Anda di halaman 1dari 52

SKENARIO E BLOK 19 TAHUN 2014

Tn . Mahmud, 35 tahun, seorang pekerja di pabrik pupuk, berobat ke poliklinik THT


dengan keluhan utama gangguan pendengaran pada telinga kiri yang makin lama bertambah
berat sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluh sulit untuk mendengar percakapan terutama di
tempat ramai, dan telinga kiri terasa berdenging terus-menerus.
Riwayat keluar cairan dan telinga (-)
Riwayat trauma kepala dan telinga (-)
Riwayat menderita darah tinggi disangkal
Riwayat menderita kencing manis disangkal.
Riwayat bekerja di pabrik pupuk bagian mekanik sudah 10 tahun, dan tidak rutin
menggunakan alat pelindung telinga di tempat bekerja.
Status Generalisata:
Keadaan umum

: Sens Compos mentis

Tanda vital

: Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82x/menit, RR 20x/menit, suhu

36,8oC.
Status Lokalisata:
Pemeriksaan THT:
-

Telinga kanan dan kiri: CAE lapang, membrane timpani intak, reflex cahaya (+)
normal

Hidung : Kavum nasi kiri dan kanan lapang. Konka licin, eutrofi, warna merah muda.
Pasase hidung +/+

Tenggorok : Arkus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1-T1 tenang, dinding
posterior faring tenang.

Pemeriksaan Penala:
Pemeriksaan
Rinne
Weber
Schwabach

Telinga kanan
(+)
Lateralisasi ke telinga kanan
Sama dengan pemeriksa

Telinga kiri
(+)
memendek

I. Klarifikasi Istilah
1. Berdenging

: berbunyi nging di telinga.

2. Gangguan pendengaran

: ketidakmampuan secara parsial atau total untuk


mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.

3. Alat pelindung telinga

: Alat untuk menyumbat atau menutup telinga yang


digunakan dengan tujuan melindungi telinga kanan dan
kiri dari paparan suara yang terlalu tinggi.

4. CAE

: saluran telinga (liang telinga) bagian luar.

5. Intak

: Lengkap

6. Eutrofi

: Keadaan dua sisi yang sama.

7. Pasase hidung+/+

: Tidak ada hambatan pada jalur masukudara melalui hidung.

8. Rinne

: Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan


hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa.

9. Weber

: Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang


telinga kiri dan telinga kanan.

10. Schwabach

: Tes untuk membandingkan hantaran tulang orang yang


diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.

11. Lateralisasi

: Kecenderungan menggunakan organ (tangan, kaki, telinga,


mata) pada sisi yang sama dalam melakukan gerak motoric
volunteer.

12. Pemeriksaan penala : Pemeriksaan telinga dengan menggunakan garputala.


II. Identifikasi Masalah
1.

Tn . Mahmud, 35 tahun, seorang pekerja di pabrik pupuk, berobat ke poliklinik


THT dengan keluhan utama gangguan pendengaran pada telinga kiri yang makin
lama bertambah berat sejak 3 bulan yang lalu. (Chief Complain)

2.

Pasien mengeluh sulit untuk mendengar percakapan terutama di tempat ramai,


dan telinga kiri terasa berdenging terus-menerus.

3.

Riwayat bekerja di pabrik pupuk bagian mekanik sudah 10 tahun, dan tidak rutin
menggunakan alat pelindung telinga di tempat bekerja.

4.

Status Lokalisata:
Pemeriksaan THT:
- Telinga kanan dan kiri: CAE lapang, membrane timpani intak, reflex cahaya
(+) normal
- Hidung : Kavum nasi kiri dan kanan lapang. Konka licin, eutrofi, warna merah
muda. Pasase hidung +/+
- Tenggorok : Arkus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1-T1 tenang,
dinding posterior faring tenang.
2

5.

Pemeriksaan Penala: (Main Problem)

Pemeriksaan
Telinga kanan
Rinne
(+)
Weber
Lateralisasi ke telinga kanan
Schwabach
Sama dengan pemeriksa
III.Analisis Masalah
1.

Telinga kiri
(+)
Memendek

Tn . Mahmud, 35 tahun, seorang pekerja di pabrik pupuk, berobat ke poliklinik


THT dengan keluhan utama gangguan pendengaran pada telinga kiri yang makin
lama bertambah berat sejak 3 bulan yang lalu.
a. Apa saja etiologi gangguan pendengaran akibat bising pada telinga kiri?
1) Pajanan bising yang melebihi nilai ambang batas terus menerus dalam
jangka waktu yang lama. Frekuensi tinggi lebih cepat menyebabkan
kerusakan
2) Factor-faktor yang mempengaruhi : frekuensi bising, intensitas bising,
periode pejanan setiap hari, kepekaan individu, umur, jenis kelamin,
kelainan di telinga tengah. Besarnya variabilitas individu dalam
kerentanan setiap bising, mengindikasikan bahwa gangguan pendengaran
akibat bising merupakan suatu penyakit yang kompleks yang disebabkan
interaksi antara factor genetic dan factor lingkungan.
Table intensitas bunyi dan waktu paparan yang diperkenankan sesuai dengan
departeman tenaga kerja 1994-1995.
Intensitas bising (dB)
85 dB
87,5
90
92,5
95
100
105
110

Waktu paparan per hari dalam jam


8
6
4
3
2
1
0,5
0,25

b. Apa hubungan umur dan jenis kelamin, serta pekerjaan terhadap keluhan Tn.
Mahmud?
Sebenarnya tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan umur terhadaap
keluhan yang dialami pasien, yang menyebabkan keluhan pasien adalah
pekerjaannya dan lamanya ia bekerja. Namun biasanya keluhan ini memang
lebih banyak dialami pada laki-laki terutama pada usia produktif karena
kalangan ini biasanya lagi sibuk-sibuknya bekerja. Berdasarkan kelompok
3

usia, angka gangguan pendengaran terbanyak pada kelompok usia produktif


dewasa (40-54 tahun) yaitu 20,8%, sedangkan angka ketulian terbanyak pada
usia diatas 65 tahun yaitu 2,8% (Depkes RI,1998 dalam Suwento R, 2002)
c. Bagaimana fisiologi perjalanan pendengaran?
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya getaran suara oleh
daun telinga yang diteruskan melalui liang telinga luar (meatus akustikus
eksternus), dan getaran suara tersebut akan menggetarkan membran timpani
sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini akan diteruskan ke rangkaian
tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di telinga tengah yang
berhubungan satu sama lain, yang kemudian akan diamplifikasikan. Suara
yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes, dan kemudian stapes
akan menggerakan tingkap lonjong sehingga selanjutnya cairan perilymph
dalam skala vestibuli akan bergerak. Getaran selanjutnya diteruskan melalui
membran Reissner yang akan mendorong endolymph, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membrana basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut pada membrane basalis (ujung sel-sel
rambut berkelok). Rangsangan mekanik ini berubah menjadi rangsangan
listrik akibat adanya perbedaan ion natrium dan kalium, di mana kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel rambut.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius (rangsangan listrik diteruskan ke N.VIII), kemudian
rangsangan diteruskan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran
(area 39, 40) di lobus temporalis.
d. Mengapa keluhan gangguan pendengaran bertambah sejak 3 bulan yang lalu?
Secara klinis, pajanan bising pada organ pendengaran dapat
menimbulkan 3 macam reaksi : reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar
sementara (temporary treshold shift), dan peningkatan ambang dengar
menetap (permanent treshold shift).

Reaksi adaptasi adalah respon akibat rangsangan oleh bunyi dengan


intensitas tinggi 70 dB SPL (sound pressure level). Keadaan ini
merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising
dan merupakan mekanisme kompensasi telinga kita ketika terpajan
bising.

Peningkatan

ambang

dengar

sementara,

merupakan

keadaan

terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising terusmenerus dengan intensitas yang cukup tinggi, namun telinga masih dapat
pulih jika dijauhkan dari tempat bising.

Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan di mana


terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan
intensitas sangat tinggi dan berlangsung lama (berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun) yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur
maupun fungsi koklea, antara lain kerusakan organ corti, sel-sel rambut,
striavaskularis, dll.
Keluhan gangguan pendengaran dimulai sejak 3 bulan yang lalu karena

pada 3 bulan yang lalu mulai terjadi peningkatan ambang dengar yang
menetap (permanent threshold shift), di mana telah terjadi kerusakan
strukstur dan fungsi dari koklea yang bersifat irreversibel.
Nada dengan frekuensi tinggi dan intensitas tinggi akan merusak struktur
di ujung tengah basal (mid basal end) koklea dan frekuensi rendah merusak
struktur dekat apeks koklea. Bising dengan spektrum lebar dan intensitas
tinggi akan menyebabkan perubahan struktur di putaran basal pada daerah
yang melayani nada 4000 Hz. Kerusakan ringan terdiri dari terputusnya dan
degenerasi sel-sel rambut luar dan sel-sel penunjangnya. Kerusakan yang lebih
berat menunjukkan adanya degenerasi, baik sel rambut luar maupun sel
rambut dalam dan atau hilangnya seluruh organ Corti.
e. Mengapa gangguan terjadi pada telinga kiri?
Gangguan pendengaran akibat bising atau noise induced hearing loss
(NIHL) sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya
terjadi pada kedua telinga. Namun, gejala gangguan pendengaran bisa saja

terjadi pada salah satu telinga saja, sehingga pada pemeriksaan Webber akan
terjadi lateralisasi pada telinga yang lebih baik pendengarannya.
2.

Pasien mengeluh sulit untuk mendengar percakapan terutama di tempat ramai,


dan telinga kiri terasa berdenging terus-menerus.
a. Apa hubungan tidak bisa mendengar percakapan di tempat ramai dengan
telinga berdenging?
Pengurangan pendengaran

dengan atau tanpa disertai

tinnitus

mengakibatkan seseorang kesulitan menangkap percakapan. Seseorang yang


tuli mengatakan lebih senang berkomunikasi pada suasana sunyi atau tenang,
maka orang tersebut menderita tuli sarah cochlea. Orang yang menderita tuli
saraf cochlea sangat bergantung oleh latar belakang bising (background noise)
sehingga jika orang tersebut berkomunikasi pada lingkungan yang ramai akan
mendapatkan kesulitan mendengar dan mengerti pembicaraan, kondisi ini
dikenal dengan istilah cocktail party deafness. Gangguan komunikasi
biasanya disebabkan masking atau gangguan kejelasan suara.
Masking adalah suatu proses dimana ambang pendengaran seseorang
meningkat dengan adanya suara lain. Pada saat yang bersamaan terdapat lebih
dari satu suara dimana frekuensi dan panjang gelombangnya sama tetapi
ampitudonya berbeda. Hal inilah yang menyebabkan penutupan antara suara
yang satu dengan suara yang lain. Akibatnya, komunikasi pembicaraan harus
dilakukan dengan berteriak. Suatu suara dapat menutupi suara lain sehingaa
menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya
kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan
komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan kerja.

b. Bagaimana mekanisme telinga berdenging?


Sumber suara yang terlalu keras dapat menyebabkan tinnitus subyektif
dikarenakan oleh impedansi yang terlalu kuat. Suara dengan impedansi
diatas 85 dB akan membuat stereosilia pada organon corti terdefleksi secara
lebih kuat atau sudutnya menjadi lebih tajam, hal ini akan direspon oleh pusat
pendengaran dengan suara berdenging, jika sumber suara tersebut berhenti
6

maka stereosilia akan mengalami pemulihan ke posisi semula dalam beberapa


menit atau beberapa jam. Namun jika impedansi terlalu tinggi atau suara yang
didengar berulang-ulang (continous exposure) maka akan mengakibatkan
kerusakan sel rambut dan stereosilia, yang kemudian akan mengakibatkan
ketulian (hearing loss) ataupun tinnitus kronis dikarenakan oleh adanya
hiperpolaritas dan hiperaktivitas sel rambut yang berakibat adanya impuls
terus-menerus kepa ganglion saraf pendengaran.
c. Bagaimana klasifikasi berdenging?
Tinnitus dapat dibagi menjadi dua kategori besar, subyektif dan
obyektif tinnitus. Tinnitus obyektif adalah suara yang dihasilkan di suatu
tempat di tubuh dan mencapai telinga melalui konduksi dalam jaringan tubuh.
Hal ini terdengar oleh siapa pun selain individu yang terkena. Di sisi lain,
tinnitus subyektif suara tidak terkait dengan gangguan fisik dan hanya
terdengar ke individu yang terkena. Tingkat keparahan suara yang dirasakan
oleh individu dengan tinnitus dapat berkisar dari kebisingan latar belakang
yang tenang hingga suara keras yang mengalahkan suara lingkungan luar.
Tinnitus obyektif, kadang-kadang disebut sebagai tinnitus somatik,
jarang dan disebabkan oleh suara mekanis dalam tubuh. Suara ini sering
dihasilkan oleh struktur otot atau struktur pembuluh darah di daerah kepala
dan leher. Tinnitus obyektif dapat dibagi lagi menjadi 3 kelompok, yaitu,
berdenyut, otot, dan spontan (Lockwood et al., 2002). tinnitus berdenyut
biasanya disebabkan oleh suara yang disebabkan oleh aliran darah turbulen
yang mungkin sinkron dengan siklus jantung. Tinnitus Muskuler sering
digambarkan sebagai "mengklik" kebisingan dan ini paling sering disebabkan
palatal myoclonus atau kontraksi tensor timpani atau stapedius otot
(Lockwood et al., 2002). Tinnitus spontan telah dikaitkan dengan getaran dari
sel-sel rambut luar koklea yang dikenal sebagai emisi otoacoustic spontan
(Penner, 1992).
Tinnitus subyektif adalah persepsi suara tanpa stimulus pendengaran.
Banyak orang mengalami tinnitus saat sedetik atau semenit setelah terpapar
suara keras. Dalam kelompok pasien tinnitus, 22% melaporkan suara yang
sama di kedua telinga, 34% melaporkan mengalami suara unilateral (Stouffer
dan Tyler, 1990). Suara yang terkait dengan tinnitus subjektif telah
7

digambarkan sebagai dering, mendesis, air mengalir, bersenandung, jangkrik,


jangkrik, bersiul, angin bertiup, dll (Stouffer dan Tyler, 1990). Kebanyakan
pasien mengalami suara nada tinggi biasanya di atas 3,000Hz (Henry dkk.,
1984).
Menurut frekuensi getar, tinnitus dibagi menjadi dua yaitu frekuensi rendah
dan frekuensi tinggi. Dalam kasus ini, tinnitus yang dialami adalah tinnitus
subjektif.
3.

Riwayat bekerja di pabrik pupuk bagian mekanik sudah 10 tahun, dan tidak rutin
menggunakan alat pelindung telinga di tempat bekerja.
a. Bagaimana pengaruh riwayat pekerjaannya dengan keluhan yang dialaminya
sekarang?
Bekerja di pabrik biasanya lebih dari 8 jam, dan intesitas bunyi di pabrik
bagian mekanink sekitar lebih dari 100 dB. Riwayat pekerjaan Tn. Mahmud
bekerja sudah 10 tahun di pabrik pupuk bagian mekanik dan tidak rutin
menggunakan alat pelindung telinga di tempatnya bekerja menandakan Tn.
Mahmud terkena pajanan bising yang lama sehingga mengalami peningkatan
ambang dengar yang menetap (permanent threshold shift), di mana telah
terjadi

kerusakan

struktur

dan

fungsi

dari

koklea

yang

bersifat

irreversibel/permanen.
b. Bagaimana alat pelindung telinga yang baik?
Hilangnya pendengaran adalah kejadian umum di tempat kerja dan sering
dihiraukan karena gangguan suara tidak mengakibatkan luka. Alat pelindung
telinga bekerja sebagai penghalang antara bising dan telinga dalam. Selain itu,
alat ini melindungi pemakainya dari bahaya percikan api atau logam panas
misalnya pada saat pengelasan. Alat pelindung telinga dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu :
1) Sumbat telinga (Dapat mengurangi intensitas suara 10 s/d 15 dB)
Alat ini memberikan perlindungan yang paling efektif karena langsung
dimasukkan ke dalam telinga. Sumbat telinga yang baik adalah menahan
frekuensi tertentu saja,sedangkan frekuensi untuk bicara biasanya
(komunikasi) tak terganggu.

Kelemahan: tidak tepat ukurannya dengan lobang telinga pemakai,


kadang kadang lobang telinga kanan tak sama dengan yang kiri, kurang
nyaman dan lekas kotor.
Bahan sumbat telinga adalah karet, plastik keras, plastik yang lunak, lilin,
kapas.
Yang disenangi adalah jenis karet dan plastic lunak,karena bisa
menyusaikan bentuk dengan lobang telinga.
Daya atenuasi (daya lindung) : 25-30 dB
Adanya kebocoran dapat mengurangi atenuasi + 15 dB
Sumbat telinga dengan kapas: daya atenuasi paling kecil antara 2 12 dB.

2)

Tutup telinga (Dapat mengurangi intensitas suara 20 s/d 30 dB)


Alat ini dipakai di luar telinga dan penutupnya terbuat dari sponge untuk
memberikan perlindungan yang baik. Ada beberapa jenis Atenuasinya:
pada frekuensi 28004000 Hz sampai 42 dB (3545 dB) untuk frekuensi
biasa 25-30 dB. Untuk keadaan khusus dapat dikombinasikan antara tutup
telinga dan sumbat telinga sehingga dapat atenuasi yang lebih tinggi; tapi
tak lebih dari 50 dB,karena hantaran suara melalui tulang masih ada.

c. Apa indikasi penggunaan alat pelindung telinga?


Penggunaan alat pelindung telinga digunakan ketika seseorang mendengar
melebihi stadarisasi waktu intesitas suara.
Intensitas
(dB A)
8
85
4
88
Jam
2
91
1
94
30
97
15
100
7,5
103
Menit
3,75
106
1,88
109
0,94
112
28,12
115
14,06
118
7,03
121
3,52
124
1,75
Detik
127
0,88
13
0,44
133
0,22
136
0,11
139
Nilai Ambang Kebisingan Menurut Kep Menaker No. KEP-51/MEN/1999
Waktu Pemaparan per hari

4.

Pemeriksaan THT
- Telinga kanan dan kiri: CAE lapang, membrane timpani intak, reflex cahaya
(+) normal
- Hidung : Kavum nasi kiri dan kanan lapang. Konka licin, eutrofi, warna merah
muda. Pasase hidung +/+
- Tenggorok : Arkus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1-T1 tenang,
dinding posterior faring tenang.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan
THT?
1) Telinga kanan dan kiri :
10

Hasil pemeriksaan
CAE lapang

Nilai normal
Cavum austikus externus

Interpretasi
Normal

(CAE) normalnya adalah


terbuka lebar dan lapang.
Membrane timpani utuh

Normal

intak
Reflex cahaya (+)

(intak)
Refleks

Normal

normal

telinga kanan berada di

Membrane

timpani

cahaya

pada

arah jarum jam 5 dan


telinga kiri di arah jarum
jam 7.
2) Hidung :
Hasil pemeriksaan
Kavum nasi kiri dan

Nilai normal
Kavum nasi kiri dan kanan

kanan lapang

lapang

Konka licin, eutrofi,

Konka licin, eutrofi, warna

warna merah muda


Pasase hidung +/+

merah muda
Pasase hidung +/+

Interpretasi
Normal.
Tidak ada penyempitan /
sumbatan.
Normal
Normal.
Tidak ada hambatan pada
jalur masuk udara melalui
hidung.

3) Tenggorok :
Hasil pemeriksaan
Arkus faring simetris

Nilai normal
Arkus
faring

Normal

Uvula di tengah

simetris
Uvula terletak di

Normal

Tonsil T1-T1 tenang

tengah
Tonsil

normal

berukuran T1-T1
(tidak keluar dari
Dinding posterior faring

arkus faring)
Dinding posterior

tenang

faring tenang

Interpretasi

Normal.
Tidak terjadi

pembesaran

tonsil / peradangan pada


tonsil
Normal.
Tidak

terjadi

proses

peradangan pada faring.


b. Apa tujuan dari pemeriksaan THT yang dilakukan?

11

Pemeriksaan THT yang dilakukan untuk menilai apakah telinga, hidung, dan
tenggorok normal atau tidak, serta menyingkirkan DD penyakit dan
komplikasi penyakit.
5.

Pemeriksaan Penala
Pemeriksaan
Rinne
Weber
Schwabach

Telinga kanan
(+)
Lateralisasi ke telinga kanan
Sama dengan pemeriksa

Telinga kiri
(+)
Memendek

a. Bagaimana interpretasi dan mekasnisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan


Penala?
Jenis Pemeriksaan
Rinne +/+

Interpretasi

Mekanisme

Tes positif pada telinga yang Pada tuli sensorineural AC>BC


diperiksa menunjukkan bahwa namun waktunya lebih memendek
pasien bisa normal atau tuli oleh karena itu dibutuhkan garpu
sensorineural

penala yang lebih besar pada tuli


sensorineural.
kerusakan

Tidak

pada

terdapat

telinga

luar

maupun dalam oleh karena itu


tesnya positif
Weber lateralisasi ke

Laterisasi ke telinga kanan Saat dilakukan tes, terjadi hantaran

kanan

memberikan dua interpretasi: suara melalui tulang hantaran


hantaran

tulang

menjauhi sampai ke koklea dilanjutkan

telinga yang tuli sensorineural oleh perilimfe lalu endolimfe


(ke telinga yang normal atau menuju organ korti yang dimana
hantaran tulang menuju ke stereosilia sel rambutnya telah
12

telinga yang tuli konduktif

mengalami

kerusakan

terganggunya defleksi stereosilia


selsel rambut terganggunya
sistem kanal ion depolarisasi
syaraf auditorius terganggu
perspektif

sensasi

temporalis
lenih

di

melemah

terasa

korteks
sehingga

lateralisasinya

ke

telinga yang normal


Schwabach memendek

Telinga kanan berarti normal Dilakukan

di telinga kiri, telinga

karena

kanan normal

telah

tes

scwabach

yang

disingkirkan dimana suara dari garpu penala

kemungkinan kemungkinan akan

semakin

yang lain dari pemeriksaan intensitasnya

mengecil
scwabach

rinne dan weber sedangkan memendek di telinga kiri karena


telinga

kiri

mengalami
sensorineural.

terbukti mekanisme

pendengaran

yang

ketulian terjadi pada telinga dalam telah


rusak sehingga tidak dapat lagi
menangkap intensitas bunyi yang
rendah scwabach memendek

b.

Apa tujuan dari pemeriksaan penala?


1)

Rinne Test
Tujuan dari Rinne Test adalah untuk membandingkan hantaran tulang

dan hantaran udara pada orang yang diperiksa. Pada orang dengan kelainan
konduksi, hantaran tulang terdengar lebih keras dan lebih lama daripada
hantaran udara (Rinne -). Hal ini disebabkan oleh karena hantaran tulang
langsung ke telinga tengah, sedangkan hantaran udara harus melewati CAE
terlebih dahulu, dimana pada pasien tuli konduksi terdapat gangguan dalam
hantarannya.
Pada pasien normal dan tuli sensorineural dimana tidak mengalami
gangguan konduksi, hantaran udara akan terdengar lebih lama dibandingkan
hantaran tulang. Jadi jika pasien diperiksa dengan meletakkan garpu tala di
atas proc. mastoideus dan pasien tidak mendengar suara lagi, namun saat
13

garpu tala dipindahkan ke depan meatus austikus externus pasien masih


mendengar suara, hal ini diinterpretasikan sebagai Rinne +.
2)

Weber Test
Tes ini bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang pada telinga

kiri dan telinga kanan. Garpu tala diletakkan pada titik medial tubuh (daerah
kepala). Pada telinga yang normal, tidak terdapat lateralisasi. Pada telinga
dengan gangguan konduksi, lateralisasi ke arah telinga yang terganggu dan
pada gangguan sensorineural, lateralisasi ke arah telinga yang sehat. Untuk
menentukan jenis gangguan pendengaran harus dilakukan juga pemeriksaan
Rinne dan Swabach.
3)
Swabach Test
Tes ini bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang pada telinga
pemeriksa dengan telinga yang diperiksa, dengan acuan bawa telinga
pemeriksa adalah telinga normal. Jika pasien tidak mendengar suara lagi
namun pemeriksa masih mendengar suara, hal ini disebut Swabach
memendek. Jika pemeriksa sudah tidak mendengar suara namun saat
diletakkan pada proc mastoideus pasien dan pasien masih mendengar suara,
hal ini disebut Swabach memanjang. Swabach memendek ditemukan pada
orang dengan gangguan neurosensori dan Swabach memanjang ditemukan
pada orang dengan gangguan konduksi.
c.

Bagaimana cara pemeriksaan penala?


TES RINNE
1)
-

Tujuan pemeriksaan:
Untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pada telinga

2)
-

yang diperiksa.
Cara memeriksa:
Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus pasien,
setelah tidak terdengar lg penala dipegang di depan telinga pasien kira-

kira 2,5 cm.


Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar
disebut Rinne negatif (-).

14

Gambar 1. Tes Rinne. Hantaran udara dan hantaran tulang dibandingkan pada
telinga yang sama. a. Tanpa kelainan konduksi, hantaran udara terdengar lebih
keras atau lebih lama dibanding hantaran tulang. b. Pada tuli konduksi
hantaran tulang terdengar lebih keras atau lebih lama dibanding hantaran
udara.
TES WEBER
1)

Tujuan pemeriksaan: Untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri

2)
-

dan kanan.
Cara memeriksa:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala

(verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu).


Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga
disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan
ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada
lateralisasi.

Gambar 2. Tes Weber dilakukan dengan meletakkan garpu tala pada


pertengahan tulang tengkorak. a. Pada pendengaran simetris di kedua telinga,
getaran akan diterima sama di kedua sisi telinga. b. Pada tuli sensorineural,
lateralisasi ke telinga sehat. c. Pada tuli konduksi, lateralisasi ke telinga sakit.
15

Gambar 3. Klasifikasi tuli konduksi dan tuli sensorineural berdasarkan tes


penala Rinne dan Weber. Telinga sehat (normal) akan memberikan hasil yang
sama dengan tuli sensorineural bilateral.
TES SCHWABACH
1)
2)
-

Tujuan pemeriksaan:
Untuk membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa.
Cara memeriksa:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus pasien

sampai tidak terdengar bunyi.


Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus

telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.


Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek.
Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih
dulu, setelah tidak terdengar kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus

pasien.
Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan
bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama mendengarnya disebut dengan
Schwabach sama dengan pemeriksa.

6.

Klinis

: Gangguan pendengaran telinga kiri akibat bising


16

a. DD
Tuli konduktif
Tes Penala
Tes Rinne

Normal
Tuli konduktif
Tuli sensorineural
(+) hantaran udara (-) hantaran udara (+) hantaran udara

Tes Weber

masih terdengar
tidak terdengar
masih terdengaar
Tidak
ada Lateralisasi
ke Lateralisasi
ke

Tes Schwabach

lateralisasi
telinga yang sakit
Sama
dengan Memanjang

telinga yang sehat


Memendek

pemriksa
Meniere
Vertigo yang hilang timbul. Tinnitus, tuli sensorineural bernada rendah,
adanya hidrops endolimfa yang dibuktikan dengan tes gliserin.
b. WD
WD kasus ini adalah gangguan pendengaran sensorineural telinga kiri akibat
bising.
c. Definisi
Gangguan pendengaran akibat kebisingan yang merugikan di tempat kerja
disebut sebagai kerja noise-induced gangguan pendengaran (ONIHL). Hal ini
dapat merusak struktur sensitif di telinga bagian dalam dan menyebabkan
gangguan pendengaran noise-induced (NIHL).
NIHL dapat segera atau dapat memakan waktu yang lama untuk terlihat. Hal
ini dapat bersifat sementara atau permanen, dan hal itu dapat mempengaruhi
satu telinga atau kedua telinga
d. Etiologi
Paparan

kebisingan

dapat

menyebabkan

pergeseran

ambang

batas

pendengaran yang bersifat sementara (temporary threshold shift/TTS) atau


permanen (permanent threshold shift/PTS), tergantung pada intensitas dan
durasi suara. Rentang waktu dari kerusakan sementara dapat beberapa hari
atau bahkan minggu setelah paparan kebisingan. Selama 16-48 jam setelah
paparan kebisingan, umumnya akan terjadi pemulihan jika kondisi dan
kerusakan tidak terlalu parah. Jika tidak dapat pulih dalam jangka waktu
17

beberapa minggu, kerusakan akan bersifat permanen dan sel-sel akan mati,
menghasilkan pergeseran ambang batas permanen.
e. Epidemiologi
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai
setelah presbikusis. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian
dengan berbagai macam derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami
ketulian akibat terpapar bunyi yang keras pada tempat kerjanya. Sedangkan
Sataloff dan Sataloff (1987) mendapati sebanyak 35 juta orang Amerika
menderita ketulian dan 8 juta orang diantaranya merupakan tuli akibat kerja.
Oetomo, A dkk ( Semarang, 1993 ) dalam penelitiannya terhadap 105
karyawan pabrik dengan intensitas bising antara 79 s/d 100 dB didapati bahwa
sebanyak 74 telinga belum terjadi pergeseran nilai ambang, sedangkan
sebanyak 136 telinga telah mengalami pergeseran nilai ambang dengar, derajat
ringan sebanyak 116 telinga (55,3%), derajat sedang 17 ( 8% ) dan derajat
berat 3 ( 1,4% ).
Kamal, A ( 1991 ) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di
sekitar kota Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,30 % dari pandai besi
tersebut menderita sangkaan NIHL.
Sedangkan Harnita, N ( 1995 ) dalam suatu penelitian terhadap karyawan
pabrik gula mendapati sebanyak 32,2% menderita sangkaan NIHL.
f. Faktor risiko
Faktor risiko kasus adalah tergantung pada frekuensi bising, intensitas
bising, periode pejanan setiap hari, kepekaan individu, umur produktif
(bekerja), jenis kelamin laki-laki, kelainan di telinga tengah. Besarnya
variabilitas individu dalam kerentanan setiap bising, mengindikasikan bahwa
gangguan pendengaran akibat bising merupakan suatu penyakit yang
kompleks yang disebabkan interaksi antara factor genetic dan factor
lingkungan.
Table intensitas bunyi dan waktu paparan yang diperkenankan sesuai dengan
departeman tenaga kerja 1994-1995.
Intensitas bising (dB)

Waktu paparan per hari dalam jam


18

85
87,5
90
92,5
95
100
105
110

8
6
4
3
2
1
0,5
0,25

g. Patofisiologi
Pada trauma akustik terjadi paparan bising tunggal yang sangat tinggi dalam
durasi pendek dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Suara
secara mekanik merusak organ Corti, merobek membrane, memecah sel-sel
dan memungkinkan perilimfe dan endolimfe bercampur. Trauma akustik dapat
menyebabkan cedera yang berat daripada gangguan pendengaran akibat bising
yang kronik, terutama apada frekuensi rendah. Pada keadaan yang ekstrim
seperti ledakan, terjadi cedera pada membrane timpani atau osikel sehingga
menyebabkan tuli konduktif atau campur.
Gangguan pendengaran akibat bising kronik melibatkan organ corti,
khususnya sel-sel rambut yang lebih mudah mengalami kerusakan. Hilangnya
stereosilia dan sel-sel rambut terjadi perlahan-lahan, didahului dengan
pergeseran ambang dengar sementara dan dihubungkan dengan proses
metabolic. Stereosilia sel-sel rambut lar menjadi sedikit kaku sehingga
responnya terhadap stimulasi menjadi buruk. Stereosilia tersebut dapat
memulihkan daya mekaniknya sendiri sehingga fungsinya kembali normal.
Jumlah dan tipe kerusakan langsung sel-sel rambut bergantung pada intensitas
bunyi. Pajanan bising pada level subtraumatik menimbulkan pergeseran
ambang dengar sementara pada pendengaran yang sensitive yang kembali
normal seiring waktu jauh dari pajanan bising yang berbahaya. Di atas
frekuensi dan intensitas minimum, sel-sel rambut luar menunjukan tanda
kelelahan metabolic dengan stereosilia yang rusak. Ini korelasidengan
fenomena umum pergeseran ambang dengar sementara yang mengalami
pemulihan dalam beberapa jam.
Level suara yang tinggi merusak stereosilia sel-sel rambut luar lebih lanjut,
termasuk destruksi jembatan intersilia dan mengalami pemulihan lebih lama.
Bahkan level bunyi lebih tinggi menyebabkan kolaps stereosilia dan sel
19

rambut terfagositosis. Sel-sel rambut mengamplifikasi gerakan membrane


basilaris koklea dengan kontraksi bila terstimulasi bunyi. Hal ini
meningkatkan stimulus ke sel-sel rambut dalam yang mentransduksi gerakan
mekanik untuk mencetuskan impuls saraf pada saraf aferen auditorik. Jika selsel rambut luar tidak berfungsi dibutuhkan stimulasi yang lebih besar untuk
menginisiasi impuls saraf sehingga sensitivitas ambang dengar sel-sel rambut
dalam naik yang dipersepsikan sebagai gangguan pendengaran. Sel-sel rambut
pada basal koklea yang paling sensitive mengalami kerusakan akibat bising.
Sel-sel rambut ini bertanggung jawab untuk mentransduksi frekuensi yang
lebih tinggi dan dipertimbangkan gangguan pendengaran nada berfrekuensi
tinggi. Sekali kerusakan terjadi, sel-sel sensorik auditori tidak dapat
memperbaiki diri sendiri bahkan prosedur medic pun tidak dapat
mengembalikan fungsi kembali normal.
Bunyi merusak telinga pertama pada frekuensi 4 kHz (takik 4kHz) dan
alasannya untuk hal ini adalah karakteristik resonansi akustik telinga luar.
Amplifikasi energy akustik pada frekuensi lebih tinggi sekitar 10dB. Variasi
individual dalam karakteristik transfer akustik telinga merupakan factor
kerentanan seseorang terhadap bising. Transduksi vibrasi bunyi menjadi
impuls saraf terjadi dalam koklea. Sel-sel rambut pada orga Corti dapat
merusak secara langsung maupun tidak langsung oleh level bunyi sangat
tinggi yang kontinu yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah stria
vaskularis yang menyplai koklea. Sel-sel rambut relative anoksik dan
kerusakan secara sekunder. Banyak peneliti juga ingin mengetahui apakah ada
komponen vascular yang terlibat pada gangguan pendengaran akibat bising.
Aliran darah koklea meningkat atau menurun selama terpajan bising, belum
jelas apakah penyakit vascular meningkatkan kerentanan terhadap gangguan
pendengaran akibat bising.
h. Manifestasi Klinis
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech
discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat
menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan.
Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon
dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu
20

tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat


mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.
Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise induced
hearing loss ) adalah :
1)

Bersifat sensorineural

2)

Hampir selalu bilateral

3)

Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss )


Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.

4)

Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan


pendengaran yang signifikan.

5)

Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000


dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi
4000 Hz.

6)

Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000
dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 15 tahun.

Selain pengaruh terhadap pendengaran (auditory ), bising yang berlebihan juga


mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi
wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat
gangguan pendengaran yang terjadi.
i. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan,
pemeriksaan fisik, otoskopi, serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran
seperti audiometri.
1)
Anamnesis :
- Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, dan lamanya bekerja (pernah
bekerja atau sedang bekerja di lingkungan yang bising dalam jangka
waktu cukup lama, biasanya 5 tahun atau lebih, atau beraktifitas di luar
-

rumah yang berhubungan dengan kebisingan)


Riwayat timbul ketulian dan progresifitasnya (gangguan pendengaran

terjadi perlahan-lahan atau tiba-tiba)


Umur
Riwayat penggunaan alat proteksi pendengaran saat terpapar

kebisingan
Riwayat gangguan pendengaran sebelumnya
Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga
21

a)

Riwayat infeksi telinga


Riwayat trauma kepala atau trauma telinga
Riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau zat toksik lainnya
Gejala-gejala gangguan pendengaran akibat bising :
Berkurangnya pendengaran, disertai tinitus atau tidak. Kadang disertai

kesulitan menangkap pembicaraan dengan kekerasan suara yang biasa


b) Bila sudah cukup berat, percakapan keras pun akan sulit untuk
ditangkap dan dimengerti.
c) Sangat terganggu dengan adanya background noise atau bising latar
belakang, sehingga bial orang tersebut berkomunikasi di tempat yang
ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengeri percakapan.
Keadaan ini disebut sebagai cocktail party deafness.
d) Lebih mudah berkomunikasi di tempat yang sunyi dan tenan tuli
sensori neural koklea
e) Pengaruh non-auditorial akibat bising : gelisah, rasa tidak nyaman,
ganguan tidur, peningkatan tekanan darah, dll.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya tidak dijumpai kelainan. Pada pemeriksaan
otoskopi akan didapatkan hasil yang normal.
-

Liang telinga lapang (tidak terdapat sumbatan)


Membran timpani intak (tidak ada perforasi)
Refleks cahaya positif (+)

3) Pemeriksaan audiologi
Pemeriksaan penala/garpu tala
Didapatkan hasil kesan jenis ketuliannya yaitu tuli sensorineural.
- Rinne : positif (+)
- Webber : lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik
- Schwabach memendek

Pemeriksaan

audiometri

(bila

terdapat

fasilitas

pemeriksaan

audiometri)
Pada pemeriksaan audiometric nada murni, didapatkan hasil tuli
sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi
4000 Hz terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis
ketulian ini. Pada pemeriksaan pendengaran dengan alat audiometer
terdapat tanda khas yaitu penurunan di frekuensi 4000 Hertz atau

22

disebut

sebagai Acoustic

Notch (lihat

gambar

di

bawah).

Pemeriksaan OAE (otoaukustik emission) untuk mengukur fungsi


sel rambut luar koklea. Gangguan pendengaran akibat bising
disebabkan oleh menurunnya fungsi koklea akibat kerusakan pada sel
rambut luar. OAE cukup sensitive untuk mendeteksi tanda-tanda awal
terjadinya perubahan pada fungsi pendengaran, mendeteksi perubahan

sel rambut luar akibat bising.


Didapatkan hasil : refer
Audilogi khusus :
Short increment sensitivity index (SISI)
Alternate binaural loudness balance (ABLB)
Monoaural loudness balance (MLB)
Audiometri Bekesy
Audiometri tutur (speech audiometry) hasil menunjukkan adanya
fenomena rekrutmen (recruitment) yang patognomonik untuk tuli
sensori neural koklea.

j. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penala
Tuli sensorineural ( rinne (+), weber lateralisasi ketelinga sehat, schwabach
memendek)
23

Pemeriksaan audiometri
Tuli sensorineural pada frekuensi 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz
terdapat takik (notch), ini merupakan patognomonik untuk tuli sensorineural
akibat bising
Pemeriksaan OAE(otoacustic emissions)
Hasilnya refer. Pemeriksaan OAE untuk mengukur fungsi sel rambut luar
koklea. Gangguan pendengaran akibat bising diketahui disebabkan oleh
menurunnya fungsi koklea sebagai akibat kerusakan sel rambut luar. OAE
cukup sensitive untuk mendeteksi tanda-tanda awal terjadi perubahan pada
fungsi pendengaran, mendeteksi perubahan sel rambut luar akibat bising pada
tahap awal
Audiologi khusus (SISI, ABLB,MLB,audiometri Bekesy, audiometri
tutur)
Hasil:fenomena rekrutmen yaitu fatognomonik tuli sensorineural koklea
Rekrutmen
Yaitu fenomena

pada tuli sensorineural koklea dimana telinga yang tuli

menjadi lebih sensitive terhadap kenaikan intensitas bunyi yang kecil pada
frekuensi tertentu setelah terlampaui ambang dengarnya.
k. Tata Laksana
Tidak ada yang diakui dan perawatan ilmiah divalidasi secara khusus
diarahkan untuk gangguan pendengaran noise-induced (NIHL). Kondisi
diobati berikut telah diduga memperburuk NIHL oleh beberapa penulis, dan
manajemen yang tepat dari pertimbangan ini mungkin mempengaruhi
perkembangan atau perkembangan NIHL.
Merokok
Penyakit kardiovaskular
Diabetes melitus
Hiperlipidemia
Paparan obat ototoksik
Jika dimulai lebih awal, pengobatan bisa memiliki peran dalam trauma akustik
akut. Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa kombinasi oksigenasi
hiperbarik dan terapi kortikoid menyebabkan peningkatan yang signifikan
dalam pemulihan; Namun, salah satu dari ini jika diberikan saja mungkin tidak
efektif.
24

Dalam sebuah penelitian di Jerman yang menarik pada pasien dengan trauma
akustik, administrasi intratympanic dari ligan JNK cell-permeable digunakan
karena telah terbukti untuk mencegah gangguan pendengaran setelah trauma
akustik akut pada hewan model.
Untuk aplikasi pertama dari AM-111 pada manusia, fase klinis I / sidang II
pada pasien diselenggarakan pada pasien dengan trauma akustik akut setelah
terpapar petasan di Berlin dan Munich pada malam tahun baru 2005/2006.
Analisis fungsional dan morfologi telinga diperlakukan mengungkapkan
bahwa AM-111 memiliki efek otoprotective sangat baik, bahkan ketika
diberikan jam setelah paparan kebisingan. Memblokir jalur sinyal dengan DJNKI-1 karena itu adalah cara yang menjanjikan untuk melindungi integritas
morfologi dan fungsi fisiologis telinga bagian dalam berbagai kondisi yang
melibatkan gangguan pendengaran sensorineural akut.
Percobaan ini termasuk 11 pasien yang dipilih secara acak pada siapa
pengobatan intratympanic dengan AM-111 pada konsentrasi 0,4 mg / ml atau
2 mg / ml dalam waktu 24 jam setelah paparan kebisingan dilakukan. Purenada Audiometri dan emisi otoacoustic dinilai sebelum pengobatan dan pada
hari 3 dan 30 setelahnya. Berdasarkan pengalaman klinis ini dan pada
perhitungan dengan menggunakan eksponensial pendengaran fungsi recovery
diperoleh secara empiris, AM-111 tampaknya memiliki efek terapeutik.
Sebanyak 13 efek samping yang dilaporkan pada 5 peserta penelitian. Tak satu
pun dari efek samping yang serius atau berat.
Bedah
Pilihan pengobatan di masa mendatang
Sebuah studi hewan menemukan bahwa ketika sel-sel induk saraf (cNSCs)
disuntikkan ke dalam timpani scala tikus suara-rusak dan marmut, dan hewanhewan itu dibiarkan untuk pulih hingga 6 minggu, beberapa cNSCs bermigrasi
sepanjang koklea dan menunjukkan morfologi, protein, dan karakteristik
genetik dari jaringan saraf koklea (misalnya, neuron ganglion spiral, sel-sel
satelit, sel Schwann) dan sel-sel dari organ Corti (sel pilar, sel pendukung, dan
sel-sel rambut). Hal ini menunjukkan bahwa saraf batang garis sel dapat
memperoleh beberapa informasi yang dibutuhkan dari lingkungan mikro
koklea untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel pengganti di koklea. Hal ini dapat
25

membantu dalam pengembangan pengobatan masa depan dan sepenuhnya


mengubah manajemen gangguan pendengaran akibat kerusakan sel-sel ini.
l. Pencegahan
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah
terjadinya NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja.
Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu :
1) Pengukuran pendengaran
Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :
a)

Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.

b)

Pengukuran pendengaran secara periodik.

2) Pengendalian suara bising


Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a) Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear
muff (tutup telinga), ear plugs (sumbat telinga) dan helmet (pelindung
kepala).
b) Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan
cara :
- memasang peredam suara
- menempatkan suara bising (mesin) di dalam suatu ruangan yang terpisah
dari pekerja

m. Komplikasi
1) Permanent hearing loss
2) High-frequency hearing loss
3) Deafness
n. Prognosis
Prognosis kasus ini adalah kurang baik karena bersifat menetap.
o. SKDI
SKDI kasus ini adalah 2 (Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik
terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan).
26

IV. Hipotesis
Tn Mahmud, 35 tahun, seorang pekerja di pabrik pupuk mengalami gangguan
pendengaran pada telinga kiri akibat bising yang lama.

V.

LEARNING ISSUE

1. Anatomi dan Fisiologi Telinga


Struktur dan Anatomi Telinga
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan
keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit. Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang

lain

melalui

bicara

tergantung

pada

kemampuan

mendengar.

Telinga manusia terdiri atas tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga bagian
dalam.

a. Telinga luar (outer ear)

27

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana
timpani (gendang telinga).

Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi
kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah
kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan
perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus.
Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput
mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus
ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5
sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit
terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius
eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus,
glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.
Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar
tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi
kulit. Selain itu terdapat pila kelenjar lilin yang berfungsi menjaga agar permukaan saluran
telinga dan gendang telinga agar senantiasa lembab. Cerumen dan rambut telinga ini dapat
mencegah masuknya benda asing ke dalam telinga.
Bagian paling dalam dari telinga luar adalah membrana timpani. Membran timpani (gendang
telinga). Membrana timpani merupakan perbatasan telinga bagian luar dengan tengah.
Membranan timpani berbentuk kerucut, dilapisi kulit pada permukaan eksternal, dilapisi
mukosa pada permukaan internal. Membrana timpani memiliki ketegangan, ukuran, dan
28

ketebalan

yang

sesuai

untuk

menghantarkan

gelombang

bunyi

secara

mekanis.

Bagian-bagiannya :
o

Bagian atas atau Pars Flaksid (membran shrapnell), terdiri dari 2 lapisan :

luar : lanjutan epitel telinga

dalam : epitel kubus bersilia


Bagian bawah atau Pars tensa(membran propria), terdiri dari 3 lapisan :

tengah : terdiri dari serat kolangen dan sedikit serat elastin

Bayangan penonjolan bagian bawah malleus pada membran timpani disebut dengan umbo.
Dari umbo, bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu pukul 7 pada
membran timpani kiri dan pukul 5 pada membran timpani kanan. Pada membran timpani
terdapat 2 serat, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang mengakibatkan adanya refleks cahaya
kerucut. Bila refleks cahaya datar, maka dicurigai ada kelainan pada tuba eustachius.
Membran timpani dibagi atas 4 kuadran untuk menentukan tempat adanya perforasi :
o

atas depan

atas belakang

bawah depan

bawah belakang => tempat dilakukannya miringotomi

b. Telinga tengah (middle ear)

29

1. Telinga tengah merupakan sebuah rongga yang berisi udara. Telinga bagian tengah ini
dibatasi dan dimulai dari membran timpani (gendang telinga) yang didalamnya
terdapat rongga kecil berisi udara yang terdiri atas tulang-tulang pendengaran yang
terdiri atas maleus (martil), inkus (landasan) dan stapes (sanggurdi). Di dalamnya
terdapat tuba Eustachius yang berfungsi menjaga keseimbangan tekanan udara dalam
faring dan telinga tengah. Antara telinga bagian dalam dan telinga bagian tengah
dibatasi oleh tingkap oval (fenestra ovalis) dan tingkap bulat (venestra rotundra).
Ketiga tulang pendengaran itu berfungsi mengirimkan gelombang suara dari
gerendang telinga menyebrangi rongga telinga tengah menuju jendela oval. Pada
bagian tengah, terdapat otot yang berfungsi untuk membantu mekanisme kompensasi
tubuh untuk melawan suara dengan nada tinggi (peredam bunyi).
o

m. stapedius => berkontraksi => stapes jadi kaku => suara dipantulkan

m. tensor timpani => menegangkan gendang telinga => suara teredam

30

c. Telinga dalam (inner ear)


Pada bagian ini terdapat :
1. Labirin
Terdiri dari:
o

Labirin tulang => ruang berliku berisi perilimfe (cairan yang serupa dengan
cairan serebrospinal).
Terdiri dari 3 bagian:

Vestibular => bagian sentral labirin tulang yang menghubungkan


koklea dengan saluran semisirkular.

Saluran semisirkularis

S. semisirkular anterior(superior) dan posterior mengarah pada


bidang vertikal di setiap sudut kanannya.

S. semisirkular lateral => terletak horizontal

31

Koklea => membentuk 2,5 putaran di sekitar inti tulang, mengandung


reseptor pendengaran (cabang N VIII = vestibulokoklear, pemb. darah.
Frekuensi tertinggi berada di bagian depan. Sekat membagi koklea
menjadi 3 bagian :

duktus koklear (skala medial) => bagian labirin membranosa


yang terhubung ke sakulus, berisi cairan endolimfe

dua bagian labirin tulang yang terletak di atas dan di bawah


skala media => skala vestibuli dan skala timpani =>
mengandung cairan perilimfe dan terus memanjang melalui
lubang pada apeks koklea yang disebut helikotrema.

membran reissner (membran vestibuler) => pisahkan


skala media dari skala vestibuli yang berhubungan
dengan fenestra vestibuli

membran basilar => pisahkan skala media dengan skala


timpani, berhubungan dengan fenestra koklear

skala organ korti=> terletak pada membran basilar, terdiri dari


reseptor yang disebut sel rambut dan sel penunjang. Sel rambut
tidak memiliki akson dan langsung bersinaps dengan ujung
saraf koklear
32

1.
o

Labirin membranosa => serangkaian tuba berongga dan kantong yang terletak
di dalam labirin tulang berisi cairan endolimfe (cairan yang serupa dengan
cairan intraseluler). Merupakan awal 2 kantong (utrikulus dan sakulus) yang
dihubungkan dengan duktus endolimfe. Setiap duktus mengandung reseptor
untuk ekuilibrium statis ( bagaimana kepala berorientasi terhadap ruang
bergantung gaya grafitasi) dan ekuilibrium dinamis (apakah kepala bergerak
atau diam, berapa kecepatan serta arah gerakan). Utrikulus terhubung dengan
duktus semilunaris. Sakulus terhubung dengan duktus koklear di dalam
koklea.

2. Nervus
o

Nervus vestibular

Nervus koklear

Ekuilibrium dan aparatus vestibular


Aparatus vestibular merupakan istilah yang digunakan untuk utrikulus, sakulus, dan duktus
semisirkularis yang mengandung reseptor untuk ekuilibrium dan keseimbangan.
1. Ekuilibrium Statis
=> kesadaran akan posisi kepala terhadap gaya gravitasi jika tubuh tidak bergerak. Ini
juga merupakan kesadaran untuk merespon perubahan dalam percepatan linear seperti
kecepatan dan arah pergerakan kepala dan garis tubuh dalam suatu garis lurus.
Makula adalah reseptor ekuilibrium statis. Satu makula terletak di dinding utrikulus
dan satu lagi terletak pada sakulus. Setiap makula terdapat sel rambut yang
33

mengandung endapan kalsium yang disebut otolit (otokonia, statokonia). Bila kepala
miring ke satu arah, otolith yang berat akan tertauk ke bawah oleh gravitasi bumi, hal
ini akan menarik lapisan gelatin ke bwah yang kemudin merangsang sel-sel rambut
Aktivitas reseptor ditransmisikan ke ujung saraf vestibular (N VIII) yang melilit di
sekeliling dasar sel rambut. Impuls keseimbangan ini kemudian dijalarkan melalui
bagian vetibularis dari syaraf VIII ke korteks otak.
2. Ekuilibrium Dinamis => kesadaran akan posisi kepala saat respon gerakan angular
atau rotasi
Keseimbangan ini merupakan suatu upaya pertahanan keseimbangan tubuh terhadap
gerakan-gerakan berbagai arah, misalnya berputar, jatuh, percepatan, dsb. Ampula,
suatu bidang pembesaran kanalis semisikularis yang berisi krista (terdiri dari sel
penunjang dan sel rambut menonjol yang membentuk lapisan gelatin = disebut
kupula). Bila kepala bergerak kesegala arah, maka cairan didalam canalis semi
sirkularis akan bergerak ke arah sebaliknya sehingga akan menekukan cupula. Dengan
demikian sel-sel rambut terangsang dan timbul ilmpuls menuju syaraf ke VIII. Karena
ketiga canalis semisircularis ini letaknya saling tegak lurus maka gerakan kepala
kesegala arah dapat terkontrol oleh alat keseimbangan.

34

Proses pendengaran :
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran
udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi
(pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah
bertekanan rendah akibat penjarangan molekul tersebut. Pendengaran seperti halnya indra
somatik lain merupakan indra mekanoreseptor. Hal ini karena telinga memberikan respon
terhadap getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara.
Suara ditandai oleh nada, intensitas, kepekaan.
Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi suatu getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran,
semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dari 20 sampai
20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhdap frekuensi 1000 dan 4000 siklus per detik.
Intensitas atau Kepekaan. Suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau
perbedaan tekanan antara daerah bertekanan tinggi dan daerah berpenjarangan yang
bertekanan rendah. Semakin besar amplitudo semakin keras suara. Kepekaan dinyatakan
dalam desible (dB). Peningkatan 10 kali lipat energi suara disebut 1 bel, dan 0,1 bel disebut
desibel. Satu desibel mewakili peningkatan energi suara yang sebenarnya yakni 1,26 kali.
Suara yang lebih kuat dari 100 dB dalam merusak perangkat sensorik di koklea.
Kualitas suara atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi
tambahan yang menimpa nada dasar. Nada-nada tambahan juga yang menyebabkan
perbedaan khas suara manusia
A. Mekanisme Pendengaran
Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara mencapai
membran tympani. Gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang seling
menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama
dengan frekuensi gelombang suara. Ketika membran timpani bergetar sebagai respons
terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi
sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana timpani ke jendela oval.
Tulang stapes yang bergetar masuk-keluar dari tingkat oval menimbulkan getaran pada
perilymph di scala vestibuli. Oleh karena luas permukaan membran tympani 22 kali lebih
besar dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan tekanan gelombang suara15-22 kali pada
tingkap oval. Selain karena luas permukaan membran timpani yang jauh lebih besar, efek dari
35

pengungkit tulang-tulang pendengaran juga turut berkontribusi dalam peningkatan tekanan


gelombang suara.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan
dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam
yaitu, perubahan posisi jendela bundar dan defleksi membrana basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas,
kemudian mengelilingi helikoterma, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar untuk mengkompensasi peningkatan tekanan.
Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar, perilimfe mengalir ke arah
yang

berlawanan

mengubah

posisi

jendela

bundar

ke

arah

dalam.

Pada jalur kedua, gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara
mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui
membrana vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis dan kemudian melalui mebrana
basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar
menonjol ke luar-masuk bergantian.
Membran basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan bergetar
bila ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan senar gitar yang
pendek dan tegang, akan beresonansi dengan nada tinggi. Getaran yang bernada tinggi pada
perilymp scala vestibuli akan melintasi membrana vestibularis yang terletak dekat ke telinga
tengah. Sebaliknya nada rendah akan menggetarkan bagian membrana basilaris di daerah
apex. Getaran ini kemudian akan turun ke perilymp scala tympani, kemudian keluar melalui
tingkap bulat ke telinga tengah untuk diredam.
Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sewaktu membrana basilaris
bergetar, sel-sel rambut juga bergerak naik turun dan rambut-rambut tersebut akan
membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya
terhadap membrana tektorial. Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini
menyebabkan saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup
secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi
yang bergantian. Sel-sel rambut berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan ujung-ujung
serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut
menyebabkan peningkatan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka yang menaikan
potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi
berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami
36

hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah). Perubahan potensial


berjenjang di reseptor mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang
merambat ke otak. Impuls kemudian dijalarkan melalui saraf otak statoacustikus (saraf
pendengaran) ke medulla oblongata kemudian ke colliculus. Persepsi auditif terjadi setelah
proses sensori atau sensasi auditif.
B. Jaras Persarafan Pendengaran
Diperlihatkan bahwa serabut dari ganglion spiralis organ corti masuk ke nukleus koklearis
yang terletak pada bagian atas medulla oblongata. Pada tempat ini semua serabut bersinaps
dan neuron tingkat dua berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan
berakhir di nukleus olivarius superior. Beberapa serabut tingkat kedua lainnya juga berjalan
ke nukleus olivarius superior pada sisi yang sama. Dari nukleus tersebut, berjalan ke atas
melalui lemniskus lateralis. Beberapa serabut berakhir di nukleus lemniskus lateralis, tetapi
sebagian besar melewati nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior, tempat semua atau
hampir semua serabut pendengaran bersinaps. Dari sini jaras berjalan ke nukleus genikulatum
medial, tempat semua serabut bersinaps. Akhirnya, jaras berlanjut melalui radiasio auditorius
ke korteks auditorik, yang terutama terletak pada girus superior lobus temporalis.
Beberapa tempat penting harus dicatat dalam hubunganya dengan lintasan pendengaran
pertama implus dari masing-masing telinga dihantarkan melalui lintasan pendengaran kedua
batang sisi otak hanya dengan sedikit lebih banyak penghantaran pada lintasan
kontralateral.Kedua banyak serabut kolateral dari traktus audiorius berjalan langsung ke
dalam system retikularis batang otak sehingga bunyi dapat mengaktifkan keseluruhan otak.
C. Fungsi korteks serebri pada pendengaran
Setiap daerah di membrana basilaris berhubungan dengan daerah tertentu di korteks
pendengaran dalam lobus temporalis. Dengan demikian, setiap neuron korteks hanya
diaktifkan oleh nada-nada tertentu. Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius
dari sel-sel rambut keluar dari koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti
dan korteks pendengaran melibatkan beberapa sinap dalam perjalanannya, terutama adalah
sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus medialis talamus. Batang otak menggunakan
masukan pendengaran untuk kewaspadaan. Sinyal pendengaran dari kedua telinga disalurkan
ke kedua lobus temporalis karena serat-seratnya bersilangan secara parsial di otak. Karena
itu, gangguan di jalur pendengaran pada salah satu sisi melewati batang otak tidak akan
mengganggu pendengaran kedua telinga. Korteks pendengaran tersusun atas kolom-kolom.
37

Korteks pendengaran primer mepersepsikan suara diskret sementara korteks pendengaran


yang lebih tinggi di sekitarnya mengintegrasi suara-suara yang berbeda menjadi pola yang
koheren dan berarti. Proyeksi lintasan pendengaran korteks serebri menunjukan bahwa
korteks pendengaran terletak terutama tidak hanya pada daerah supratemporal girus tempralis
superior tetapi juga meluas melewati batas lateral lobus temporalis jauh melewati korteks
insula dan sampai ke bagian paling lateral lobus parietalis.
D. Penentuan Frekuensi Suara
Suara dengan tinggi nada yang rendah menyebabkan pengaktifan maksimum membrane
basilis di dekat apeks koklea dan suara dengan frekuensi yang tinggi mengaktifkan membrane
basilaris dekat basis koklea, sedangkan suara dengan frekuensi menengah mengaktifkan
membrana di antara kedua nilai yang ekstrim tersebut. Selanjutnya, ada pengaturan spasial
pada serabut saraf di jaras koklearis, yang berasal dari koklea sampai korteks serebri.
Perekaman sinyal di traktus auditorius pada batang otak dan di area penerima pendengaran
pada korteks serebri memperlihatkan neuron-neuron otak yang spesifik diaktivasi oleh
frekuensi suara tertentu. Oleh karena itu cara yang digunakan oleh sistem saraf untuk
mendeteksi perbedaan frekuensi suara adalah dengan menentukan posisi di sepanjang
membrane basilaris yang paling terangsang. Ini dinamakan prinsip letak untuk menentukan
frekuensi suara.
E. Penentuan keras suara
Kekerasan suara ditentuka oleh sistem pendengaran sekurnag-kurangnya melalui tiga cara.
Pertama, ketika suara menjadi lebih keras terjadi peningkatan amplitudo getaran yang
merangsang ujung-ujung saraf bereksitasi lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo meningkat
akan menyebabkan semakin banyak sel-sel rambut di pinggir bagian mebran basilar yang
beresonasi, sehingga terjadi pemjumlahan spasial impuls, dimana transmisi melalui banyak
serabut saraf. Ketiga, sel-sel rambut luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran
membran basilar mencapai intensitas yang tinggi.
Suara yang sangat keras yang tidak dapat diperlembut secara adekuat oleh refleks-refkes
protektif telinga dapat menyebabkan getaran membrana basilaris yang hebat sehingga sel-sel
rambut yang tidak dapat digantikan itu terlepas atau rusak secara permanen dan menimbulkan
gangguan pendengaran parsial.
F. Diskriminasi arah asal suara
38

Destruksi korteks pendengaran pada kedua sisi otak baik pada manusia atau pada mamalia
yang lebih rendah menyebabkan kehilangan sebagian besar kemampuannya mendeteksi arah
asal suara. Namun, mekanisme untuk deteksi ini dimulai pada nuklei olivarius superior di
dalam batang otak.
Nukleus olivarius superior dibagi menjadi dua yakni nukleus olivarius superior medial dan
lateral. Nukleus lateral bertanggung jawab unuk mendeteksi arah sumber suara, agaknya
melalui perbandingan sederhana diantara perbedaan intensitas suara yang mencapai kedua
telinga, dan mengirimkan sinyal yang tepat ke korteks auditorik untuk memperkirakan
arahnya. Nukleus olivarius superior medial mempunyai mekanisme spesifik untuk
mendeteksi perbedaan waktu antara sinyal akustik yang memasuki kedua telinga. Nukleus ini
terdiri atas sejumlah besar neuron yang mempunyai dua dendrit utama yang menonjol ke arah
kanan dan kiri. Intensitas eksitasi di setiap neuron sangat sensitif terhadap perbedaan waktu
yang spesifik antara dua sinyal akustik yang berasal dari kedua telinga. Pada nukleus tersebut
terjadi pola spasial perangsangan neuron. Suara yang datang langsung dari depan kepala
merangsang satu perangkat neuron olivarius secara maksimal dan suara dari sudut sisi yang
berbeda menstimulasi pernagkat neuron lainnya dari sisi yang berlawanan.
G. Ketulian
Tuli biasanya dibagi dalam dua jenis. Pertama yang disebabkan oleh gangguan koklea atau
saraf pendengaran, yang biasanya dimasukkan dalam tuli saraf dan kedua yang disebabkan
oleh gangguan mekanisme telinga tengah untuk menghantarkan suara ke koklea, yang
biasanya dinamakan tuli hantaran. Bila koklea atau saraf pendengaran dirusak total maka
orang tersebut akan tuli total akan tetapi bila koklea dan saraf masih utuh tetapi system
osikular rusak atau mengalami ankilosis kaku karena fibrosis atau kalsifikasi, gelombang
suara tetap dapat dihantarkan ke koklea dengan cara konduksi tulang seperti penghantaran
bunyi dari ujung garputala yang bergetar, yang ditempelkan langsung pada tengkorak.
H. Hambatan Persepsi Auditif
Sensori auditif diaktifkan oleh adanya rangsang bunyi atau suara. Persepsi auditif berkaitan
dengan kemampuan otak untuk memproses dan menginterpretasikan berbagai bunyi atau
suara yang didengar oleh telinga. Kemampuan persepsi auditif yang baik memungkinkan
seorang anak dapat membedakan berbagai bunyi dengan sumber, ritme, volume, dan pitch
yang berbeda. Kemampuan ini sangat berguna dalam proses belajar membaca. Persepsi
auditif mencakup kemampuan-kemampuan berikut :
39

a. Kesadaran fonologis yaitu kesadaran bahwa bahasa dapat dipecah ke dalam kata, suku
kata, dan fonem (bunyi huruf)
b. Diskriminasi auditif yaitu kemampuan mengingat perbedaan antara bunyi-bunyi fonem dan
mengidentifikasi kata-kata yang sama dengan kata-kata yang berbeda.
c. Ingatan (memori) auditif yaitu kemampuan untuk menyimpan dan mengingat sesuatu yang
didengar
d. Urutan auditif yaitu kemampuan mengingat urutan hal-hal yang disampaikan secara lisan
e. Perpaduan auditif yaitu kemampuan memadukan elemen-elemen fonem tunggal atau
berbagai fonem menjadi suatu kata yang utuh
Hambatan persepsi auditif dapat terjadi sebagai bagian dari auditory processing disorder
(gangguan proses auditori) yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. Gangguan ini
mungkin disebabkan oleh adanya gangguan proses di otak atau berhubungan dengan kondisi
kondisi lain seperti disleksia, Attention Defisit Disorder, Autism Spectrum Disorder,
gangguan bahasa spesifik, atau hambatan perkembangan. Anak yang mengalami gangguan
proses auditori biasanya dapat mendengar suara (informasi bunyi) tetapi memiliki kesulitan
untuk memahami, menyimpan, menempatkan, mengemukakan kembali atau menjelaskan
informasi tersebut untuk kepentingan akademik maupun sosial.
Hambatan

persepsi

auditif

dapat

mencakup

beberapa

hal

seperti:

kesulitan menentukan figur dan latar bunyi


kesulitan mengingat (memori) bunyi
kesulitan diskriminasi bunyi
kesulitan untuk memperhatikan bunyi
kesulitan untuk proses kohesi (memadukan) bunyi
2. Gangguan pendengaran akibat bising
Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL ) adalah tuli
akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan
biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Tuli akibat bising merupakan jenis
ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis.
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85
desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran Corti pada
telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua
telinga.
40

Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara
lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising,
kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.
Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa
ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para
pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen.
Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya
ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan
pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara berkala.

DEFINISI
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. Dari
definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari
masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi,
bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi.
Cacat pendengaran akibat kerja ( occupational deafness / noise induced hearing loss )
adalah hilangnya sebahagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen,
mengenai satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising terus menerus dilingkungan
tempat kerja. Dalam lingkungan industri, semakin tinggi intensitas kebisingan dan semakin
lama waktu pemaparan kebisingan yang dialami oleh para pekerja, semakin berat gangguan
pendengaran yang ditimbulkan pada para pekerja tersebut.
EPIDEMIOLOGI
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai setelah
presbikusis. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan berbagai macam
derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian akibat terpapar bunyi yang
keras pada tempat kerjanya. Sedangkan Sataloff dan Sataloff (1987) mendapati sebanyak 35
juta orang Amerika menderita ketulian dan 8 juta orang diantaranya merupakan tuli akibat
kerja.
Oetomo, A dkk ( Semarang, 1993 ) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan
pabrik dengan intensitas bising antara 79 s/d 100 dB didapati bahwa sebanyak 74 telinga
belum terjadi pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah mengalami
41

pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga (55,3%), derajat sedang
17 ( 8% ) dan derajat berat 3 ( 1,4% ).
Kamal, A ( 1991 ) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di sekitar
kota Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,30 % dari pandai besi tersebut menderita sangkaan
NIHL.
Sedangkan Harnita, N ( 1995 ) dalam suatu penelitian terhadap karyawan pabrik gula
mendapati sebanyak 32,2% menderita sangkaan NIHL.

ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Intensitas kebisingan
Frekuensi kebisingan
Lamanya waktu pemaparan bising
Kerentanan individu
Jenis kelamin
Usia
Kelainan di telinga tengah

PENGARUH KEBISINGAN PADA PENDENGARAN


Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekuensi bunyi, intensitas
dan lama waktu paparan, dapat berupa :
1. Adaptasi

42

Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh
kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena
suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.
2. Peningkatan ambang dengar sementara
Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahanlahan akan
kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa
jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang
pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekuensi 4000 Hz, tetapi bila
pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara
akan menyebar pada frekuensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu
pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap
individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-masing
individu.
3. Peningkatan ambang dengar menetap
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutamaterjadi
pada frekuensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat
permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap
dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan
baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak
menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah
dilakukan pemeriksaan audiogram.
Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelah
istirahat beberapa jam ( 1 2 jam ). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup
lama ( 10 15 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi
destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena
rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan
metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut
organ Corti. Akibatnya terjadi kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya frekuensi
pendengaran yang mengalami penurunan intensitas adalah antara 3000 6000 Hz dan
kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada frekuensi 4000 Hz (4 K
notch). Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga padatahap awal tidak
disadari oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri.
Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekuensi percakapan
43

( 500 2000 Hz ). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak dapat
mendengar pembicaraan sekitarnya.
KLASIFIKASI
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2
kategori yaitu :
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift ( TTS )
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPT
a. Noise Induced Temporary Threshold Shift ( NITTS )
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai
perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi
pada frekuensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai notch yang
curam pada frekuensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch.
Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara,
yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya
pendengaran dapat kembali normal.
b. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )
Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat
suara bising, dan hal ini disebut dengan occupational hearing loss atau kehilangan
pendengaran karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri.
Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja
dilingkungan bising selama 10 15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada :
a. tingkat suara bising
b. kepekaan seseorang terhadap suara bising
NIPTS biasanya terjadi disekitar frekuensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat
dan menyebar ke frekuensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi
apabila sudah menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah (2000 dan 3000 Hz)
keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk
mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke
frekuensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang
sangat lemah. Notch bermula pada frekuensi 3000 6000 Hz, dan setelah beberapa
waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekuensi yang lebih tinggi.
44

Kehilangan pendengaran pada frekuensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap
setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat.
PATOGENESIS
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut.
Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya
degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada selsel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan
bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti
hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan
hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi
intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan
semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga
dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.
Perubahan anatomi yang berhubungan dengan paparan bising
Dari sudut makromekanikal ketika gelombang suara lewat, membrana
basilaris meregang sepanjang sisi ligamentum spiralis, dimana bagian tengahnya tidak
disokong. Pada daerah ini terjadi penyimpangan yang maksimal. Sel-sel penunjang
disekitar sel rambut dalam juga sering mengalami kerusakan akibat paparan bising
yang sangat kuat dan hal ini kemungkinan merupakan penyebab mengapa baris
pertama sel rambut luar yang bagian atasnya bersinggungan dengan phalangeal
process dari sel pilar luar dan dalam merupakan daerah yang paling sering rusak.
Bagaimana energi mekanis ditransduksikan kedalam peristiwa intraseluler
yang memacu pelepasan neurotransmitter ? Saluran transduksi berada pada membran
plasma pada masing-masing silia, baik didaerah tip atau sepanjang tangkai ( shaft ),
yang dikontrol oleh tip links, yaitu jembatan kecil diantara silia bagian atas yang
berhubungan satu sama lain. Gerakan mekanis pada barisan yang paling atas
membuka ke saluran menyebabkan influks K+ dan Ca++ dan menghasilkan
depolarisasi membran plasma. Pergerakan daerah yang berlawanan akan menutup
saluran serta menurunkan jumlah depolarisasi membran. Apabila depolarisasi
mencapai titik kritis dapat memacu peristiwa intraseluler.
Telah diketahui bahwa sel rambut luar memiliki sedikit afferen dan banyak
efferen. Gerakan mekanis membrana basilaris merangsang sel rambut luar
45

berkontraksi

sehingga

meningkatkan

gerakan

pada

daerah

stimulasi

dan

meningkatkan gerakan mekanis yang akan diteruskan ke sel rambut dalam dimana
neurotransmisi terjadi. Kerusakan sel rambut luar mengurangi sensitifitas dari bagian
koklea yang rusak.
Kekakuan silia berhubungan dengan tip links yang dapat meluas ke daerah
basal melalui lapisan kutikuler sel rambut. Liberman dan Dodds (1987)
memperlihatkan keadaan akut dan kronis pada awal kejadian dan kemudian pada
stimulasi yang lebih tinggi, fraktur daerah basal dan hubungan dengan hilangnya
sensitifitas saraf akibat bising. Fraktur daerah basal menyebabkan kematian sel.
Paparan bising dengan intensitas rendah menyebabkan kerusakan minimal silia, tanpa
fraktur daerah basal atau kerusakan tip links yang luas. Tetapi suara dengan intensitas
tinggi dapat menyebabkan kerusakan tip links sehingga menyebabkan kerusakan yang
berat, fraktur daerah basal dan perubahan-perubahan sel yang irreversibel.
Perubahan histopatologi telinga akibat kebisingan
Lokasi dan perubahan histopatologi yang terjadi pada telinga akibat kebisingan adalah
sebagai berikut:
1. Kerusakan pada sel sensoris
a. degenerasi pada daerah basal dari duktus koklearis
b. pembengkakan dan robekan dari sel-sel sensoris
c. anoksia
2. Kerusakan pada stria vaskularis
Suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan stria vaskularis oleh
karena penurunan bahkan penghentian aliran darah pada stria vaskularis dan
ligamen spiralis sesudah terjadi rangsangan suara dengan intensitas tinggi.
3. Kerusakan pada serabut saraf dan nerve ending
Keadaan ini masih banyak dipertentangkan, tetapi pada umumnya kerusakan ini
merupakan akibat sekunder dari kerusakan-kerusakan sel-sel sensoris.
4. Hidrops endolimf

GAMBARAN KLINIS
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech
discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekuensi tinggi dapat menyebabkan
kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi,
seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian
46

biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya
dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.
Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise induced hearing loss)
adalah :
1. Bersifat sensorineural
2. Hampir selalu bilateral
3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ) Derajat
ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran
yang signifikan.
5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000
Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekuensi 4000 Hz.
6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekuensi 3000, 4000 dan
6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 15 tahun. Selain
pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga
mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara,
gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan
pendengaran yang terjadi.
DIAGNOSIS
Didalam menegakkan diagnosis NIHL, harus dilakukan anamnesis yang teliti,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan audiologik. Dari anamnesis didapati riwayat penah
bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama,
biasanya lebih dari 5 tahun. Sedangkan pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan
kelainan.
Pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga
yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya adalah
tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga. Ketulian timbul secara bertahap
dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang biasanya terjadi dalam 8 10 tahun pertama
paparan.
Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi
tinggi ( umumnya 3000 6000 Hz ) dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik
( notch ) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.

47

Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI ( Short Increment Sensitivity


Index ), ABLB ( Alternate Binaural Loudness Balance ) dan Speech Audiometry
menunjukkan adanya fenomena rekrutmen ( recruitment ) yang khas untuk tuli saraf koklea.
Untuk menegakkan diagnosis klinik dari ketulian yang disebabkan oleh bising dan
hubungannya dengan pekerja, maka seorang dokter harus mempertimbangkan faktor-faktor
berikut :
1.
2.
3.
4.

Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya.


Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan dan lamanya bekerja.
Riwayat penggunaan proteksi pendengaran.
Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising

yang menyebabkan ketulian.


5. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja.
Pentingnya mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan
melakukan pemeriksaan audiometri sebelum bekerja adalah bila audiogram
menunjukkan ketulian, maka dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran
tersebut akibat kebisingan di tempat kerja.
6. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial
seperti

riwayat

penggunaan

obat-obat

ototoksik

atau riwayat

penyakit

sebelumnya.
PENATALAKSANAAN
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari
lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung
telinga yaitu berupa sumbat telinga ( ear plugs ), tutup telinga ( ear muffs ) dan pelindung
kepala ( helmet ).
Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap
(irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi
dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar ( ABD ).
Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak
dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan psikoterapi supaya pasien dapat
menerima keadaannya. Latihan pendengaran ( auditory training ) juga dapat dilakukan agar
pasien dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan
membaca ucapan bibir ( lip reading ), mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat
untuk dapat berkomunikasi.
PROGNOSIS
48

Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya
menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka
prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya
ketulian.
PENCEGAHAN
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya
NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja.
Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Pengukuran pendengaran
Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :
a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.
b. Pengukuran pendengaran secara periodik.
2. Pengendalian suara bising
Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff
( tutup telinga ), ear plugs ( sumbat telinga ) dan helmet ( pelindung kepala ).
b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara :
i. memasang peredam suara
ii. menempatkan suara bising ( mesin ) didalam suatu ruangan yang
terpisah dari pekerja
3. Analisa bising
Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising, frekwensi bising,
lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising. Alat utama dalam
pengukuran kebisingan adalah sound level meter.
Sound level meter ( slm )
SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan,
yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit attenuator dan beberapa alat lainnya.
Alat ini mengukur kebisingan antara 30 130 dB dan dari frekwensi 20
20.000 Hz. SLM dibuat berdasarkan standar ANSI ( American National Standard
Institute ) tahun 1977 dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam frekwensi yaitu
A, B dan C yang menentukan secara kasar frekwensi bising tersebut.
Jaringan frekwensi A mendekati frekwensi karakteristik respon telinga untuk suara
rendah yang kira-kira dibawah 55 dB . Jaringan frekwensi B dimaksudkan mendekati
reaksi telinga untuk batas antara 55 85 dB. Sedangkan jaringan frekwensi C
berhubungan dengan reaksi telinga untuk batas diatas 85 dB.
49

VI.

Kesimpulan
Tn. Mahmud, 35 tahun, pekerja pabrik pupuk bagian mekanik mengalami gangguan
pendengaran akibat bising.

Tn. Mahmud, 35 tahun, bekerja


di bagian mekanik pabrik pupuk
Jarang menggunakan
pelindung telinga
Terpapar dengan bising selama 10
tahun

Kerusakan rambut dan stereosilia


di organon corti telinga kiri
VII.

KERANGKA KONSEP

Gangguan pendengaran telinga


kiri

Berdenging pada telinga kiri

Hasil tes Penala


Rinne (+) pada telinga kanan dan kiri
Weber: lateralisasi ke kanan pada telinga kanan
Schwabach : memendek pada telinga kiri

50

Gangguan pendengaran akibat


bising pada telinga kiri

DAFTAR PUSTAKA
Ballenger, John Jacob. . Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Jilid Dua.
Jakarta: Binarupa Aksara
Bull, Tony R. 2003. Color Atlas of ENT Diagnosis. New York: Thieme Stuttgart
Dobie, A. R., 2001. Noice-Induce Hearing Loss. Dalam: Byron, J. B., Healy, G. B., Johnson,
J. T., Jackler, R. K., Calhoun, K. H., Pillsbury III, H. C., Tardy Jr, M. E., Head an Neck
Surgery Otolaryngology. Edisi ke-3. Lippincott Milliams & Wilkins, Milwaukee.

51

Fox, M. S., 2007. Pemaparan Bising Industri dan Kurang Pendengaran. Dalam: Ballenger, J.
J., Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid dua. Alih bahasa: Staf
pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Binarupa Aksara, Jakarta.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja., 1999. Nomor: KEP-51/MEN/1999. Tentang. Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
Sloane, Ethel. Anatomi Fisiologi untuk Pemula.
Soepardi, Efiaty Arsyad Prof. dr. Sp. THT dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI.
Soetjipto, D., 2007. Gangguan Pendengaran Akibat Bising/ GPAB.
http://ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=15. Diakses pada tanggal 16
September 2014
Soetirto, I., Bashirudin, J., 2006. Tuli Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss). Dalam:

52

Anda mungkin juga menyukai