Proposal Skripsi
Untuk Memenuhi Tugas Metode Penelitian
Nama Dosen : Rina Wijayanti AmKeb, SKM, Mkes
DISUSUN OLEH :
TRINA WELASSARI
A. Latar Belakang
Sering kali dengan gampang orang mendefinisikan remaja sebagai
periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, masa usia belasan
tahun, atau seseorang yang menunjukan tingkah laku tertentu seperti susah
diatur, mudah terangsang perasaannya, dan sebagainya. Masalahnya sekarang,
kita tidak pernah berhenti dengan hanya menyatakan bahwa mendefinisikan
remaja itu sulit. Sulit atau mudah, masalah-masalah yang menyangkut
kelompok remaja kian hari kian bertambah. Berbagai tulisan, ceramah,
maupun seminar yang mengupas berbagai segi kehidupan remaja, termasuk
kenakalan remaja, perilaku seksual remaja, dan hubungan remaja dengan
orang tuanya, menunjukkan betapa seriusnya masalah ini dirasakan oleh
masyarakat (Sarwono, 2007).
Sarwono (2007) menyatakan bahwa perubahan-perubahan fisik yang
terjadi pada perkembangan jiwa remaja yang terbesar pengaruhnya adalah
pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya,
mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan
mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh
sehingga menyebabkan mudahnya aktivitas seksual (terutama dikalangan
remaja) dilanjutkan dengan hubungan seks (Sarwono 2007 dan Pasti, 2008).
Hasil penelitian di sejumlah kota besar di Indonesia menunjukkan sekitar
20% sampai 30% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks (DUTA,
Edisi No. 230/ Th.XVIII/ September 2006). Maka jangan heran kehamilan
pranikah semakin sering terjadi. Disinyalir jumlah angka (persentase) yang
sesungguhnya jauh lebih besar daripada data yang tercatat (Pasti, 2008).
Berdasarkan sumber dari Hanifah (2000), bahwa beberapa hasil
penelitian di Indonesia menunjukan adanya penurunan batas usia hubungan
2
menyatakan
bahwa
penyebabnya
antara
lain
maraknya
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah
dalam penelitian ini adalah Bagaimana Hubungan Pemberian Pendidikan Seks
4
Sejak Dini Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja di SMA Negeri 05 Depok
Tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk Mengetahui Hubungan
Pemberian Pendidikan Seks Sejak Dini Dengan Perilaku Seksual Pada
Remaja Di SMA Negeri 05 Depok Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran tentang pemberian pendidikan seks sejak
dini pada remaja di SMA Negeri 05 Depok tahun 2014.
b. Untuk mengetahui gambaran tentang perilaku seksual pada remaja di
SMA Negeri 05 Depok tahun 2014.
c. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian pendidikan seks sejak
dini dengan perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri 05 Depok
tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Institusi STIKes
a. Memberikan masukan dan informasi tentang pentingnya pengetahuan
pendidikan seks bagi remaja.
b. Menambah studi kepustakaan tentang pendidikan seks sehingga dapat
dijadikan masukkan dalam penelitian selanjutnya.
A. Pemberian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, bahwa yang
dimaksud dengan pemberian adalah sesuatu yang diberikan atau sesuatu yang
didapat dari orang lain karena diberi (Diknas, 2005).
6
B. Pendidikan
1. Konsep Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di
dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan
kesehatan adalah suatu pedagogik praktis atau praktek pendidikan. Oleh
sebab itu, konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang di
aplikasikan pada bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan adalah suatu
proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses
pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa,
lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat.
Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai
makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup
didalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang
mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih
tahu dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu,
kelompok
atau
masyarakat
tidak
terlepas
dari
kegiatan
belajar
(Notoatmodjo, 2003).
2. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai
dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat
pelaksanaan atau aplikasinya dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan.
Dari dimensi sasarannya, pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan
menjadi 3 diantaranya:
a. Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu.
7
tempat
pelaksanaannya,
pendidikan
kesehatan
dapat
C. Usia Dini
Istilah pembelajar usia dini dapat ditafsirkan beragam. Istilah usia dini
dapat merujuk pada usia anak-anak. Namun istilah ini dapat pula merujuk
pada bagian dari usia anak-anak. Untuk mendapatkan kesamaan sudut
pandang dalam bahasan pada makalah ini, istilah usia dini perlu diberi
batasan terlebih dahulu.
Salah satu bentuk kepedulian Pemerintah dan lembaga kenegaraan lain
terhadap anak-anak sebagai generasi penerus bangsa tercermin pada upaya
dengan telah diterbikannya piranti legal formal yang mengatur pengertian
anak dan usia dini. Pada Undang Undang Pelindungan Anak UU PA Bab I
pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan. Sedangkan menurut UU no 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dalam Bab 1 pasal 1 ayat 14, yang dimaksud anak
usia dini adalah mereka yang berusia antara 0-6 tahun. Batasan tersebut di atas
jelas menegaskan bahwa anak usia dini adalah bagian dari usia anak.
Para ahli di Tufts University merinci 4 kategori, yaitu bayi (0-2), usia dini
(2-6), kanak-kanak (6-13), dan remaja (13-16). Dua kelompok pertama pada
10
katagori ini mencakup pengertian pembelajar usia dini seperti yang digariskan
dalam UU No 20 tahun 2003. Semetara itu, Scott dan Ytreberg (1990:1)
menyebut batasan usia 5 hingga 11 tahun sebagai pembelajar muda (young
learners). Slattery dan Willis (2001:17) mengajukan 2 kelompok kategorisasi:
pembelajar sangat muda (< 7) dan pembelajar muda (> 7 tahun). Meskipun
tidak menyebut secara eksplisit, kategorisasi terakhir ini mencakup pembelajar
kanak-kanak
namun
mengesampingkan
pembelajar
remaja.
Apabila
interpretasi ini benar, maka pembelajar muda dalam kategori ini meliputi
mereka yang memiliki usia antara 7-13 tahun. Batasan ini mendekati batasan
yang disebut oleh Scott dan Ytreberg (1990:1).
Dalam diskusi ini yang dimaksud usia dini adalah mereka yang berusia
lebih dari 2 tahun. Bayi, yaitu mereka yang berusia 0-2 tahun, tidak
dimasukkan dalam batasan ini. Dari segi pemerolehan bahasa, penanganan
keterbatasan perkembangan bahasa bayi lebih banyak merupakan ranah ahliahli lain selain praktisi guru, misalnya dokter anak, speech therapist, atau ahli
lainnya. Juga, untuk kepraktisan jangkauan pembahasan dan keteraplikasian
pembahasaan dalam tulisan ini, pengertian pembelajar usia dini secara luwes
dapat juga ditafsirkan pembelajar yang termasuk memiliki usia antara 7-13
tahun.
Dengan batasan ini, yang dimaksud pembelajar usia dini adalah mereka
yang berusia > 2 namun berusia < 13 tahun. Batasan ini sesuai dengan batasan
yang dikemukakan oleh Brumfit, Moon dan Tongue (1991:v). Dalam jenjang
pendidikan batas terendah usia dini dalam pengertian ini dalah mereka yang
memulai atau duduk di taman kanak-kanak atau kelompok bermain,
sedangkan jenjang pendidikan tertingginya adalah kira-kira mereka yang
duduk di jenjang sekolah dasar kelas enam.
Pendidikan anak usia dini adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
bagi mereka yang berusia antara 0-6 tahun, yaitu upaya pembinaan yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
11
D. Seksual
1. Definisi Seksual
Menurut Zawid (1994) seksualitas sulit untuk di definisikan karena
seksualitas memiliki aspek kehidupan kita dan diekspresikan melalui
beragam perilaku. Seksualitas bukan semata-mata bagian intrinsik dari
seseorang tetapi juga meluas sampai berhubungan dengan orang lain.
Keintiman dan kebersamaan fisik merupakan kebutuhan sosial dan
biologis sepanjang kehidupan. Kesehatan seksual telah didefinisikan
sebagai pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual dan sosial
dari kehidupan seksual, dengan cara yang positif memperkaya dan
12
hanya sekali satu bulan dan yang lainnya lagi tidak memiliki keinginan
seks sama sekali dan cukup merasa nyaman dengan fakta tersebut.
Keinginan seksual menjadi masalah jika klien semata-mata menginginkan
untuk melakukannya pada beberapa norma kultur atau jika perbedaan
dalam keinginan seksual dari pasangan menyebabkan konflik.
a. Faktor Fisik
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena
alasan fisik. Aktivitas seksual dapat menyebabkan nyeri dan
ketidaknyamanan. Bahkan hanya membayangkan bahwa seks dapat
menyakitkan sudah menurunkan keinginan seks. Penyakit minor dan
keletihan adalah alasan seseorang untuk tidak merasakan seksual. Citra
tubuh yang buruk, terutama jika diperburuk oleh perasaan penolakan
atau pembedahan yang mengubah bentuk tubuh, dapat menyebabkan
klien kehilangan perasaannya secara seksual.
b. Faktor Hubungan
Masalah dalam berhubungan dengan mengalihkan perhatian
seseorang dari keinginan seks. Setelah kemesraan hubungan telah
mundur, pasangan mungkin mendapati bahwa mereka dihadapkan pada
perbedaan yang sangat besar dalam nilai atau gaya hidup mereka.
Keterampilan seperti ini memainkan peran yang sangat penting ketika
menghadapi keinginan seksual dalam berhubungan. Penurunan minat
dalam aktifitas seksual dapat mengakibatkan ansietas hanya karena
harus mengatakan kepada pasangan perilaku seksual apa-apa yang
diterima atau menyenangkan.
14
diciptakan Tuhan
keunikannya sendiri.
16
berbeda,
masing-masing
dengan
berpendapat
bahwa
pendidikan
seks
bukanlah
semata tetapi menyangkut pula hal-hal lain, seperti peran pria dan
wanita dalam anak-anak dan keluarga, dan sebagainya (Sarwono,
2007).
2. Perilaku
18
a. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar. Skiner seorang ahli psikologi mengemukakan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar. Perilaku ini terjadi melalui proses adanya
stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut
merespon. Skiner membedakan adanya dua respons, diantaranya
adalah:
1) Respondent Respons, merupakan respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini
disebut elicting stimulation karena menimbulkan respons-respons
yang relatif tetap.
2) Operant
Respons,
merupakan
respons
yang
timbul
dan
kelompok
referensi
(Notoatmodjo, 2003).
b. Perilaku Seksual
20
dari
perilaku
masyarakat.
perwujudan
diri
sendiri,
atau
peningkatan
seksual
yang
tidak
menimbulkan
efek-efek
bahwa
perilaku
seksual
normal
ini
dapat
dengan
kebutuhan
individu
mengenai
kebahagiaan,
atau
pada
waktu
tidur.
Onani
bisa
22
semua
saudaranya
perempuan.
Jika
anak
ini
kesadaran
diri
23
dari
penderita
tersebut
untuk
pengaruh
barang-barang
mewah
sehingga
ekonomi
atau
hubungan
seks
yang
tidak
memuaskan.
d) Meningkatkan film-film dan VCD porno, gambar-gambar cabul
di masyarakat dimana penggemarnya sebagian besar adalah
remaja sekolah.
Dengan mengetahui sebab-sebab terjadinya akan lebih mudah bagi
kita untuk mengatasinya daripada hanya dengan cara yang
berdasarkan selera orang-orang atau kelompok tertentu yang sudah
terpengaruh oleh cara-cara negara Barat yang tidak Pancasilais.
4) Pornografi dan Pornoaksi
Hal-hal yang berusaha untuk merangsang dorongan seks
dengan tulisan atau gambar. Pengaruhnya cepat meluas terutama
dikalangan remaja yang sedang berada pada masa pubertas. Hal ini
bisa berakibat menimbulkan krisis moral dikalangan remaja itu,
terutama apabila dasar-dasar agama kurang sekali dilatihkan sejak
kecil. Usaha pornografi dapat juga melemahkan potensi bangsa
sebab akibatnya dapat merusak sendi-sendi falsafah Pancasila.
5) Bestiality
Mengadakan hubungan seks dengan binatang. Ini sering kejadian
di daerah-daerah pertanian dimana jumlah wanita agak kurang.
Kadang-kadang dianggap bahwa hal ini dapat disamakan dengan
onani atau masturbasi.
6) Gerontoseksual
25
dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa
sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini
mengandung banyak aspek efektif, lebih atau kurang dari usia pubertas
(Ali dan Asrori, 2009).
Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur
12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai
dengan 22 tahun bagi pria. rentang usia remaja ini dapat di bagi
menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 21/22 tahun
adalah remaja akhir. Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini,
individu di anggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun,
dan bukan usia 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya (Hurlock,
1991). Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah
menengah (Ali dan Asrori, 2009).
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya
perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yakni antara usia 1019 tahun yang merupakan suatu periode masa pematangan organ
reproduksi manusia dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja
adalah masa periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa.
(Widyastuti dkk, 2009).
Pada remaja tersebut terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik
(organobiologik) secara cepat dan perubahan tersebut tidak seimbang
dengan
perubahan
kejiwaan
(mental
emosional).
Terjadinya
27
dengan fase mencari jati diri atau fase topan dan badai.
28
dan
mempersiapkan
berbagai
tanggung
jawab
kehidupan keluarga.
Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan
perkembangan
kognitifnya,
yaitu
fase
operasional
formal.
a) Pada Laki-Laki
Rambut yang mencolok tumbuh pada masa remaja adalah
rambut kemaluan, terjadi sekitar satu tahun setelah testis dan
penis mulai membesar. Ketika rambut kemaluan hampir selesai
tumbuh, maka menyusul rambut ketiak dan rambut di wajah,
seperti halnya kumis dan cambang. Kulit menjadi lebih kasar,
tidak jernih, pori-pori membesar. Kelenjar lemak dibawah kulit
menjadi lebih aktif. Seringkali menyebabkan jerawat karena
produksi minyak yang meningkat. Aktivitas kelenjar keringat
juga bertambah, terutama bagian ketiak. Otot-otot pada tubuh
remaja makin bertambah besar dan kuat. Lebih-lebih bila
dilakukan latihan otot, maka akan tampak memberi bentuk
pada lengan, bahu dan tungkai kaki. Seirama dengan
tumbuhnya rambut pada kemaluan, maka terjadi perubahan
suara. Mula-mula agak serak, kemudian volumenya juga
meningkat. Pada usia remaja sekitar 12-14 tahun muncul
benjolan kecil-kecil di sekitar kelenjar susu. Setelah beberapa
minggu besar dan jumlahnya menurun.
b) Pada Wanita
Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya
remaja laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi
setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak
dan bulu pada kulit wajah mulai tampak setelah haid. Semua
rambut kecuali rambut wajah, mula-mula lurus dan terang
warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih
gelap dan agak keriting. Pinggul pun menjadi berkembang,
membesar dan membulat. Hal ini sebagai akibat membesarnya
tulang pinggul dan berkembangnya lemak dibawah kulit.
Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan
32
lebih
aktif.
Sumbatan
kelenjar
lemak
dapat
F. Kesehatan Reproduksi
1. Definisi Kesehatan Reproduksi
Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangungan/
ICPD (International Conference
kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta
fungsi dan prosesnya (Widyastuti dkk, 2009).
Kesehatan reproduksi diartikan sebagai suatu kondisi yang menjamin
bahwa fungsi reproduksi, khususnya proses reproduksi, dapat berlangsung
dalam sejahtera fisik, mental maupun sosial dan bukan sekedar terbebas
dari penyakit atau gangguan fungsi alat reproduksi. Berkaitan dengan itu,
WHO (2007) menyebutkan kesehatan reproduksi menyangkut proses,
fungsi dan sistem reproduksi pada seluruh tahap kehidupan. Dengan
demikian kesehatan reproduksi merupakan unsur yang penting dalam
kesehatan umum, baik perempuan maupun laki-laki. Kesehatan reproduksi
juga dapat mempengaruhi kesehatan bayi dan anak-anak remaja dan orang
yang berusia di luar masa reproduksi (menopause).
Pemahaman tentang kemungkinan pengaruh kesehatan reproduksi
terhadap kesehatan secara luas sering belum di pahami, hal ini dapat
terjadi oleh karena kurangnya informasi yang benar mengenai kesehatan
reproduksi. Kekurangan ini tidak saja terjadi pada kaum remaja tetapi juga
pada kalangan dewasa dan orang tua.
Biasanya orang awam mengartikan kesehatan reproduksi hanya sebagai
hal-hal yang berhubungan dengan organ reproduksi. Ketidaktahuan
masyarakat mengenai kesehatan reproduksi melahirkan masalah-masalah
baru yang diakibatkan perilaku yang tidak aman, misalnya saja muncul
penyakit menular seksual (PMS) dan HIV/ AIDS (Emilia, 2008).
2. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
Secara luas, ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam siklus kehidupan
meluputi:
a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
34
Salah
satu
kesulitan
mengenali
infeksi
Human
g. Chancroid
Crancoid (chancre lunak) disebabkan oleh kuman batang gram negatif
Haemophilus ducreyi dan jarang ditemui di Amerika Serikat. Infeksi
pada wanita dimulai dengan lesi papula atau vesikopustuler pada
perineum, serviks atau vagina 3-5 hari setelah terpapar. Lesi
berkembang selama 48-72 jam menjadi ulkus dengan tepi tidak rata
berbentuk piring cawan yang sangat lunak. Beberapa ulkus dapat
berkembang menjadi satu kelompok. Discharge kental yang dihasilkan
ulkus berbau busuk atau infeksius (Benson, 2009).
h. Granuloma Inguinale
Granuloma
inguinale
disebabkan
oleh
Calymmatobacterium
Penyakit radang panggul akut non purpuralis hampir selalu (kirakira 99%) terjadi akibat masuknya kuman patogen melalui serviks
ke dalam kavum uteri. Infeksi kemudian menyebar ke tuba uterina,
akhirnya pus dari ostium masuk ke ruang peritoneum. Organisme
yang diketahui menyebar dengan mekanisme tersebut adalah N.
gonnorhoeae,
C.
Trachomatis,
Streptococcus
agalactiae,
41
kontak dengan tinja yang terinfeksi, yang dapat mengenai air atau
makanan. Transmisi seksual dari hepatitis A biasanya melalui kegiatan
oral dan anal seks. Transmisi seksual dari hepatitis B dapat juga lewat
transfusi darah yang tercemar, jarum suntik yang dipakai bersamasama (biasanya pada kelompok pengguna obat terlarang), dan lewat
mani, ludah, cairan mens dan lendir hidung penderita. Hepatitis C juga
dapat ditularkan secara seksual. Sedangkan hepatitis D ditularkan
melalui kegiatan seksual atau kontak dengan darah yang tercemar.
Hepatitis biasanya didiagnosis melalui tes darah untuk memeriksa
kelainan dalam fungsi hati. Tidak terdapat obat untuk hepatitis, tetapi
istirahat ditempat tidur dengan banyak minum cairan biasanya
dianjurkan. Vaksin telah tersedia untuk perlindungan terhadap hepatitis
B dab D, karena hepatitis D tidak mungkin ada tanpa hepatitis B. Tidak
ada vaksin terhadap hepatitis C (Hutapea, 2003).
c. Genital Warts
Genital Warts atau disebut juga venerel warts disebabkan oleh Human
Papiloma Virus (HPV). Penyakit ini menyerang pria dan wanita
berusia 20 hingga 24 tahun. Lesi kelihatan didaerah kemaluan dan
anus beberapa bulan setelah infeksi. Wanita lebih rentan daripada pria
karena ada suatu bagian pada leher rahim di mana sel-selnya
melakukan pembuahan diri lebih cepat dibanding yang lainnya, dan
Human Papiloma Virus (HPV) membonceng pada sel-sel tersebut
untuk berkembang biak.
Genital Warts agak mirip dengan warts (kutil) yang biasa ada ditelapak
kaki dan terdiri dari benjolan gatal dari berbagai bentuk dan ukuran.
Bejolan ini teraba agak keras dengan warna kuning-keabuan pada
permukaan kulit yang kering, sedangkan di daerah basah seperti
vagina, bentuknya seperti bunga kol berwarna merah muda dan teraba
43
lembek. Kutil ini dapat pula terlihat didaerah penis, kulup, skrotum
dan didalam saluran kencing pada pria. Pada wanita dapat pula muncul
di labia mayora dan minora dinding vagina dan cervix. Pria dan wanita
sering juga menemukannya di luar daerah kemaluan seperti di mulut,
bibir, alis, puting susu, sekitar anus atau bahkan didalam rektum.
Genital Warts yang berada didalam uretra akan mengeluarkan cairan
atau darah dan terasa perih. Human Papiloma Virus (HPV) dapat pula
menimbulkan kanker pada organ-organ reproduksi seperti pada penis
atau cervix.
Human Papiloma Virus (HPV) dapat ditularkan melalui kontak seks
atau jenis lainnya, seperti melalui pakaian dan handuk. Genital Warts
sebaiknya
diangkat
dengan
menggunakan
teknik
pembekuan
(cryotherapy) dengan nitrogen cair kutil ini dapat juga dicuci dengan
larutan
podophylin
yang
bertujuan
untuk
mengeringkan
dan
44
tubuh manusia. Telur yang terdapat pada kain seprei atau handuk dapat
menetas sesudah satu minggu. Semua alat tidur, handuk dan pakaian
yang pernah digunakan orang pengidap kutu ini harus dicuci dengan
air panas atau dry clean untuk membuang dan memusnahkan telur.
Parasit ini menempel pada rambut dan dapat hidup dengan cara
mengisap darah, sehingga menimbulkan gatal-gatal. Masa hidupnya
singkat, hanya sekitar satu bulan. Tetapi kutu ini dapat tumbuh subur
dan bertelur berkali-kali sebelum mati (Hutapea, 2003).
5. Ancaman Penyakit Menular Seksual Pada Remaja
Karena sifatnya yang lethal (mematikan), AIDS telah menjadi pusat berita
selama kurang lebih satu dekade. Akan tetapi Penyakit Menular Seksual
(PMS) lainnya memberi ancaman maut seperti AIDS. Beberapa jenis
Penyakit Menular Seksual (PMS) akan merusak organ reproduksi dalam
jika dibiarkan tidak diobati sekalipun tanpa menimbulkan gejala seperti
nyeri, gatal atau keluarnya cairan. Walaupun menghadapi bahaya yang di
timbulkan oleh Penyakit Menular Seksual (PMS), banyak orang yang
merasa segan dan ragu-ragu membicarakan hal tersebut dengan pasangan
seksnya (Hutapea, 2003).
46
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka dan uraian latar
belakang, dikemukakan bahwa faktor yang memegang peranan dalam perilaku
seks adalah pemberian pendidikan seks sejak dini.
Dari uraian di atas hubungan variabel-variabel tersebut dapat di visualisasikan
dalam skema kerangka konsep sebagai berikut:
Vaiabel Independent
Variabel Dependent
Pemberian Pendidikan
Seks Sejak Dini
Perilaku seksual
47
B. Definisi Konseptual
1. Pendidikan Seks
Salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah perilaku seks yang
menyimpang, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang
tidak di harapkan (Sarwono, 2007).
2. Perilaku Seksual
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2003).
C. Definisi Operasional
Tabel. 3.1
48
Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Operasional
Perilaku
seks
Pemberian
pedidikan
seks
Cara
Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Dengan
bertanya
kepada
siswa dan
siswi
tentang
perilaku
seks
Kuisioner
Positif: apabila
T 50
Ordinal
Dengan
bertanya
kepada
siswa dan
siswi
tentang
pendidikan
seks
Kuisioner
Negatif: apabila
T < 50
Baik: Bila
didapat 76100%
Ordinal
Cukup: Bila
didapat 56-75%
Kurang: Bila
didapat < 55%
D. Hipotesa
Hipotesa sebagai jawaban sementara penelitian, patokan dugaan atau dalil
sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan masalah yang telah di paparkan maka
hipotesa dalam penelitian ini adalah:
Ho : Tidak ada hubungan antara pemberian pendidikan seks sejak dini
dengan perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri 05 Depok
Tahun 2014.
49
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel. Variabel terikat (Dependent) dalam penelitian ini adalah perilaku
seksual dan variabel bebas (Independent) dalam penelitian ini adalah
pemberian pendidikan seks sejak dini.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan studi Cross
Sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Point Time Approach). Artinya,
tiap objek penelitian hanya di observasi sekali saja dan pengukuran terhadap
status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak
50
berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama
(Notoatmodjo, 2005).
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Dependent
Variabel Dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas
atau Idependent (Notoatmodjo, 2005). Variabel Dependent dalam
penelitian ini adalah perilaku seksual.
2. Variabel Independent
Variabel Independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel
Dependent (Notoatmodjo, 2005). Variabel Independent dalam penelitian
ini adalah pemberian pendidikan seks sejak dini.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Pengambilan sampel
diambil secara Proporsive Sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan
pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri
berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
N1
+Z
d2
Z 21/2 P ( 1P ) N
n=
Keterangan:
Jumlah sampel
Z 1 /2=
52
Jumlah Populasi
1. Kuisioner
Bentuk kuisioner berupa pertanyaan tertutup berskala ordinal dengan
jumlah jawaban sebanyak 3 alternatif pilihan, artinya semua jawaban
sudah di sediakan dan responden hanya memilih salah satu jawaban yang
tersedia. Jumlah kuisioner untuk pemberian pendidikan seks sejak dini
sebanyak 20 pertanyaan.
2. Wawancara
Wawancara adalah mengajukan pertanyaan kepada responden tentang
pendidikan seks yang di dapat sejak dini apakah sesuai dengan yang
pendidikan seks yang didapatkan.
53
3. Rating Scale
Rating Scale adalah bentuk pengumpulan data untuk mengetahui perilaku
seksual dengan menggunakan satu skala. Jenis skala perilaku seks yang di
pakai dalam penelitian ini adalah skala likert, dimana masing-masing
pertanyaan ada empat kemungkinan jawaban yaitu Sangat Tidak Setuju
(STS), Tidak Setuju (ST), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS), jumlah
pertanyaan rating scale berjumlah 20 pertanyaan.
F. Pengolahan Data
1. Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau
kuisioner apakah jawaban yang ada di kuisioner sudah lengkap, jelas,
relevan dan konsisten.
2. Coding
Pada tahapan ini dilakukan pemberian kode pada jawaban pertanyaan
dalam kuisioner. Kegunaan koding adalah untuk mempermudah pada saat
analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.
3. Processing
Setelah semua kuisioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati
pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data
yang sudah di entry dapat di analisis. Pengolahan data dilakukan dengan
cara mengentry dari data kuisioner ke paket program komputer.
4. Cleaning
54
(OE)
X =
E
2
Keterangan:
X =
Nilai Chisquare
Frekuensi observasi
Frekuensi harapan
(Hastono, 2007)
56
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. Dkk. 2009. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
57
Benson, R. C. Dkk. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi, Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Emilia, O. 2008. Promosi Kesehatan Dalam Lingkup Kesehatan Reproduksi.
Pustaka Cendikia.
Glasier, A. Dkk. 2005. Keluarga Berencadan Dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta:
EGC.
Glevinno, A. 2008. Remaja dan Seks. (http://public.kompasiana.com/).
Hastono, S. P. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Hutapea, R. 2003. AIDS & PMS dan Pemerkosaan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Sarwono, S. W. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta:
Sagung Seto.
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tambayong, J. 2001. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Widiyastuti, Y. Dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.
Willis, S. S. 2005. Remaja Dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.
58
59