Tanaman obat yang berkembang di Indonesia sangat melimpah tetapi pemanfaatannya masih
terbatas dikonsumsi secara segar, sehingga dibutuhkan teknologi pengolahan untuk dapat
memaksimalkan pemanfaatannya. Pemanfaatan yang maksimal dari berbagai tanaman obat
ini masih dirasa kurang beredar di masyarakat. Teknologi pengolahan dan penanganan untuk
berbagai macam obat dengan pemanfaatan tanaman obat merupakan peningkatan nilai tambah
dari tanaman yang dimaksud.
Buku teknologi pascapanen tanaman obat ini di paparkan tentang pengolahan tanaman secara
umum, baik tanaman yang berasal dari daun, akar, batang, buah, biji, rimpang, kulit kayu dan
herba. Cara-cara pengolahan sederhana tapi memenuhi kaidah cara pengolahan yang baik dan
benar. Selain itu, di berikan juga beberapa contoh tanaman dengan khasiatnya dan beberapa
contoh cara penggunaannya. Kami merasa bahwa buku ini belum sangat sempurna, tapi mudahmudahan dapat membantu mengenali dan memanfaatkan tanaman tersebut untuk menjaga
kesehatan.
Buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi yang dapat meningkatkan
wawasan pembaca tentang berbagai tanaman obat sebagai salah satu komoditas tanaman yang
potensial. Selanjutnya, diharapkan saran dan kritik membangun atas segala kekurangan yang
terdapat pada buku ini untuk perbaikan mendatang.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL............................................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN............................................................................................................1
II. KHASIAT DAN KEGUNAAN..........................................................................................4
III. KANDUNGAN KIMIA..................................................................................................9
IV. PASCAPANEN...........................................................................................................11
IV.I Pascapanen Tanaman Obat Dari Daun .............................................................14
IV.2 Pascapanen Tanaman Obat Dari Akar..............................................................17
IV.3 Pascapanen Tanaman Obat Dari Bunga............................................................21
IV.4 Pascapanen Tanaman Obat Dari Buah ............................................................21
IV.5 Pascapanen Tanaman Obat Dari Biji ................................................................27
IV.6 Pascapanen Tanaman Obat Dari Herba ...........................................................29
IV.7 Pascapanen Tanaman Obat Dari Kulit Batang .................................................30
IV.8 Pascapanen Tanaman Obat Dari Kulit Rimpang ..............................................34
V. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN.........................................................................38
VI. PENGAWASAN MUTU .............................................................................................40
VII. POTENSI PASAR .....................................................................................................42
VIII.PENUTUP................................................................................................................44
IX. DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................44
LAMPIRAN...................................................................................................................50
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Akar ginseng korea dan kolesom ........................................................................ 5
Gambar 2. Penjemuran dengan alas lamporan (a), tikar (b) ................................................. 13
Gambar 3. Beberapa tipe alat pengering, tipe rak(a) pengering mekanik tipe berputar (b). 14
Gambar 4. Beberapa tanaman obat yang berasal dari daun ................................................ 15
Gambar 5. Diagram alir pascapanen tanaman obat yang berasal dari daun ....................... 16
Gambar 6. Beberapa tanaman obat yang berasal dari akar ................................................. 18
Gambar 7. Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat dari akar ........................ 19
Gambar 8. Beberapa tanaman obat dari bunga ................................................................... 22
Gambar 9. Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat dari bunga ..................... 23
Gambar 10. Tanaman mahkota dewa dan buah mahkota dewa .......................................... 24
Gambar 11. Tanaman cabe jawa dan buah cabe jawa ......................................................... 24
Gambar 12. Tanaman kemukus dan buah kemukus ............................................................. 25
Gambar 13. Tanaman mengkudu dan buah mengkudu........................................................ 25
Gambar 14. Tanaman obat berasal dari buah ...................................................................... 26
Gambar 15. Diagram alir pascapanen tanaman obat berasal dari buah .............................. 26
Gambar 16. Tanaman obat yang berasal dari biji ................................................................. 28
Gambar 17. Tanaman dan buah kapolaga lokal dan sabrang ............................................... 28
Gambar 18. Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat dari biji ........................ 29
Gambar 19. Tanaman obat yang berasal dari daun .............................................................. 30
Gambar 20. Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat dari herba .................... 31
Gambar 21. Tanaman dan kulit kayumanis .......................................................................... 32
Gambar 22. Tanaman dan kulit kina .................................................................................... 32
Gambar 23. Beberapa tanaman yang berasal dari kulit batang ........................................... 32
Gambar 24. Diagram alir penanganan pascapanen tanaman dari kulit batang .................. 33
Gambar 25. Tanaman brotowali dan batangnya ................................................................. 33
Gambar 26. Beberapa jenis tanaman yang berasal dari rimpang ........................................ 35
Gambar 27. Diagram alir pengolahan simplisia rimpang .................................................... 36
Gambar 28. Cara-cara penyimpanan simplisia .................................................................... 38
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Khasiat dan kegunaan tanaman obat, berasal dari daun, akar dan bunga. ........... 5. 5
Tabel 2. Khasiat dan kegunaan tanaman obat, berasal dari buah, biji, herba dan batang .. 6. 6
Tabel 3. Khasiat dan kegunaan tanaman obat, berasal dari rimpang .................................. 8. 8
Tabel 4. Komponen kimia beberapa tanaman obat ............................................................. 9
iv
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati
cukup luas, dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya
tumbuh di Indonesia. Akan tetapi baru sekitar 26% yang telah dibudidayakan dan
74% masih tumbuh liar di hutan. Dari 26 % yang telah dibudidayakan, sebanyak
940 jenis tanaman telah digunakan sebagai obat tradisional. Pemakaian
tanaman obat terus meningkat sejalan dengan berkembangnya industri obat
tradisional/modern, farmasi ataupun komestika yang menggunakan tanaman
obat sebagai bahan bakunya. Peningkatan ini diduga karena adanya beberapa
aspek yang mendukung, antara lain kecenderungan kembali ke alam (back
to nature) dari pemakai tanaman obat, efek samping yang ditimbulkannya
kurang berarti bila dibandingkan dengan obat sintetis, populasi penduduk yang
semakin meningkat, diiringi dengan pasokan obat tidak banyak mendukung,
biaya perawatan yang cukup mahal, resistensi obat terhadap penyakit infeksi
yang digunakan untuk penyakit menular.
Menurut Depkes, yang dimaksud dengan obat tradisional ialah obat yang
berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral atau sediaan galeniknya
atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai data klinis
dan dipergunakan dalam usaha pengobatan hanya berdasarkan pengalaman.
Bahan yang digunakan bisa dalam keadaan segar ataupun dalam bentuk kering
yang di sebut simplisia, dapat berupa rimpang, akar, herba, daun, batang, bunga
dan buah. Secara umum yang dinamakan simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali
dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Untuk menunjang kegiatan industri, suatu produksi harus dimulai dari cara
mendapatkan bahan baku yang tepat, baik dari segi kuantitas ataupun
kualitasnya. Faktor yang sangat berpengaruh dalam hal ini adalah aspek
budidaya dan pascapanen yang tepat. Proses pembuatan simplisia di tingkat
petani masih dilakukan secara tradisional, dan kadang-kadang tidak memenuhi
cara-cara pengolahan yang baik dan benar, sehingga untuk mendapatkan mutu
yang baik agak sulit dicapai. Untuk simplisia yang berasal dari petani, biasanya
dilakukan proses ulang, dimulai dari penyortiran, pencucian, perajangan dan
Teknologi Pascapanen Tanaman Obat
antara lain yang berasal dari akar, daun, bunga, biji, buah, rimpang dan kulit
kayu. Beberapa bahan tanaman obat, biasanya ada yang dipanen dari tanaman
liar dan baru sebagian kecil yang telah di budidayakan. Bila tanaman telah
dibudidayakan, dapat dipantau secara mudah keseragaman umur, masa
panen, dan varietas. Sementara, jika di panen dari tanaman liar, maka banyak
kendala dan variabilitas yang tidak bisa dikendalikan seperti asal tanaman, jenis
tanaman, umur tanaman, dan lingkungan tumbuhnya.
Faktor-faktor yang menentukan tinggi rendahnya suatu mutu simplisia adalah
keaslian, kemurnian dan zat berkhasiat yang dikandungnya. Usaha peningkatan
mutu sebaiknya dilakukan sejak awal, yaitu dari penentuan areal pertanaman
yang cocok secara agronomis serta menggunakan bibit unggul.
Akar kolesom
terhadap ekstrak kolesom menggunakan tikus putih. Dari hasil uji tersebut,
ternyata ekstrak kolesom dapat menaikkan jumlah dan motilitas spermatozoa,
menaikkan kadar testosteron dan menambah lapisan spermatogesis.
Khasiat dan kegunaan beberapa tanaman obat tersaji pada Tabel 1, 2 dan 3.
Tabel 1. Khasiat dan kegunaan tanaman obat berasal dari daun, akar dan bunga
Bagian yang
digunakan
Daun
Nama tanaman
Belimbing wuluh (Averhoa
bilimbi)
Seledri (Apium graviolens Linn) Antihipertensi, masuk angin, diare, rematik, asam
urat, bronkhitis
Katuk (Souropus androgynus)
Sambiloto (Andrographis
paniculata)
Febrifuga,amarum,antelmintik,antipiretik, tipus,
kencing manis, diuretik
Akar
Bunga
Kecombrang (Nicolaia
speciosa)
Kenanga (Canangium
odoratum)
Tabel 2. Khasiat dan kegunaan tanaman obat yang berasal dari buah, biji, herba, batang
Bagian yang
digunakan
Nama tanaman
Buah
Biji
Herba
Batang
Paranajiwa (Euchresta
horsfieldii)
Babadotan (Ageratum
conizoides)
Kulit secang (Caesalpinia sappan Anti diare, analgesik, batuk berdarah, penawar
L.)
racun, astringent, obat katarak, pewarna makanan
Kulit kina (Cinchona ledgeriana)
Tabel 3. Khasiat dan kegunaan tanaman obat yang berasal dari rimpang
Bagian yang
digunakan
Rimpang
Nama tanaman
Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza ROXB.)
Pemakaian obat tradisional tidak akan menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan seperti pada obat modern. Hal ini dikarenakan didalam tanaman/
bahan alam masih terdapat senyawa kimia pendukung lainnya yang akan
memberikan efek sinergisitas terhadap senyawa-senyawa lain dalam suatu
bahan, dibandingkan dengan obat modern yang hanya mengandung komponen
tunggal. Didalam satu tanaman, masing-masing bagian seperti akar, daun,
batang, buah, bunga dan biji mengandung senyawa kimia/metabolit sekunder
dengan struktur senyawa yang sedikit berbeda. Metabolit sekunder di dalam
tanaman berperan sebagai zat berkhasiat dan berkorelasi positif dengan jenis
tanaman, umur panen, agronomis/lingkungan tumbuh seperti ketinggian, jenis
tanah, curah hujan.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Komponen kimia
Adas
Akar purwoceng
Akar wangi
Cengkeh
Daun purwoceng
Kencur
10
Ki urat
Kemukus
Kunyit
Lengkuas
Meniran
Pasak bumi
Pegagan
Som jawa
Saponin, flavonoid, tamin, steroid, mineral (K, Na, Ca, Mg dan Fe).
Temu kunci
IV. PASCAPANEN
Pascapanen merupakan salah satu tahapan pengolahan dari bahan-bahan
yang telah dipanen, dan harus dilakukan secara baik dan benar, karena akan
berpengaruh terhadap kuantitas, kualitas dan zat berkhasiat yang terkandung
didalamnya. Tahap-tahap pengolahan yang dilakukan, tergantung pada jenis
bahan yang akan diolah, seperti akar, daun, bunga, biji, buah, rimpang dan
kulit kayu. Secara umum, tahap pengolahan meliputi sortasi basah, pencucian,
pengecilan ukuran, pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan penyimpanan.
Masalah pascapanen tanaman obat tidak terlepas dari masa sebelum panen
khususnya beberapa saat sebelum panen, hal ini akan sangat menentukan
kualitas akhir dari simplisia. Untuk mendapatkan simplisia dengan kualitas
yang tinggi, diperlukan suatu tindakan pengamanan dimulai dari pra panen,
pada saat panen dan pascapanen. Selain itu, pengolahan bertujuan juga untuk
menjaga tingkat kebersihan bahan baku dalam upaya memperoleh simplisia
yang berkualitas serta menjaga agar proses produksi selanjutnya tetap terjaga
stabilitas dan homogenitas komposisinya.
Kerusakan hasil tanaman obat sesungguhnya telah dimulai sejak masa sebelum
panen dilakukan, yaitu ketika tanaman masih berada dilapang. Beberapa
serangga (ngengat dan kumbang) dan jasad renik seperti Aspergillus sp, Fusarium
sp dan golongan khamir yang mencemari pada waktu dilapang, masih dapat
berkembang biak selama masa penyimpanan atau setelah proses pengolahan.
Pengendalian cemaran sejak dilapang sampai penyimpanan untuk pengolahan
lebih lanjut perlu dilakukan dalam upaya untuk menekan kehilangan hasil.
Demikian juga dengan sanitasi, wadah yang digunakan untuk menyimpan hasil
panen merupakan sarana keberhasilan pada saat pra panen.
Kandungan zat berkhasiat dari suatu tanaman sangat erat kaitannya dengan
tingkat kematangan pada waktu tanaman tersebut dipanen, karena akan
sangat menentukan mutu akhir dari produk yang diperoleh. Keragaman derajat
kematangan bukan saja mempengaruhi mutu tetapi membawa konsekuensi juga
terhadap biaya dan tenaga pada waktu proses pembersihan dan sortasi serta
dapat menurunkan rendemen yang diperoleh. Sebagai contoh, tanaman lada
dikenal dengan pembungaan yang tidak serentak. Hal ini akan menyebabkan
Teknologi Pascapanen Tanaman Obat
11
proses pematangan buah yang tidak serentak pula, sehingga masa panen yang
berlangsung membutuhkan waktu yang cukup panjang. Untuk tanaman yang
mengandung minyak atsiri sebaiknya dipanen pada waktu pagi hari atau sore
hari untuk menghindari penguapan minyak atsirinya bila dipanen pada tengah
hari disaat matahari sedang panas.
Faktor paling kritis yang sangat menentukan dalam pengolahan pascapanen
tanaman obat adalah proses pengeringan. Cara-cara pengeringan harus
disesuaikan dengan jenis bahan tanaman, misalnya daun, bunga, kulit, rimpang,
akar dan buah. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap warna dan aroma dari
produk akhir yang dihasilkan. Tingkat keragaman, kadar kotoran dan kadar air
yang tinggi dari produk akan memberikan kecenderungan yang buruk terhadap
kualitas dan kuantitas karena akan terjadi kerusakan fisik, mekanis, fisiologis
dan mikrobiologis yang semakin besar. Teknik pengeringan yang tepat untuk
tanaman yang mengandung senyawa volatil perlu mendapatkan perhatian.
Untuk memperoleh keseragaman bahan baku simplisia atau untuk
mempertahankan keasliannya, maka setiap bahan yang akan diproses harus
dipisahkan dari bahan asing lainnya, seperti akar-akar yang menempel. Untuk
memisahkan tanah dan pasir yang melekat dilakukan dengan proses pencucian.
Pada saat proses pencucian sebaiknya menggunakan air yang bersih dan
bertekanan supaya memudahkan penghilangan kotoran yang melekat. Demikian
pula untuk bahan-bahan yang secara visual terlihat sangat mirip, tetapi berbeda
khasiatnya perlu dipisahkan dari bahan aslinya. Keadaan ini biasanya terjadi pada
hasil panen dari tumbuhan liar dan bukan hasil pertanaman secara budidaya.
Hingga saat ini, untuk beberapa tanaman obat tertentu masih dipanen secara
liar dari hutan. Banyak tanaman yang mempunyai kemiripan sehingga bila tidak
mengenal secara baik akan terjadi kesalahan dalam pemanenan, akibatnya
akan mempengaruhi khasiat dari tanaman tersebut.
Pengeringan merupakan salah satu upaya untuk menurunkan kadar air bahan
sampai ketingkat yang diinginkan. Pemakaian alat pengering mekanik dapat
dikatakan lebih efisien bila mampu mengeringkan bahan sampai pada tingkat
kekeringan yang aman tanpa mengalami perubahan fisik, kimia, biokimia, efisien
dalam penggunaan waktu, biaya operasional bahan bakar, dan upah pekerja.
Pada proses pengeringan menggunakan matahari langsung, kemungkinan akan
12
terjadi kontaminasi dari lingkungan, seperti debu, insekta, kotoran burung dan
rodensia. Untuk itu, diperlukan tempat penjemuran yang cukup luas karena bila
tidak luas, kadang-kadang bisa terjadi proses fermentasi bila tidak diperlakukan
secara benar, susut pengeringan lebih besar, suhu tidak dapat dikontrol. Dari segi
ekonomis, matahari akan lebih menguntungkan karena tanpa menggunakan
bahan bakar atau tambahan energi, tapi dari segi kualitas kadang-kadang akan
memberikan produk yang kurang baik. Selain itu, pengeringan matahari tidak
dapat diterapkan disemua daerah karena kondisi cuaca yang tidak sama. Untuk
proses pengeringan dengan matahari, bahan-bahan yang akan dikeringkan
bisa ditebar ditanah dengan terlebih dahulu dialasi tikar, kain atau diatas baki
besar dari aluminium, lamporan, dapat juga menggunakan bahan bambu/kayu
yang dibuat berlubang-lubang (Gambar 2). Lamanya pengeringan tergantung
dari jenis bahan yang dikeringkan. Biasanya pengeringan dengan cara ini
memerlukan waktu sekitar 1-2 minggu.
Bahan tanaman yang dapat dikeringkan dengan cara ini adalah bahan yang
berasal dari akar, kulit dan biji-bijian. Dengan keadaan terbuka, seringkali
menyebabkan bahan mengalami pencemaran dan bila terjadi perubahan cuaca
secara tiba-tiba akan memberikan masalah. Pengeringan dengan menggunakan
alat pengeringan mekanikakan lebih menguntungkan karena suhu dapat diatur
sesuai dengan jenis bahan yang akan dikeringkan. Keuntungan alat ini adalah
tidak perlu diangkat atau dirubah bila cuaca secara tiba-tiba berubah, serta
pencemaran akibat debu sangat sedikit bahkan kemungkinan tidak ada. Selain
itu, bila menggunakan alat pengering mekanik, produk yang dihasilkan akan
lebih baik dari segi penampilan dan kandungan zat berkhasiat, karena suhunya
dapat diatur sesuai keinginan. Beberapa tipe alat pengering mekanik, antara
lain tipe rak dan tipe berputar tertera pada Gambar 3 (Gambar 3a dan 3b).
13
Gambar 3. Beberapa tipe alat pengering, tipe rak(a) pengering mekanik tipe berputar (b)
Daun katuk
Daun sambiloto
Daun saga
Daun ki urat
Daun binahong
Daun sirih
Daun dewa
Daun tempuyung
Daun meniran
Daun sembung
Daun sirih
15
melebihi 40C, karena pada suhu tersebut senyawa khlorofilnya tidak akan
rusak. Setelah dihasilkan simplisia kering, bahan bisa diolah lebih lanjut sesuai
kebutuhan kedalam menjadi bentuk serbuk, ekstrak dan produk obat lainnya.
Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat dari daun terlihat pada
Gambar 5.
Setelah panen, sebaiknya daun dilayukan terlebih dahulu meskipun beberapa
senyawa volatil akan menguap. Biasanya proses pelayuan membutuhkan waktu
antara 24-72 jam. Setelah bahan kering, bahan dijaga agar tetap kering dan
dingin untuk mencegah terjadinya proses fermentasi atau timbulnya jamur.
Pengeringan daun harus tidak merubah warna, aroma tanaman aslinya, zat
berkhasiat dan senyawa kimianya. Daun sambiloto, kumis kucing, tempuyung
mengandung senyawa flavanoid, sehingga pada waktu pengeringan perlu
Gambar 5. Diagram alir pascapanen tanaman obat yang berasal dari daun
16
17
Tanaman purwoceng
Akar purwoceng
Tanaman alang-alang
Akar alang-alang
Akar wangi
Gambar 7. Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat dari akar
Teknologi Pascapanen Tanaman Obat
19
untuk beberapa saat agar pencucian akan menjadi lebih mudah. Untuk lebih
bersih bisa menggunakan sikat halus dan menyikatnya secara perlahan agar
kulitnya tidak terkelupas.
Setelah ditiriskan dan air mengering, bahan bisa dikecilkan ukurannya dengan
cara dipotong-potong sesuai ukuran yang diinginkan menggunakan pisau
stainless steel. Untuk akar purwoceng dan som jawa, pengirisan dapat dilakukan
secara memanjang atau melintang dengan ketebalan sekitar 4-5 mm. Dalam
proses pengeringan, sebaiknya bahan dihamparkan pada wadah atau alas
penjemur dan ditebarkan tidak terlalu tebal. Hal ini untuk mencegah kerusakan
pada bahan serta memudahkan panas cepat menyerap kedalam bahan yang
akan dikeringkan. Pengeringan langsung dengan sinar matahari, membutuhkan
waktu sedikit lebih lama dibandingkan bila menggunakan alat pengering
mekanik. Bila cuaca tidak memungkinkan, biasanya bahan akan mudah sekali
rusak karena berjamur. Untuk itu, akan lebih baik bila bahan dikeringkan dengan
menggunakan alat pengering mekanik. Akar pasak bumi, setelah ditiriskan lalu di
keringkan dengan ukuran tertentu kemudian baru dikecilkan kembali ukurannya
atau bisa menggunakan alat penyerut. Lamanya pengeringan tergantung dari
ketebalan bahan yang dikeringkan.
Tanaman obat yang berasal dari akar yang sangat dikenal oleh masyarakat
adalah pasak bumi dan purwoceng, karena kedua tanaman tersebut berkhasiat
sebagai afrosidiak atau meningkatkan vitalitas bagi kaum laki-laki. Di Indonesia
pasak bumi banyak tumbuh di pulau Kalimantan, sehingga pasak bumi menjadi
salah satu tanaman obat yang sangat terkenal sejak dahulu dan telah digunakan
oleh masyarakat suku asli di Kalimantan seperti suku Banjar dan Dayak. Di
Kalimantan akan sangat mudah dijumpai pasak bumi yang dijual hampir
disemua toko barang-barang kerajinan. Kini pasak bumi menjadi tanaman obat
yang mulai dikenal di dunia, banyak penelitian baik di dalam dan luar negeri
yang dilakukan untuk mencari kebenaran atau khasiat lain dari akar pohon ini.
Bahkan disebutkan pasak bumi memiliki keampuhan empat kali lebih kuat dari
pada Ginseng untuk meningkatkan kadar testosterone dalam tubuh manusia.
Di Malaysia pasak bumi ini dikenal dengan nama tongkat ali.
20
21
Bunga cengkeh
Tanaman rosela
Bunga rosela
Tanaman kecombrang
Bunga kecombrang
Tanaman turi
Bunga turi
Tanaman kenanga
Bunga kenanga
Tanaman pagoda
(Clerodendrum javonicum)
Bunga pagoda
Tanaman cengkeh
Tanaman melati
Bunga melati
22
Gambar 9. Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat dari bunga
cukup tinggi, yaitu antara 70%-80%. Namun, ada beberapa jenis buah yang
memiliki kandungan air kurang dari 70%. Selain mengandung air, buahbuah yang lunak juga mengandung lemak, protein, atau zat-zat lain sehingga
membutuhkan perlakuan khusus dalam proses pengeringan agar kandungan
zat yang dimiliki tidak hilang. Untuk buah mahkota dewa perlakuan pascapanen
meliputi: penyortiran, pencucian, pengirisan, pengeringan. Bila diinginkan
membuat serbuk maka setelah proses pengeringan dilakukan penyangraian
terlebih dahulu baru digiling halus menjadi serbuk. Pada waktu pembelahan
buah, biji dan cangkang yang terdapat didalamnya harus dibuang karena agak
beracun.
Proses pengolahan buah harus dilakukan sesegera mungkin, karena bila
ditunda akan menurunkan kualitasnya terutama kandungan zat berkhasiatnya.
Penyortiran dilakukan terhadap keadaan bahan, buah dipilih yang baik dan
tidak dalam keadaan rusak akibat adanya serangan hama. Setelah dilakukan
pencucian, buah ditiriskan dan diangin-anginkan sampai air yang menempel
kering sempurna. Pengirisan dilakukan dengan menggunakan pisau stainless
steel dengan ketebalan 3-5 mm. Pengeringan bisa dilakukan secara bertahap
Teknologi Pascapanen Tanaman Obat
23
Tanaman Kemukus
Buah kemukus
Tanaman mengkudu
Buah mengkudu
25
Tanaman delima
Buah delima
Tanaman jamblang
Buah jamblang
Tanaman asam
Buah asam
Buah makasar
Gambar 15. Diagram alir pascapanen tanaman obat berasal dari buah
26
27
Tanaman adas
Biji adas
Tanaman ketumbar
Biji ketumbar
Tanaman selasih
Biji selasih
Tanaman kedawung
Pacar cina
Kapolaga lokal
Buah kapol
28
Biji kedawung
Gambar 18. Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat dari biji
29
Ceplukan
Babadotan
Kiurat
Pegagan
Meniran
Rumput mutiara
Suruhan
Cakar ayam
Baru cina
Gambar 20. Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat dari herba
31
Tanaman kayumanis
Kulit kayumanis
Tanaman kina
Tanaman secang
Tanjung
Turi merah
Kelor
Gambar 24. Diagram alir penanganan pascapanen tanaman dari kulit batang
Tanaman brotowali
Batang brotowali
33
Jahe gajah
Jahe merah
Jahe emprit
Lengkuas
Kunyit
Temulawak
Kencur
Lempuyang wangi
Lempuyang emprit
Temu putih
Temu hitam
Temu giring
Kunci pepet
Temu kunci
Lempuyang gajah
35
difusi air dari dalam bahan ke permukaan, sehingga permukaan bahan menjadi
keras dan dapat menghambat pengeringan. Untuk rimpang yang mengandung
senyawa kurkuminoid, seperti temulawak dan kunyit sangat peka terhadap
sinar ultra violet, sehingga bila di keringkan dengan sinar matahari sebaiknya di
tutup dengan kain hitam atau menggunakan alat pengering yang menggunakan
penutup plastik/kaca berwarna hitam. Dari beberapa hasil penelitian
menyebutkan bahwa pengeringan oven menghasilkan simplisia berwarna lebih
cerah dan permukaannya berwarna jingga kekuningan, sedangkan simplisia
hasil pengeringan sinar matahari berwarna gelap dan terinfeksi jamur putih.
Dalam upaya memberikan penampakan yang menarik pada rimpang, dalam
proses pengolahan bisa dilakukan blansing ataupun bleaching. Blansing di
lakukan menggunakan air panas tujuannya untuk mematikan enzim-enzim
yang aktif sehingga tidak terjadi pencoklatan pada irisan rimpang. Pertamatama disiapkan air yang telah di panaskan pada suhu 90-95C. Ke dalam air
panas tersebut, kemudian dimasukkan irisan rimpang sebesar 300 sampai
350 g dalam setiap 1 L air. Rebus selama 5 sampai 10 menit sambil diaduk
dengan perlahan. Setelah selesai rimpang segera diangkat dan ditiriskan baru
di keringkan. Untuk proses bleaching pada irisan rimpang menggunakan kapur
sirih, pertama kapur sirih sebanyak 15-30 % dimasukkan ke dalam air sebanyak
1 liter, kemudian diaduk-aduk sampai semua kapur larut. Larutan ini dibiarkan
di dalam wadah tertutup selama 4 sampai 8 jam sehinga padatan yang tidak
larut mengendap. Cairan jernih air kapur sirih dipisahkan dan digunakan untuk
perendaman rimpang. Irisan rimpang dimasukkan ke dalam larutan jernih kapur.
Perendaman dilakukan selama semalam, kemudian irisan rimpang di tiriskan
untuk selanjutnya di keringkan. Akan tetapi dari segi kandungan senyawa
kimia yang terdapat di dalamnya akan menghasilkan pengaruh yang tidak baik.
Kerugian akibat di bleaching adalah berkurangnya kandungan minyak atsiri,
kurkuminoid, karena kurkuminoid sangat peka terhadap air kapur, dan dari
reaksi tersebut akan menghasilkan asam ferulat.
37
Penyimpanan teratur
Penyimpanan simplisia termasuk salah satu faktor yang cukup penting dalam
penanganan pascapanen tanaman obat. Simplisia bersifat sangat higroskopis
dan mudah mengalami perubahan enzimatis serta mutu akibat adanya
pengaruh oksigen, kelembaban, suhu dan cahaya. Pengaruh oksigen dari udara
menyebabkan simplisia mudah teroksidasi, perubahan yang terlihat sangat jelas
adalah perubahan warna dan bau dari simplisia tersebut. Suhu dan kelembaban
yang tinggi dari lingkungan ruang penyimpanan dapat menyebabkan kadar air
simplisia akan meningkat. Untuk simplisia yang mempunyai kadar air diatas
12% pada saat penyimpanan, dapat menambah aktivitas enzim dan merupakan
media yang cukup baik bagi pertumbuhan jamur. Akibat adanya pertumbuhan
jamur atau reaksi enzimatik, dapat menguraikan kandungan senyawa aktif
dan senyawa kimia lainnya yang terdapat di dalam simplisia. Bila terjadi
proses penguraian secara tidak terkontrol akan mengakibatkan pembusukan
pada simplisia. Jika spesies yang berbeda disimpan secara bersama dapat
menimbulkan aroma yang berbeda dan tidak sesuai dengan aroma aslinya.
Masing-masing tanaman biasanya mempunyai aroma yang sangat spesifik,
apabila penyimpanannya dicampur, aroma yang ditimbulkan sudah tidak asli
lagi.
Pencegahan dan pemberantasan serangan serangga terhadap simplisia perlu
diperhatikan secara lebih serius, karena pencegahan lebih baik dari pada
penanggulangan, bila salah satu telah terserang maka simplisia lainnya akan
mudah ikut tercemar. Usaha yang perlu dilakukan terhadap hal tersebut
diatas adalah dengan membersihkan ruang penyimpanan terlebih dahulu
sebelum barang dimasukkan, menambal lubang-lubang yang ada dengan
semen, menempatkan barang sesuai dengan jenisnya dan memberi pembatas
diantaranya, serta ventilasi yang baik dan suhu rendah, karena hama insekta
menyukai udara yang lembab dan panas. Bila telah terjadi serangan terhadap
simplisia, dapat dilakukan fumigasi dengan gas, misalnya etilen dioksida atau
metil bromida, dengan obat-obatan yang berbentuk serbuk atau spray akan
memberikan hasil yang baik. Selanjutnya buanglah simplisia yang telah terkena
dengan jalan membakarnya, lalu ruang penyimpanan dibersihkan sebelum
simplisia yang baru dimasukkan. Ruang penyimpanan harus memiliki ventilasi
yang baik, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang dapat
menurunkan kualitas bahan, memiliki penerangan cukup, bersih, dan bebas
dari hama gudang.
Teknologi Pascapanen Tanaman Obat
39
meliputi semua persyaratan yang ada dalam Farmakope dan Ekstra Farmakope,
kecuali untuk kadar zat berkhasiat diganti dengan kadar sari yang larut dalam
air dan kadar sari yang larut dalam alkohol.
Kadar abu merupakan komponen yang sangat penting untuk menilai cemaran
fisik simplisia, seperti partikel tanah dan pasir yang dapat memberikan
gambaran higinitas atau baik tidaknya cara-cara pengolahan simplisia tersebut.
Untuk kadar sari yang larut dalam air dan alkohol merupakan suatu petunjuk
terhadap kualitas tanaman, terutama komposisi senyawa kimia; nilainya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh atau baik tidaknya proses agronomi serta
dapat memperlihatkan apakah simplisia tersebut berasal dari bagian tanaman
yang dikehendaki.
Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan
melakukan standarisasi terhadap simplisia. Standarisasi diperlukan agar dapat
diperoleh bahan baku yang seragam dan dapat menjamin efek farmakologi
dari tanaman tersebut. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana dapat
menentukan keseragaman mutu simplisia yang tumbuh dari beberapa daerah
yang mempunyai ketinggian, keadaan tanah dan cuaca yang berbeda. Dalam
standardisasi simplisia perlu di lakukan pengamatan parameter non spesifik dan
spesifik. Parameter non-spesifik berhubungan dengan kondisi lingkungan dalam
proses pembuatan simplisia sedangkan parameter spesifik terkait langsung
dengan kandungan senyawa yang ada di dalam tanaman.
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik
dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan
menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian dan mutu
simplisia dengan cara mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna dan
bau dari simplisia tersebut. Sebaiknya dalam pemeriksaan mutu organoleptik
dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk
menegaskan keaslian simplisia. Parameter uji non-spesifik meliputi uji yang
terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoksin
dan logam berat. Uji cemaran mikroba terhadap mikroba patogen sebagai
salah satu parameter non-spesifik mempersyaratkan bahwa tidak boleh ada
kandungan mikroba pathogen seperti Staphylococcus aureus, Vibrio cholera,
dan Pseudomonas aeruginosa pada simplisia yang terstandar.
Teknologi Pascapanen Tanaman Obat
41
nasional hanya menguasai pasarnya Rp 12,1 triliun, sisanya dikuasai oleh produk
impor resmi dan ilegal, serta produk dari perusahaan pemasaran berjenjang
(multi level marketing/MLM). Sementara itu, produsen di Tanah Air saat ini telah
mengekspor produk setengah jadi Rp 1,1 triliun, antara lain ke kawasan Timur
Tengah, India, dan Tiongkok. Namun, produk yang diekspor masih setengah
jadi, seperti jahe kering dan temu lawak kering.
Hampir semua jenis tanaman obat di butuhkan sebagai bahan baku pembuatan
obat tradisional/jamu oleh berbagai industri obat tradisional Indonesia. Namun
ada beberapa jenis tanaman obat budidaya yang dibutuhkan industri obat
tradisional dalam jumlah besar, antara lain jahe (Z. officinale Roxb.) sebesar 5
000 ton / tahun, kapulogo (A. cardamomum Auct.) 3 000 ton/tahun, temulawak
(C. xanthorrhiza Roxb.) 3 000 ton/tahun, adas (F. vulgare Mill.) 2 000 ton/tahun,
kencur (K. galanga L.) 2 000 ton kering/tahun, kunyit (C. domestica Val.) 3 000
ton kering/tahun dan 1 500 ton basah/tahun.
43
VIII. PENUTUP
Tanaman obat mempunyai banyak keragaman yang terdiri dari daun, akar,
biji, buah, rimpang, kulit kayu, bunga, sehingga mempunyai perbedaan
dalam pengolahan menjadi simplisia. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam
proses pengolahan antara lain, penyortiran, pencucian, pengecilan ukuran,
pengeringan, pengemasan, penyimpanan dan pengawasan mutu. Dengan
melakukan pengolahan secara baik dan benar dengan memperhatikan
kebersihan akan di hasilkan simplisia dengan kualitas yang memenuhi standar.
45
Hargono, D. 1992. Arah kebijaksanaan pengembangan obat tradisional di Indonesia. Risalah Simposium Penelitian Pertumbuhan Obat V11. Ujungpandang.
Harmanto, N. 2003. Mahkota dewa : obat pusaka para dewa. AgroMedia Pustaka, Jakarta. 54 hal.
Hernani dan Sri Yuliani.1996. Aspek pascapanen dan pengembangan fitofarmaka tanaman obat. Prosiding Forum Konsultasi strategi dan pengembangan
agroindustri tanaman obat. Balittro, Bogor:161-167.
Hernani; Y.A. Nugroho dan E. Hayani. 2002. Identifikasi senyawa kimia akar
kolesom (Talinum triangulare). Bul. Pen TRO. XIII (1):11-18.
Hernani; A. Tambunan dan Kisdiyani. 2001. Pengaruh tekanan pada pengeringan beku terhadap komposisi produk cabe jawa (Piper retrofractum
Vahl.). Bul. Pen TRO. XII (1):20-26.
Hernani, May Sukmasari and Eni Hayani. 2003. Isolation of active fractions of
Kaempferia pandurata extract by Artemisia salina Leach as bioindicator.
Prod. International symposium on biomedicines. IPB.123-129.
Hernani dan Otih Rostiana. 2004. Analisis kimia akar purwoceng (Pimpinella
pruatjan). Prod. Fasilitasi Forum Kerjasama Pengembangan Biofarmaka.
Dir. Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 212-225.
Hernani, Christina Winarti dan Otih Rostiana. 2006. Kajian senyawa kimia daun
purwoceng melalui uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach. Prod.
Seminar Nasional Tumbuha Obat Indonesia XXVIII. Kerjasama PokjanasTOI- Badan Litbang Pertanian : 445-453.
Hernani dan Rahmawati Nurdjanah.2009. Aspek pengeringan dalam mempertahankan kandungan metabolit sekunder pada tanaman obat. Perkembangan Teknologi TRO. 21 (2) :33-39.
Hernani, Christina Winarti dan Tri Marwati. 2009. Pengaruh pemberian ekstrak
daun belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan darah pada hewan
uji. J. Pascapanen. 6 (1) : 54-61.
46
Huda, D.K., Muhammad, Cahyono, Bambang, Limantara, Leenawaty. 2008. Pengaruh Proses Pengeringan terhadap Kandungan Kurkuminoid dalam Rimpang Temulawak. Seminar Tugas Akhir S1 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Diponegoro. Semarang
Joy, P.P; J. Thomas; S. Mathew; B.P. Skaria. 1998. Medicinal plants. Kerala Agricultural University, Aromatic and Medicinal Plants Research Station.Bk
Medicinal Plants.pdf
Joyce, D and M. Reid. 1986. Postharvest handling of fresh culinary herbs. The
herb, spice, and Medicinal plant digest. 4(2):1-2
Komalasari, E. 2001.Pemisahan senyawa kimia pada buah kemukus (Piper cubeba).Skripsi D3-F.MIPA-UI.63 hal.
Mallaleng, H.R. 2008. Peluang ekspor bahan baku obat tradisional. http://
husinrm.wordpress.com/2008/05/23/peluang-ekspor-bahan-baku-obattradisional/
Muljohardjo, M. 1988. Teknologi Pngawetan pangan (Terjemahan).Universitas
Indonesia-Jakarta.614 hal.
Natverial, A. 2003. Herbal heaven. Asia Pasific Food Industry.15 (7) : 46-50.
Noor Cholies Zaini, W. Dyatmiko dan Mulyahadi Santoso. 1997. Strategi pengembangan obat tradisional dalam menghadapi era globalisasi. Makalah pada
Seminar Nasional Tumbuhan Obat Tradisional X11. Bandung.
Nurhadiyati, M; J. Sasa; Suratman dan Sudiarto. 1985. Penelitian penanaman
tanaman obat di subdas Tuntang bagian hulu, kabupaten Semarang.
Prosedings-1 Seminar Pembudidayaan Tanaman Obat. Unsoed, Purwokerto :83-97.
Pantastico, Er. B, 1975.Postharvest physiology, handling and utilization of tropical and subtropical fruit and vegetables (terjemahan).Ghajah Mada University Prees. Yogyakarta.
Pantastico, Er. B. H. Subramanyam, M.B. Bhatti, N. Ali, E.K. Akamine. 1989. Petunjuk-petunjuk untuk pemanenan hasil. Fisiologi pascapanen. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
47
Taryono dan A. Ruhnayat. 2004. Cabe Jawa. Seri Agrisehat. Panebar Swadaya.
Jakarta.
Wahono, B. 2009. Tanaman Berkhasiat : Pegagan (Centella asiatica, (Linn),
Urb.).http://pustakaalbayaty.wordpress.com/2009/07/11/tanamanberkhasiat-pegagan-centella-asiatica-linn-urb/
49
LAMPIRAN
50
MMI
Ceplukan
Pegagan Meniran
Babadotan
Kiurat
16,0
19,0
8,9
13,0
15,0
0,5
5,0
0,5
2,0
0,4
5,0
6,0
5,0
16,0
30,0
2,0
9,5
2,0
8,0
4,0
MMI
Kayumanis
Kayu secang
Kulit Kina
Brotowali
16,0
2,0
4,0
7,2
0,5
0,5
1,0
0,9
5,0
2,0
5,0
15,4
2,0
1,0
8,0
4,4
MMI
Kapulaga
Adas
Ketumbar
16,0
12,5
6,5
6,0
4,0
0,5
2,9
1,5
1,0
0,2
5,0
20,5
14,0
5,5
3,0
2,0
11,8
11,0
3,0
3,0
MMI
Belimbing
wuluh
Cabe jawa
Kedawung
Pinang
Kemukus
16,0
6,0
2,0
5,2
8,0
0,5
0,3
1,0
1,8
5,0
6,0
40,0
24,0
9,0
51
2,0
9,0
30,0
11,0
10,0
MMI
Bunga melati
Kecombrang
Srigading
Cengkeh
13,0
7,0
6,0
0,5
0,5
0,5
3,0
5,0
9,0
5,5
5,0
4,5
6,0
3,0
MMI
Pasak bumi
Akar wangi
Akar klembak
3,0
10,0
2,0
1,0
1,0
1,0
6,0
8,0
3,0
7,0
5,0
MMI
Tempuyung
Katuk
Kumis kucing
Daun dewa
17,0
10,0
12,0
14,0
1,0
1,0
2,0
1,0
24,0
30,0
11,0
8,0
7,5
20,0
4,0
4,0
52
MMI
Temu giring
Kencur
Jahe
Lempuyang gajah
9,0
8,0
5,0
4,9
1,5
2,2
3,9
3,8
16,0
14,0
15,6
11,5
6,0
4,0
4,3
3,5
53
Asam urat
Daun salam segar sebanyak 10 lembar dicuci bersih, kemudian di tambah dengan 700 mL air
dan di rebus sampai tinggal 200 mL. Di minum selagi hangat
Kolesterol tinggi
Daun salam segar sebanyak 10-15 lembar dicuci bersih, lalu di rebus dalam 3 gelas air sampai
tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus di malam hari.
Lakukan setiap hari.
Radang lambung
Daun salam sebanyak 30g dicuci bersih ditambah daun sambiloto 30 g dan gula batu secukupnya serta 600 mL air di rebus sampai tertinggal 300 mL, airnya di minum untuk dua kali
sehari.
Diare
Daun salam sebanyak 7 lembar dicuci bersih dan tambahkan 200 mL air, lalu di rebus selama
15 menit, tambahkan garam secukupnya. Setelah dingin kemudian di saring baru di minum.
Kencing manis
Daun salam segar sebanyak 7-15 lembar di cuci bersih, lalu di rebus dalam 3 gelas air sampai
tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus sebelum makan.
Lakukan sehari 2 kali.
Gatal-gatal
Daun/kulit batang / akar secukupnya dicuci bersih dan digiling halus. Tambahkan minyak kelapa secukupnya, balurkan pada bagian yang gatal
54
55
57
58
59
60
Glossary
Afrodisiak
Alteratif
Amarum
Analgesik
Antelmintik
Antipiretik
Antidiabetes
Antihipertensi
Antispasmodik
Antipiretik
Diaforetik
Diuretik
Ekspektoran
Febrifuga
Karminatif
Kolik
Laktifuga
Laktogoga
Litotriptik
Sedatif
Stimulan
Tonikum
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
61