Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pernikahan
1. Definisi
Di Indonesia, agar hubungan pria dan wanita diakui secara hukum
maka pernikahan diatur dalam suatu undang-undang. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 tentang pernikahan
menyatakan bahwa pernikahan adalah (6):
Ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suamiistri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan atau perkawinan adalah lambang disepakati suatu perjanjian
(akad) antara seorang laki-laki dan perempuan, atas dasar hak dan kewajiban
yang setara dengan kedua belah pihak (7).
Dyer mendefinisikan pernikahan sebagai suatu subsistem dari
hubungan yang luas dimana dua orang dewasa dengan jenis kelamin berbeda
membuat sebuah komitmen personal dan legal untuk hidup bersama sebagai
suami dan istri. Duvall dan Miller, mengatakan bahwa pernikahan adalah
hubungan yang diketahui secara sosial dan monogamous, yaitu hubungan
berpasangan antara satu wanita dan satu pria (7).
Sehingga bisa didefinisikan sebagai suatu kesatuan hubungan suami
istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan

memainkan peran sebagai pasangan yang telah menikah, dimana didalamnya


terdapat hubungan seksual, keinginan mempunyai anak dan menetapkan
pembagian tugas antara suami istri (7).

2. Tujuan Pernikahan
Tujuan pernikahan menurut Undang-undang pernikahan No.1 tahun 1974
adalah membentuk bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
(6)

3. Syarat Pernikahan
Pernikahan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai dan
hanya diizinkan bila pihak pria mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita
mencapai usia 16 tahun, untuk melangsungkan pernikahan seorang yang
belum berumur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Jika ada
penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1) ini, dapat meminta dispensasi
kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua
pihak pria maupun wanita (pasal 7 ayat 2) (6).

B. Pernikahan Dini
1. Definisi
Pernikahan dini didefinisikan sebagai suatu pernikahan yang dilakukan
saat usia dibawah 18 tahun, secara fisik, psikologis, dan fisiologis mempelai
perempuan belum siap untuk menanggung beban pernikahan dan mengasuh

anak. Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada usia
remaja (dibawah 16 tahun pada wanita dan dibawah 19 tahun pada pria) (6,8).
BKKBN merekomendasikan usia ideal untuk menikah pertama bagi
perempuan adalah 21 tahun karena di bawah usia itu masih belum matang
dalam mengelolaan kesehatan reproduksi. Sehingga pernikahan dini menurut
BKKBN adalah pernikahan bagi perempuan di bawah 21 tahun (9).

2. Epidemiologi
Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia muda
yang cukup tinggi, dimana menempati peringkat ke-37 di dunia (1).

Grafik di atas memperlihatkan umur pernikahan pertama di Indonesia.


Secara umum dapat dilihat bahwa usia rata-rata pernikahan pertama adalah

pada usia 20 tahun, namun apabila diperhatikan persentase menurut kelompok


umur pernikahan pertama menunjukkan bahwa terdapat pernikahan pada usia
muda 10-19 tahun (46,7%). Provinsi dengan persentase pernikahan usia sangat
muda (10-14 tahun) yang paling tinggi adalah Kalimantan Selatan (9%), Jawa
Barat (7,5%), Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing 7
persen (1).
Penelitian yang dilakukan oleh Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI)
Provinsi Jawa Barat mengungkapkan fakta masih tingginya pernikahan di usia
muda di pulau Jawa dan Bali. Diantara wilayah-wilayah tersebut, Jawa Barat di
posisi pertama dalam jumlah pasangan yang menikah di usia muda dimana dari
1000 penduduknya dengan usia 15 hingga 19 tahun terdapat 126 orang yang
menikah dan melahirkan di usia muda. Kemudian diikuti dengan DKI Jakarta
dengan 44 orang. Dari data SDKI 1997 diketahui bahwa sekitar 52,6 % wanita
pernah melakukan pernikahan pertamanya pada kelompok umur 15-19 tahun
dengan tingkat pendidikan hanya tamat SD. Sejumlah 5,8 juta remaja pernah
menikah pada umur kurang dari 16 tahun dan 25% diantaranya bahkan
menikah dibawah usia 14 tahun (10).
Usia pernikahan yang masih muda bagi perempuan menjadi refleksi
perubahan sosial ekonomi. Pergeseran ini tidak hanya berpengaruh terhadap
potensi kelahiran tetapi juga terkait dengan peran dalam pembangunan bidang
pendidikan dan ekonomi. Sebagaimana diketahui bahwa jumlah remaja umur
10-19 tahun di Indonesia terdapat 43 juta atau 19,61% dari jumlah penduduk
Indonesia sebanyak 220 juta, sekitar 1 juta remaja pria (5%) dan 200 ribu

remaja wanita (1%) menyatakan secara terbuka bahwa mereka pernah


melakukan hubungan seks (2).
Pernikahan usia muda yang menjadi fenomena sekarang ini pada
dasarnya merupakan satu siklus fenomena yang terulang dan tidak hanya
terjadi di daerah pedesaan yang notabene dipengaruhi oleh minimnya
kesadaran dan pengetahuan namun juga terjadi di wilayah perkotaan yang
secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh role model dari dunia hiburan
yang mereka tonton (2).
3. Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Dini
Menurut Bowner dan Spanier dalam Rahmi terdapat beberapa alasan
seseorang untuk menikah seperti mendapatkan jaminan ekonomi, membentuk
keluarga, mendapatkan keamanan emosi, harapan orang tua, melepaskan diri
dari kesepian, menginginkan kebersamaan, mempunyai daya tarik seksual,
untuk mendapatkan perlindungan, memperoleh posisi sosial dan prestise, serta
karena cinta (11).
Menurut RT. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari
perkawinan usia muda adalah (12):
a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga
b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu
muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
c. Sifat kolot suku tertentu, misalnya Suku Jawa, yang tidak mau
menyimpang

dari

ketentuan

adat.

Kebanyakan

orang

desa

mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda


hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.

Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono


disebabkan oleh (12):
a. Masalah ekonomi keluarga
b. Orang tua dari gadis meminta mas kawin kepada keluarga laki-laki apabila
mau mengawinkan anak gadisnya.
c. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam
keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi
tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya).

Menurut para ahli yang lain, faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan


dini antara lain:
1) Faktor sosial budaya
Beberapa daerah di Indonesia masih menerapkan praktik menikah usia
muda, karena mereka menganggap anak perempuan yang terlambat menikah
merupakan aib bagi keluarga (7).

2) Desakan ekonomi
Pernikahan usia muda terjadi karena keluarga hidup di garis kemiskinan,
untuk meringankan beban orang tuanya, maka anak perempuannya dinikahkan
dengan orang yang dianggap mampu (7).
Banyak dari orang tua pasangan yang menikahkan anaknya pada usia
dini memiliki penghasilan minim sehingga tidak memiliki biaya untuk

10

menyekolahkan anak mereka dan menganggap dengan menikahkan anak


mereka maka beban mereka berkurang (7).
Di negara berkembang salah satu faktor yang menyebabkan orangtua
menikahkan anak usia dini karena kemiskinan. Orangtua beranggapan bahwa
anak perempuan merupakan beban ekonomi dan perkawinan merupakan usaha
untuk mempertahankan kehidupan keluarga (13).
Dalam riset Rafidah, disebutkan faktor ekonomi merupakan salah
satu faktor terjadinya pernikahan dini. Orang tua memiliki ekonomi rendah
memiliki rasio 1,75 kali lebih tinggi menikahkan anak usia dini dibanding
orng tua yang berpenghasilan di atas rata-rata (14).

3) Tingkat pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak
dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan
anaknya yang masih dibawah umur. Remaja khususnya wanita mempunyai
kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pendidikan formal dan
pekerjaan yang pada akhirnya mempengaruhi kemampuan pengambilan
keputusan dari pemberdayaan mereka untuk menunda pernikahan (7).
Banyak dari orang tua pasangan menikah dini, maupun pasangannya
itu sendiri memiliki pendidikan yang rendah. Menurut Rafidah, faktor
pendidikan memiliki potensi 2,9 kali lebih tinggi menikah usia dini jika
memiliki pendidikan rendah. Dalam riset oleh East West Center (EWC)

11

menunjukkan bahwa faktor pendidikan merupakan salah satu faktor


penunjang terjadinya pernikahan dini di Indonesia (14,15).
Pada suatu penelitian disebutkan bahwa tingkat pendidikan pasangan
di daerah pedesaan yang menikah pada usia 18 tahun 50% memiliki
pendidikan di bawah SMP, 40% memiliki pendidikan SMP, dan 10% lebih
tinggi dari SMP. Sementara di perkotaan, pada perempuan yang menikah
pada usia 18 tahun dengan pendidikan di bawah SMP adalah 40%, 20%
SMP, dan 5% lebih tinggi dari SMP. Sedangkan laki-laki dibawah usia 20
tahun 50% pendidikan di bawah SMP, 40% SMP, 20% lebih tinggi dari
SMP yang menikah usia dini. Pada daerah urban , laki-laki yang menikah
di usia di bawah 20 tahun, laki-laki yang memiliki pendidikan di bawah
SMP 20%, 10% SMP, 0% di atas SMP (15).
Penelitian di Bangladesh terhadap 3.362 remaja putri terdapat 25,9%
menikah usia muda dan faktor yang menyebabkan pernikahan usia muda
adalah pendidikan. Penelitian di Jeddah Saudi Arabia tentang menikah usia
muda dan konsekuensi kehamilan, menunjukkan 27,2% remaja yang menikah
sebelumberusia 16 tahun adalah buta huruf (57,1%), atau pekerja rumah tangga
(92,4%), yang berisiko 2 kali untukmengalami keguguran spontan dan 4 kali
risiko mengalami kematian janin dan kematian bayi (16,17).
Data Riskesdas menunjukkan bahwa 9,5% tidak sekolah, 16,2%
pendidikan SD, 1,7% tamat SMP, dan 0,5% tamat SMA untuk perempuan
yang menikah usia 10-14 tahun. Perempuan yang berusia 12-19 tahun

12

43,2% tidak sekolah, 52,5 tidak tamat SD, 54,3% tamat SD, 47,5% tamat
SMP dan 20,3% tamat SMA (1).
Fatchiah E. Kertamuda dalam bukunya Konseling Pernikahan Untuk
Keluarga Indonesia menyebutkan faktor social ekonomi, latar belakang
pendidikan yang tidak memadai dapat menjadi alasan mengapa orang tua
menikahkan anak gadisnya di usia muda (18).

4) Sulit mendapatkan pekerjaan


Banyak remaja putri yang menganggap kalau mereka menikah muda, tidak
perlu mencari pekerjaan atau mengalami kesulitan lagi dalam hal keuangan
karena keuangan sudah ditanggung suaminya (7).

5) Media massa
Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern
kian permisif terhadap seks (7).

6) Agama
Dari sudut pandang agama menikah di usia muda tidak ada pelanggaran
bahkan dianggap lebih baik daripada melakukan perzinahan (7).

13

7) Pandangan dan kepercayaan


Banyak di daerah ditemukan pandangan dan kepercayaan yang salah
misalnya kedewasaan dinilai dari status pernikahan, status janda dinilai lebih
baik daripada perawan tua (7).

8) Upaya Orang Tua untuk Melindungi Keperawanan


Orang tua khawatir terkena aib karena anak perempuannya berpacaran
secara sangat intim sehingga merasa perlu segera mengawinkan anaknya. Hal
ini dilakukan agar anak mereka tidak melakukan seks pra-nikah. Sebanyak
21,1% orang tua di pedesaan dan 22% orang tua di perkotaan menikahkan
anakanya di usia dini karena hal tersebut (19).

9) Hamil Sebelum Nikah


Menurut Abu Al-Ghifari bahwa hampir 80% remaja melakukan seks
dengan pacarnya diluar nikah dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.
Sesuai dengan pernyataan di atas maka, akibatnya banyak remaja yang
hamil diluar nikah sehingga untuk menutupi aib maka dinikahkan (20).

4. Permasalahan Pernikahan Dini


Menikah usia muda cenderung lebih buruk dalam menyesuaikan diri. Dari
sekian banyak masalah penyesuaian diri dalam 4 pokok yang umum dan
penting bagi pernikahan yaitu (3):

14

1) Penyesuaian dengan pasangan


Hubungan interpersonal memainkan peran yang penting dalam
pernikahan, dalam kasus pernikahan hubungan interpersonal jauh lebih sulit
untuk disesuaikan dari pada dalam kehidupan bisnis sebab dalam pernikahan
terdapat masalah yang disebabkan berbagai faktor yang tidak biasa timbul
dalam bidang kehidupan individual. Makin banyak pengalaman dalam
hubungan interpersonal antara pria dan wanita, makin besar pengertian
wawasan sosial yang mereka kembangkan dan semakin besar kemauan mereka
untuk bekerja sama dengan sesamanya, serta semakin baik mereka
menyesuaikan diri satu sama lain dalam pernikahan.

2) Penyesuaian seksual
Masalah penyesuaian utama yang kedua adalah penyesuaian seksual.
Ini adalah masalah yang paling sulit dalam pernikahan dan salah satu penyebab
pertengkaran dan ketidak bahagiaan dalam pernikahan.

3) Penyesuaian keuangan
Banyak istri yang tersinggung karena tidak dapat mengendalikan uang
yang dipergunakan untuk melangsungkan keluarga, mereka merasa sulit dalam
menyesuaikan dengan pendapatan suami.

15

4) Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan


Masalah penyesuaian penting yang keempat dalam hidup pernikahan
adalah penyesuaian diri dengan keluarga pasangan. Dengan adanya pernikahan
semua orang akan memperoleh keluarga baru dari pasangannya yang
mempunyai latar belakang dan sosial yang mungkin berbeda. Suami istri
tersebut harus mempelajarinya dan harus menyesuaikan diri.

5. Risiko Pernikahan Dini


1) Risiko sosial-ekonomi pernikahan usia muda
Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri dan
membutuhkan pergaulan dengan teman sebaya. Pernikahan usia muda secara
sosial akan menjadi bahan pembicaraan teman-teman remaja dan masyarakat.
Kesempatan untuk bergaul dengan teman sesama remaja hilang, sehingga
remaja kurang dapat membicarakan masalah yang dihadapinya. Mereka
memasuki lingkungan orang dewasa dan keluarga yang baru, dan asing bagi
mereka (21).
Bila mereka kurang dapat menyesuaikan diri, maka akan timbul berbagai
ketegangan dalam hubungan keluarga dan masyarakat. Wanita yang kurang
berpendidikan dan tidak siap menjalankan perannya sebagai ibu akan kurang
mampu untuk mendidik anaknya, sehingga anak akan bertumbuh kembang
kurang baik, yang dapat merugikan masa depan anak tersebut (21).
Pasangan usia muda umumnya belum mampu dibebani suatu
pekerjaan

yang

memerlukan

keterampilan

16

untuk

mendatangkan

penghasilan dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi


adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan dalam
kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. Generasi muda tidak boleh
berspekulasi, utamanya bagi pria, rasa ketergantungan kepada orang tua
harus dihindari (21).

2) Risiko psikologis pernikahan usia muda


Pernikahan pada umumnya merupakan suatu masa peralihan dalam
kehidupan seseorang dan karenanya rentan terhadap stress. Untuk itu
menghadapi pernikahan diperlukan kesiapan mental dari suami maupun istri,
yaitu dia mulai beralih dari mulai masa hidup sendiri ke masa hidup bersama
dan berkeluarga (21).
Kesiapan dan kematangan mental ini biasanya belum dicapai pada usia
dibawah 20 tahun. Sebagai akibat kurang matangnya kejiwaan dan emosi
remaja, maka pernikahan usia muda menimbulkan perasaan gelisah, kadang
mulai timbul rasa curiga dan pertengkaran (22).
Tidak jarang pasangan ini mengalami ketidak-harmonisan dalam
kehidupan keluarga, sehingga pernikahan tidak bahagia, bahkan dapat berakhir
dengan perceraian. Dalam hali ini remaja putri biasanya lebih menderita dari
remaja laki-laki (22).

17

3) Risiko kesehatan pernikahan usia muda


Dilihat dari segi kesehatan, kejadian pasangan usia muda berpengaruh
pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta
berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak (22).
a) Risiko pada proses kehamilan
Perempuan yang hamil pada usia dini atau remaja cenderung
memiliki risiko kehamilan dikarenakan kurangnya pengetahuan dan
ketidaksiapan dalam menghadapi kehamilannya. Akibatnya mereka kurang
memperhatikan kehamilannya. Menurut BKKBN 2010 resiko yang
mungkin terjadi adalah (22):
1) Keguguran (aborsi), yaitu berakhirnya proses kehamilan pada usia
kurang dari 20 minggu.
2) Preeklampsia, yaitu ketidakteraturan tekanan darah selama kehamilan
dan eklampsia, yaitu kejang pada kehamilan.
3) Infeksi, yaitu peradangan yang terjadi pada kehamilan.
4) Anemia, yaitu kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
5) Kanker rahim, yaitu kanker yang terdapat dalam rahim, hal ini erat
kaitannya dengan belum sempurnanya perkembangan dinding rahim.
6) Kematian bayi, yaitu meninggalnya bayi kurang dari 1 tahun.
b) Risiko pada proses persalinan
Melahirkan mempunyai resiko kematian bagi semua perempuan.
Bagi seorang perempuan yang melahirkan kurang dari 20 tahun dimana
secara fisik belum mencapai kematangan maka resikonya akan semakin
tinggi. Menurut BKKBN 2010, risiko yang mungkin terjadi adalah (22) :
(1) Prematur, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu.

18

(2) Timbulnya kesulitan persalian, yang dapat disebabkan karena faktor


dari ibu, bayi, dan proses persalinan.
(3) BBLR (berat bayi lahir rendah), yaitu bayi yang lahir dengan berat
dibawah 2500 gr.
(4) Kematian bayi, yaitu bayi meninggal dunia dalam usia kurang dari 1
tahun.
(5) Kelainan bawaan, yaitu kelaian atau cacat yang terjadi sejak dalam
proses kehamilan.
4. Risiko pendidikan pernikahan usia muda
Pendewasaan usia nikah ada kaitannya dengan usaha memperoleh
tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan persiapan untuk mencapai taraf
hidup yang lebih baik. Pernikahan usia muda meningkatkan risiko
rendahnya tingkat pendidikan pasangan yang tidak melanjutkan studinya
(21)

5. Risiko kependudukan pernikahan usia muda


Perkawinan usia muda mempunyai tingkat fertilitas (kesuburan) yang
tinggi, sehingga kurang mendukung pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan terkait upaya menekan laju pertumbuhan penduduk (21).

6. Risiko perceraian pernikahan usia muda


Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan
belum stabil, tingkat kemandiriannya masih rendah sehingga risiko
terjadinya perceraian cukup tinggi (21).

19

6. Upaya Penanganan Pernikahan Dini


Untuk menangani dan mencegah terjadinya pernikahan usia muda
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional membuat suatu program yaitu
Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP). Program ini megupayakan peningkatkan
usia pernikahan pertama,sehingga pada saat pernikahan mencapai usia minimal
20 tahun pada perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Batasan usia ini
dianggap sudah baik dipandang dari sisi kesehatan maupun perkembangan
emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga (22).
Pendewasaan Usia Pernikahan dan Perencanaan Keluarga merupakan
kerangka dari program PUP. Kerangka ini terdiri dari (22):
(1) Masa menunda pernikahan dan kehamilan
Salah satu prasyarat untuk menikah adalah kesiapan secara fisik, yang
sangat menentukan adalah umur untuk melakukan pernikahan. Dalam masa
reproduksi, usia dibawah 20 tahun adalah usia yang dianjurkan untuk menunda
pernikahan dan kehamilan. Dalam usia ini seorang remaja masih dalam proses
tumbuh kembang baik secara fisik maupun psikis.
Proses pertumbuhan berakhir pada usia 20 tahun, dengan alasan ini
maka dianjurkan perempuan menikah pada usia 20 tahun. Apabila pasangan
suami istri menikah pada usia kurang dari 20 tahun, maka dianjurkan untuk
menunda kehamilan sampai usia istri 20 tahun dengan menggunakan alat
kontrasepsi.

20

(2) Masa menjarangkan kehamilan


Perempuan yang menikah pada usia kurang dari 20 tahun dianjurkan
untuk menunda kehamilannya sampai usianya minimal 20 tahun. Untuk
menunda kehamilan pada masa ini pasangan suami istri harus menggunakan
alat kontrasepsi.

(3) Masa mencegah kehamilan


Pada masa ini usia istri antara 20-35 tahun, merupakan periode yang
paling baik untuk hamil dan melahirkan karena mempunyai resiko paling
rendah bagi ibu dan anak. Jarak ideal untuk menjrangkan anak adalah 5 tahun.

Selain Program Pendewasaan Usia Pernikahan dari BKKBN, menurut


Kumalasari & Andhyantoro ada beberapa hal yang juga bisa dilakukan sebagai
upaya menangani Pernikahan usia muda (7):
(1) Memberikan penyuluhan tentang resiko pernikahan usia muda. Bagi remaja
hendaknya lebih memahami faktor-faktor dan dampak dari pernikahan usia
muda, sehingga diharapkan remaja mempunyai pandangan dan wawasan
yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan yang bersifat positif.
(2) Bimbingan psikologis. Hal ini diharapkan dapat membantu pasangan dalam
menghadapi persoalan-persoalan agar mempunyai cara pandang dengan
pertimbangan kedewasaan, tidak mengedepankan emosi.
(3) Dukungan keluarga diharapkan banyak membantu keluarga muda, baik
berupa material maupun non material untuk kelanggengan keluarga.
(4)Peningkatan kesehatan dengan peningkatan pengetahuan kesehatan,
perbaikan gizi bagi istri yang mengalami kekurangan gizi.

21

C. Pengaruh Kebudayaan terhadap Pernikahan Dini


1. Definisi

Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddayah, yang merupakan


bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian,
kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal (23).
Adapun ahli antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan
secara sistematis dan ilmiah adalah Taylor, yang menulis dalam bukunya
Primitive Culture, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks,
yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang di dapat oleh
manusia sebagai anggota masyarakat (23).
Definisi lain dikemukakan oleh Linton dalam buku: The Cultural
Background of Personality, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari
tingkah laku yang dipelajari dari hasil tingkah laku, yang unsur-unsur
pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu
(24)

.
Menurut Koentjaraningrat, berdasarkan ilmu antropologi kebudayaan

adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan millik diri manusia dengan
belajar (25).

2. Unsur Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat pula kebudayaan terbagi atas 7 unsur (25):

22

1. sistem religi,
2. sistem organisasi kemasyarakatan,
3. sistem pengetahuan,
4. sistem mata pencaharian hidup,
5. sistem teknologi dan peralatan,
6. bahasa
7. kesenian.
Semua unsur budaya tersebut terwujud dalam bentuk sistem
budaya/adat-istiadat (kompleks budaya, tema budaya, gagasan), sistem sosial
(aktivitas sosial, kompleks sosial, pola sosial, tindakan), dan unsur-unsur
kebudayaan fisik (benda kebudayaan) (25).

1. Sistem Religi
Sistem religi meliputi kepercayaan, nilai, pandangan hidup, komunikasi
keagamaan dan upacara keagamaan. Definisi kepercayaan mengacu kepada
pendapat. Fishbein dan Azjen dalam Soekanto, yang menyebutkan pengertian
kepercayaan atau keyakinan dengan kata belief, yang memiliki pengertian
sebagai inti dari setiap perilaku manusia (12).
Aspek kepercayaan tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk
menentukan persepsi terhadap sesuatu objek. Kepercayaan membentuk
pengalaman, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman sosial (12).

23

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan


berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau
berguna bagi kehidupan manusia. Sifat-sifat nilai menurut Daroeso dalam
Kalangie adalah sebagai berikut (26):
1) nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai
yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah
objek yang bernilai.
2) Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita,
dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal. Nilai diwujudkan
dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak.
3) Nilai berfungsi sebagai daya dorong dan manusia adalah pendukung nilai.
Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya.

Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu (26):


(1) nilai logika; adalah nilai benar salah;
(2) nilai estetika; adalah nilai indah tidak indah; dan
(3) nilai etika/moral; adalah nilai baik buruk.
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani
kelakuan baik atau buruk dari manusia. Moral selalu berhubungan dengan
nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan
dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih
terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Nilai religius yang
merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada
kepercayaan atau keyakinan manusia.

24

2. Sistem Organisasi dan Kemasyarakatan


Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi: kekerabatan,
organisasi politik, norma atau hukum, perkawinan, kenegaraan, kesatuan hidup
dan perkumpulan. Sistim organisasi adalah bagian kebudayaan yang berisikan
semua

yang

telah

dipelajari

yang

memungkinkan

bagi

manusia

mengkoordinasikan perilakunya secara efektif dengan tindakan-tindakantindakan orang lain (27).


Kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur
sosial.

Kekerabatan

menggambarkan

suatu

struktur

masyarakat

sosial

dari

dapat

masyarakat

dipergunakan
yang

untuk

bersangkutan.

Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang
memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan (26).

3. Sistem Pengetahuan
Spradlye dalam Kalangie menyebutkan, bahwa pengetahuan budaya itu
bukanlah sesuatu yang bisa kelihatan secara nyata, melainkan tersembunyi dari
pandangan, namun memainkan peranan yang sangat penting bagi manusia
dalam menentukan perilakunya. Pengetahuan budaya yang diformulasikan
dengan beragam ungkapan tradisional itu sekaligus juga merupakan gambaran
dari nilai - nilai budaya yang mereka hayati (26).
Nilai budaya sebagaimana dikemukan oleh Koentjaraningrat adalah
konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu

25

masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam
hidup. Dan suatu sistem nilai budaya, yang sifatnya abstrak, biasanya berfungsi
sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia (25).

4. Sistem Mata Pencaharian Hidup


Sistem mata pencaharian hidup merupakan produk dari manusia sebagai
homo economicus yang mejadikan kehidupan manusia terus meningkat. Dalam
tingkat sebagai food gathering, kehidupan manusia sama dengan hewan. Tetapi
dalam tingkat food producing terjadi kemajuan yang pesat. Setelah bercocok
tanam, kemudian beternak yang terus meningkat (rising demand) yang kadangkadang serakah. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi meliputi
jenis pekerjaan dan penghasilan (25).

5. Sistem Teknologi dan Peralatan


Teknologi dan peralatan kesehatan adalah sarana prasarana yang
diperlukan untuk tindakan pelayanan, meliputi: ketersedian, keterjangkauan
dan kualitas alat. Keterjangkauan meliputi (25):
1) keterjangkauan fisik,
keterjangkauan fisik dimaksudkan agar tempat pelayanan lebih mudah
menjangkau dan dijangkau oleh masyarakat sasaran;
2) keterjangkauan ekonomi,

26

Keterjangkauan ekonomi ini dimaksudkan agar biaya pelayanan dapat


dijangkau oleh klien. Biaya untuk memperoleh pelayanan menjadi
bagian penting bagi klien;
3) keterjangkauan psikososial,
keterjangkauan psikososial ini dimaksudkan untuk meningkatkan
penerimaan partisipasi secara sosial dan budaya oleh masyarakat,
provider, pengambil kebijakan, tokoh agama, tokoh masyarakat;
4) keterjangkauan pengetahuan,
keterjangkauan pengetahuan ini dimaksudkan agar PUS mengetahui
tentang pelayanan serta dimana mereka dapat memperoleh pelayanan
tersebut dan besar biaya untuk memperolehnya.

6. Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia
untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan,
ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud
hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa,
manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata
krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala
bentuk masyarakat (25).
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi
umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat
untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan

27

adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk


mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni
(sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu
pengetahuan dan teknologi (25).

7. Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari
ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata
ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia
menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga
perwujudan kesenian yang kompleks. Kesenian yang meliputi: seni
patung/pahat, seni rupa, seni gerak, lukis, gambar, rias, vocal, musik/seni
suara, bangunan, kesusastraan, dan drama (25).

Sehingga dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah


sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide
atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu umat manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.

28

2. Kebudayaan dan Pernikahan Dini


Pernikahan di usia muda dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah
satu faktor adalah faktor kebudayaan. Faktor budaya setempat turut berperan
cukup besar, karena kebudayaan ini diturunkan dan sudah mengakar layaknya
kepercayaan (4).
Budaya setempat mempercayai apabila anak perempuan tidak segera
menikah, akan mempermalukan keluarga karena dianggap tidak laku dalam
lingkungannya, atau jika ada orang yang secara finansial dianggap sangat
mampu dan meminang anak mereka, dengan tidak memandang usia atau status
pernikahan, kebanyakan orang tua menerima pinangan tersebut karena
beranggapan masa depan sang anak akan lebih cerah. Tentu saja hal tersebut
diharapkan bisa mengurangi beban sang orang tua. Terlepas dari itu, banyak
dampak yang tidak terpikir oleh mereka sebelumnya (4).
Faktor budaya dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap
individu tergantung pada jenis budayanya. Di Indonesia, menikah muda sudah
menjadi tradisi, menjadi harga diri keluarga dan merasa rendah diri jika
putrinya menikah di usia tua. Pada beberapa daerah di pulau Jawa, tradisi
pernikahan dini juga masih erat dengan kehidupan warganya. Hal ini terlihat
dari banyaknya warga yang menikah ketika berusia 14 tahun (4).
Ada beberapa mitos yang mengatakan bahwa seorang anak gadis di usia
20 tahun belum menikah, nanti akan menjadi perawan tua, ada pula mitos yang
mengatakan bahwa jika seorang anak gadis melahirkan sebelum menikah,

29

maka anak gadis tersebut mengundang kesialan pada 41 rumah yang berada di
sekitar rumahnya (5).
Secara hukum perkawinan usia anak dilegitimasi oleh Undang-undang
RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini
memperbolehkan anak berusia 16 tahun untuk menikah, seperti disebutkan
dalam pasal 7 ayat 1, Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai 19 (sembilanbelas) tahun, dan pihak wanita sudah mencapai 16
(enambelas) tahun. Pasal 26 UU R.I Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, orang tua diwajibkan melindungi anak dari perkawinan
dini, tetapi pasal ini, sebagaimana UU Perkawinan, tanpa ketentuan sanksi
pidana sehingga ketentuan tersebut nyaris tak ada artinya dalam melindungi
anak-anak dari ancaman perkawinan dini (6).

30

Anda mungkin juga menyukai