisiko untuk mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan. Keadaan seperti ini paling mencolok ditemukan di negaranegara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, yang tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan jasa
abortus sangat rendah. Program Keluarga Berencana di Afrika, Asia, dan Amerika latin secara
berturut-turut hanya mampu mencakup 23%, 43%, dan 57% dari para pasangan yang tidak
menginginkan anak tersebut.
Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan dalam jumlah yang besar juga terjadi pada
kelompok remaja. Para remaja yang dihadapkan pada realitas pergaulan bebas masyarakat
modern tidak dibekali dengan pengetahuan tentang fisiologi reproduksi dan perilaku seksual
yang benar. Berdasarkan data WHO, diketahui bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya
diperkirakan ada sekitar 15 juta remaja yang mengalami kehamilan. Sekitar 60% di antaranya
tidak ingin melanjutkan kehamilan tersebut dan berupaya mengakhirinya.
Di dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan
kehamilannya melakukan abortus atau sekitar 40-70 kasus abortus per 1000 wanita usia
reproduksi. Sekitar 500.000 ibu di setiap tahunnya mengalami kematian yang disebabkan oleh
kehamilan dan persalinan serta sekitar 30-50% diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus
yang tidak aman. Yang lebih memprihatinkan, sekitar 90% dari kematian tersebut terjadi di
negara berkembang, termasuk Indonesia, yang jumlah dan penyebaran fasilitas pelayanan
kesehatan profesionalnya masih relatif kecil dan tidak merata. Di wilayah Asia tenggara, WHO
memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta
terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan
antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa
masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.
Di Tunisia yang melegalkan tindakan abortus, sekitar 33% kejadian abortus masih
tergolong sebagai abortus yang tidak aman. Di Zambia yang mengizinkan pelaksanaan abortus
dengan mempertimbangkan alasan sosial yang luas, sebagian besar ibu yang melakukan tindakan
abortus tidak memenuhi persyaratan profesional. Dalam hal ini, kelonggaran yang diberikan
terhadap abortus tidak diikuti dengan kemudahan sistem administrasi penyelenggaraannya.
Misalnya, setiap abortus yang akan dilakukan harus mendapat persetujuan 3 orang dokter, yang
salah satunya adalah dokter spesialis.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di 19 negara Amerika Latin, setiap tahun
dilakukan sekitar 34 juta abortus atau sebesar 45 per 100 wanita usia produktif. Di Chili, sekitar
10-30% tempat tidur di bangsal kebidanan dan kandungan diisi oleh wanita yang mengalami
komplikasi abortus.
Dari Zimbabwe, Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh kematian ibu berhubungan
dengan abortus. Sementara di Tanzania dan Adis Adaba, masing-masing sebesar 21% dan 54%.
Hal ini diperkirakan merupakan bagian kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai akibat
ketidakterjangkauan pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh kesenjangan informasi. Di
Mesir yang mayoritas berpenduduk muslim, penduduk yang berpeluang untuk melakukan
abortus dinyatakan sangat kecil. Di Irak, perawatan kasus abortus dan komplikasinya dikatakan
melebihi perawatan persalinan. Di daerah pedesaan Libanon, pada tahun 1961 diketahui bahwa
0,2% kehamilan diakhiri dengan abortus, sementara di perkotaan 8-14%.
Meskipun status abortus di negara-negara Asia umumnya ilegal, insiden abortus umumnya
dianggap tinggi. Di Korea, pada 1978 insidens abortus ditemukan sebesar 235 per 1000 wanita
yang berkeluarga yang berusia 15-44 tahun. Di Thailand yang mengizinkan abortus secara
terbatas, didapatkan angka 37 per 1000 wanita usia reproduktif dan ratio 245 per 1000 kelahiran
hidup. Di Singapura, pada 1981 dilaporkan insiden abortus 28,4 per 1000 wanita usia reproduktif
dan rasio 371 per 1000 kelahiran hidup. Di India yang melegalkan aborsi tapi dengan fasilitas
pelayanan yang tidak merata, ditemukan angka 55 per 1000 wanita usia 15-44 tahun.
JENIS-JENIS ABORTUS
Jenis abortus menurut terjadinya:
Abortus spontanea Peristiwa gugur kandungan yang terjadi dengan sendirinya tanpa
adanya pengaruh dari luar baik faktor mekanis ataupun medisinalis (misal karena trauma
kecelakaan atau sebab-sebab alami). Abortus spontan ini dibagi menjadi beberapa tipe
o Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada
tubuh seperti kanker payudara.
o Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
o Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
o Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik
dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, atau toksemia
gravidarum yang berat.
o Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll.
o Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
o Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
o Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini
sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.
b. Abortus provokatus kriminalis: Pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan
tanpa adanya indikasi medik (ilegal), baik oleh ibu maupun oleh orang lain dengan
persetujuan si ibu hamil. Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan
instrumen (alat) atau obat-obat tertentu. Sering abortus ini dilakukan oleh tenaga yang
tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang. Abortus ini disebut dengan abortus provokatus kriminalis karena di
dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Kurang lebih 40% dari semua
kasus abortus termasuk golongan ini.
Pelaku abortus provokatus kriminalis biasanya adalah:
o Wanita bersangkutan
o Dokter/ tenaga medis lain (demi keuntungan atau demi rasa simpati)
o Orang lain yang bukan tenaga medis yang karena suatu alasan tidak menghendaki
kehamilan seorang wanita
Bila pelakunya adalah wanita bersangkutan, sering timbul akibat yang tidak diinginkan,
sehingga sering pula harus berurusan dengan polisi. Sebaliknya bila dilakukan oleh tenaga
medis yang ahli biasanya tidak sampai berurusan dengan pihak berwajib, karena dikerjakan
dengan ahli, sehingga hampir selalu berhasil dengan baik tanpa efek sampingan.
Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib
janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal.
Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin
kemungkinan besar mengalami cacat fisik. Secara garis besar tindakan abortus sangat
berbahaya bagi ibu dan juga janin yaitu bisa menyebabkan kematian pada keduanya.
METODE ABORSI
Trimester Pertama
Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode
penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini. Mesin
penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat mulut rahim
yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan
menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan
ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan
dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat
perlu dijaga guna menghindari robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan
pendarahan hebat yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan
dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang
8
tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan
komplikasi paska-aborsi.11
Gambar 2. Metode Penyedotan dan Kuretase pade Aborsi Fetus Usia 9 Minggu
Metode D&C - Dilatasi dan Kuretase
Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk memasukkan
pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping dan diangkat,
sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya
metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan
perobekan rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini tidak sama dengan metode
D&C yang dilakukan pada wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim (seperti
pendarahan rahim, tidak terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara
lain robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.11
PIL RU 486
Masyarakat menamakannya "Pil Aborsi Perancis". Teknik ini menggunakan 2 hormon
sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi menginduksi kehamilan
usia 5-9 minggu. Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi
9
vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini, maka
janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada kunjungan kedua,
yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini diberikan suntikan hormon
prostaglandin, biasanya misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan
membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu
dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di
tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu
menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah
pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung.11
Suntikan Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan ke dalam
badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat sel-sel, seperti
pada kasus kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX
ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid - selaput yang menyelubungi
embrio yang juga merupakan cikal bakal plasenta. MTX menghancurkan integrasi dari
lingkungan yang menopang, melindungi dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena
kekurangan nutrisi, maka janin menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol
dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim.11
10
Gambar 5. Metode Dilatasi dan Evakuasi pada Aborsi Fetus Usia 23 Minggu
Metode Racun Garam (Saline)
11
Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat kandungan berusia
16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin. Jarum disuntikkan ke perut si
wanita dan 50-250 ml (kira-kira secangkir) air ketuban dikeluarkan, diganti dengan larutan
konsentrasi garam. Janin yang sudah mulai bernafas, menelan garam dan teracuni. Larutan
kimia ini juga membuat kulit janin terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu
jam, janin akan mati.11
Gambar 6. Janin Hasil Aborsi dengan Metode Racun Garam (dikutip dri kepustakaan 14 )
Obat obatan
Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan aborsi kecuali
diberikan dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil tersebut.Patut diingat
tidak ada satupun obat/kombinasi obat peroral yang mampu menyebabkan rahim yang sehat
mengeluarkan isinya tanpa membahayakan jiwa wanita yang meminumnya. Karena itulah
seorang abortir profesional tidak mau membuang-buang waktu/mengambil resiko melakukan
aborsi dengan menggunakan obat-obatan. Klasifikasi obat-obat yang digunakan adalah4 :
1
Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah nenas yang masih
mentah, madar juice, Buah Daucus carota).
Racun logam ( yang paling sering digunakan adalah cairan timah yang
mengandung oksida timah dan minyak zaitun).
Kekerasan Mekanik4
Tindakan kekerasan yang bersifat umum4 :
1
Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat, menunggang kuda, mendaki
gunung, berenang, naik turun tangga.
Merobek selaput amnion, yaitu dengan memasukkan benda tajam seperti kateter, jarum,
dll kedalam rongga uterus.
Penggunaan ganggang laminaria yang diameternya berukuran 0,4-0,5 cm. Ganggang ini
direndam dalam air dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Dengan demikian akan
menyebabkan robeknya selaput amnion dan terjadi aborsi.
Stik aborsi, yaitu berupa potongan kayu yang dibungkus dengan kain, kemudian
dicelupkan kedalam madar juice, arsen atau phelavai juice dan dimasukkan kedalam
ostium uteri. Hal ini akan menyebabkan kontraksi uterus dan aborsi.
13
Gambar 7.
Ilustrasi Berbagai
Lokasi
Metode Aborsi
Provokatus Pada Regio Pelvis Wanita
Gambar 8.
Distribusi
Metode-
metode Aborsi
di
Indonesia
KOMPLIKASI
1. Kematian segera (Immediate Death)
a. Vagal refleks, tanda utama sesak nafas, vagal refleks terjadi oleh karena karbon, serta
intervensi instrument atau penyuntikan cairan secara tiba-tiba yang mana cairan
tersebut dapat terlalu panas atau terlalu dingin.
b. Emboli udara/lemak
Emboli udara yang terjadi beberapa jam setelah tindakan, dimungkinkan udara yang
masuk dalam uterus tertahan di dalam sampai terjadi separasi plasenta yang membuka
14
Emboli cairan
b.
Perdarahan
c.
Septikemia
d.
Peritonitis generalisata
e.
f.
Tetanus
3. Kematian Paling Lambat ( Remote Death)
a.
b.
c.
d.
Endocarditis bacterial
e.
toksikologi,
untuk
mengetahui
adanya
obat/zat
yang
dapat
mengakibatkan abortus
d.
2.
Korban mati
Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin, sebaiknya (12-16 jam), pemeriksaan luar dilakukan
seperti biasa. Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan
aborsi serta interval waktu antara tindakan aborsi dan kematian.11
Pada pemeriksaan jenazah, Teare (1964) menganjurkan pembukaan abdomen sebagai
langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai penyebab
kematian korban. Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada pembedahan
jenazah, bila didapatkan cairn dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan
toksikologik.16
Pemeriksaan post mortem meliputi :
Tanda kekerasan
Tanda-tanda kehamilan.
Periksa alat-alat genitalia interna, apakah pucat, mengalami kongesti, atau adanya memar.
Uterus dan jaringan sekitarnya, diambil contoh jaringan untuk pemeriksaan. Apakah ada
pembesaran, krepitasi, luka, atau perforasi.
Uterus diiris mendatar dengan jarak antar irisan 1 cm untuk mendeteksi perdarahan yang
berasal dari bawah
Tes emboli udara dilakukan pada vena kava inferior dan jantung. Pemeriksaan
toksikologik dilakukan segera setelah tes emboli dengan mengambil darah dari jantung.
17
Gambar 11. Endometritis septik setelah aborsi ilegal. Bagian hemoragik pada serviks
menunjukkan tempat di mana instrumen dikaitkan pada kanalis servikalis.
18
Clostridium perferingens
setelah
aborsi ilegal
atas
pada
pengguguran
metode
yang
dalam
pengguguran
tersebut.6
Aborsi dengan obat-
obatan.
Adanya kehamilan
19
Ciri-Ciri Pertumbuhan
Hidung, telinga, jari mulai terbentuk (belum sempurna), kepala
menempel ke dada
Daun telinga jela, kelopak mata masih melekat, leher mulai
5
6
7
tipis sekali
Kulit lebih tebal, tumbuh bulu lanugo
Kelopak mata terpisah, terbentuk alis dan bulu mata, kulit keriput
Pertumbuhan lengkap/sempurna
Talus: 7 bulan
Femur: 8-9 bulan
Tibia: 9-10 bulan
Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai
dan Swiss.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia,
dan Yugoslavia.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan tanpa memperhatikan indikasiindikasi lainnya (Abortion on request atau Abortion on demand), seperti di Bulgaria,
Hongaria, USSR, Singapura.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan
bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India.
21
Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil
akibat perkosaan) seperti di Jepang.
Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan abortus atas
indikasi medik.
22
Apabila dilihat dari aspek hak asasi manusia, setiap orang berhak untuk hidup maupun
mempertahankan hidupnya, sehingga pengakhiran kandungan (aborsi) dapat dikualifikasikan
sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain paradigma yang
digunakan adalah paradigma yang mengedepankan hak anak (pro life).
Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak.
Abortus buatan atau abortus provokatus dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni:
1. Abortus buatan legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang
dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provokatus
therapeticus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk
menyelamatkan nyawa ibu. Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 15: 1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. 2) Tindakan medis
tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan
indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. Oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenanga n untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya; d. Pada
sarana kesehatan tertentu. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
Ayat (1): Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan
norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Ayat (2) Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan
diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan
janinnya terancam bahaya maut. Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan
tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk
melakukannya yaitu seorang dokter ahli kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan
23
penyakit kandungan. Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil
yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya. Butir d: Sarana kesehatan
tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai
untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3): Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara
lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan,
sarana kesehatan yang ditunjuk.
2. Abortus Provokatus Kriminalis (Abortus buatan ilegal)
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan atau
menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi
syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus golongan ini sering
juga disebut dengan abortus provocatus criminalis karena di dalamnya mengandung
unsur kriminal atau kejahatan. Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP):
PASAL 299: 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau denda paling banyak empat pulu ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah,
berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai
pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya
dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam
menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.
PASAL 346: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
PASAL 347: 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
24
PASAL 348: 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan
matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
PASAL 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
PASAL 535: Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa
diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu,
diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:
1.
Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang
2.
3.
diancam 15 tahun.
Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan
4.
dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam
25
prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang
kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 80: Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),
dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan ekonomi
memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus buatan. Begitu pula dengan
ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa alasan ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk
membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan. Ditinjau dari sudut pandang kesehatan,
abortus merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan
dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan
adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya abortus juga merupakan penyebab
kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis . Kematian ibu
yang disebabkan komplikasi abortus sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi sering
dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini abortus masih
merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak, abortus dianggap ilegal dan
dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian abortus, di lain
pihak abortus justru terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar
tentang terjadinya abortus di masyarakat, selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obatobatan peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan.
Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on
Population and Development/ICPD) di Kairo tahun 1994 dan Konferensi Wanita di Beijing
tahun 1995 menyepakati bahwa akses pada pelayanan abortus yang aman merupakan bagian dari
hak perempuan untuk hidup, hak perempuan untuk menerima standar pelayanan kesehatan yang
tertinggi dan hak untuk memanfaatkan kemajuan teknologi kesehatan dan informasi. Dengan
demikian, diperlukan perlindungan hukum dalam menyelenggarakan pelayanan abortus yang
26
aman untuk menjamin hak perempuan dalam menentukan fungsi reproduksi dan peran
reproduksi tubuhnya sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa dilegalkannya abortus aman di
sebuah negara justru berperan dalam menurunkan angka kejadian abortus itu sendiri. Mungkin
salah satunya karena efektivitas konseling pasca abortus yang mewajibkan pemakaian
kontrasepsi bagi mereka yang masih aktif seksual namun tidak ingin mempunyai anak untuk
jangka waktu tertentu. Selain itu juga ditunjang oleh efektivitas alat kontrasepsi itu sendiri yang
hampir mencapai 100% sehingga mengurangi angka kehamilan tidak diinginkan yang berakhir
pada tindak abortus.
Held dan Adriaansz mengemukakan hasil meta-analisis tentang kelompok risiko tinggi
terhadap kehamilan yang tidak direncanakan dan abortus tidak aman berdasarkan persentasenya,
yaitu:
1) kelompok unmet need dan kegagalan kontrasepsi (48%);
2) kelompok remaja (27%);
3) kelompok praktisi seks komersial;
4) kelompok korban perkosaan, incest dan perbudakan seksual (9%).
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa ternyata kelompok unmet need dan
gagal KB merupakan kelompok terbesar yang mengalami kehamilan tidak direncanakan
sehingga konseling kontrasepsi merupakan salah syarat mutlak untuk dapat mengurangi kejadian
abortus, terutama abortus berulang, selain faktor lainnya. Konseling kontrasepsi bertujuan untuk
membantu klien memilih salah satu kontrasepsi yang sesuai bagi mereka, dalam kaitannya
dengan risiko fungsi reproduksi dan peningkatan kualitas kesehatan. Pada intinya, konseling ini
akan memberi informasi bagi klien tentang: 1) Kemungkinan menjadi hamil sebelum datangnya
menstruasi berikut, 2) Adanya berbagai metode kontrasepsi yang aman dan efektif untuk
mencegah atau menunda kehamilan, 3) Dimana dan bagaimana mereka mendapatkan pelayanan
dan alat kontrasepsi.
KASUS ABORTUS
27
Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian
terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo,
Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha men ggugurkan janin yang
dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangsang oleh bidan
puskesmas. Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung
seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo,
Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan
yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso. Santoso sendiri
sebenarnya sudah menikah. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita
(TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika
bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa
menemukan
pengganti
istrinya.
Ironisnya,
hubungan
tersebut
berlanjut
menjadi
perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan. Panik melihat kekasihnya hamil,
Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila.
Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi
sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah
Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran
kandungan dengan cara suntik. Pada mulanya Endang sempat menolak perm intaan
Santoso
dan
Novila
dengan
alasan
keama nan.
Namun
akhirnya
dia
menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Hari itu juga, bidan Endang
yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi. Metode yang
dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin
Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh
Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami
kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya. "Ia (bidan Endang)
mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu
sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri
AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008). Celakanya, hanya berselang dua
jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng
dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan
karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan
28
darah. Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun
karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas
medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia
pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB. Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung
menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan
aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik
sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada
korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap
menyebabkan kematian Novila. Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri
mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum
memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas
peristiwa itu dan menghukum pelaku. Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan
pasal
348
KUHP
tentang
pembunuhan.
Hukuman
itu
masih
diperberat
lagi
mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya
dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Dengan denda 500 juta rupiah. Belum
diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Amir A. Abortus. Dalam: Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik edisi kedua. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2005
Erica, Sue A. Preventing Maternal Derath, World Health Organization
Hoediyanto. Abortus. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Ed. Ketiga. Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unair. Surabaya: 2007.
Hukum dan Aborsi available at : http://www.aborsi.org/hukum-aborsi.htm
29
SH,
MH,
Abortus
Provocatus
Dan
Hukum,
USU
Digital
Library,
www.lybrrari.usu.ac.id
World Health Organization, Complication of Abortion, Technical and Managerial for Prevention
and Treatment.
30