Sekelompok
sahabat
berpendapat
bahwa kewajiban zakat
kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu
setahun. Diantara mereka adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud,
Mu'awiyah, Shadiq, Baqir, Nashir, Daud, dan diriwayatkan
juga Umar bin Abdul Aziz, Hasan, Zuhri, serta Auza'i.
Pendapat-pendapat dan sanggahan-sanggahan terhadap pendapatpendapat itu telah pernah ditulis dalam buku-buku yang sudah
berada di kalangan para peneliti, misalnya al-Muhalla oleh
Ibnu Hazm, jilid 4: 83 dan seterusnya al-Mughni oleh Ibnu
Qudamah jilid 2: 6 Nail-Authar jilid 4: 148 Rudz an-Nadzir
jilid 2; 41 dan Subul as-Salam jilid 2: 129.
MENCARI PENDAPAT YANG LEBIH KUAT TENTANG ZAKAT PROFESI
Yang mendesak, mengingat zaman sekarang, adalah menemukan
hukum pasti "harta penghasilan" itu, oleh karena terdapat
hal-hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa hasil
penghasilan,
profesi,
dan
kekayaan
non-dagang dapat
digolongkan kepada "harta penghasilan"
tersebut.
Bila
kekayaan
dari
satu
kekayaan, yang sudah dikeluarkan
zakatnya, yang di dalamnya terdapat "harta penghasilan" itu,
mengalami
perkembangan,
misalnya laba perdagangan dan
produksi binatang ternak maka perhitungan tahunnya disamakan
dengan perhitungan tahun induknya. Hal itu karena hubungan
keuntungan dengan induknya itu sangat erat.
Berdasarkan hal itu, bila seseorang sudah memiliki satu
nisab binatang ternak atau harta perdagangan, maka dasar dan
labanya bersama-sama dikeluarkan zakatnya pada akhir tahun.
Ini jelas. Berbeda dengan hal itu, "harta penghasilan" dalam
bentuk uang dari kekayaan wajib zakat yang belum cukup
masanya setahun, misalnya seseorang yang menjual hasil
tanamannya yang sudah dikeluarkan zakatnya 1/10 atau 1/20,
begitu juga seseorang menjual produksi ternak yang sudah
dikeluarkan zakatnya, maka uang yang didapat dari harga
barang tersebut tidak dikeluarkan zakatnya waktu itu juga.
Hal itu untuk menghindari adanya zakat ganda, yang dalam
perpajakan dinamakan "Tumpang Tindih Pajak."
Yang
kita
bicarakan
disini,
adalah
tentang "harta
penghasilan," yang berkembang bukan dari kekayaan lain,
tetapi karena penyebab bebas, seperti upah kerja, investasi
modal, pemberian, atau semacamnya, baik dari sejenis dengan
kekayaan lain yang ada padanya atau tidak.
Berlaku jugakah ketentuan setahun penuh bagi zakat kekayaan
hasil kerja ini? Ataukah digabungkan dengan zakat hartanya
yang sejenis dan ketentuan waktunya mengikuti waktu setahun
harta lainnya yang sejenis itu? Atau wajib zakat terhitung
saat
harta
tersebut
diperoleh
dan
susah terpenuhi
syarat-syarat zakat yang berlaku seperti cukup senisab,
bersih dari hutang, dan lebih dari kebutuhan-kebutuhan
pokok?
Yang jelas ketiga pendapat tersebut diatas adalah pendapat
ulama- ulama fikih meskipun yang terkenal banyak di kalangan
para ulama fikih itu adalah bahwa masa setahun merupakan
syarat mutlak setiap harta benda wajib zakat, harta benda
bercacat.
HADIS DARI IBNU UMAR
Mengenai hadis dari Ibnu Umar, Ibnu Hajar berkata bahwa
hadis
yang
diriwayatkan oleh Daruquthni dan Baihaqi,
didalamnya terdapat Ismail bin Iyasy yang menerima dari
sumber bukan penduduk Syam, adalah lemah. Diriwayatkan pula
oleh Ibnu Numair, Mu'tamar, dan lain-lain dari gurunya,
yaitu Ubaidillah bin Umar, yang meriwayatkan dari Nafi'
kemudian terputus, yang dibenarkan oleh Daruquthni dalam
al-'Ilal bahwa hadis tersebut memang mauquf.
HADIS DARI ANAS
Mengenai hadis dari Anas, Daruquthni meriwayatkan yang
didalamnya ada Hasan bin Siyah yang lemah yang telah
meriwayatkan sendiri saja dari Sabit (Talkhish: 175) bahwa
Ibnu Hiban berkata dalam kitab adz-Dzu'afa' bahwa ia meragui
hadis itu yang tidak diperbolehkannya untuk landasan hukum
karena ia meriwayatkannya sendiri saja.
HADIS DARI AISYAH
Hadis dari Aisyah diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Daruquthni,
Baihaqi, serta Uqaili dalam adz-Dzu'afa' bahwa didalamnya
terdapat Harisha bin Abur Rijal, yang lemah.
Ibnu Qayyim berkata dalam Tahdhib Sunan Abi Daud
hadis
bahwa tidak ada zakat pada harta benda sampai lewat setahun
diriwayatkan dari Aisyah dengan sanad yang shahih. Muhammad
bin Ubaidillah bin Munadi berkata bahwa hadis tersebut
diriwayatkan kepada mereka oleh Abu Zaid
Syuja,
bin
al-Walid, dari Harisha bin Muhammad dari Umrah dari Aisyah
"Saya mendengar Rasulullah bersabda: "Tidak ada zakat pada
suatu harta sampai lewat setahun," diriwayatkan oleh Abu
Husain bin Basyran dari Usman bin Samak dari Ibnu Munadi.
Menurut saya adalah aneh Ibnu Qayyim menilai hadis tersebut
shahih dengan sanad tersebut oleh karena bila kita tidak
menggubris Syuja, bin Walid ayah Badr gelar yang diberikan
padanya lihat al-Mizan, jilid 2: 264 sedangkan tentangnya
Abu Hakim mengatakan suaranya hampir tidak kedengaran, tua,
tidak kuat, tidak dapat dipercaya, tetapi mempunyai hadishadis shahih lain dari sumber Muhammad bin Amru, maka kita
tidak bisa pula menganggap tidak ada gurunya yaitu Harisha
bin Muhammad yang sebenarnya adalah Harisha bin Abu Rijal
sendiri, yang meriwayatkan dari Umrah yang hadis-hadis
darinya dianggap lemah oleh Daruquthni dan Uqaili. Zahabi
berpendapat dalam bukunya bahwa Ahmad dan Ibnu Mu'ayyan
menganggap hadis itu lemah, Nasa'i berpendapat bahwa hadis
tersebut matruk, sedangkan Bukhari menilai hadis tersebut
tidak benar tak seorang pun yang mengakuinya. Madini berkata
bahwa
sahabat-sahabatnya
masih
menganggapnya
lemah,
sedangkan lbnu Adi mengatakan bahwa kebanyakan hadis yang
diriwayatkan olehnya tidak benar. Ini berarti bahwa menurut
ijmak perawinya lemah dan bercacat, yang oleh karena itu
tidak
mungkin
hadis yang diriwayatkan sendirian bisa
dianggap shahih. Agaknya ia memakai nama ayahnya - yaitu
Muhammad - dan tidak dengan nama aslinya yang terkenal -
yaitu Abu
tersebut.
Rijal - merupakan
petunjuk
ketidak-
benaran
yang
diriwayatkan
tentang
ketentuan
setahun atas "harta penghasilan" itu adalah
ketidak-sepakatan para sahabat yang akan kita jelaskan. Bila
hadis-hadis tersebut shahih, mereka tentu akan mendukungnya.
Ketidak-sepakatan para Sahabat
tentang Harta Benda Hasil Usaha
datanglah
pembaru
seratus
tahun
saat
harus dikeluarkan yaitu akhir tahun, sebagaimana
dicontohkan Nabi yang memungut zakat pada akhir tahun, tanpa
melihat keadaan harta tersebut pada awal tahun: cukup
senisab atau tidak.
PERBEDAAN MAZHAB EMPAT DALAM MASALAH HARTA PENGHASILAN
Para imam mazhab empat berbeda pendapat yang cukup kisruh
tentang harta penghasilan, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu
Hazm dalam al- Muhalla. Ibnu Hazm berkata, bahwa Abu Hanifah
berpendapat bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan zakatnya
bila mencapai masa setahun penuh pada pemiliknya, kecuali
jika
pemiliknya
mempunyai
harta
sejenis yang harus
dikeluarkan zakatnya yang untuk itu zakat harta penghasilan
itu dikeluarkan pada permulaan tahun dengan syarat sudah
mencapai nisab. Dengan
demikian
bila
ia
memperoleh
penghasilan
sedikit
ataupun banyak - meski satu jam
menjelang waktu setahun dari harta yang sejenis tiba, ia
wajib mengeluarkan zakat penghasilannya itu bersamaan dengan
pokok harta yang sejenis tersebut, meskipun berupa emas,
perak, binatang piaraan, atau anak-anak binatang piaraan
atau lainnya.
Tetapi Malik berpendapat bahwa harta penghasilan tidak
dikeluarkan zakatnya sampai penuh waktu setahun, baik harta
tersebut sejenis dengan jenis harta pemiliknya atau tidak
sejenis, kecuali jenis binatang piaraan. Karena itu orang
yang memperoleh penghasilan berupa binatang piaraan bukan
anaknya sedang ia memiliki binatang piaraan yang sejenis
dengan yang diperolehnya, zakatnya dikeluarkan bersamaan
pada waktu penuhnya batas satu tahun binatang piaraan
miliknya itu bila sudah mencapai nisab. Kalau tidak atau
belum mencapai nisab maka tidak wajib zakat Tetapi bila
binatang piaraan penghasilan itu berupa anaknya,
maka
anaknya itu dikeluarkan zakatnya berdasarkan masa setahun
induknya baik induk tersebut sudah mencapai nisab ataupun
belum mencapai nisab.
Syafi'i mengatakan bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan
zakatnya bila mencapai waktu setahun meskipun ia memiliki
harta sejenis yang sudah cukup nisab. Tetapi zakat anak-anak
binatang piaraan dikeluarkan bersamaan dengan zakat induknya
yang sudah mencapai nisab, dan bila tidak mencapai nisab
maka tidak wajib zakatnya.
Ibnu Hazm tampil - dengan caranya yang menggebu-gebu dengan pendapat bahwa pendapat-pendapat di atas adalah
salah.
Ia
mengatakan
bahwa
salah
satu
bukti
pendapat-pendapat itu salah adalah cukup dengan melihat
kekisruhan semua pendapat itu, semuanya hanya dugaan-dugaan
belaka dan merupakan bagian-bagian yang saling bertentangan,
yang tidak ada landasan salah satu pun dari semuanya, baik
dari Quran atau hadis shahih ataupun dari riwayat yang
bercacat sekalipun, tidak perlu dari Ijmak dan Qias, dan
tidak pula dari pemikiran dan pendapat yang dapat diterima.
Dan Ibnu Hazm membuang semua perbedaan dan bagian yang salah
tersebut dengan berpendapat bahwa ketentuan setahun berlaku
bagi seluruh harta benda, uang penghasilan atau bukan,
bahkan
termasuk
anak-anak
binatang piaraan. Hal itu
bertentangan dengan temannya yaitu Daud Zahiri yang keluar
PENGELUARAN
ZAKAT
Persoalan
tersebut
sebenarnya
dapat
diterangkan
sejelas-jelasnya,
bila
pokok
persoalan yang sensitif
tersebut sudah duduk. Tetapi persoalan tersebut tidak bisa
dijelaskan dengan pemikiran seseorang, tetapi membutuhkan
kerja sama para ulama dan ilmuwan.
Diskusi-diskusi tentang hal itu menarik
sekali,
yang
menunjukkan bahwa mereka memiliki pemahaman yang tajam
terhadap dasar-dasar ajaran Islam. Dua
landasan
yang
dikemukakan oleh Muhammad Ghazali tidak ada kelemahannya,
karena beliau telah menggunakan landasan keumuman nash Quran
dan qias. Tetapi pendekatan yang kita pergunakan dalam
memakai landasan-landasan itu disini lebih mendasar ke
sumbernya dari pendekatan Muhammad Ghazali, yaitu memakai
pendapat para sahabat, tabiiin dan para ahli fikih sesudah
mereka.
Dan bila hal itu berlainan dari pendapat empat mazhab yang
ada, maka tidak satu pun nash dari Allah atau dari Rasul
s.a.w. tidak pula dari imam- imam mazhab tersebut yang
mewajibkan pendapat mereka diikuti sepenuhnya, mengekor
kepada mereka, dan melarang orang berlainan pendapat dari
ijtihad mereka. Tetapi mereka sebaliknya, melarang orang
mengekor mereka, sebagaimana telah kita sebutkan dalam
pendahuluan buku ini.
__________
NISAB MATA PENGHASILAN DAN PROFESI
Kita sudah mengetahui, bahwa Islam tidak mewajibkan zakat
atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi
mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab,
bersih
dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok
pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong
seorang kaya yang wajib zakat karena zakat hanya dipungut
dari orang-orang kaya tersebut, dan untuk menetapkan arti
"lebih" ('afw) yang dijadikan Quran sebagai sasaran zakat
tersebut. Allah berfirman "Mereka bertanya kepadamu tentang
apa yang mereka nafkahkan Katakanlah, "Yang lebih dari
keperluan." (al-Baqarah: 219).
Dan
Rasulullah
s.a.w.
bersabda: "Kewajiban zakat hanya bagi orang kaya." "Mulailah
dari orang yang menjadi tanggunganmu." Hal itu
sudah
ditegaskan dalam syarat-syarat kekayaan yang wajib zakat.
Bila zakat wajib dikeluarkan bila cukup batas nisab, maka
berapakah besar nisab dalam kasus ini?
Muhammad
Ghazali dalam diskusi diatas cenderung untuk
mengukurnya menurut ukuran tanaman dan buah-buahan. Siapa
yang
memiliki pendapatan tidak kurang dari pendapatan
seorang petani yang wajib mengeluarkan zakat maka orang itu
wajib mengeluarkan zakatnya. Artinya, siapa yang mempunyai
pendapatan yang mencapai lima wasaq (50 kail Mesir) atau 653
kg, dari yang terendah nilainya yang dihasilkan tanah
seperti gandum, wajib berzakat. Ini adalah pendapat yang
benar. Tetapi barangkali pembuat syariat mempunyai maksud
tertentu dalam menentukan nisab tanaman kecil,
karena
tanaman merupakan penentu kehidupan manusia. Yang paling
penghasilan
cara dalam
dikeluarkan biaya
dan
ongkos-ongkos
untuk
melakukan
pekerjaan tersebut, berdasarkan pada pengqiasannya kepada
hasil bumi dan kurma serta sejenisnya, bahwa biaya harus
dikeluarkan terlebih dahulu baru zakat dikeluarkan zakatnya
dari sisa. Itu adalah pendapat 'Atha dan lain-lain.
Berdasarkan hal itu maka sisa gaji dan pendapatan setahun
wajib zakat bila mencapai nisab uang, sedangkan gaji dan
upah setahun yang tidak mencapai nisab uang - setelah
biaya-biaya diatas dikeluarkan misalnya gaji pekerja-pekerja
dan pegawai-pegawai kecil, tidak wajib zakat.
PERHATIAN
Bila seseorang sudah mengeluarkan zakat gaji, penghasilan,
atau sejenisnya pada waktu menerimanya, maka tidak wajib
zakat lagi pada waktu masa tempo tahunnya sampai, sehingga
tidak terjadi kewajiban mengeluarkan zakat dua kali pada
satu kekayaan dalam satu tahun.
Karena
itulah
kita
menegaskan dalam pembahasan mengenai harta penghasilan bahwa
bila seseorang mempunyai penghasilan itu maka ia harus
menangguhkan pengeluaran zakatnya sampai bersamaan dengan
pengeluaran zakat kekayaannya yang lain yang sudah jatuh
tempo zakatnya, bila ia tidak kuatir penghasilannya itu akan
terbelanjakan olehnya sebelum temponya sendiri jatuh.
Kita berikan contoh tentang itu bahwa seseorang mempunyai
kekayaan yang dikeluarkan zakatnya setiap tahun pada awal
bulan Muharram, bila ia memperoleh penghasilan, gajinya
umpamanya pada bulan Safar atau Rabiul Awal atau bulan-bulan
sesudahnya dan ia sudah mengeluarkan zakatnya pada waktu
menerimanya, maka ia tidak waJib lagi mengeluarkan zakatnya
sekali lagi pada akhir tempo bersama dengan kekayaannya yang
lain
itu,
tetapi mengeluarkan zakat dari penghasilan
tersebut atau sisanya pada masa tempo kedua, sehingga kita
tidak
mempersukar
diri sendiri sedangkan Allah telah
menegakkan syariat-Nya atas dasar kemudahan.
__________
BESAR ZAKAT PENGHASILAN DAN SEJENISNYA
Berapakah besar zakat yang ditetapkan atas berbagai macam
penghasilan dan pendapatan? Masalah yang diundang oleh
Muhammad Ghazali agar para ulama dan ilmuwan bekerjasama
membahasnya, maka kita setelah mengadakan penelitian dan
pengkajian, sampai pada satu pendapat yang kita paparkan
sebagai berikut:
Penghasilan yang diperoleh dari modal saja atau dari modal
kerja seperti penghasilan pabrik, gedung, percetakan, hotel,
mobil, kapal terbang dan sebangsanya-besar zakatnya adalah
sepersepuluh dari pendapatan bersih setelah biaya, hutang,
kebutuhan-kebutuhan
pokok dan lain-lainnya dikeluarkan,
berdasarkan qias kepada penghasilan dari hasil pertanian
yang diairi tanpa ongkos tambahan.
Diatas kita sudah bertemu dengan pendapat Abu Zahrah dan
teman-temannya mengenai zakat gedung dan pabrik bahwa bila
mungkin diketahui pendapatan bersih setelah dikeluarkan
ongkos-ongkos dan biaya-biaya, seperti keadaan
dalam
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
__________
HUKUM ZAKAT
Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur'an dan Hadis
Dr. Yusuf Qardawi
Litera AntarNusa dan Mizan, Jakarta Pusat
Cetakan Keempat 1996, ISBN 979-8100-34-4