Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Kehidupan merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dihormati oleh setiap manusia. Abortus (keguguran/gugur kandungan) dapat terjadi dimana saja,
baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang, dapat terjadi kapan saja, dan
dapat dilakukan oleh berbagai kalangan. Abortus dapat terjadi karena sebab-sebab alamiah, yakni
terjadi dengan sendirinya bukan karena perbuatan manusia (abortus spontanea), dapat pula
terjadi karena dibuat/disengaja (abortus provokatus).
Abortus provokatus selalu menjadi perbincangan, baik dalam forum resmi maupun tidak
resmi yang menyangkut bidang kedokteran, hukum maupun disiplin ilmu lain. Alasan abortus
provokatus sebagian besar adalah karena kehamilan yang tidak dikehendaki. Hal ini merupakan
fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Berbicara mengenai abortus,
tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia, sebab abortus erat kaitannya dengan wanita
dan janin yang ada dalam kandungan. Keprihatinan pada kejadian abortus provokatus bukan
tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek
negatif baik untuk diri pelaku mapun pada masyarakat luas.
Abortus provokatus memiliki sejarah panjang dan telah dilakukan dengan berbagai metode
termasuk natural atau herbal, obat-obatan kimiawi, penggunaan alat-alat tajam, ataupun dengan
prosedur operasi dengan teknologi yang canggih. Legalitas, normalitas, budaya dan pandangan
mengenai abortus provokatus secara substansial berbeda di seluruh negara. Di banyak negara di
dunia, isu ini adalah permasalahan menonjol dan memecah belah publik atas kontroversi etika
dan hukum. Abortus provokatus dan masalah yang berhubungan dengan hal ini menjadi topik
menonjol dalam politik nasional di banyak negara seringkali melibatkan gerakan menentang
abortus pro-kehidupan dan pro-pilihan atas abortus provokatus di seluruh dunia. Adanya
pertentangan baik secara moral, kemasyarakatan, agama dan hukum membuat abortus
provokatus menjadi suatu permasalahan yang mengandung kontroversi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Abortus adalah suatu proses kehamilan yang terhenti atau pengeluaran hasil konsepsi
(pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, yaitu pada
umur kehamilan di bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang.
Sedangkan menurut Llewollyn & Jones (2002), definisi abortus adalah keluarnya janin
sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai 22 minggu dan beratnya
kurang dari 500 gram. WHO merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi telah mencapai
22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih.
Dari aspek kedokteran forensik, yang diartikan dengan abortus adalah pengeluaran hasil
konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai
(38-40 minggu).
Abortus provokatus merupakan istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan
kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh. Selanjutnya, menurut WHO, abortus yang tidak aman (unsafe
abortion) adalah abortus yang dilakukan dengan menggunakan metode yang berisiko tinggi,
bahkan fatal, dilakukan oleh orang tidak terlatih atau tidak terampil serta komplikasinya yang
merupakan penyebab langsung kematian wanita usia reproduksi. Dengan demikian, ada tiga
kriteria abortus yang tidak aman, yaitu metode berisiko tinggi, dilakukan oleh orang yang tidak
terlatih dan komplikasinya merupakan penyebab langsung kematian ibu.
EPIDEMIOLOGI
Dari hasil World Fertility Survey tahun 1987, diketahui bahwa di seluruh dunia ada sekitar
300 juta pasangan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi, tetapi tidak menggunakan
alat kontrasepsi apapun. Mereka adalah kelompok yang sangat berisiko untuk mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan. Keadaan seperti ini paling mencolok ditemukan di negaranegara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, yang tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan jasa
abortus sangat rendah. Program Keluarga Berencana di Afrika, Asia, dan Amerika latin secara

berturut-turut hanya mampu mencakup 23%, 43%, dan 57% dari para pasangan yang tidak
menginginkan anak tersebut.
Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan dalam jumlah yang besar juga terjadi pada
kelompok remaja. Para remaja yang dihadapkan pada realitas pergaulan bebas masyarakat
modern tidak dibekali dengan pengetahuan tentang fisiologi reproduksi dan perilaku seksual
yang benar. Berdasarkan data WHO, diketahui bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya
diperkirakan ada sekitar 15 juta remaja yang mengalami kehamilan. Sekitar 60% di antaranya
tidak ingin melanjutkan kehamilan tersebut dan berupaya mengakhirinya.
Di dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan
kehamilannya melakukan abortus atau sekitar 40-70 kasus abortus per 1000 wanita usia
reproduksi. Sekitar 500.000 ibu di setiap tahunnya mengalami kematian yang disebabkan oleh
kehamilan dan persalinan serta sekitar 30-50% diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus
yang tidak aman. Yang lebih memprihatinkan, sekitar 90% dari kematian tersebut terjadi di
negara berkembang, termasuk Indonesia, yang jumlah dan penyebaran fasilitas pelayanan
kesehatan profesionalnya masih relatif kecil dan tidak merata. Di wilayah Asia tenggara, WHO
memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta
terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan
antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa
masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.
Di Tunisia yang melegalkan tindakan abortus, sekitar 33% kejadian abortus masih
tergolong sebagai abortus yang tidak aman. Di Zambia yang mengizinkan pelaksanaan abortus
dengan mempertimbangkan alasan sosial yang luas, sebagian besar ibu yang melakukan tindakan
abortus tidak memenuhi persyaratan profesional. Dalam hal ini, kelonggaran yang diberikan
terhadap abortus tidak diikuti dengan kemudahan sistem administrasi penyelenggaraannya.
Misalnya, setiap abortus yang akan dilakukan harus mendapat persetujuan 3 orang dokter, yang
salah satunya adalah dokter spesialis.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di 19 negara Amerika Latin, setiap tahun
dilakukan sekitar 34 juta abortus atau sebesar 45 per 100 wanita usia produktif. Di Chili, sekitar

10-30% tempat tidur di bangsal kebidanan dan kandungan diisi oleh wanita yang mengalami
komplikasi abortus.
Dari Zimbabwe, Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh kematian ibu berhubungan
dengan abortus. Sementara di Tanzania dan Adis Adaba, masing-masing sebesar 21% dan 54%.
Hal ini diperkirakan merupakan bagian kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai akibat
ketidakterjangkauan pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh kesenjangan informasi. Di
Mesir yang mayoritas berpenduduk muslim, penduduk yang berpeluang untuk melakukan
abortus dinyatakan sangat kecil. Di Irak, perawatan kasus abortus dan komplikasinya dikatakan
melebihi perawatan persalinan. Di daerah pedesaan Libanon, pada tahun 1961 diketahui bahwa
0,2% kehamilan diakhiri dengan abortus, sementara di perkotaan 8-14%.
Meskipun status abortus di negara-negara Asia umumnya ilegal, insiden abortus umumnya
dianggap tinggi. Di Korea, pada 1978 insidens abortus ditemukan sebesar 235 per 1000 wanita
yang berkeluarga yang berusia 15-44 tahun. Di Thailand yang mengizinkan abortus secara
terbatas, didapatkan angka 37 per 1000 wanita usia reproduktif dan ratio 245 per 1000 kelahiran
hidup. Di Singapura, pada 1981 dilaporkan insiden abortus 28,4 per 1000 wanita usia reproduktif
dan rasio 371 per 1000 kelahiran hidup. Di India yang melegalkan aborsi tapi dengan fasilitas
pelayanan yang tidak merata, ditemukan angka 55 per 1000 wanita usia 15-44 tahun.
JENIS-JENIS ABORTUS
Jenis abortus menurut terjadinya:

Abortus spontanea Peristiwa gugur kandungan yang terjadi dengan sendirinya tanpa
adanya pengaruh dari luar baik faktor mekanis ataupun medisinalis (misal karena trauma
kecelakaan atau sebab-sebab alami). Abortus spontan ini dibagi menjadi beberapa tipe

abortus berdasarkan peristiwa yaitu:


a. Abortus imminens: Peristiwa terjadinya perdarahan per vaginam pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
b. Abortus insipiens: Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
c. Abortus inkompletus: Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
5

d. Abortus kompletus: Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.


e. Missed abortion: Keadan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak
dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.
f. Abortus habitualis (keguguran berulang): Keadaan dimana penderita mengalami keguguran
berturut-turut 3 kali atau lebih.
g. Abortus infeksious dan Abortus septic: Abortus yang disertai infeksi genital.
Tipe abortus di atas disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
1. Adanya infeksi yang terjadi pada sang ibu.
2. Adanya penyakit kronik yang diderita sang ibu yang kemudian akan melemahkan ibu.
3. Adanya kekurangan gizi pada ibu.
4. Adanya kelelahan fisik sang ibu.
5. Adanya trauma psikologis dari si ibu.
6. Adanya kelainan rahim pada ibu.
7. Adanya kelainan sistem pertahanan tubuh (imun) pada ibu.
8. Adanya kelainan kromosom pada janin sehingga janin tidak berkembang dan mati di dalam
rahim si ibu.

Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat) Menghentikan kehamilan sebelum

janin dapat hidup diluar tubuh ibu.


a. Abortus provokatus medicinalis/artificialis/therapeuticus: Abortus yang dilakukan atas dasar
indikasi medik.
Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu.
Syarat-syaratnya:
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang
dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai yang ditunjuk
oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.
Indikasi dilakukannya abortus provokatus medicinalis adalah:
o Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus
menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
o Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
o Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.

o Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada
tubuh seperti kanker payudara.
o Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
o Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
o Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik
dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, atau toksemia
gravidarum yang berat.
o Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll.
o Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
o Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
o Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini
sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.
b. Abortus provokatus kriminalis: Pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan
tanpa adanya indikasi medik (ilegal), baik oleh ibu maupun oleh orang lain dengan
persetujuan si ibu hamil. Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan
instrumen (alat) atau obat-obat tertentu. Sering abortus ini dilakukan oleh tenaga yang
tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang. Abortus ini disebut dengan abortus provokatus kriminalis karena di
dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Kurang lebih 40% dari semua
kasus abortus termasuk golongan ini.
Pelaku abortus provokatus kriminalis biasanya adalah:
o Wanita bersangkutan
o Dokter/ tenaga medis lain (demi keuntungan atau demi rasa simpati)
o Orang lain yang bukan tenaga medis yang karena suatu alasan tidak menghendaki
kehamilan seorang wanita
Bila pelakunya adalah wanita bersangkutan, sering timbul akibat yang tidak diinginkan,
sehingga sering pula harus berurusan dengan polisi. Sebaliknya bila dilakukan oleh tenaga
medis yang ahli biasanya tidak sampai berurusan dengan pihak berwajib, karena dikerjakan
dengan ahli, sehingga hampir selalu berhasil dengan baik tanpa efek sampingan.

Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamila n yang tidak


dikehendaki.
Ada beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya:
o
o
o
o
o
o
o

Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.


Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
Kehamilan di luar nikah.
Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.
Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan
kehamilan yang tidak diinginkan.

Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib
janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal.
Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin
kemungkinan besar mengalami cacat fisik. Secara garis besar tindakan abortus sangat
berbahaya bagi ibu dan juga janin yaitu bisa menyebabkan kematian pada keduanya.
METODE ABORSI
Trimester Pertama
Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode
penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini. Mesin
penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat mulut rahim
yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan
menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan
ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan
dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat
perlu dijaga guna menghindari robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan
pendarahan hebat yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan
dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang
8

tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan
komplikasi paska-aborsi.11

Gambar 2. Metode Penyedotan dan Kuretase pade Aborsi Fetus Usia 9 Minggu
Metode D&C - Dilatasi dan Kuretase
Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk memasukkan
pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping dan diangkat,
sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya
metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan
perobekan rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini tidak sama dengan metode
D&C yang dilakukan pada wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim (seperti
pendarahan rahim, tidak terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara
lain robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.11
PIL RU 486
Masyarakat menamakannya "Pil Aborsi Perancis". Teknik ini menggunakan 2 hormon
sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi menginduksi kehamilan
usia 5-9 minggu. Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi
9

vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini, maka
janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada kunjungan kedua,
yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini diberikan suntikan hormon
prostaglandin, biasanya misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan
membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu
dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di
tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu
menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah
pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung.11
Suntikan Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan ke dalam
badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat sel-sel, seperti
pada kasus kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX
ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid - selaput yang menyelubungi
embrio yang juga merupakan cikal bakal plasenta. MTX menghancurkan integrasi dari
lingkungan yang menopang, melindungi dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena
kekurangan nutrisi, maka janin menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol
dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim.11

10

Gambar 3. Metode Aborsi (Dilatasi&Kuretase, dan Aborsi dengan Suntikan Prostaglandin)

Gambar 4. Janin Hasil Aborsi Dengan Metode Suntikan Prostaglandin


Trimester Kedua:
Metode Dilatasi dan Evakuasi (D&E)
Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24 minggu. Metode ini sejenis
dengan D&C, hanya dalam D&E digunakan tang penjepit (forsep) dengan ujung pisau tajam
untuk merobek-robek janin. Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga seluruh tubuh janin
dikeluarkan dari rahim. Karena pada usia kehamilan ini tengkorak janin sudah mengeras,
maka tengkorak ini perlu dihancurkan supaya dapat dikeluarkan dari rahim.11

Gambar 5. Metode Dilatasi dan Evakuasi pada Aborsi Fetus Usia 23 Minggu
Metode Racun Garam (Saline)
11

Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat kandungan berusia
16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin. Jarum disuntikkan ke perut si
wanita dan 50-250 ml (kira-kira secangkir) air ketuban dikeluarkan, diganti dengan larutan
konsentrasi garam. Janin yang sudah mulai bernafas, menelan garam dan teracuni. Larutan
kimia ini juga membuat kulit janin terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu
jam, janin akan mati.11

Gambar 6. Janin Hasil Aborsi dengan Metode Racun Garam (dikutip dri kepustakaan 14 )
Obat obatan
Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan aborsi kecuali
diberikan dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil tersebut.Patut diingat
tidak ada satupun obat/kombinasi obat peroral yang mampu menyebabkan rahim yang sehat
mengeluarkan isinya tanpa membahayakan jiwa wanita yang meminumnya. Karena itulah
seorang abortir profesional tidak mau membuang-buang waktu/mengambil resiko melakukan
aborsi dengan menggunakan obat-obatan. Klasifikasi obat-obat yang digunakan adalah4 :
1

Obat yang bekerja langsung pada uterus


-

Echolics (golongan obat yang meningkatkan kontraksi uterus).

Emmenagagonum (merangsang terjadinya menstruasi. Untuk menyebabkan


aborsi harus diberikan dalam dosis yang besar dan berulang).

Obat obat yang menimbulkan kontaksi Gastro-intestinal traktus.


-

Yang paling sering digunakan adalah emetik tartar.

Castrol oil ; magnesium sulfate / sodium sulfate

Obat yang bersifat racun sistemik


12

Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah nenas yang masih
mentah, madar juice, Buah Daucus carota).

Racun logam ( yang paling sering digunakan adalah cairan timah yang
mengandung oksida timah dan minyak zaitun).

Kekerasan Mekanik4
Tindakan kekerasan yang bersifat umum4 :
1

Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan.

Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen.

Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat, menunggang kuda, mendaki
gunung, berenang, naik turun tangga.

Mengangkat barang-barang berat.

Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.

Tindakan kekerasan yang bersifat lokal :


1

Merobek selaput amnion, yaitu dengan memasukkan benda tajam seperti kateter, jarum,
dll kedalam rongga uterus.

Penggunaan ganggang laminaria yang diameternya berukuran 0,4-0,5 cm. Ganggang ini
direndam dalam air dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Dengan demikian akan
menyebabkan robeknya selaput amnion dan terjadi aborsi.

Stik aborsi, yaitu berupa potongan kayu yang dibungkus dengan kain, kemudian
dicelupkan kedalam madar juice, arsen atau phelavai juice dan dimasukkan kedalam
ostium uteri. Hal ini akan menyebabkan kontraksi uterus dan aborsi.

Menyalurkan listrik tegangan rendah, menyebabkan kontraksi uterus dan mengeluarkan


hasil konsepsi.

13

Gambar 7.

Ilustrasi Berbagai

Lokasi

Metode Aborsi
Provokatus Pada Regio Pelvis Wanita

Gambar 8.

Distribusi

Metode-

metode Aborsi

di

Indonesia

KOMPLIKASI
1. Kematian segera (Immediate Death)
a. Vagal refleks, tanda utama sesak nafas, vagal refleks terjadi oleh karena karbon, serta
intervensi instrument atau penyuntikan cairan secara tiba-tiba yang mana cairan
tersebut dapat terlalu panas atau terlalu dingin.
b. Emboli udara/lemak
Emboli udara yang terjadi beberapa jam setelah tindakan, dimungkinkan udara yang
masuk dalam uterus tertahan di dalam sampai terjadi separasi plasenta yang membuka
14

pembuluh darah sehingga memungkinkan masuknya udara ke dalam sirkulasi.


Adanya muleus plug dapat menjelaskan mengapa udara dalam uterus tidak dapat
keluar melalui mulut rahim.
Dosis dari udara yang dapat mematikan dipengaruhi oleh berbagai factor, diantaranya
keadaan umum korban dan kecepatan masuk udara ke dalam tubuh. Pada umumnya
jumlah udara yang dapat menyebabkan kematian minimal 100 ml, walaupun secara
eksperimental udara yang dapat menyebabkan kematian berkisar antara 10 ml sampai
480 ml.
c. Perdarahan lebih jarang dijumpai bila dibandingkan dengan kedua hal tersebut.

Gambar 9. Seorang perempuan yang meninggal karena mengalami emboli udara


akibat aborsi provokatus dengan menggunakan Higginson syringe.
2. Kematian tidak begitu cepat/ lambat ( Delayed death )
a.

Emboli cairan

b.

Perdarahan

c.

Septikemia

d.

Peritonitis generalisata

e.

Infeksi lokal/ toxemia

f.

Tetanus
3. Kematian Paling Lambat ( Remote Death)

a.

Sepsis : tercium bau busuk dari vagina (foetor), demam tinggi,gemetar.

b.

Gagal ginjal akut


15

c.

Jaundice dan renal suppression

d.

Endocarditis bacterial

e.

Pneumoni, empyema, meningitis

PEMERIKSAAN PADA ABORSI PROVOKATUS KRIMINALIS


1. Korban Hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan :
a. Tanda kehamilan, misalnya perubahan pada payudara, pigmentasi, hormonal,
mikroskopik, dan sebagainya.
b. Usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia, perut bawah
c. Pemeriksaan

toksikologi,

untuk

mengetahui

adanya

obat/zat

yang

dapat

mengakibatkan abortus
d.

Hasil dari usaha penghentian kehamilan dapat berupa:


IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
Sisa-sisa jaringan dengan pemeriksaan mikroskopis/ PA

2.

Korban mati
Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin, sebaiknya (12-16 jam), pemeriksaan luar dilakukan
seperti biasa. Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan
aborsi serta interval waktu antara tindakan aborsi dan kematian.11
Pada pemeriksaan jenazah, Teare (1964) menganjurkan pembukaan abdomen sebagai
langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai penyebab
kematian korban. Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada pembedahan
jenazah, bila didapatkan cairn dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan
toksikologik.16
Pemeriksaan post mortem meliputi :

Tentukan apakah hamil/ baru saja hamil

Tanda baru saja aborsi


16

Tanda kekerasan

Tentukan sebab kematian.


Tanda-tanda post mortem dari aborsi
Pada ibu, sewaktu hidup : adanya tanda-tanda baru melahirkan, tergantung dari usia saat
aborsi, pemeriksaan dalam dan lamanya kehamilan.
Tanda-tanda aborsi yang baru terjadi adalah : bercak darah pada vagina, ditemukan cairan,
vagina yang longgar, laserasi dan luka yang terdapat pada vagina. Serviks membuka, bisa
terdapat dan bisa juga tidak terdapat robekan. Uterus membesar dan payudara juga membesar.6,16
Setelah kematian, lakukan pemeriksaan terhadap16 :
-

Tanda-tanda kehamilan.

Cedera, terutama akibat kekerasan

Periksa alat-alat genitalia interna, apakah pucat, mengalami kongesti, atau adanya memar.

Laserasi, inflamasi pada vagina

Cedera pada serviks

Uterus dan jaringan sekitarnya, diambil contoh jaringan untuk pemeriksaan. Apakah ada
pembesaran, krepitasi, luka, atau perforasi.

Uterus diiris mendatar dengan jarak antar irisan 1 cm untuk mendeteksi perdarahan yang
berasal dari bawah

Letak plasenta yang akan terlihat jika uterus dibuka.

Gambar 10. Autopsi menunjukkan septik


uterus akibat aborsi ilegal.

Tes emboli udara dilakukan pada vena kava inferior dan jantung. Pemeriksaan
toksikologik dilakukan segera setelah tes emboli dengan mengambil darah dari jantung.
17

Pemeriksaan kehamilan/toksikologik juga dapat dilakukan dengan mengambil urin.


Pemeriksaan organ-organ lain dilakukan seperti biasa.16
Pemeriksaan mikroskopik/ PA meliputi adanya16 :
Sel trofoblast menunjukkan tanda hamil
Kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha penghentian kehamilan.
Sel radang PMN menunjukkan tanda intravitalis.

Gambar 11. Endometritis septik setelah aborsi ilegal. Bagian hemoragik pada serviks
menunjukkan tempat di mana instrumen dikaitkan pada kanalis servikalis.

18

Gambar 12. Infeksi

Clostridium perferingens

(gas gangren) akibat


Pemeriksaan
mati

setelah

aborsi ilegal

atas

tubuh seorang wanita yang

pada

dirinya dilakukan tindakan

pengguguran
metode

yang

kandungan, tergantung dari


dipakai

dalam

pengguguran

tersebut.6
Aborsi dengan obat-

obatan.

Pemeriksaan toksikologik untuk mendeteksi obat yang dipergunakan merupakan


pemeriksaan rutin yang harus dikerjakan, obat yang biasa ditemukan umumnya obat yang
bersifat dapat mengiritasi saluran pencernaan.
Aborsi dengan instrumen
Dapat diketahui bila terjadi robekan atau perforasi dari rahim atau jalan lahir, robekan
umumnya terjadi pada dinding lateral uterus, sedangkan perforasi biasanya terdapat pada
bagian posterior fornix vaginae.
Aborsi dengan penyemprotan
Tampak adanya cairan yang berbusa diantara dinding uterus dengan fetal membran,
separasi sebagian dari placenta dapat dijumpai. Gelembung-gelembung udara dapat
dilihat dan ditelusuri pada pembuluh vena mulai dari rahim sampai ke bilik jantung
kanan. Pengukuran kandungan fibrinolisis dalam darah dapat berguna untuk mengetahui
apakah korban mati secara mendadak. Perforasi fundus uteri dapat dijumpai bila syringe
dipergunakan untuk penyemprotan.
PEMBUKTIAN PADA KASUS ABORSI
Untuk dapat membuktikan apakah kematian seorang wanita itu merupakan akibat dari
tindakan aborsi yang dilakukan atas dirinya, diperlukan petunjuk-petunjuk, sebagai berikut6:

Adanya kehamilan
19

Umur kehamilan bila dipakai pengertian aborsi menurut pengertian medis.

Adanya hubungan sebab akibat antara aborsi dengan kematian.


Adanya hubungan antara saat dilakukannya tindakan aborsi dengan saat kematian.
Adanya barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan aborsi sesuai dengan metode yang
dipergunakan.
Penentuan Umur Janin
1. Berdasarkan panjang badan (Rumus Haase)
Umur
(Bulan)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Panjang Badan (cm)


(Puncak kepala tumit)
1x1=1
2x2=4
3x3=9
4 x 4 = 16
5 x 5 = 25
6 x 5 = 30
7 x 5 = 35
8 x 5 = 40
9 x 5 = 45
10 x 5 = 50

2. Berdasarkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh


Umur Kelamin (Bulan)
2

Ciri-Ciri Pertumbuhan
Hidung, telinga, jari mulai terbentuk (belum sempurna), kepala

menempel ke dada
Daun telinga jela, kelopak mata masih melekat, leher mulai

terbentuk, belum ada deferensiasi genetalia


Genetalia externa terbentuk dan dapat dikenali, kulit merah dan

5
6
7

tipis sekali
Kulit lebih tebal, tumbuh bulu lanugo
Kelopak mata terpisah, terbentuk alis dan bulu mata, kulit keriput
Pertumbuhan lengkap/sempurna

3. Berdasarkan inti penulangan:


- Calcaneus: 5-6 bulan
20

Talus: 7 bulan
Femur: 8-9 bulan
Tibia: 9-10 bulan

ASPEK HUKUM DAN MEDIKOLEGAL ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS


Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu belum ada
undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Peraturan mengenai hal ini pertama
kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan abortus. Sejak itu
maka undang-undang mengenai abortus terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun
terakhir ini dimana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di
berbagai negara di dunia terhadap tindakan abortus.
Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut:

Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda.

Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu),


seperti di Perancis dan Pakistan.

Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai
dan Swiss.

Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia,


Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.

Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia,
dan Yugoslavia.

Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan tanpa memperhatikan indikasiindikasi lainnya (Abortion on request atau Abortion on demand), seperti di Bulgaria,
Hongaria, USSR, Singapura.

Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan
bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India.
21

Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil
akibat perkosaan) seperti di Jepang.

Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada umumnya


mengemukakan salah satu alasan/tujuan seperti yang tersebut di bawah ini:

Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan abortus atas
indikasi medik.

Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provokatus kriminalis.

Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk.

Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib kandungannnya.

Untuk memenuhi desakan masyarakat.


Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik

Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran


kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi
dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas Deklarasi
Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri
untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah merumuskannya dalam Kode Etik
Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum, pasal 7d: Setiap dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pada pelaksanaannya, apabila ada
dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakan implementasi etik akan dilakukan secara
berjenjang dimulai dari panitia etik di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika
Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota dari
profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota
profesi dari komunitasnya.

22

Apabila dilihat dari aspek hak asasi manusia, setiap orang berhak untuk hidup maupun
mempertahankan hidupnya, sehingga pengakhiran kandungan (aborsi) dapat dikualifikasikan
sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain paradigma yang
digunakan adalah paradigma yang mengedepankan hak anak (pro life).
Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak.
Abortus buatan atau abortus provokatus dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni:
1. Abortus buatan legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang
dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provokatus
therapeticus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk
menyelamatkan nyawa ibu. Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 15: 1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. 2) Tindakan medis
tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan
indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. Oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenanga n untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya; d. Pada
sarana kesehatan tertentu. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
Ayat (1): Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan
norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Ayat (2) Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan
diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan
janinnya terancam bahaya maut. Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan
tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk
melakukannya yaitu seorang dokter ahli kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan
23

penyakit kandungan. Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil
yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya. Butir d: Sarana kesehatan
tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai
untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3): Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara
lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan,
sarana kesehatan yang ditunjuk.
2. Abortus Provokatus Kriminalis (Abortus buatan ilegal)
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan atau
menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi
syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus golongan ini sering
juga disebut dengan abortus provocatus criminalis karena di dalamnya mengandung
unsur kriminal atau kejahatan. Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP):
PASAL 299: 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau denda paling banyak empat pulu ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah,
berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai
pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya
dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam
menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.
PASAL 346: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
PASAL 347: 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
24

PASAL 348: 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan
matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
PASAL 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
PASAL 535: Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa
diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu,
diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:
1.

Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang

2.

lain, diancam hukuman empat tahun.


Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati

3.

diancam 15 tahun.
Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan

4.

bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.


Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter,
bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya
dan hak untuk praktek dapat dicabut.
Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang

dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam

25

prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang
kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 80: Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),
dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan ekonomi
memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus buatan. Begitu pula dengan
ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa alasan ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk
membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan. Ditinjau dari sudut pandang kesehatan,
abortus merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan
dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan
adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya abortus juga merupakan penyebab
kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis . Kematian ibu
yang disebabkan komplikasi abortus sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi sering
dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini abortus masih
merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak, abortus dianggap ilegal dan
dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian abortus, di lain
pihak abortus justru terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar
tentang terjadinya abortus di masyarakat, selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obatobatan peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan.
Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on
Population and Development/ICPD) di Kairo tahun 1994 dan Konferensi Wanita di Beijing
tahun 1995 menyepakati bahwa akses pada pelayanan abortus yang aman merupakan bagian dari
hak perempuan untuk hidup, hak perempuan untuk menerima standar pelayanan kesehatan yang
tertinggi dan hak untuk memanfaatkan kemajuan teknologi kesehatan dan informasi. Dengan
demikian, diperlukan perlindungan hukum dalam menyelenggarakan pelayanan abortus yang
26

aman untuk menjamin hak perempuan dalam menentukan fungsi reproduksi dan peran
reproduksi tubuhnya sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa dilegalkannya abortus aman di
sebuah negara justru berperan dalam menurunkan angka kejadian abortus itu sendiri. Mungkin
salah satunya karena efektivitas konseling pasca abortus yang mewajibkan pemakaian
kontrasepsi bagi mereka yang masih aktif seksual namun tidak ingin mempunyai anak untuk
jangka waktu tertentu. Selain itu juga ditunjang oleh efektivitas alat kontrasepsi itu sendiri yang
hampir mencapai 100% sehingga mengurangi angka kehamilan tidak diinginkan yang berakhir
pada tindak abortus.
Held dan Adriaansz mengemukakan hasil meta-analisis tentang kelompok risiko tinggi
terhadap kehamilan yang tidak direncanakan dan abortus tidak aman berdasarkan persentasenya,
yaitu:
1) kelompok unmet need dan kegagalan kontrasepsi (48%);
2) kelompok remaja (27%);
3) kelompok praktisi seks komersial;
4) kelompok korban perkosaan, incest dan perbudakan seksual (9%).
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa ternyata kelompok unmet need dan
gagal KB merupakan kelompok terbesar yang mengalami kehamilan tidak direncanakan
sehingga konseling kontrasepsi merupakan salah syarat mutlak untuk dapat mengurangi kejadian
abortus, terutama abortus berulang, selain faktor lainnya. Konseling kontrasepsi bertujuan untuk
membantu klien memilih salah satu kontrasepsi yang sesuai bagi mereka, dalam kaitannya
dengan risiko fungsi reproduksi dan peningkatan kualitas kesehatan. Pada intinya, konseling ini
akan memberi informasi bagi klien tentang: 1) Kemungkinan menjadi hamil sebelum datangnya
menstruasi berikut, 2) Adanya berbagai metode kontrasepsi yang aman dan efektif untuk
mencegah atau menunda kehamilan, 3) Dimana dan bagaimana mereka mendapatkan pelayanan
dan alat kontrasepsi.
KASUS ABORTUS

27

Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian
terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo,
Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha men ggugurkan janin yang
dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangsang oleh bidan
puskesmas. Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung
seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo,
Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan
yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso. Santoso sendiri
sebenarnya sudah menikah. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita
(TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika
bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa
menemukan

pengganti

istrinya.

Ironisnya,

hubungan

tersebut

berlanjut

menjadi

perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan. Panik melihat kekasihnya hamil,
Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila.
Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi
sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah
Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran
kandungan dengan cara suntik. Pada mulanya Endang sempat menolak perm intaan
Santoso

dan

Novila

dengan

alasan

keama nan.

Namun

akhirnya

dia

menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Hari itu juga, bidan Endang
yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi. Metode yang
dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin
Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh
Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami
kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya. "Ia (bidan Endang)
mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu
sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri
AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008). Celakanya, hanya berselang dua
jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng
dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan
karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan
28

darah. Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun
karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas
medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia
pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB. Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung
menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan
aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik
sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada
korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap
menyebabkan kematian Novila. Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri
mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum
memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas
peristiwa itu dan menghukum pelaku. Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan
pasal

348

KUHP

tentang

pembunuhan.

Hukuman

itu

masih

diperberat

lagi

mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya
dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Dengan denda 500 juta rupiah. Belum
diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Amir A. Abortus. Dalam: Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik edisi kedua. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2005
Erica, Sue A. Preventing Maternal Derath, World Health Organization
Hoediyanto. Abortus. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Ed. Ketiga. Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unair. Surabaya: 2007.
Hukum dan Aborsi available at : http://www.aborsi.org/hukum-aborsi.htm

29

Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia, Jakarta, 2002
Loqman, Loebby, 2003, Jurnal Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo,Yogyakarta
Syafruddin,

SH,

MH,

Abortus

Provocatus

Dan

Hukum,

USU

Digital

Library,

www.lybrrari.usu.ac.id
World Health Organization, Complication of Abortion, Technical and Managerial for Prevention
and Treatment.

30

Anda mungkin juga menyukai