Anda di halaman 1dari 41

Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA

Rumah Sakit Umum Daerah Koja


Periode 17 Agustus 2015 24 Oktober 2015
Stephanie Yohanna Tania
11.2013.315

1. Kebutuhan cairan pada anak & dewasa berdasarkan rumus Holliday Segar :
- 10kg pertama : 100cc/kgBB/hr
- 10kg kedua : 50 cc/kgBB/hr
- 10kg ketiga : 20cc/kgBB/hr

2. Perdarahan adalah kehilangan volume darah sirkulasi secara akut. Klasifikasi perdarahan
(kehilangan darah) menjadi empat kelas berdasarkan tanda-tanda klini, merupakan peranan
penting untuk memperkirakan presentase hilangnya darah secara akut. Beberapa fakor dapat
mempengaruhi respon hemodinamik klasik terhadap kehilangan volume darah sirkulasi akut
yakni umur pasien, parahnya cidera (difokuskan pada tipe & lokasi anatomi cedera), rentang
waktu antara cidera dan penanganannya, pemberian cairan pra-rumah sakit & pemakaian
PSAG, pemakaian obat-obat sebelumnya untuk kondisi kronis.
Keterangan
Blood loss (ml)
Blood loss
(%blod
volume)
Pulse rate
Pulse pressure
(mmHg)
Respiratory
rate
Urine output
(mL/hr)
CNS / mental
status
Fluid
replacement
Tatalaksana

Kelas I
Up to
750

Kelas II
7501500

kelas III
15002000

Kelas IV

Up to
15%
<100

15%30%
100-120

>40%
>140

Normal

30%-40%
120-140
Decrease
d

Normal
U-20

20-30

30-40

>35

>30
Slightly
anxious
Crystall
oid

20-30
Mildly
anxious
Crystallo
id

5 -- 15
Anxious,
confused
Crystalloi
d & blood

Negligble
Confused,
lethargic
Crystalloid
& blood

>2000

>35

Terapi cairan awal


Larutan elektrolit isotonik hangat seperti Ringer Laktat atau normal saline dapat
digunakan sebagai resusitasi awal. Cairan ini dapat mengisi volume intravaskuler dalam
waktu singkat dan menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan
cairan penyerta yang hilang dalam ruang interstitial dan intraseluler.
Pada tahap awal, bolus cairan hangat diberikan secepatnya dengan dosis umum 1-2
liter untuk dewasa dan 20ml/kg untuk anak. Respon pasien diobservasi selama pemberian
cairan awal untuk menentukan diagnosa selanjutnya dari respon tersebut.
Perhitungan kasar menentukan jumlah cairan kristaloid yang dibutuhkan secara cepat
yakni dengan mengganti 1ml darah yang hilang dengan 3 ml kristaloid sehingga
memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang dalam ruang interstitial dan
intraseluler. Hal tersebut dikenal dengan hukum 3 untuk 1 (3 for 1 rule).
3. Syok
Definisi : Sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik yang
ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yanga dekuat
organ-organ vital tubuh.
Macam-macam syok
Syok Hipovolemik
DEFINISI
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan (aorta pecah, perdarahan gastrointestinal, hematoma),
kehilangan plasma (luka bakar), dan kehilangan cairan dan elektrolit (muntah, diare, keringat
yang berlebih, asites, obstruksi usus). Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan
penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir diastol yang menyebabkan menurunnya
curah jantung (cardiac output).
PATOFISIOLOGI
Berdasarkan patofisiologi, tahapan syok melalui tiga tahapan :
1. Tahap kompensasi

Tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Penurunan curah
jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan
tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan
melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan
penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan
curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Manifestasi
klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin dengan pengisian
kapiler (capillary refilling) melambat > 2 detik.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor
utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, venous return menurun.
Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.Hipoksia dan
anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bridikinin) yang ikut memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung).
Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin
dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi hepar
memperburuk

keadaan. Timbul

sepsis,

DIC

bertambah

nyata,

integritas

system

retikuloendotelial rusak, integritas mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan menyebabkan


perubahan metabolisme aerobik menjadi metabolisme anaerobik. Akibat perubahan
metabolisme tersebut, timbul asidosis metabolik, asam laktat ekstraseluler meningkat dan
penumpukan asam karbonat di jaringan. Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia
yang bertambah, tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan
mottled, capillary refilling bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat
dan dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).

3. Tahap Irrevesibel atau refrakter


Ditandai dengan kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Pada
tahap ini ditandai dengan kegagalan sistem kardiorespirasi yakni jantung tidak mampu lagi
memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi
menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea. Manifestasi klinis berupa tekanan darah
tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan
tanda-tanda kegagalan system organ lain.

Tatalaksana
Penatalaksanaan syok hipovolemik terdiri dari penanganan primer, sekunder dan tersier. Pada
penanganan primer terdiri dari airway, breathing, circulation, disability, dan exposure. Pada
penangnaan sekunder meliputi pengkajian fisik dan penangan tersier terdiri dari pemberian
resusitasi cairan.
A. Penanganan primer
Pada penanganan primer memeriksa dan melakukan pencatatan tanda-tanda vital, produksi
urin dan tingkat kesadaran untuk memantau respon penderita terhadap terapi.

Airway (Jalan Nafas) :

Tiga hal utama dalam tahapan airway adalah :


1. Look
Melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas seperti agitasi (hipoksemia), penurunan kesadaran
(hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking respiration),
kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya sumbatan di hidung,
posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah.
2. Listen
Mendenngarkan ada atau tidaknya suara napas tambahan obstuksi parsial dan obstruksi total
serta henti nafas. Contoh suara nafas tambahan obstruksi parsial adalah snoring, gurgling,
crowing/stridor, dan suara parau (laring) dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa
obstruksi total dan henti napas.
3. Feel
Merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.

Breathing (pernafasan)

Tiga hal utama dalam tahapan breathing :


1. Look (Melihat)
Melihat apakah pasien bernapas atau tidak, pengembangan dada saat bernafas kuat atau tidak,
keteraturannya, dan frekuensinya.
2. Listen (Mendengar)
Mendengarkan ada atau tidaknya suara vesikuler, suara nafas tambahan (rhonki / wheezing)

3.Feel
Merasakan pengembangan dada saat bernapas, perkusi, dan pengkajian suara paru dan
jantung dengan menggunakan stetoskop.Pemeriksaan airway dan breathing bertujuan agar
pertukaran ventilasi dan oksigenasi tidak terganggu dengan cara pemberian oksigen tambahan
untuk mempertahankan saturasi >95%.

Circulation

Tiga hal utama dalam tahapan circulation :


1. Look
Mengamati ada tidaknya sianosis pada ekstremitas, keringat dingin pada tubuh pasien,
menghitung capillary refill time, timbul akral dingin atau tidak.
2. Feel
Merasakan adanya kekuatan nadi (nadi radialis, brakhialis, dan carotis)
3. Listen
Melalukan pemeriksaan tekanan darah

Disability (pemeriksaan neurologi)

Pada pemeriksaan neurologi berdasarkan GCS (Glasgow Coma Scale). Pemeriksaan


mengamati kedaan pupil dengan menggunakan penlight (isokor atau tidak), tingkat
kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.

Exposure (pemeriksaan lengkap)

Pemeriksaan dilakukan dengan cara membuka seluruh pakaian pasien dan melakukan
pemeriksaan dari ubun-ubun sampai jari kaki untuk mencari ada atau tidak anggota tubuh
yang cedera.

Dilatasi lambung (dekompresi)

Dekompresi sering terjadi pada penderita trauma, terutama anak-anak dan dapat
mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung berupa bradikardi dari stimulasi nervus vagus
yang berlebihan. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selang atau pipa
kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk
mengeluarkan isi lambung.

Pemasangan kateter urin

Bertujuan untuk memudahkan penilaian urin akan ada atau tidak hematuria dan mengevaluasi
perfusi ginjal dengan pemantauan urin yang keluar.
B. Penanganan sekunder
Penanganan sekunder dengan cara memasang satu atau lebih jalur infus intravena
nomor 18/16 kemudain memberikan cairan Infus dengan tetesan cepat larutan kristaloid atau
kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (vena jugularis) yang kolaps terisi. Bila
telah terlihat adanya peningkatan nadi dan tekanan darah, tetesan infus diperlambat. Bahaya
tetsan infus cepat adalah edema paru, terutama pada pasien lansia. Pemantauan yang perlu
dilakukan dalam menentukan kecepatan infus yakni frekuensi nadi, tekanan darah, dan
produksi urin. Pada frekeunsi nadi perhatikan frekuensi nadi cepat atau tidak. Frekuensi nadi
cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Pada tekanan darah, jika tekanan darah kurang dari
90 mmHg (pasien normotensi) atau tekanan darah menurun lebih dari 40 mmHg (pasien
hipertensi), menunjukkan perlunya terapi cairan. Pada produksi urin, dipertahankan minimal
satu atau dua mililiter per kilogram per jam. Jika produksi urin kurang dari satu atau dua
mililiter per kilogram per jam, menunjukkan adanya hipovolemia dan diberikan obat diuretik
(Furosemide) dengan dosis 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urin. Jika pasien
masih tampak gelisah,merasa haus terus, sesak, pucat, atau ekstremitas dingin, terapi cairan
harus diteruskan.
C. Penanganan tersier

Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi


elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Larutan parenteral pada syok hipovolemik
diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk
terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid yakni mudah tersedia, murah, mudah
dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi. Cairan kristaloid terdiri dari ringer laktat, ringer
asetat, Glukosa 5%, 10% dan 20%, NaCl 0,9%
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengaan
hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan ringer laktat adalah larutan
isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. Larutan ringer laktat dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan
asidosis metabolik atau sindroma syok.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat
terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat di metabolisme pada
hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer
Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati
berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat
membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara
sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan
akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian.
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung
sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia
jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula
terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri yang cukup baik.
Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk tekanan
darah sistolik yang sering dipakai adalah <90mmHg. Dengan menurunnya tekanan darah
sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan konstriksi arteri dan vena
sistemik. Manifestasi klinis dapat ditemukan tanda-tanda hipoperfusi sistemik mencakup
perubahan status mental, kulit dingin dan oliguria.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <90mmHg selama >1 jam di
mana :
-

Tak responsif dengan pemberian cairan saja,

Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau,


Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak <2,21/menit perm2 dan
tekanan baji kapiler paru >18 mmHg.

Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah :


-

Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat >90 mmHg dalam 1 jam setelah
pemberian obat inotropik, dan

Pasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi kriteria lain syok
kardiogenik.

Patofisiologi
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi
kontraktilitas miokard yan mengakibatkan lingkaran penurunan jantung, tekanan darah
rendah, insufisiensi koroner, dan selannjutnya terjadi penurunan kontraktilitas dan curah
jantung. Paradigma klasik memprediksi bahwa vasokonstriksi sistemik berkompensasi
dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi sebagai respons dari penurunan
curah jantung.
Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada pasien
IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan peninggian kadar iNOS,
NO, dan peroksinitrit, di mana semuanya mempunyai efek buruk multipel antara lain inhibisi
langsung kontraktilitas miokard, supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik,
efek terhadap metabolisme glukosa, efek proinflamasi, penurunan responsivitas katekolamin,
merangsang vasodilatasi sistemik.
Sindrom respon inflamasi ditemukan pada sejumlah keadaan non infeksi, antara lain
trauma, pintas kardiopulmoner, pankreatitis dan luka bakar.
Pasien dengan IM luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, sel darah putih,
komplemen, intraleukin, C-reactive protein dan petanda inflamasi lain.
NO yang disintesis dalam kadar rendah oleh endotheliai nitri oxide (eNOS) sel endotel dan
miokard, merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif. Syok kardiogenik dapat dipandang
sebagai bentuk yang berat dari kegagalanventrikel kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon
kompensatoriknya sesuai dengangagal jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih
berat. Penurunankontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume

dantekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan
edema paru.
Tatalaksana
Langkah penatalaksanaan syok kardiogenik
1. Tindakan resusitasi segera
Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk terapi definitif.
Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah sekuele neurologi
dan ginjal adalah vital. Dopamin atau noradrenalin (norepinefrin), tergantung pada derajat
hipotensi, harus diberikan secepatnya untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan
dipertahankan pada dosis minimal yang dibutuhkan. Dobutamin dapat dikombinasikan
dengan dopamin dalam dosis sedang atau digunakan tanpa kombinasi pada keadaan low
output tanpa hipotensi yang nyata.
Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum transportasi jika
fasilitas tersedia. Analisis gas darah dan saturasi oksigen harus dimonitor dengan memberikan
continuous positive airway pressure atau ventilasi mekanis jika ada indikasi. EKG harus
dimonitor secara terus menerus, dan peralatan defibrilator, obat antiaritmia aiodaron dan
lidokain harus tersedia. Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika
diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam. Mortalitas 35 hari pada pasien dengan
tekanan darah sistolik < 100 mmHg yang mendapatkan trombolitik pada meta analisis FTT
adalah 28,9% dibandingkan 35,1% dengan plasebo. Meningkatkan trombolisis dengan
meningkatkan tekanan perfusi koroner.
2. Menentukan secara dini anatomi koroner
Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal dari
kegagalan pompa (pump failure) iskemik yang predominan. Hipotensi diatasi segera dengan
IABP.
3. Melakukan revaskularisasi dini
Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan modalitas terapi
secepatnya. Tidak ada trial acak yang membandingkan PCI dengan CABG emergensi pada
left main atau penyakit tiga pembuluh darah besar.
Syok anafilaktik

Definisi : Keadaan alergi yang mengancam jiwa ditandai dengan penurunan tekanan darah
mendadak disertai penyempitan saluran pernafasan dan penurunan kesadaran. Hal tersebut
dipicu rekasi alergi yang disebabkan oleh respon sistem kekebalan tubuh terhadap benda
asing.
Patofisiologi
Mekanisme syok anafilaktik melalui beberapa fase yakni :
Fase Sensitisasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik
pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas
atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan antigen
tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang
menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian
terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.

Fase Aktivasi
Waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil
melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada
kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan
diikat oleh IgE spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator
vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari
granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi
merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan
Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi
yang disebut Newly formed mediators.

Fase Efektor

Waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas
mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas
vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating Factor (PAF)
berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang
dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan leukotrien.
Tatalaksana
1. Segera berikan adrenalin 0,30,5 mg larutan 1:1000 untuk penderita dewasa atau 0,01
mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang setiap
lima belas menit sampai keadaan membaik.
2. Jika terjadi bronkospasme, berikan aminofilin dengan dosis 5-6 mg/KgBB intravena
yang diteruskan dengan dosis 0,40,9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
3. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison seratus miligram atau
deksametason lima hingga sepuluh miligram intravena sebagai terapi penunjang untuk
mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
4. Untuk mencegah relaps (reaksi fase lambat), berikan hidrokortison 7 10 mg/kgBB
intravena lalu lanjutkan hdrokortison suntikan 5 mg/kg BB iv setiap enam jam sampai
48-72 jam.
5. Bila kondisi pasien stabil, berikan terapi suportif dengan cairan selama beberapa hari,
pasien harus diawasi karena kemungkinan gejala berulang minimal selama 12-24 jam.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam pertama.
Syok Septik
Syok septik atau sepsis adalah suatu sindrom respon inflamasi sistemik atau systemic
inflammatory response syndrome (SIRS) yang terkait dengan adanya inflamasi sistemik
akibat adanya infeksi dengan gambaran klinis minimal dua dari semua kondisi yakni suhu
tubuh >380C atau < 360C, frekuensi nadi > 90x/menit, frekuensi pernafasan >20x /menit ,atau
PaCO2 < 32 torr dan atau leukosit >12000 cells/mm3 atau <4000 cells/mm 3 atau batang
>10%.

Patofisiologi
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang
melibatkan

berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan

berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana
terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi
kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi
berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat
sesluler pada berbagai organ. Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang
menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok.
Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah
jantung. Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang
dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan
kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan,
iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan
adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance),
malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek
samping dari terapi yang diberikan.

Tatalaksana
Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan
kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
Terapi cairan
Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer
laktat) maupun koloid. Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah
pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb
yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan
adekuat, namun pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan

dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik
90mmHg. Dapat dipakai dopamin >8g/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5g/kg.menit,
phenylepherine 0.5-8g/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5g/kg/menit. Inotropik dapat
digunakan: dobutamine 2-28 g/kg/menit, dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.10.5 g/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).
Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L
dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
Disfungsi renal
Disebabkan gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik atau hipotensi, segera
dilakukan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan.
Dopamin dosis renal (1-3 g/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi
gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based belum terbukti.
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi secara terus menerus.
Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis, glukoneogenesis),
ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan
kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis,
hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein.
Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral
perlu diberikan sedini mungkin.
Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC
(konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada
sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses
fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan
organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor
pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan
mortalitas.
Kortikosteroid
Saat ini pemberian kortikosteroid hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi
adrenal. Pemberian kortikosteroid dengan hidrokortison, dosis 50 mg bolus IV 4 kali
sehari selama tujuh hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan penurunan

mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak


diberikan dalam terapi sepsis.
Syok Neurogenik
Syok neurogenik atau syok spinal yang disebabkan kegagalan pusat vasomotor sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok
neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh
tubuh.
Patofisiologi
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi
menyeluruh di region splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal
umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri. Syok
neurogenik merupakan akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat
kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah misalnya
pingsan mendadak akibat gangguan emosional, pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi, dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volumesirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.

Tatalaksana
Non farmakologi
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi trendelenburg)
2. Pertahankan jalan napas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker.

Pada

pasien

dengan

distress

respirasi

dan

hipotensi

yang

berat,

penggunaanendotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distress respirasi yang
berulang.

Ventilator

mekanik

juga

dapat

menolong

menstabilkan

hemodinamik

denganmenurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.


3. Untuk kesimbangan hemodinamik , sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan
kristaoid seperti Nacl 0,9% atau RL sebaiknya diberikan perinfus secara cepat 250-500 cc
bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral,turgor kulit, danurin
output untuk menilai respon terhadap terapi.

Farmakologi
Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergic; agonis alfa yang kontra indikasi bila ada perdarahan seperti rupture lien).
a. Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama, dosisnya >10 mcg/kg/menit, berefek serpa dengan
norepinefrin. Jarang terjadi takikardi
b. Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikan tekanan darah. Monitor terjadinya
hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan
tekanan darah secara adekuat. Obat ini merupakan obat terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian
obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Hati-hati dalam pemberian obat
ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-ototuterus.

c. Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepatdalam
badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat deangan pengaruhnya terhadap jantng. Sebelum
pemberian obat ini harus diperhatikan dahulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasiperifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik.
d. Dobutamin
Dobutamin berfungsi dalam menaikkan tekanan darah rendah tekanan darah rendah yang
diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer.

4. Keseimbangan asam basa


1. Asidosis Respiratorik
Jika terjadi gangguan ventilasi alveolar yang mengganggu eliminasi CO 2 sehingga akhirnya
terjadi peningkatan pCO2 (hiperkapnia). Beberapa factor yang menimbulkan asidosis
respiratorik:
Inhibisi pusat pernafasan : obat yang mendepresi pusat pernafasan (sedative, anastetik),
kelebihan O2 pada hiperkapnia
Penyakit neuromuscular : neurologis (poliomyelitis, SGB), muskular (hipokalemia,
muscular dystrophy)
Obstruksi jalan nafas : asma bronchial, PPOK, aspirasi, spasme laring
Kelainan restriktif : penyakit pleura (efusi pleura, empiema, pneumotoraks), kelainan
dinding dada (kifoskoliosis, obesitas), kelainan restriktif paru (pneumonia, edema)
Overfeeding
Prinsip dasar terapi asidosis respiratorik adalah mengobati penyakit dasarnya dan dukungan
ventilasi. hiperkapnia akut merupakan keadaan kegawatn medis karena respon ginjal
berlangsung lambatdan biasanya disertai dengan hipoksemia, sehingga bila terapi yang
ditujukan untuk penyakit dasarmaupun terapi oksigen sebagai suplemen tidak member respon
baik maka mungkin diperlukanbantuan ventilasi mekanik baik invasive maupun non invasive.
2. Alkalosis Respiratorik
Terjadi hiperventilasi alveolar sehingga terjadi penurunan PCO 2 (hipokapnia) yang dapat
menyebabkan peningkatan pH. Hiperventilasi alveolar timbul karena adanya stimulus baik
langsungmaupun tidak langsung pada pusat pernafasan, penyakit paru akut dan kronik,
overventilasi iatrogenic (penggunaan ventilasi mekanik). Beberapa etiologi alkalosis
respiratorik:
Rangsangan hipoksemik :penyakit jantung dengan edema paru, penyakit jantung dengan
right toleft shunt, anemia gravis
Stimulasi pusat pernafasan di medulla : kelainan neurologis, psikogenik (panic, nyeri),
gagal hati dengan ensefalopati, kehamilan
Mechanical overventilation
Sepsis
Pengaruh obat : salisilat, hormone progesterone

3. Asidosis Metabolik
Ditandai dengan turunnya kadar ion HCO3 diikuti dengan penurunan tekanan parsial CO2 di
dalamarteri. Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme respiratorik dan ginjal,
ion hydrogenberinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang dieliminasi
di paru sementara ituginjal mengupayakan ekskresi ion hydrogen ke urin dan memproduksi
ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstraseluler. Beberapa penyebab asidosis
metabolik :
Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh : asidosis laktat, ketoasidosis,

intoksikasi salisilat, intoksikasi etanol


Berkurangnya kadar ion HCO3 di dalam tubuh : diare, renal tubular acidosis
Adanya retensi ion H di dalam tubuh
Penyakit ginjal kronik. Dari persamaan Henderson-Hasselbalch pH dipengaruhi oleh rasio
kadar bikarbonat (HCO3-) dan asam karbonat darah (H2CO3) sedangkan kadar asam
karbonat darah dipengaruhi oleh tekanan CO2darah (pCO2). Bila rasio ini berubah, pH akan
naik atau turun. Penurunan pH darah di bawah normalyang disebabkan penurunan kadar
bikarbonat darah disebut asidosis metabolik. Sebagai kompensasipenurunan bikarbonat
darah, akan dijumpai pernafasan cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul)sehingga tekanan
CO2 darah menurun (hipokarbia). Di samping itu ginjal akan membentukbikarbonat baru
(asidifikasi urine) sehingga pH urine akan asam. Penurunan kadar bikarbonat darahbisa
disebabkan hilangnya bikarbonat dari dalam tubuh (keluar melalui saluran cerna atau
ginjal)ataupun disebabkan penumpukan asam-asam organik, -baik endogen maupun
eksogen-, yangmenetralisir bikarbonat.Khusus penilaian terhadap faktor penyebab asidosis
metabolic terdapat dua cara yaitu caratradisional dengan kesenjangan anion (anion gap), dan
cara kuantitatif kimia-fisik (stewart) denganmenghitung strong ion gap dan atau BE gap.
Menurut analisis stewart, untuk mencari factorpenyebab asidosis metabolic diperlukan
pemeriksaan elektrolit natrium, klor dan juga albumin.
4.Alkalosis Metabolik
Suatu proses terjadinya peningkatan primer bikarbonat dalam arteri. Akibat peningkatan ini,
rasioPCO2 dan kadar HCO3 dalam arteri berubah. Usaha tubuh untuk memperbaiki rasio ini
dilakukanoleh paru dengan menurunkan ventilasi (hipoventilasi) sehingga PCO2 meningkat
dalam arteri danmeningkatnya konsentrasi HCO3 dalam urin.

Penyebab alkalosis metabolik :


Terbuangnya ion H
Melalui saluran cerna atau melalui ginjal dan berpindahnya ion H masuk kedalam sel.
Terbuangnya cairan bebas bikarbonat dari dalam tubuh
Pemberian bikarbonat berlebihan.
Cara membaca AGD
a. Lihat pH
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 7,45. Jika pH darah di
bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.
b. Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. Di
bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.
c. Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L. Di
bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.

d. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH


Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk
menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2 asidosis,
maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut asidosis respiratorik.
Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka kelainan asam basanya disebabkan
oleh sistem metabolik (atau sistem renal) sehingga disebut metabolik alkalosis.
e. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah dengan pH.
Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu sistem pernapasan
atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan HCO3 alkalosis, CO2 cocok
dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan
dengan pH menunjukkan adanya kompensasi dari sistem metabolik.
f. Lihat pO2 dan saturasi O2

Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 (nilai normal 80-100 mmHg) dan O2 sat (nilai
normal 95-100%). Jika di bawah normal maka menunjukkan terjadinya hipoksemia.
Untuk memudahkan mengingat mana yang searah dengan pH dan mana yang berlawanan,
maka kita bisa menggunakan akronim ROME
Respiratory Opposite : pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis) dan
sebaliknya.
Metabolic Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin tinggi (alkalosis) dan
sebaliknya.
5. Minor set
Peralatan bedah minor adalah alat-alat yang dirancang untuk digunakan pada kegiatan bedah
minor. Kegiatannya hanya terbatas pada pembedahan minor saja, alatnya sederhana dan
mudah untuk dimiliki setiap orang. Alat-alat tersebut digabung pada suatu wadah dan disebut
sebagai minor surgery set yang terdiri dari dua klem lurus, dua klem bengkok, satu pinset
anatomis, satu pinset jaringan, satu gunting TA/TU lurus, satu gunting TA/TU bengkok, satu
needle holder, satu gagang pisau, satu pisau bedah. Sepasang sarung tangan, satu benang silk/
plain catgut, satu lusin needle hecting, dan satu bak stainless.

Jenis-jenis peralatan minor set


a. Pisau Bedah
Pisau bedah merupakan peralatan terbaik untuk memotong jaringan. Mata pisau yang tajam
memungkinkan untuk memisahkan jaringan dengan trauma sekecil mungkin terhadap
jaringan sekitarnya. Bentuk mata pisau sangat bervariasi di mana bentuk mempunyai
kegunaannya tersendiri. Yang dipakai untuk pembedahan umum berukuran atau nomor A#10,
untuk pembedahan minor ataupun kosmetik dipakai yang berukuran atau nomor A#15.
Scalpel harus dipegang sedemikian rupa sehingga mudah dikendalikan dan pada saat yang
sama, dapat digerakkan dengan leluasa. Tangkai scalpel dipegang antara ibu jari dan jari
ketiga dan keempat, sedangkan jari telunjuk diletakkan di punggung pisau sebagai kendali.
b. Gunting
Gunting merupakan peralatan yang sering digunakan untuk memotong jaringan. Gunting juga
digunakan untuk memotong benang dan balutan luka. Gunting jaringan biasanya lebih ringan,

terbuat dari baja yang lebih baik, dan mempunyai sisi pemotong yang runcing dan ujungnya
lebih halus daripada gunting benang. Biasanya hanya bagian distal dari mata gunting yang
digunakan untuk memotong.
1. Gunting Bedah
Gunting bedah yang paling terkenal adalah jenis Mayo dengan mata gunting yang
lurus atau melengkung. Selain itu, ada jenis Metzenbaum yang ukurannya lebih
panjang dan lebih banyak pemakaiannya dengan lengkungan yang halus pada
ujungnya.
2. Gunting Benang Gunting benang yang sering dipakai adalah gunting biasa, untuk
kegunaan umum dengan ujung yang tumpul.
3. Gunting Perban
Jenis yang paling sering dipakai adalah gunting dengan mata pisau yang datar,
ujungnya tumpul sehingga dapat disisipkan di bawah balutan luka tanpa kuatir akan
melukai kulit. Jenis ini jarang disediakan di meja operasi tetapi merupakan peralatan
yang penting bagi para dokter bedah atau residen. Jika gunting dipakai pada balutan
kotor dan basah, sebaiknya disterilkan sebelum digunakan untuk pasien lain. Ketika
menghadapi luka terbuka, harus menggunakan perangkat peralatan yang steril.

4. Gunting
Gunting dengan dua ujung yang tumpul biasanya digunakan sebagai gunting benang.
Gunting dengan salah satu atau kedua ujungnya runcing digunakan untuk membagi
jaringan dengan mendorong ujungnya yang runcing di bawah jaringan. Gunting
dengan ujung yang runcing tidak digunakan di dalam rongga karena dapat melubangi
organ atau pembuluh darah.
c. Pinset
1. Pinset Anatomis (thumb forceps)
Pinset anatomis terdiri dari dua bilah logam yang bersatu pada salah satu ujungnya dan
digunakan untuk mengangkat jaringan atau memegang jaringan di antara permukaan yang
berhadapan. Jika pada permukaannya terdapat gerigi (teeth), pinset dapat memegang jaringan

tanpa tergelincir dan tanpa menggunakan tekanan yang berlebihan. Pinset dipegang di antara
ibu jari, jari tengah dan jari telunjuk.
2. Pinset Jaringan (tissue forceps)
Pinset jaringan dilengkapi dengan gerigi agar tidak tergelincir & dapat menggigit jaringan,
maka hanya diperlukan sedikit tekanan untuk memegang jaringan dengan kuat. Bentuk
spesifik dari kepala pinset tergantung dari tujuan khusus yang diharapkan. Jenis pinset
anatomis dapat digunakan untuk memegang sebagian besar jaringan tapi tidak pernah
digunakan untuk viskus yang berongga atau pembuluh darah.
3. Klem Pemegang
Untuk memegang jaringan dan memungkinkan untuk melakukan traksi. Permukaan yang
berhadapan dari setiap kepala klem bervariasi tergantung dari tujuan yang spesifik. Semuanya
mempunyai lubang untuk jari dan sistem pengunci.
4. Klem Hemostatik (hemostatic forceps)
Berperan untuk menghentikan perdarahan selama operasi. Terdapat sejumlah variasi.
Sebagian besar dari alat ini bergerigi dengan susunannya yang paralel terhadap arah bilah,
sedangkan lainnya tegak lurus. Dalam dan lebar gerigi juga bervariasi dan sebagian besar
klem hemostatik menjepit dengan cukup kuat sehingga jaringan-jaringan yang kecil dapat
terjepit. Klem hemostatik juga dapat digunakan untuk membantu membuat ligasi pada
pembuluh darah kecil.

d. Pemegang Jarum (Needle Holder)


Semua alat pemegang jarum mempunyai kepala yang lebar dengan berbagai macam bentuk
gerigi pada kepalanya. Alat ini dipasang pada kurang lebih seperempat panjang jarum dari
ujung tumpulnya. Biasanya jarum menonjol pada sisi kiri dari alat pemegang jarum untuk
ahli bedah yang tidak kidal.
e. Benang (Catgut)
Memiliki dua tipe, yang benang yang dapat menyatu dengan kulit dan benang yang tidak
dapat menyatu dengan kulit (Kozol, 1999). Benang yang dapat menyatu dibuat dari usus
kucing (Catgut), digunakan pada luka yang dalam dan untuk kegunaan kosmetik. Benang
yang tidak dapat menyatu dengan kulit digunakan untuk menjahit luka yang tidak terlalu
dalam. Pada benang yang tidak dapat menyatu dengan kulit dilakukan pelepasan benang

setelah luka kering dan ini akan menimbulkan bekas pada kulit atau disebut dengan jaringan
parut.
Metode Sterilisasi
Metode yang digunakan untuk sterilisasi peralatan bedah minor di rumah sakit, menggunakan
perangkat CSSD (Central Sterile Supplies Department), dimana alat-alat dibersihkan,
disiapkan, dan dikemas pada central sterilizing department, di-otoklaf dalam amplop kertas
tertutup dan dikirim ke ruang perawatan atau ruang operasi. Jika tidak ada fasilitas CSSD,
dapat digunakan alternatif lain.
1. Otoklaf
Gas jenuh pada tekanan 750 mmHg dan suhu 120C, membunuh semua bakteri vegetatif dan
sebagian besar spora yang tahan dalam suasana kering, dalam waktu 13 menit. Penambahan
waktu (biasanya hingga total 30 menit), akan memungkinkan penembusan panas dan gas
lembab ke dalam pusat paket yang disterilkan. Otoklaf modern yang bertekanan udara negatif
atau dengan tekanan tinggi, bekerja dengan waktu yang lebih singkat.

2. Pemanasan kering
Benda-benda yang mudah rusak dengan gas lembab, atau benda yang sebaiknya tetap tinggal
kering, dapat disterilkan dengan pemanasan kering, pada suhu 170C selama 1 jam. Pada
benda berlemak, sterilisasi cara ini akan memakan waktu 4 jam, dengan suhu 160C (320F).
3. Sterilisasi
Sterilisasi dengan gas Etilen oksida cair dan gas, memusnahkan bakteri, virus, jamur, dan
spora. Pada kontak dengan kulit, senyawa ini akan menimbulkan peradangan, peracunan dan
luka bakar yang hebat. Untuk alat-alat yang tak dapat disterilkan dengan otoklaf, misalnya
alat-alat teleskopik, alat-alat dari plastik atau karet, alat-alat yang peka dan lembut, kabel
listrik dan ampul bersegel, sterilisasi gas merupakan pilihan utama. Beberapa bahan (akrilat,
polistirena, dan bahan-bahan farmasi) bereaksi dengan etilen oksida, sehingga rusak. Maka

terhadap bahan-bahan tersebut, harus dipilih cara lain. Sterilisasi dengan gas memerlukan
waktu 1 jam 45 menit, yaitu bila gas yang dipakai, sama dengan gas yang dipakai pada
otoklaf, ialah campuran dari 12% etilen oksida dan 88% diklorodifloro-metana (Freon 12),
pada suhu 55C dan tekanan 410 mmHg. Setelah sterilisasi, dibutuhkan waktu beberapa saat
untuk mengeluarkan gas dari bahan.
4. Perebusan
Perebusan hanya dilaksanakan, bila alat-alat tak dapat disterilkan dengan otoklaf, pemanasan
kering, dan sterilisasi dengan gas. Waktu sterilisasi minimal pada perebusan di air adalah 30
menit, (pada tempat yang berketinggian di atas permukaan air laut yang kurang dari 300
meter). Pada tempat yang berketinggian lebih dari itu, diperlukan waktu perebusan yang lebih
lama. Penambahan alkali, meningkatkan daya guna bakterisidal, sehingga lamanya sterilisasi
dapat dipersingkat, hanya 15 menit.
5. Perendaman
Sterilisasi dengan perendaman dalam antiseptika, biasanya merupakan pilihan terakhir,
apabila keempat cara di atas tak bisa dipakai atau didapat. Pada keadaankeadaan tertentu,
cara ini mungkin akan lebih dibutuhkan atau lebih praktis, misalnya untuk mensterilkan alatalat yang berlensa, alat-alat pemotong yang halus. Macam-macam gerisida dapat dipilih
untuk keperluan ini, adalah Glutaraldehida 2% dalam larutan alkali. Cairan ini mempunyai
aksi bakterisidal dan virusidal dalam waktu 3 jam. Secara tradisional, alkohol 70%
merupakan larutan yang paling banyak dipakai dengan penambahan Klorheksidin 0.5%.
Larutan ini banyak digunakan untuk desinfeksi darurat peralatan bedah yang hanya
memerlukan waktu dua menit.
6. Macam-macam anestesi
a. Anestesi Lokal
Tindakan pemberian obat yang mampu menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara
reversibel pada bagian tubuh yang spesifik. Pada anestesi umum, rasa nyeri hilang bersamaan
dengan hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan pada anestesi lokal (sering juga
diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran penderita tetap utuh dan rasa nyeri yang
hilang bersifat setempat (lokal). Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk
banyak hal. Misalnya, sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti
sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi berlubang, hingga merawat luka terbuka yang disertai
tindakan penjahitan . Anestesi lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan

yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat hanya mampu
dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka
akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri.
b. Anestesi regional
Dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk
meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada
persalinan Caesar, operasi usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai. Caranya dengan
menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak
yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu
menghentikan impuls saraf di area itu. Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui
sistem saraf tadi lalu terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan
sifat anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.
c. Anestesi umum
Dikenal dengan general anestesi atau bius total disebut juga dengan nama narkose umum
(NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
yang bersifat reversibel. Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar
yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya pada
kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lain-lain.
Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran, dan
membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan anestesi juga
diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ
vital melakukan fungsinya selama operasi dilakukan. Untuk menentukan prognosis, ASA
(American Society of Anesthesiologists) membuat klasifikasi berdasarkan status fisik pasien
pra anestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai berikut: ASA 1,
yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi. ASA 2, yaitu pasien dengan
kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit
lainnya. ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diaktibatkan
karena berbagai penyebab. Contohnya pasien apendisitis perforasi dengan septi semia, atau
pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium. ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan
sistemik berat yang secara langsung mengancam kehiduannya. ASA 5, yaitu pasien tidak
diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua dengan
perdarahan basis krani dan syok hemoragik karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga

dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat (E = emergency),


misalnya ASA 1 E atau III E.
7. Tumor di jaringan halus
a. Ganglion
merupakan kista berisi cairan bening kental dengan dinding tipis berasal dari tonjolan selaput
sarung tendon. Pada banyak kasus, ganglion asimtomatik dan jarang menimbulakn gangguan
fungsional. Meskipun pada beberapa kasus, ganglion dapat mempengaruhi struktur
didekatnya seperti arteri, vena, tendon & saraf. Frekuensi timbul ganglion sekitar 50-70%
yang terdapat di pergelangan tangan. Prevelansi pada wanita tiga kali lebih sering daripada
laki-laki. Tempat predileksi paling sering adalah pergelangan tangan (80%) dan umumnya
muncul pada usia 20-60 tahun.
b. Lipoma
Lipoma adalah neoplasma jinak yang terdiri dari mesenkim jaringan lemak dewasa yang
dikelilingi oleh kapsul fibrosa yang tipis. Hal ini dilaporkan sebagai neoplasma yang umum
pada jaringan lunak, dimana sekitar 20% terjadi di kepala dan leher, hanya 0,5% sampai 5%
dari semua neoplasma mulut yang ada.

c. Keratitis seboroik
Keratosis seboroik adalah tumor jinak kulit berasal dari proliferasi epidermis dan keratin
yang menumpuk diatas permukaan kulit lesi kulit sehingga memberikan gambaranng sering
dijumpai usia 40-50 tahun .
d. Kista sebasea
Kista sebasea atau kista trikilemal merupakan kista berisi keratin yang tersusun suatu epitel
menyerupai selubung luar akar rambut, dapat diturunkan secara autosomoal dominan.
Prevelansi wanita lebih sering terkena daripada pria.
e. Veruka vulgaris (kutil)
Paling sering ditemui pada anak-anak namun juga terdapat pada dewasan dan orang tua.
Tempat predileksi yakni ekstremitas bagian ekstensor. Keadaan awal, ukuran hanya sebesar
pentol jarum dengan permukaan halus dan mengkilat. Dalam waktu beberapa minggu atau

bulan kemudian membesar dan permukaan menjadi kasar, bewarna abu-abu kecoklatan atau
kehitaman. Terkadang lesi bergabung satu sama lain sehingga membentuk plak verukosa.
f. Xanthelasma
Bentuk yang paling sering ditemukan adalah xantoma, terdapat di kelopak mata dengan ciri
khas yakni berupa papul atau plak yang lunak memanjang bewarna kuning-orange yang
umumnya terdapat di kantus bagian dalam. Pada pemeriksaan, ditemukan makula, papula,
plak atau nodula bewarna kekuning-kuiningan.
g. Skin tag
Merupakan tumor jinak kulit berasal dari jaringan ikat. Sering terjadi pada usia pertengahann
dan orang tua. Faktor predisposisi adalah obesitas dan kehamilan. Tempat predileksi adaalh
daerah intertriginosa (aksila, inframamae, lipatan paha) namun umumnya pada daerah leher.
Sinonim skin tag adalah acrochordon, cutaneus papiloma, soft warts, fibroma durum, fibroma
mole, soft fibroma.

8. Darah lengkap (whole blood)


Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah lengkap juga mempunyai
kandungan trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII). Volume darah sesuai kantong
darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml. Dapat bertahan dalam suhu
42C. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah eritrosit dan plasma secara
bersamaan. Hb meningkat 0,90,12 g/dl dan Ht meningkat 3-4 % post transfusi 450 ml darah
lengkap. Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif,
meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan dengan
golongan ABO dan Rh yang diketahui. Dosis pada pediatrik rata-rata 20 ml/kg, diikuti
dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi.
Indikasi :

1.

Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar

2.

Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25% dari volume
darah total.
Rumus kebutuhan whole blood 6 x Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
Keterangan :

-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal


-Hb pasien : Hb pasien saat ini

Darah lengkap ada tiga macam yaitu :


a. Darah Segar
Darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah pengambilan. Keuntungan
pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya masih lengkap termasuk faktor labil (V
dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif baik. Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu
yang tepat karena untuk pemeriksaan golongan, reaksi silang dan transportasi diperlukan
waktu lebih dari 4 jam dan resiko penularan penyakit relatif banyak.
b. Darah Baru
Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari donor. Faktor
pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi peningkatan kadar kalium,
amonia, dan asam laktat.
c. Darah Simpan
Darah yang disimpan lebih dari 6 hari sampai 35 hari. Keuntungannya mudah tersedia setiap
saat, bahaya penularan lues dan sitomegalovirus hilang. Sedang kerugiaannya ialah faktor
pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis.
Kemampuan transportasi oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena afinitas Hb
terhadap oksigen yang tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke jaringan. Hal ini disebabkan
oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar kalium, amonia, dan asam laktat tinggi.

Packed red cell

Packed red cell diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma secara tertutup atau septik
sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi 70-80%. Volume tergantung kantong darah
yang dipakai yaitu 150-300 ml. Suhu simpan 42C. Lama simpan darah 24 jam dengan
sistem terbuka. Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells banyak dipakai
dalam pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik, leukemia dan anemia karena
keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi jaringan dan

alat-alat tubuh. Biasanya tercapai bila kadar Hb sudah di atas 8 g%. Untuk menaikkan kadar
Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar
hematokrit 3-5 %. Diberikan selama 2 sampai 4 jam dengan kecepatan 1-2 mL/menit, dengan
golongan darah ABO dan Rh yang diketahui. Kebutuhan darah (ml) : 3 x Hb (Hb normal
-Hb pasien) x BB.
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume darah
secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh adalah:

Mengurangi kemungkinan penularan penyakit


Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis
Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehinggakemungkinan overload berkurang
Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain.

Indikasi: :
1.
Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000 ml.
2.

Hemoglobin <8 gr/dl.

3.

Hemoglobin <10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama : (misalnya empisema, atau


penyakit jantung iskemik)

4.

Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.

White Blood Cells (WBC atau leukosit)

Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti PRC, plasma dihilangkan 80 % ,
biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu diketahui golongan darah
ABO dan sistem Rh. Apabila diresepkan berikan dipenhidramin. Berikan antipiretik, karena
komponen ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk pencegahan infeksi, berikan
tranfusi dan disambung dengan antibiotik. Indikasi transfusi WBC adalah pasien sepsis yang
tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien dengan kultur darah positif,
demam persisten /38,3 C dan granulositopenia).

Trombosit

(2)

Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang disebabkan oleh

kekurangan trombosit. Pemberian trombosit yang berulang-ulang dapat menyebabkan


pembentukan

thrombocyte

antibody

pada

penderita. (3)Transfusi

trombosit

terbukti

bermanfaat menghentikan perdarahan karena trombositopenia. Komponen trombosit


mempunyai masa simpan sampai dengan 3 hari.
Indikasi pemberian komponen trombosit ialah :
1.

Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah trombositnya
kurang dari 50.000/mm3. Misalnya perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia,
anemia aplastik, demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang karena pemberian
sitostatika terhadap tumor ganas.

2.

Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun hipertensi portal juga


memerlukan pemberian suspensi trombosit prabedah.
Rumus Transfusi Trombosit : BB x 1/13 x 0.3

Plasma

Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah (hypovolemia, luka
bakar), menggantikan protein yang terbuang seperti albumin pada nephrotic syndrom dan
cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki jumlah faktor-faktor tertentu dari plasma
seperti globulin.

Macam sediaan plasma adalah:

Plasma cair

Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan packed red cell.

Plasma kering (lyoplylized plasma)

Diperoleh dengan mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3 tahun).

Fresh Frozen Plasma

Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar dan langsung dibekukan pada suhu
-60C. Pemakaian yang paling baik untuk menghentikan perdarahan (hemostasis).

Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan, dengan volume 150-220 ml. Suhu
simpan -18C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun. Berguna untuk meningkatkan
faktor pembekuan bila faktor pembekuan pekat/kriopresipitat tidak ada. Ditransfusikan dalam
waktu 6 jam setelah dicairkan. Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma
(faktor pembekuan), terutama faktor V dan VII. FFP biasa diberikan setelah transfusi darah
masif, setelah terapi warfarin dan koagulopati pada penyakit hepar. Setiap unit FFP biasanya
dapat menaikan masing-masing kadar faktor pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa.
Sama dengan PRC, saat hendak diberikan pada pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu
sesuai suhu tubuh. Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah
besar diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat
kalsium. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system Rh. Efek samping
berupa urtikaria, menggigil, demam, hipervolemia.
Indikasi :

Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)

Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang mengancam
nyawa.

Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi massif

Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan

Cryopresipitate
Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII, faktor pembekuan XIII,
faktor Von Willbrand, fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan
karena kurangnya faktor VIII di dalam darah penderita hemofili A. Cara pemberian ialah
dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak melalui tetesan infus, pemberian segera
setelah komponen mencair, sebab komponen ini tidak tahan pada suhu kamar. Suhu simpan
-18C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun, ditransfusikan dalam waktu 6 jam
setelah dicairkan. Efek samping berupa demam, alergi.
Satu kantong (30 ml) mengadung 75-80 unit faktor VIII, 150-200 mg fibrinogen, faktor von
wilebrand, faktor XIII

Indikasi :

Hemophilia A

Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi

Penyakit von wilebrand

Rumus Kebutuhan Cryopresipitate : 0.5x Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB


PROSES TRANSFUSI DARAH
1.

Jelaskan prosedur kepada klien. Tentukan apakah klien pernah mendapatkan transfusi
sebelumnya dan catatan reaksi ,jika ada.

2.

Minta klien untuk melaporkan gejala berikut: Menggigil, sakit kepala, gatal dan
kemerahan dengan segera.

3.

Pastikan bahwa klien telah menandatangani format persetujuan / informed concern.

4.

Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.

5.

Buat jalur IV dengan kateter besar (diameter 18-G atau 19-G).

6.

Gunakan selang infus yang mempunyai filterGantungkan wadah larutan NaCl 0,9%
untuk diberikan setelah menginfuskan/ pemberian transfusi darah.

7.

Ikuti protokol institusi dalam mendapatkan produk darah dari bank darah. Minta darah
bila anda telah siap menggunakannya.

8.

Dengan perawat yang lain, identifikasi kebenaran produk darah dan klien :
1. Periksa kompatibilitas yang tertera pada kantong darah dan informasi pada
kantong itu sendiri.
2. Untuk darah lengkap, periksa golongan ABO dan tipe RH pada catatan klien.
3. Periksa ulang produk darah dengan pesanan dokter.
4. Periksa tanggal kadaluarsa pada kantong darah.
5. Periksa darah terhadap adanya bekuan / gumpalan darah.
6. Tanyakan nama klien dan periksa / cocokkan dengan gelang tangannya/gelang
nama.
7. Dapatkan data dasar tanda-tanda vital klien.
8. Mulai untuk mentransfusikan darah :
1.

Utamakan / isi jalur IV dengan 0,9 % normal saline.

2.

Mulai transfusi dengan lambat melalui tetesan pertama pada filter.

3.

Atur kecepatan tetesan 2 ml/menit pada 15 menit pertama transfusi dan


tetap bersama klien. Jika ditemukan adanya reaksi, hentikan transfusi, siram / suntik jalur
IV dengan normal saline secara lambat dan beritahu dokter dan bank darah.

4.

Monitor tanda-tanda vital :


-

Dapatkan tanda vital klien setiap 5 menit selama 15 menit pertama transfusi dan

setiap jam untuk yang berikutnya mengikuti kebijakan institusi/rumah sakit.


Observasi klien terhadap adanya kemerahan, ruam kulit, gatal, dispnea, bintik-bintik
merah di kulit.

12 Lepaskan dan buang sarung tangan. Cuci tangan.


13. Lanjutkan mengobservasi terhadap reaksi samping / efek samping transfusi.
14. Catat pemberian darah dan produk darah. Catat cairan yang digunakan mengikuti
kebijakan rumah sakit / institusi.
Bila transfusi sudah selesai (complete), Kembalikan kantong plastik dan selangnya ke bank
darah.
9. Berbagai jenis Luka
a. Berdasarkan derajat kontaminasi
Luka bersih
Luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka sayat elektif dan
steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan
orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian
kondisi luka tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar
1% - 5%.
Luka bersih terkontaminasi
Luka pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran
perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama
namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka
sekitar 3% - 11%.
Luka terkontaminasi
Luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran pernafasan, saluran pencernaan dan
saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka
terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka
penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
Luka kotor
Luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka dengan tanda
infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat
terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.

Berdasarkan Penyebab
a. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores
Cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar
atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu
lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul.
b. Vulnus scissum
Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus
scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan
benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur .
c. Vulnus laseratum atau luka robek
Luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau
goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas
dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan
mukosa hingga lapisan otot.
d. Vulnus punctum atau luka tusuk
Luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya.
Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam
lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak
begitu lebar.
e. Vulnus morsum
Luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka yang
mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan
hewan tersebut.

f. Vulnus combutio
Luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus
combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan
warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan
mukosa.
Proses penyembuhan luka yang alami
1. Fase inflamasi atau lag Phase

Berlangsung pada hari kelima akibat luka terjadi pendarahan. Ikut keluar trombosit dan
sel-sel radang. Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu
dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dingding
pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit. Terjadi vasokonstriksi dan proses
penghentian darah. Sel redang keluar dari pembuluh darah secara diapedesis dan menuju
daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamlin yang
meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi aksudasi cairan edema. Dengan demikian
timbul tandatanda radang. Leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan memakan
kotoran maupun kuman (proses pagositosis). Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin,
belum ada kekuatan pertautan luka sehingga di sebut fase tertinggal (lag phase).
2. Fase proliferasi atau fibroblast Berlangsung dari hari ke-6 sampai dengan 3 minggu.
Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblast (menghubungkan sel-sel) yang
berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblas menghasilkan mukopolisakarid dan serat
kolangen yang terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin.
Mukopolisekarid mengatur deposisi serat-serat kolangen yang akan mempertautkan
tepi luka. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut, yang tak diperlukan
dihancurkan, dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh
sel-sel radang, fibroblas, seratserat kolagen, kapiler-kapiler baru; membentuk jaringan
kemerahan dengan permukaan tak rata disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal
ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menutupi dasar luka, tempat diisi hasil
mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata atau
lebih rendah, tidak dapat naik pembentukan orignan granulasi berhenti setelah seluruh
permukaan luka tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka :
penyatuhan kembali, penyerapan yang berlebih.

3. Fase remondeling atau fase resorpsi


Berlangsung dengan sintesis kolagen oleh fibroblas hingga struktur luka menjadi
utuh. Penyembuhan luka sebagai suatu proses yang kompleks dan dinamis sebagai
akibat dari penyembuhan kontinuitas dan fungsi anatomi. Penyembuhan luka yang
ideal adalah kembali normal strukturnya, fungsinya dan penampilan anatomi kulit.
Batas waktu penyembuhan luka di tentukan oleh tipe luka dan lingkungan ekstrinsik
maupun intrinsik. Pada luka bedah dapat di ketahui adanya sintesis kolagen dengan
melihat adanya jembatan penyembuhan dibawah jahitan yang mulai menyatu.

Jembatan penyembuhan ini muncul pada hari ke : 5-7 pasca operasi. Jahitan biasanya
diangkat pada saat sudah terlihat adanya hasil yang mendekati tepi luka.
Pengangkatan jahitan itu tergantung usia, status nutrisi dan lokasi luka. Jahitan biasa
diangkat pada hari ke 6-7 proses operasi untuk menghindari terbentuknya bekas
jahitan walaupun pembentukan kollagen samapai jahitan menyatu berakhir hari ke-21.
10. Jenis-jenis jahitan
a. Jahitan Terputus (Simple Inerrupted Suture)
Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap
jahitan disimpul sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau
bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak
bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu dengan
lain.

Digunakan

juga

untuk

jahitan

situasi.

Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar


jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus,
hanya satu tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka,
cukup dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi,
dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakannya.
b. Jaitan Matras
Jahitan Matras Horizontal
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul
dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan
pertama. Memberikan hasil jahitan yang kuat.
Jahitan Matras Vertikal
Jahitan dengan menjahit secara
mendalam di bawah luka kemudian
dilanjutkan dengan

menjahit tepi-tepi luka. Biasanya

menghasilkan

penyembuhan luka yang cepat karena

didekatkannya tepi-

tepi luka oleh jahitan ini.

Jahitan Matras Modifikasi


Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka
seberangnya pada daerah subkutannya.

c. Jahitan Kontinu
Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul
terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini jarang dipakai untuk menjahit
kulit.

a) Jahitan Jelujur Sederhana (Continous Over and


Over)
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita
menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil
kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya
pada jaringan ikat yang longgar.

b) Jahitan Jelujur Feston (Interlocking Suture)

Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada


jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai pada jahitan
peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.

d. Jahitan Intradermal
Memberikan hasil kosmetik yang paling bagus (hanya berupa
satu garis saja). Dilakukan jahitan jelujur pada jaringan lemak
tepat di bawah dermis.

Seide (silk/sutera)
Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak
diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar maka benang harus dibuka kembali.
Warna : hitam dan putih
Ukuran : 5,0-3
Kegunaan : menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (arteri besar) dan sebagai teugel
(kendali)

Plain catgut

Diserap tubuh dalam waktu 7-10 hari


Warna : putih dan kekuningan
Ukuran : 5,0-3
Kegunaan : untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan dapat pula
dipergunakan untuk menjahit kulit terutama daerah longgar (perut, wajah) yang tak banyak
bergerak dan luas lukanya kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan mengembang.
Chromic catgut
Berbeda dengan plain catgut, sebelum dipintal ditambahkan krom, sehinggan menjadi lebih
keras dan diserap lebih lama 20-40 hari.
Warna : coklat dan kebiruan
Ukuran : 3,0-3
Kegunaan : penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari, untuk
menjahit tendo untuk penderita yang tidak kooperatif dan bila mobilisasi harus segera
dilakukan.
Ethilon
Benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan jarum jahit) dan
terbuat dari nilon lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap tubuh, tidak menimbulkan
iritasi pada kulit dan jaringan tubuh lain
Warna : biru dan hitam
Ukuran : 10,0-1,0
Penggunaan : bedah plastic, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada kulit, nomor
yang kecil digunakan pada bedah mata.
Ethibond
Benang sintetis(polytetra methylene adipate). Kemasan atraumatis. Bersifat lembut, kuat,
reaksi terhadap tubuh minimum, tidak terserap.
Warna : hiaju dan putih
Ukuran : 7,0-2
Penggunaan : kardiovaskular dan urologi
Vitalene
Benang sintetis (polimer profilen), sangat kuat lembut, tidak diserap. Kemasan atraumatis

Warna : biru
Ukuran : 10,0-1
Kegunaan : bedah mikro terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah mata, plastic,
menjahit kulit
Vicryl
Benang sintetis kemasan atraumatis. Diserap tubuh tidak menimbulkan reaksi jaringan.
Dalam subkuitis bertahan 3 minggu, dalam otot bertahan 3 bulan
Warna : ungu
Ukuran : 10,0-1
Penggunaan : bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastic
Supramid
Benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Tidak diserap
Warna : hitam dan putih
Kegunaan : penjahitan kutis dan subkutis
Linen
Dari serat kapas alam, cukup kuat, mudah disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh minimum
Warna : putih
Ukuran : 4,0-0
Penggunaan : menjahit usus halus dan kulit, terutama kulit wajah
Steel wire
Merupakan benang logam terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat kuat tidak korosif,
dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul
Warna : putih metalik
Kemasan atraumatuk
Ukuran : 6,0-2
Kegunaan : menjahit tendo

Ukuran benang
Ukuran benang dinyatakan dalam satuan baku eropa atau dalam satuan metric. Ukuran
terkecil standar eropa adalah 11,0 dan terbesar adalah ukuran 7. Ukuran benang merupakan
salah satu factor yang menentukan kekuatan jahitan. Oleh karena itu pemilihan ukuran
benang untuk menjahit luka bedah bergantung pada jaringan apa yang dijahit dan dengan
pertimbangan factor kosmetik. Sedangkan kekuatan jahitan ditentukan oleh jumlah jahitan,
jarak jahitan, dan jenis benangnya. Pada wajah digunakan ukuran yang kecil (5,0 atau 6,0).
Lokasi penjahitan
Fasia
Otot
Kulit
Lemak
Hepar
Ginjal
Pancreas
Usus halus
Usus besar
Tendon
Kapsul sendi
Peritoneum
Bedah mikro

Jenis benang
Semua
Semua
Tak diserap
Terserap
Kromik catgut
Semua catgut
Sutera atau kapas
Catgut, sutera, kapas
Kromik catgut
Tak terserap
Tak terserap
Kromik catgut
Tak terserap

Ukuran
2,0-1
3,0-0
2,0-6,0
2,0-3,0
2,0-0
4,0
3,0
2,0-3,0
4,0-0
5,0-3,0
3,0-2,0
3,0-2,0
7,0-11,0

11. Asepsis & antisepsis


a. Asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang
memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik
secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan
antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alatalat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan
juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan.
b. asepsis personal
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu scrubbing (cuci tangan
steril), gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan gloving (teknik pemakaian sarung
tangan steril). Semua anggota tim operasi harus memahami konsep tersebut diatas untuk
dapat memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga

menghilangkan atau meminimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan
bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi
nosokomial).Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik
tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap
bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya
penularan berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah, cairan
peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
c. Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan
melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril.
Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan
tindakan drapping.
d. Prinsip asepsis instrumen
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam
keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi
alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan menggunakan teknik
tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.
Antisepsis adalah usaha untuk membunuh organisme dengan bahan-bahan kimia (antiseptik)
yang ditujukan untuk jaringan hidup.

Anda mungkin juga menyukai