Bab 2 Obesitas
Bab 2 Obesitas
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Obesitas
Masalah kegemukan bukanlah hal yang baru dalam masyarakat kita, 30
tahun yang lalu kegemukan merupakan kebanggaan dan lambang dari
kesuksesan finansial dan sebagai Boss.
Namun pandangan itu sekarang mulai berubah setelah penelitianpenelitian mendapatkan bahwa kegemukan merupakan faktor utama timbulnya
penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, penyakit jantung
koroner, dan bahkan sekarang dihubungkan dengan kanker (Barker et al, 2005).
Ditinjau dari segi psikososial kegemukan merupakan beban bagi yang
bersangkutan karena dapat menghambat kegiatan jasmani, sosial, dan
psikologis. Selain itu akibat bentuk yang kurang menarik, sering menimbulkan
problem psikis dalam pergaulan yang membuat seseorang dapat menjadi rendah
diri dan yang terburuk adalah keputusasaan (Dulloo, 2002).
Dari berbagai penelitian bahkan diperoleh data adanya hubungan yang
bermakna antara kegemukan dan harapan hidup seseorang dalam arti yang
negatif (Bray, 2007).
Obesitas telah menjadi pandemik global di seluruh dunia dan dinyatakan
oleh World Health Organization (WHO) sebagai masalah kesehatan kronis
terbesar pada orang dewasa (WHO, 2003).
Di Amerika Serikat lebih dari 50 % orang dewasa dan lebih dari 25 %
anak-anak menderita berat badan lebih dan obesitas. Presentasi yang sangat
tinggi menyebabkan epidemik penyakit kronis. Apabila percepatan penyakit
obesitas berlanjut seperti sekarang kemungkinan sebagian besar populasi di
Amerika Serikat menderita obesitas (Ogden et al, 2004).
Hasil survey nasional tahun 1996/1997 di Ibukota seluruh provinsi di
Indonesia 8,1% laki-laki tergolong memiliki berat badan lebih dari 6,8%
obesitas, sedangkan 10,5% perempuan tergolong berat badan lebih dari 13,5%
obesitas (Wiramihardja, 2004).
tidak
mustahil
penduduk
Indonesia
akan
menyandang
gelar
2.3. Etiopatogenesis
Obesitas penyebabnya multifaktorial dan berbagai penemuan terbaru
yang berkaitan dengan penyebab obesitas menyebabkan patogenesis obesitas
terus berkembang. Terjadinya obesitas secara umum berkaitan dengan
keseimbangan energi di dalam tubuh. Keseimbangan energi ditentukan oleh
asupan energi yang berasal dari zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat,
lemak dan protein serta kebutuhan energi yang ditentukan oleh kebutuhan energi
basal, aktifitas fisik, dan thermic (Gwartney, 2005).
Energy Intake:
Energy Expenditure:
Carbohydrate
Fat
Protein
Energy Balance
lambat, massa otot berkurang, lemak tubuh meningkat, daya ingat menurun
dan fungsi seksual terganggu (Pangkahila, 2007).
Sehingga tidak jarang kita temui di masyarakat, sebagian besar orang
tua bertumbuh tambun dengan lemak tubuh yang lebih banyak dibanding kala
usia mereka masih muda. Keterkaitan obesitas dengan fungsi hormon yang
menurun akibat bertambahnya usia menjadi salah satu penyebab obesitas.
2.3.3. Perilaku dan Lingkungan
Faktor perilaku dan lingkungan meliputi makanan dan aktivitas fisik
serta faktor-faktor lain seperti obat, racun dan virus (Soegih et al, 2004).
2.3.4. Makanan
Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya kelebihan
asupan energi (energy intake) dibandingkan dengan yang diperlukan (energy
expenditure) oleh tubuh sehingga kelebihan asupan energi tersebut disimpan
dalam bentuk lemak. Makanan merupakan sumber dari asupan energi. Di
dalam makanan yang akan diubah menjadi energi adalah zat gizi penghasil
energi yaitu karbohidrat, protein dan lemak (Gee et al, 2008).
Apabila asupan karbohidrat, protein dan lemak berlebih, maka
karbohidrat akan disimpan sebagai glikogen dalam jumlah terbatas dan
sisanya lemak, protein akan dibentuk sebagai protein tubuh dan sisanya
lemak, sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh memiliki
kemampuan menyimpan lemak yang tidak terbatas.
Faktor-faktor yang berpengaruh dari asupan makanan terhadap
terjadinya obesitas adalah: kuantitas, porsi perkali makan, kepadatan energi
dari makanan yang dimakan, kebiasaan makan (contoh kebiasaan makan
malam hari), frekuensi makan, dan jenis makanan (Snetselaar, 2008).
2.3.5. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
kebutuhan energi
10
(inaktivitas)
berhubungan
dengan
peningkatan
prevalensi
obesitas.
beberapa
obat-obatan
yang
terbukti
meningkatkan
KATEGORI
Neuroleptics
Antidepressants Tricyclics
Amitriptyline, nortriptyline
Impramine, mitrazapine
Paroxetine
Anti-convulsants
Anti-diabetic drugs
Insulin, sulfonylureas,
thiazolidinediones
Anti-Serotonin
Pizotifen
Antihistamines
Cyproheptidine
-adrenergic blokers
Propanolol, terazosin
Steroid hormones
Contraceptives,glucocorticoids,
progestational steroids
11
memiliki
risiko
tinggi
untuk
terjadi
kematian,
dengan
12
Kematian
Perkiraan terdapat 300.000 kematian per tahun yang berhubungan dengan
obesitas.
Makin meningkatnya berat badan maka makin tinggi risiko kematian.
Walaupun kelebihan berat badan dalam batas sedang (4-9 kg dari berat badan
ideal) namun tetap meningkatkan risiko kematian, khususnya pada dewasa
umur 30-64 tahun.
Seseorang yang menderita obesitas (IMT > 30) memiliki tingkat risiko 50100% lebih tinggi untuk mengalami kematian, bila dibandingkan dengan
individu yang sehat.
Penyakit Jantung
Insidensi penyakit jantung (heart attack, congestive heart failure, sudden
cardiac death, angina atau nyeri dada, dan abnormal heart rhythm) akan
meningkat pada individu yang menderita overweight maupun obesitas (IMT >
25).
Seseorang yang menderita obesitas akan memiliki risiko dua kali lebih tinggi
untuk mengalami tekanan darah tinggi, bila dibandingkan dengan orang sehat.
Obesitas berhubungan dengan meningkatnya trigliserida dan menurunnya
HDL.
Sindroma Metabolik/Sindroma X
Beberapa kelompok pakar telah mengembangkan definisi dan kriteria Sindrom
Metabolik (Sindrom metabolik). Definisi dan kriteria yang paling banyak
digunakan adalah yang dibuat oleh World Health Organization (WHO), The
European Group for The Study of Insulin Resistance (EGIR), The National
13
Cholesterol Education Program Third Adult Treatment Panel (NCEP ATP III)
dan International Diabetes Federation (IDF). Seluruh organisasi tersebut telah
sepakat bahwa komponen utama Sindrom metabolik adalah obesitas, resistensi
insulin, dislipidemia, dan hipertensi. Walaupun begitu, panduan yang ada sulit
untuk diaplikasikan di klinik akibat hasilnya kadang kontroversi (WHO, 2005).
Obesitas abdominal
Dislipidemia atherogenik
Status proinflamasi
Status protrombotik
Sindroma X (SinX) adalah suatu kumpulan gejala pada seseorang yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 (DM tipe 2) dan
penyakit jantung koroner (PJK). SinX juga memiliki hubungan dengan kondisi
resistensi insulin. SinX ini terjadi pada 20%-25% orang dewasa di Amerika
Serikat. Dr. Reaven adalah orang pertama yang mengungkapkan masalah ini pada
tahun 1988, yaitu dengan menjelaskan beberapa faktor risiko: dislipidemia,
hipertensi, hiperglikemia. Hal ini baru mendapat perhatian para ahli dan
masyarakat 8 tahun kemudian. Setelah itu, SinX mulai dikenal oleh masyarakat
luas, tetapi terjadi masalah ketika akan diaplikasikan akibat tidak adanya kriteria
yang jelas. SinX kemudian juga dikenal sebagai Sindroma Resistensi Insulin, yang
kemudian saat ini berkembang menjadi Sindroma Metabolik. Selain DM tipe 2
dan PJK, orang yang mengalami SinX sangat rentan untuk menderita: sindroma
polikistik ovarium, perlemakan hati, batu empedu, asma, gangguan tidur, dan
beberapa bentuk keganasan. Sampai saat ini, ada beberapa versi mengenai definisi
dan panduan SinX, yaitu berdasarkan versi: World Health Organization (WHO),
The American Heart Association (AHA) dan National Heart, Lung, dan Blood
Institute (NHLBI). Definisi yang paling sering digunakan dan yang paling
mutakhir adalah:
14
Dislipidemia: Peningkatan kadar trigliserida plasma (> 150mg/dL), HDLkholesterol plasma rendah (< 40mg/ dL pada pria, < 50 mg/ dL pada
wanita).
Faktor-faktor risiko dalam Sindrom metabolik terdiri dari faktor risiko underlying,
major, dan emerging. Berdasarkan ATP III faktor risiko untuk PJK adalah:
1. Underlying: obesitas (terutama obesitas abdominal), tidak aktif dalam hal
fisik, dan diet yang menimbulkan atherogen.
2. Major: merokok, hipertensi, meningkatnya LDL, menurunnya HDL,
riwayat PJK premature pada keluarga, dan penuaan.
3. Emerging: peningkatan trigliserida, partikel LDL yang berukuran kecil,
resistensi insulin, intoleransi glukosa, status proinflamatori, dan status
protrombotik (WHO, 2005).
Berikut adalah penjelasan daripada masing-masing faktor risiko:
1. Obesitas abdominal adalah salah satu bentuk obesitas yang memiliki
hubungan yang paling kuat dengan Sindrom metabolik. Obesitas
abdominal ini diperoleh melalui pengukuran lingkar pinggang.
2. Dislipidemia atherogenik diidentifikasi melalui peningkatan trigliserida
dan penurunan HDL. Analisis yang lebih lengkap: peningkatan lipoprotein
remnant, peningkatan apolipoprotein B, partikel LDL yang berukuran
kecil, dan partikel HDL yang berukuran kecil.
3. Peningkatan tekanan darah sangat berkaitan erat dengan obesitas dan
biasanya timbul pada orang yang mengalami resistensi insulin.
4. Resistensi insulin diderita oleh sebagian besar orang yang mengalami
Sindrom metabolik. Resistensi insulin memiliki korelasi yang kuat dengan
faktor risiko yang lain, terutama merupakan faktor risiko pada PJK.
5. Status proinflamatori ditandai dengan peningkatan C-reactive Protein
(CRP). Berbagai mekanisme akan menimbulkan peningkatan CRP, salah
15
Metabolic Syndrome:
IDF Criteria
Mandatory component:
HDL cholesterol < 1.03 mmol/L in men, < 1.29 in women or on specific
treatment
Peningkatan trigliserida > 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang memperoleh
pengobatan kadar lipid yang abnormal.
16
Penurunan kadar HDL kolesterol < 40 mg/dL (0,9 mmol/L) pada pria dan < 50
mg/dL (1,1 mmol/L) pada wanita atau sedang memperoleh pengobatan kadar
lipid yang abnormal.
Peningkatan kadar glukosa puasa plasma 100 mg/dL (5,6 mmol/L) atau telah
didiagnosa menderita diabetes tipe 2. Jika > 100 mg/dL atau 5,6 mmol/L,
sangat dianjurkan untuk dilakukan Oral Glucose Tolerance Test (OGTT).
Batasan
Wanita
Trigliserida
150 mg/dL
HDL Kolesterol
Pria
< 40 mg/dL
Wanita
< 50 mg/dL
Tekanan darah
130 / 85 mmHg
Glukosa puasa
110 mg/dL
Diabetes
Kanker
17
Wanita yang mengalami peningkatan berat badan lebih dari 5 kg sejak umur
18 tahun akan memiliki risiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara
(postmenopausal), bila dibandingkan dengan wanita yang berat badannya
stabil.
Masalah pernafasan
Sleep apnea (terhentinya pernafasan ketika sedang tidur) biasa terjadi pada
seseorang yang menderita obesitas.
Arthritis
Penurunan berat badan akan dapat mengurangi masalah akan gejala-gejala dari
arthritis.
Bayi baru lahir, dari wanita yang mengalami obesitas pada kehamilan,
memiliki risiko menjadi bayi besar sehingga tingkat operasi caesar akan
makin tinggi, serta akan mengalami rendahnya kadar glukosa darah (dapat
berhubungan dengan kerusakan otak dan kejang).
18
Obesitas juga memberikan dampak yang lebih buruk terhadap kualitas hidup
akibat masalah sosial, akademik, dan diskriminasi pada sektor pekerjaan.
Overweight pada anak dan remaja merupakan faktor risiko terjadinya penyakit
jantung, seperti tingginya kadar kolesterol dan tingginya tekanan darah, bila
dibandingkan dengan individu dengan berat badan normal.
Anamnesis
Pada
anamnesis,
lakukan
identifikasi
kejadian
tertentu
yang
19
Dilakukan
setelah
kandung
kemih
dikosongkan
dan
sebelum
mengkonsumsi makanan.
Kemudian dicatat.
Microtoise digantungkan pada dinding yang tegak lurus dan datar setinggi
2 meter dari lantai yang datar dengan angka 0 tepat di lantai.
20
IMT =
95 kg
(1,8 m x 1,8 m)
95 kg
29,32 kg/m2
3,24 m2
21
berasal dari etnis yang berbeda. Oleh karena itu, dibuatlah cut off yang
berbeda untuk orang Asia (tabel 2.4).
Tabel 2.4
Risiko morbiditas yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh
dan lingkar perut pada orang dewasa Asia.
(Despres, 2001)
Risiko morbiditas
Klasifikasi
IMT (kg/m )
Lingkar perut
< 90 cm (laki-
90 cm (laki-
laki)
laki)
< 80 cm
(perempuan)
Underweight
< 18,5
Rendah
(tapi
80
cm
(perempuan)
Rata-rata
18,5 22,9
Rata-rata
Meningkat
Overweight
23
Berisiko
23 24,9
Meningkat
Sedang
Obesitas I
25 29,9
Sedang
Berat
Obesitas II
30
Berat
Sangat berat
22
Tabel 2.5
Kategori
IMT (kg/m2)
Underweight
Batas Normal
Overweight:
Pre-obesitase
Obesitase I
Obesitase II
Obesitase III
Risiko Comorbiditas
Rendah (tetapi risiko terhadap
masalah-masalah klinis lain
meningkat)
Rata-rata
Meningkat
Sedang
Berbahaya
Sangat Berbahaya
Tabel 2.6
IMT (kg/m2)
2
Underweight
Batas Normal
Overweight:
At Risk
Obesitase I
Obesitase II
Risiko Comorbiditas
Rendah (tetapi risiko terhadap masalah-masalah
klinis lain meningkat)
Rata rata
Meningkat
Sedang
Berbahaya
23
24
25
26
Tabel 2.7
Kombinasi IMT dan Lingkar Pinggang Untuk Menilai
Obesitas dan Risiko Diabetes Tipe 2 dan Penyakit Kardiovaskular
pada Populasi Dewasa Secara Umum
Klasifikasi
IMT
(kg/m2)
Underweight
Healthy weight
Overweight (or
pre-obesitase)
Obesitasity
Kurang dari
18.5
18.524.9
2529.9
30 atau lebih
Meningkat
Meningkat
Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa semakin besar nilai
indeks massa tubuh dan lingkar pinggang seseorang, maka semakin besar
risiko menderita penyakit diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular lainnya.
2.6. Terapi Obesitas
Tujuan pengelolaan/pengobatan obesitas adalah bagaimana menurunkan
berat badan (BB) dengan cara yang lege artis dan mempertahankan BB pada
tingkat yang wajar sesuai dengan BB seharusnya atau yang dikehendaki pasien,
lebih penting adalah mengobati dan menurunkan terjadinya risiko komorbid.
Untuk mendapatkan hasil terapi obesitas yang memuaskan pasien perlu
diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
2.6.1. Motivasi dari pasien
Motivasi pasien untuk menurunkan BB perlu dicari karena dapat dipakai
untuk mengetahui kesungguhan pasien berobat.
Contoh: pasien datang karena dua bulan lagi akan melangsungkan pernikahan
atau seseorang datang dan harus menurunkan BB karena kalau tidak turun harus
dilakukan operasi by pass jantung.
27
Pada keadaan pasien tadi mempunyai motivasi yang kuat sehingga ada
kesungguhan untuk memenuhi BB. Hal-hal seperti dalam contoh tadi perlu
digali dari pasien.
28
2.7.4
Farmakoterapi
Penggunaan obat-obat anti obesitas ditujukan untuk membantu terapi
utama supaya prinsip-prinsip dalam terapi utama dapat dijalankan dengan taat.
Penggunaan sebaiknya tidak terlalu lama karena sering menimbulkan toleransi.
WHO menganjurkan obat anti obesitas sebaiknya pada orang dewasa dengan
IMT 27 kg/m2 dengan komorbid atau individu dengan IMT > 30 kg/m2 tetapi
untuk di Indonesia hal ini sulit dijalankan karena pasien di Indonesia
mempunyai prinsip kalau berobat karena dapat resep obat, oleh sebab itu
penggunaan obat anti obesitas sebaiknya tidak terlalu lama dan sering divariasi
untuk menghindari toleransi dan drugs abuse (WHO, 2003).
2.7.4.1 Jenis Obat Anti Obesitas
Obat penekan nafsu makan (anorektik, anoreksan) pada umumnya
termasuk dalam golongan obat simpatomimetik dan kebanyakan memiliki efek
perangsangan susunan saraf pusat. Peran obat anorektik di dalam usaha
menurunkan BB biasanya hanya bersifat ajuvan sementara. Hal ini disebabkan
karena tidak ada satu preparat pun yang bebas dari efek samping, dan efek
penekanan nafsu makan umumnya hanya berlangsung sementara karena
timbulnya toleransi obat.
Penggunaan obat ini terus menerus dapat mengakibatkan terjadinya
ketergantungan psikis dan fisik. Serta penghentian obat secara mendadak setelah
pemberian dosis terapi yang cukup lama atau dosis besar dalam waktu singkat
dapat menimbulkan keluhan rasa lelah (fatique) dan depresi untuk sementara
waktu. Karena itu dianjurkan pemakaian obat ini dengan dosis kecil dan jangka
waktu pemberian yang singkat.
29
30
Gastric Baloon
adalah
merupakan
suatu
pengobatan
kosmetik
untuk
T3-T4 thyroid,
Isoproterenol
Aminophylline
Pentoxifylline
L-carnitine
L-arginine
Hyaluronidase
Collagenase
Yohimbine
Lymphomyosot
Co-enzyme cofactors
Dimethylethanolamine
Gerovital
Glutathione
Tretinoin
Vitamin C
31
Procaine
Lidocaine
Ginkgo biloba
Melilotus
C-adenosine monophosphate
Multiple vitamins
Phosphatydilcholine
Menghilangkan selulit
2.7.7.
Phosphatydilcholine
Phosphatydilcholine merupakan komponen fosfolipid utama pada
membran
sel
dan
menjadi
precursor
dari
asetilkolin.
Molekul
gliserol
Setelah berada di dalam sel, kolin akan segera difosforilasi oleh kolin
kinase menjadi phosphocholine, yang bereaksi dengan sitidin trifosfat (CTP)
untuk membentuk cytidine-diphosphocholine. Enzim transferase mengkatalisis
32
33
laporan
hasil
injeksi
phosphatydilcholine
untuk
2.
3.
34
deposit
lemak
lokal.
Walaupun
penggunaan
35
beberapa
hipotesis
mengenai
mekanisme
kerja
36
2.7.8