Anda di halaman 1dari 5

Dari hasil uji lanjut Duncan, pada penyimpanan minggu ke-2 parameter warna Lightness

untuk perlakuan kemasan aluminium foil berbeda nyata dengan perlakuan kemasan polietilen
dan polipropilen sedangkan nilai Lightness untuk perlakuan suhu 50oC berbeda dengan
perlakuan suhu 30oC.
Pada minggu ke-4, nilai Lightness untuk perlakuan suhu 50 oC berbeda nyata dengan
perlakuan suhu 40oC dan 30oC dimana nilai Lightness terkecil terdapat pada perlakuan suhu
50oC. Pada penyimpanan minggu ke-5, perlakuan kemasan polietilen berbeda nyata dengan
kemasan polipropilen dan berbeda nyata dengan kemasan aluminium foil dimana tingkat
kecerahan paling rendah terdapat pada perlakuan kemasan polietilen, sedangkan tingkat
kecerahan terbesar terdapat pada perlakuan kemasan aluminium foil. Begitupun untuk pengaruh
perlakuan suhu, pengaruh perlakuan suhu 50oC berbeda nyata dengan perlakuan suhu 40oC dan
berbeda nyata dengan perlakuan suhu 30oC.
perlakuan kemasan polietilen berbeda nyata dengan perlakuan kemasan aluminium foil
dan perlakuan suhu 50oC berbeda nyata dengan perlakuan suhu 30oC. Uji lanjut Duncan pada
minggu ke-3 menunjukkan hasil yang sama seperti penyimpanan minggu ke-2 untuk perlakuan
kemasan, sedangkan untuk perlakuan suhu terlihat bahwa perlakuan suhu 50 oC dan 30oC berbeda
nyata dengan perlakuan suhu 40oC.
Uji lanjut Duncan untuk penyimpanan minggu ke-4 menujukkan bahwa ketiga perlakuan
kemasan memberikan hasil yang berbeda nyata satu dengan lainnya sedangkan perlakuan suhu
30oC tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu 40oC namun berbeda nyata dengan perlakuan
suhu 50oC. Berbeda dengan penyimpanan minggu ke-4, hasil uji lanjut Duncan untuk
penyimpanan minggu ke-5 menunjukkan bahwa nilai a* untuk perlakuan kemasan polipropilen
dan polietilen berbeda nyata dengan perlakuan kemasan aluminium foil. Sedangkan untuk faktor
suhu memperlihatkan bahwa perlakuan suhu 50 oC berbeda nyata dengan perlakuan suhu 30oC
dan 40oC namun perlakuan suhu 30oC tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu 40oC.
Uji lanjut Duncan untuk penyimpanan minggu ke-2 menunjukkan hasil bahwa nilai b* untuk
perlakuan kemasan aluminium foil berbeda nyata dengan perlakuan kemasan polietilen dan
polipropilen, dan nilai b* untuk perlakuan suhu 50oC berbeda nyata dengan perlakuan suhu 30oC.
Pada penyimpanan minggu ke-3, hasil dari uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa nilai b*
pada perlakuan kemasan polipropilen tidak berbeda nyata dengan kemasan polietilen dan
aluminium foil namun perlakuan kemasan aluminium foil berbeda nyata dengan perlakuan
kemasan polietilen. Nilai b* untuk perlakuan suhu 50oC dan 40oC tidak berbeda nyata namun
keduanya berbeda nyata dengan perlakuan suhu 30oC.
Berbeda dengan penyimpanan minggu ke-3, uji lanjut Duncan untuk penyimpanan
minggu ke-4 memberi hasil bahwa nilai b* untuk ketiga perlakuan kemasan berbeda nyata satu
dengan lainnya. Nilai b* pada perlakuan suhu 30oC dan 40oC tidak memberikan pengaruh nyata,
namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan suhu 50oC. Hasil uji lanjut pada penyimpanan
minggu ke-5 memberikan hasil bahwa nilai b* untuk perlakuan kemasan polietilen dan
polipropilen tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan kemasan
aluminium foil. Nilai b* untuk perlakuan suhu 50oC berbeda nyata dengan perlakuan suhu 30oC
dan 40oC sedangkan hasil perlakuan suhu 30oC tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu 40oC.
Pembuatan Gula Semut Aren
Diagram proses pembuatan gula semut aren dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.

Gula Cetak 4 kg

Pelarutan Gula Cetak dan


Air selama 10 menit)

Air 1 Lt

Penyaringan

Pemanasan larutan gula 1 jamMinyak kelapa 1 sendok

Pengkristalan (Pengadukan)

Pengayakan ( mesh)

Pengemasan

Gambar 1. Proses Pembuatan Gula Semut Aren


Proses Pembuatan Gula Semut Aren
Proses pembuatan gula semut aren dibagi menjadi tiga cara. Cara pertama adalah
pembuatan gula semut dari gula merah cetak, gula merah dikecilkan ukurannya kemudian
dikeringkan di bawah sinar matahari selama dua sampai tiga hari. Setelah kering irisan gula
merah dihancurkan dan diayak untuk mendapatkan serbuk gula. Cara kedua adalah dengan
melarutkan gula merah cetak ke dalam air, kemudian disaring untuk menghilangkan kotoran dan
selanjutnya dipekatkan melalui pemanasan. Cara ketiga adalah menggunakan bahan baku nira
segar, kemudian disaring dan selanjutnya dipekatkan melalui pemanasan.
Proses produksi gula semut aren pada penelitian ini dilakukan menggunakan cara kedua.
Tahap awal proses pembuatan gula semut aren adalah proses pelarutan gula merah cetak. Gula
merah cetak yang dilarutkan sejumlah 4 kg dengan penambahan air sekitar 1 liter. Setelah gula
merah cetak larut sempurna, proses selanjutnya adalah proses penyaringan larutan gula. Proses
penyaringan ini dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang terdapat
pada gula merah cetak. Setelah sebagian kotoran dihilangkan, proses selanjutnya adalah proses
utama yaitu proses pemasakan larutan gula. Larutan gula dimasukkan ke dalam wajan. Proses
pemasakan ini dilakukan selama tiga sampai 4 jam.
Selama pendidihan, dilakukan proses pembersihan larutan gula dari kotoran yang
merupakan bahan baku bukan gula berupa busa yang terbentuk pada proses pendidihan. Pada
pemanasan ini akan terjadi penggumpalan protein serta bahan bahan bukan gula lainnya seperti
Ca asetat dan pektin. Menurut Sagala et al. (1978), suhu yang optimal untuk pemanasan larutan
gula adalah 110oC sampai 120oC. Apabila terlalu tinggi, gula yang dihasilkan dapat menjadi
gosong karena terbentuk karamel. Pada proses pemanasan ini akan timbul buih yang meluapluap. Untuk menjaga agar buih tidak meluap dari tempat pemasakan, maka perlu ditambahkan
minyak kelapa. Nurlela (2002) menambahkan jika selama pemasakan buih yang muncul cukup

banyak maka dapat ditambahkan minyak kelapa atau kelapa parut. Minyak kelapa berfungsi
sebagai penurun tegangan permukaan antara buih dan cairan nira sehingga peluapan buih dapat
dicegah. Penambahan minyak dilakukan secukupnya, karena apabila terlalu banyak akan
mengakibatkan gula yang dihasilkan mudah mengalami ketengikan.
Selama pemasakan perlu dilakukan pengadukan. Selain untuk mempercepat penguapan
air dan nira, pengadukan akan memberi peluang untuk pembentukan kristal gula yang kompak
dan warna yang seragam dari gula yang dihasilkan (Sagala et al 1978). Pengadukan yang terus
menerus selama pemanasan juga dapat mempengaruhi buih yang terbentuk dan untuk meratakan
penerimaan panas diseluruh bagian larutan.
Pemanasan larutan gula dihentikan jika sudah mulai pekat dan berwarna kecoklatan.
Untuk mengukur kematangan pekatan larutan dapat dilakukan dengan cara meneteskan pekatan
larutan gula ke air dingin. Apabila larutan sudah memadat dan mengeras berarti larutan sudah
matang. Setelah itu api segera dimatikan dan wajan diturunkan dari kompor sambil terus diaduk
secara konstan sampai dihasilkan gula padat berbentuk kristal. Pada tahap ini pengadukan
dilakukan lebih kuat agar larutan yang sudah mengeras tidak menggumpal. Setelah kristal gula
terbentuk selanjutnya dipindahkan ke dalam nampan dan dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya
dilakukan penyaringan atau pengayakan sehingga diperoleh kristal-kristal gula semut aren yang
berukuran seragam. Kristal gula semut aren yang berukuran besar dihancurkan terlebih dulu
dengan cara digerus kemudian disaring/diayak kembali.
Karakteristik Kemasan
Pengemasan merupakan sesuatu hal yang penting dan umum di masyarakat saat ini
karena melingkupi, mempertahankan, dan melindungi mutu produk yang kita beli mulai dari
barang tersebut diproses dan diproduksi selama penyimpanan. Beberapa persyaratan yang perlu
dipertimbangkan untuk kemasan produk pangan meliputi permeabilitas terhadap udara, tidak
dapat menyebabkan penyimpangan warna produk, tidak bereaksi sehingga tidak merusak bahan
maupun cita rasanya, tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, dan harganya murah.
Pengemasan sebagai bagian dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat juga
mempengaruhi mutu produk, antara lain perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia
dari bahan kemasan, selain itu pengemasan menyebabkan perubahan aroma, warna, dan tekstur
yang dipengaruhi uap air dan oksigen (Syarief et al. 1989). Pada pengemasan produk pangan
dengan kadar sukrosa tinggi, dan produk higroskopis, perhatian lebih difokuskan pada
keterlibatan uap air yang akan menyebabkan peningkatan kadar air produk.
Kemasan plastik merupakan jenis kemasan yang paling umum digunakan untuk
mengemas
produk
pangan.
Menurut
data
pada
tahun
.
Beberapa
karakteristik yang membuat kemasan plastik menarik untuk pembuatan kemasan dikutip dari
Fito (2000) adalah bahannya yang ringan, fleksibel, tahan terhadap zat kimia, kemampuan
versatilitas, dan berbagai formulasi yang memungkinkan pengembangan dari desain baru untuk
memenuhi persyaratan dari bahan makanan tertentu. Selain itu menurut Syarief dan Halid
(1993), penggunaan plastik untuk kemasan bahan pangan sangat menarik karena sifatnya yang
menguntungkan seperti lunak, mudah dibentuk, mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap
produk, tidak korosif seperti wadah dari logam dan mudah dalam penanganannya.
Kemasan plastic yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kemasan plastic
polipropilen dan polietilen. Kemasan polietilen terbagi ke dalam tiga jenis berdasarkan
densitasnya. Salah satunya adalah Low-density polyethylene (LDPE). Karakteristik kemasan

LDPE menurut Roberston (1993) antara lain baik terhadap daya rentang, kekuatan retak,
ketahanan putus dan mampu mempertahankan kestabilannya hingga di bawah suhu -60oC serta
memiliki ketahanan yang baik terhadap air dan uap air. Selain itu, menurut Biston dan Katan
(1974) titik leleh plastic jenis LDPE berkisar antara 85-87oC. Menurut Bukcle et.al (1987)
menyebutkan bahwa LDPE bersifat lentur, resisten terhadap suhu rendah, tahan asam, basa dan
alcohol, kedap air, daya rentang tinggi tanpa sobek, transparan, dan daya tembus terhadap
oksigen sebesar 30,9 {(cm3/cm2/mm/dt/mmHg) x 1010} dan air sebesar 876
{(cm3/cm2/mm/dt/mmHg) x 1010}. Sifat daya tembus oksigen dapat dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, ketebalan plastic, orientasi, dan komposisi plastik, dan kondisi atmosfer (RH).
Berbeda dengan kemasan LDPE, kemasan plastic propilen
Selain kemasan plastic, penggunaan kemasan aluminium foil cukup banyak digunakan
saat ini. Pengemasan dengan aluminium foil dapat melindungi produk dari udara, penguapan,
perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan kimia (Ristanti 2010).
adalah panas sealable, inert, bebas bau dan menyusut bila dipanaskan. Ini adalah
penghalang kelembaban yang baik tapi relatif permeabel terhadap oksigen dan merupakan
penghalang bau yang buruk. Hal ini lebih murah daripada kebanyakan film dan karena itu
banyak digunakan untuk tas, untuk kertas coating atau papan dan sebagai komponen dalam
laminasi. LDPE juga digunakan untuk shrink atau peregangan-pembungkus (lihat Brief Teknis:
Mengisi dan Sealing Foods Dikemas). Peregangan Wrapping menggunakan LDPE tipis (25-38
m) dari shrink-wrapping (45-75 m), atau alternatif, linear low density polyethylene digunakan
pada ketebalan 17-24 mm. Sifat cling dari kedua film disesuaikan untuk meningkatkan adhesi
antara lapisan film dan untuk mengurangi adhesi antara paket yang berdekatan (Fellows &
Axtell, 2003). High-density polyethylene (HDPE) lebih kuat, lebih tebal, kurang fleksibel dan
lebih rapuh daripada LDPE dan penghalang yang lebih baik untuk gas dan uap air. Karung yang
terbuat dari HDPE memiliki air mata yang tinggi dan resistensi tusukan dan memiliki kekuatan
segel baik. Mereka tahan air dan tahan kimia dan semakin digunakan sebagai pengganti kertas
atau sisal karung.
3.3 Polypropylene
Polypropylene adalah film mengkilap jelas dengan kekuatan tinggi dan tahan tusuk.
Memiliki penghalang moderat untuk kelembaban, gas dan bau, yang tidak terpengaruh oleh
perubahan kelembaban. Ini membentang, meskipun kurang dari polyethylene. Hal ini digunakan
dalam aplikasi yang mirip dengan LDPE. Berorientasi polypropylene adalah film mengkilap
jelas dengan sifat optik yang baik dan kekuatan tarik tinggi dan tusukan resistensi (Bowditch,
1997). Memiliki permeabilitas sedang sampai gas dan bau dan rintangan yang lebih tinggi untuk
uap air, yang tidak terpengaruh oleh perubahan kelembaban. Hal ini banyak digunakan untuk pak
biskuit, makanan ringan dan makanan kering (Hirsch, 1991).
PP dikenal sebagai polypropylene, adalah salah satu polimer yang paling serbaguna yang
tersedia dengan aplikasi, baik sebagai plastik dan serat, dalam hampir semua pasar plastik
pengguna akhir. Profesor Giulio Natta menghasilkan resin polypropylene pertama di Spanyol
pada tahun 1954. Natta dimanfaatkan dikembangkan untuk industri polyethylene dan
menerapkan teknologi untuk gas propylene. Produksi komersial dimulai pada tahun 1957 dan
penggunaan polypropylene telah ditampilkan pertumbuhan yang kuat dari tanggal ini. PP adalah
polimer hidrokarbon linier, yang dinyatakan sebagai CnH2n. PP, seperti polyethylene (HDPE
lihat, L / LLDPE) dan polibutena (PB), adalah poliolefin atau polimer jenuh. (Semi-kaku,

tembus, ketahanan yang baik kimia, tangguh, ketahanan lelah yang baik, properti engsel integral,
ketahanan panas yang baik). PP tidak masalah stresscracking tidak hadir dan menawarkan
hambatan listrik dan kimia yang sangat baik pada suhu yang lebih tinggi. Sedangkan sifat dari PP
yang mirip dengan Polyethylene, ada perbedaan spesifik. Ini termasuk kepadatan rendah, titik
lembek tinggi (PP tidak mencair di bawah 160oC, Polyethylene, plastik lebih umum, akan anil
sekitar 100oC) dan kekakuan yang lebih tinggi dan kekerasan (Cacciari, 1993). Aditif diterapkan
untuk semua resin polypropylene yang diproduksi secara komersial untuk melindungi polimer
selama proses dan untuk meningkatkan kinerja pengguna akhir. PP adalah termoplastik yang
umumnya digunakan untuk cetakan plastik, folder stasioner, bahan kemasan, bak plastik, jahitan
non-diserap, popok dll PP dapat terdegradasi bila terkena radiasi ultraviolet dari sinar matahari.
Selain itu, pada suhu tinggi, PP teroksidasi. Kemungkinan merendahkan PP dengan
mikroorganisme telah diteliti.
Tiga jenis utama dari jenis polimer PP digunakan dalam kemasan rumah tangga:
1. Homopolimer PP: ini adalah polimer tembus, dengan tinggi Suhu Panas Distortion
(HDT), dengan kekuatan dampak yang lebih rendah (terutama pada suhu rendah) dan digunakan
untuk aplikasi seperti penutupan dan pot sup; 2. Blok PP kopolimer: polimer ini memiliki
transparansi yang lebih rendah dan umumnya HDT lebih rendah, dengan kekuatan dampak yang
lebih tinggi (terutama pada suhu rendah) dan digunakan untuk aplikasi seperti wadah es krim dan
untuk makanan dingin; 3. kopolimer PP Acak: polimer ini memiliki transparansi yang tinggi dan
HDT terendah. Ini adalah produk dengan fleksibilitas terbesar dan memiliki kekuatan impak
yang wajar. Aplikasi yang umum membutuhkan transparansi tinggi botol dan mangkuk salad;
Homopolimer dan kopolimer (acak dan blok) jenis polimer PP dapat digunakan dengan salah
satu dari dua jenis utama dari proses pencetakan (ekstrusi / thermoforming atau ekstrusi blow
molding) dan oleh karena itu dapat dibuat dengan karakteristik aliran lelehan yang berbeda
sebagai berikut: 4. Thermoforming dan blow molding: digunakan untuk nampan dan botol
daging, dengan MFR rendah (Melt Flow Rate) (1-4); 5. Injection molding: digunakan untuk
kemasan berdinding tipis, seperti panci sup, dengan MFR tinggi (33 dan lebih tinggi).
Dengan demikian, Polypropylene adalah polimer termoplastik yang digunakan dalam
berbagai aplikasi termasuk kemasan, tekstil (misalnya tali, pakaian dalam termal dan karpet), alat
tulis, bagian plastik dan kontainer dapat digunakan kembali dari berbagai jenis, peralatan
laboratorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer . Polimer Selain
terbuat dari propilena monomer, itu adalah kasar dan biasa resisten terhadap berbagai pelarut
kimia, basa dan asam. Fleksibilitas dari polimer (kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai
metode fabrikasi dan aplikasi) telah dipertahankan tingkat pertumbuhan memungkinkan PP
untuk menantang pangsa pasar sejumlah bahan alternatif dalam kebanyakan aplikasi. Pada tahun
2007, pasar global untuk polypropylene memiliki volume 45.100.000 ton, yang menyebabkan
omzet sekitar 65 miliar US dolar-(47400000000 Euro) (Kenaway et al., 2007). Film PP
digunakan dalam kemasan kertas rumah tangga, kemasan alat tulis, portofolio dan kemasan
makanan. Dalam industri stasioner, mereka digunakan untuk album foto dan pelindung halaman.
Film PP digunakan sebagai lapisan laminasi, baik sebagai sealant dan sebagai lapisan tahan
panas dan tekanan industri sensitif untuk lapisan perekat dan popok penutupan. Berbagai
kemasan produk bisa dibuat dari film ini.

Anda mungkin juga menyukai