Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dispepsia adalah sindrom atau kumpulan gejala/ keluhan yang terdiri dari
nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa
cepat kenyang, perut rasa penuh/ begah. Setiap pasien memliki keluhan yang
bervariasi.
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam
praktek praktis sehari-hari. Di Indonesia diperkirakan 30% kasus pada praktek
umum dan 60% pada praktek spesialis merupakan kasus dispepsia.
Untuk

menegakkan

diagnosis

dispepsia,

diperlukan

anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sederhana dan pemeriksaan


tambahan, seperti pemeriksaan radiologis dan endoskopi.
Dispepsia yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang
akurat, mempunyai prognosis yang baik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau
kumpulan gejala/ keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu
hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/
begah. Setiap pasien memliki keluhan yang bervariasi.(1)
Definisi dispepsia berdasarkan criteria Roma II tahun 2000 dyspepsia
refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen.(1)
2.2

Etiologi
Berdasarkan etiologinya, dispepsia dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a) Dispepsia fungsional(2)
o Dalam Konsensus Roma III (2006), definisinya adalah:

Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat
kenyang, nyeri ulu hati/ epigastrik, rasa terbakar di epigastrium.

Tidak ada bukti kelainan structural (termasuk di dalamnya


pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas) yang dapat
menerangkan penyebab keluhan tersebut.

Keluhan ini terjadi selama tiga bulan dalam waktu enam bulan
terakhir sebelum diagnosis ditegakkan.

o Dalam usaha untuk mencoba ke arah praktis pengobatan, dispepsia


fungsional dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Dispepsia tipe seperti ulcus. Yang lebih dominan adalah nyeri
epiastric.
2. Dispepsia tipe seperti dismotilitas. Yang lebih dominan adalah keluhan
kembung, mual, muntah, rasa penuh, cepat kenyang.
2

3. Dispepsia tipe non-spesifik. Tidak ada keluhan yang dominan.


b) Dispepsia organic(1)
Bisa disebabkan karena:

Gangguan

penyakit

dalam

lumen

saluran

cerna

(tukak

gaster/duodenum, gastritis kronis, gastritis NSAID, tumor, infeksi


Helicobacter pylori)

Obat-obatan (Acarbose, Aspirin, Obat anti inflamasi non steroid,


Colchicine, Digitalis, Estrogen, Gemfibrozil, Glukokortikoid, Preparat
besi, Levodopa, Narkotik, Niasin, Nitrat, Orlistat, Potassium klorida,
Quinidine, Sildenafil, Teofilin)

Penyakit pada hati, pancreas, system bilier (hepatitis, pancreatitis,


kolesistitis, kolelitiasis, disfungsi sfingter Oddi, keganasan)

Penyakit sistemik (diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung


koroner, gagal ginjal)

Gangguan fungsional (dyspepsia fungsional, irritable bowel syndrome)


2.3 Patofisiologi
Patofisiologi dispepsia terutama dispepsia fungsional dapat terjadi karena
bermacam-macam penyebab dan mekanismenya. Penyebab dan mekanismenya
dapat terjadi sendiri atau kombinasinya. Pembagian dispepsia berdasarkan
gejalanya, seperti tercantum diatas, adalah untuk panduan manajemen awal
terutama untuk dispepsia yang tidak terinvestigasi. Beberapa hipotesis nya yaitu:
(2)

Sekresi asam lambung


Kasus dispepsia fungsional mempunyai tingkat sekresi asam lambung ratarata normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung
terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.

Helicobacter pylori
Peran infeksi Helicobacter pylori belum sepenuhnya dimengerti dan
diterima. Dari berbagai laporan kekerapan Hp pada dispepsia fungsional
sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan Hp pada
kelompok orang sehat.

Dismotilitas gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan
pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus),
gangguan akomodasi lambung waktu makan, disritmia gaster dan
hipersensitivitas visceral. Salah satu dari keadaan ini dapat ditemukan pada
setengah sampai dua pertiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan
pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia fungsional,
tetapi tidak ada korelasi antara beratnya keluhan dengan derajat
perlambatan pengosongan lambung. Pemeriksaaan manometri antroduodenal memperlihatkan adanya abnormalitas dalam bentuk post antral
hipomotilitas prandial, di samping juga ditemukannya disfungsi motorik
usus halus. Perbedaan patofisiologi ini diduga mendasari perbedaan pola
keluhan dan akan mempengaruhi pola piker pengobatan yang akan
diambil. Pada kasus dispepsia fungsional yang mengalami perlambatan
pengosongan lambung berkorelasi dengan keluhan mual, muntah dan rasa
penuh di ulu hati. Sedangkan kasus dengan hipersensitivitas terhadap
distensi lambung biasanya akan mengeluh nyeri, sendawa dan adanya
penurunan berat badan. Rasa cepat kenyang ditemukan pada kasus yang
mengalami gangguan akomodasi lambung pada waktu makan. Pada
keadaan normal, waktu makanan masuk lambung, terjadi relaksasi fundus
dan korpus gaster tanpa meningkatkan tekanan dalam lambung.
Dilaporkan bahwa penderita dispepsia fungsional terjadi penurunan
kemampuan relaksasi fundus post prandial pada 40% kasus. Konsep ini
yang mendasari adanya pembagian sub grup dispepsia menjadi tipe
dismotilitas, tipe seperti ulkus, dan tipe campuran.

Ambang rangsang persepsi


Dinding usus memiliki banyak reseptor, termasuk reseptor kimiawi,
reseptor mekanik dan nociceptor. Dalam studi tampaknya kasus dispepsia
mempunyai hipersensitivitas visceral terhadap distensi balon di gaster atau
duodenum. Penelitian dengan menggunakan balon intragastrik didapatkan
hasil bahwa 50% populasi dispepsia fungsional sudah timbul rasa nyeri
atau tidak nyaman di perut pada inflasi balon dengan volum yang lebih
rendah dibandingkan volume yang menimbulkan rasa nyeri pada populasi
control.

Disfungsi autonom
Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas
gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal
juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung
waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi
lambung dan rasa cepat kenyang.

Aktivitas mioelektrik lambung


Adanya

disaritmia

mioelektrik

lambung

pada

pemeriksaan

elektrogastrografi berupa tachygastria, bradygastria pada lebih kurang 40%


kasus dispepsia fungsional, tapi hal ini bersifat inkonsisten.

Hormonal
Peran hormonal belum jelas dalam pathogenesis dispepsia. Dilaporkan
adanya penurunan kadar hormone motilin yang menyebabkan gangguan
motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesterone
estradiol dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan
memperlambat waktu transit gastrointestinal.

Diet dan factor lingkungan

Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus


dispepsia fungsional dibandingkan kasus control.

Psikologis
Adanya stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus
stress sentral. Tapi korelasi antara factor psikologis stress kehidupan,
fungsi otonom dan motilitas tetap masih controversial. Tidak didapatkan
personaliti yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini
dibandingkan kelompok control. Walaupun dilaporkan dalam studi terbatas
adanya kecenderungan pada kasus dispepsia fungsional terdapat masa
kecil yang tidak bahagia, adanya sexual abuse, atau adanya gangguan
psikiatrik.

2.4 Manifestasi Klinis


Keluhan, kuantitas dan kualitas pada setiap pasien sangat bervariasi, maka
dispepsia diklasifikasikan berdasarkan keluhan yang dominan(1,2):

Bila nyeri ulu hati yang mendominasi dan disertai nyeri pada malam hari
dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti ulkus (ulcer like
dyspepsia)

Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang paling


sering dikemukakan, dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe
seperti dismotilitas (dismotility like dyspepsia)
Bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan, dikategorikan sebagai

dispepsia non spesifik.


2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:
1. Pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan
darah bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada
7

pemeriksaan

tinja,

jika

tampak

cair

berlendir

atau

banyak

mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi.


Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya
diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu
diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu
diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9.
2. Ultrasonografi untuk mengidentifikasi kelainan padat intraabdomen,
misalnya ada batu kandung empedu, kolesistitis, sirosis hati, dsb.
3. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus
halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan
atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang
membaik atau memburuk bila penderita makan.
4. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung
atau usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi
dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa di bawah
mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh
Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas,
selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
a. CLO (rapid urea test)
b. Patologi anatomi (PA)
c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu
OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea
breath test (belum tersedia di Indonesia). Pemeriksaan radiologis
dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya dengan
8

kontras ganda. Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum


akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak
yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak
umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker di
lambung secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak
terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.
Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat
tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak
dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal loops.
(1)

2.6 Diagnosis
Untuk

menegakkan

diagnosis

dispepsia,

diperlukan

anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sederhana dan pemeriksaan


tambahan, seperti pemeriksaan radiologis dan endoskopi.
Tidak semua pasien dispepsia dilakukan pemeriksaan endoskopi dan
banyak pasien yang dapat ditatalaksana dengan baik tanpa pengobatan sehingga
diagnosis secara klinis agak terbatas kecuali bila ada alarm sign. Bila ada salah
satu atau lebih ada pada pasien, sebaiknya dilakukan pemeriksaan endoskopi.
Alarm sign adalah:

Umur 45 tahun (onset baru)

Perdarahan dari rektal atau melena

Penurunan berat badan >10%

Anoreksia

Muntah yang persisten

Anemia atau perdarahan

Massa di abdomen atau limfadenopati

Disfagia yang progresif atau odinofagia

Riwayat keluarga keganasan saluran cerna bagian atas

Riwayat keganasan atau operasi saluran cerna sebelumnya

Riwayat ulkus peptikum

Kuning (Jaundice)

Radiologi

(dalam

hal

ini

pemeriksaan

barium

meal),

dapat

mengidentifikasi kelainan structural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas


seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini terutama
bermanfaat pada kelainan yang bersifat penyempitan/ stenotik/ obstruktif di mana
skop endoskopi tidak dapat melewatinya.
2.7 Diagnosis Banding

10

Diagnostic category

Approximate
prevalence*

Functional (nonulcer) dyspepsia

Up to 70 percent

Peptic ulcer disease

15 to 25 percent

Reflux esophagitis

5 to 15 percent

Gastric or esophageal cancer

< 2 percent

Abdominal cancer, especially pancreatic cancer

Rare

Biliary tract disease

Rare

Carbohydrate malabsorption (lactose, sorbitol, fructose, mannitol)

Rare

Gastroparesis

Rare

Hepatoma

Rare

Infiltrative diseases of the stomach (Crohn disease, sarcoidosis)

Rare

Intestinal parasites (Giardia species, Strongyloides species)

Rare

Ischemic bowel disease

Rare

Medication effects (Table 3)

Rare

Metabolic disturbances (hypercalcemia, hyperkalemia)

Rare

Pancreatitis

Rare

Systemic disorders (diabetes mellitus, thyroid and parathyroid disorders,


connective tissue disease)

Rare

11

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan optimal dispepsia terutama pasien baru dengan dispepsia
yang belum terinvestigasi serta tidak ada gambaran alarm, didominasi oleh
pengobatan H pylori secara empiris dengan antibakteri. Pada pengobatan tingkat
pertama, terapi antisekretori secara empiris juga masih popular. Penatalaksanaan
dispepsia tanpa gambaran alarm meliputi :
1. Supresi asam secara empiris
2. Pemeriksaan H pylori non invasif dengan urea breath test, serologi,
pemeriksaan antigen feses dan pemeriksaan endoskopi untuk kasus
yang positif
3. Pemeriksaan H pylori non invasif dan eradikasi bila positif
4. Terapi eradikasi empiris H pylori tanpa pemeriksaan
5. Endoskopi dini
Pada dispepsia dengan gambaran alarm, diperlukan manajemen awal
dengan pemeriksaan endoskopi. Manajemen selanjutnya tergantung dari hasil
endoskopi tersebut. (6,7)

12

Mayoritas pasien dengan dispepsia hasil pemeriksaan endoskopinya


normal. Pada penelitian di Kanada dengan pasien dispepsia yang belum dilakukan
tindakan endoskopi pada pelayanan kesehatan primer, menyimpulkan bahwa
kebanyakan yang ditemukan adalah esofagitis (43%), ulkus peptikum (5%),
adekarsinoma lambung dan esophagus (<1%), dengan H pylori yang kebanyakan
negative dan penggunaan OAINS yang sedikit.
Pemeriksaan endoskopi mempunyai beberapa keuntungan. Di antaranya
untuk menegakkan diagnosis yang dapat menunjukkan adanya kelainan atau
abnormalitas seperti esofagitis atau ulkus serta meningkatkan kepuasan pasien.
Temuan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan endoskopi lambung antara lain

13

Normal, Gastritis (akut atau kronis), Ulkus gaster, Massa, Keganasan, Hipertensi
portal, Perubahan setelah operasi, Lain-lain kelainan yang jarang ditemukan.

Pada dispepsia fungsional, manajemennya hampir sama dengan dispepsia


tanpa gambaran alarm, antara lain dengan(2,5):

Nonmedikamentosa
Penjelasan kepada pasien mengenai latar belakang keluhan yang
dialaminya, merupakan langkah awal yang penting. Jelaskan sejauh
mungkin tentang patogenensis penyakit yang dideritanya. Nasihat
untuk menghindari makanan yang dapat mencetuskan serangan
keluhan. Makanan yang merangsang seperti pedas, asam, tinggi
lemak, kopi. Apabila keluhan pasien lebih cepat kenyang, maka dapat
dianjurkan untuk makan porsi kecil tetapi sering dan rendah lemak.
Pasien juga dianjurkan untuk rajin berolah raga dan menghindari
stress.
14

Medikamentosa
o Antasida
Obat yang paling umum dikonsumsi. Berfungsi untuk menetralisir
faktor asam sesaat, penurun nyeri sesaat.
o Penyekat H2 reseptor
Obat ini juga umum diberikan. Berfungsi untuk menurunkan
sekresi asam lambung. Diperkirakan manfaat terapinya 20% di atas
placebo. Generik : cimetidin, ranitidin, famotidin.
o Penghambat pompa proton (proton pump inhibitor)
Obat ini tampak superior dibandingkan placebo pada dispepsia
fungsional. Berfungsi untuk menghambat produksi asam lambung.
Respon terbaik terlihat pada kelompok dispepsia fungsional tipe
seperti ulkus. Jenis obatnya yaitu omeprazol, lansoprazol,
pantoprazol, rabeprazol, esomeprazol.
o Sitoproteksi
Obat ini misalnya misoprostol, sukralfat, teprenon, rebamipid.
Mucopromotor, meningkatkan kadar prostaglandin, meningkatkan
aliran darah mukosa.
o Prokinetik
Termasuk golongan ini adalah metoklopramid (antagonis reseptor
dopamine D2), domperidon (antagonis reseptor D2 yang tidak
melewati sawar otak) dan cisapride (agonis reseptor 5-HT4).
Dalam berbagai studi metaanalisis, baik domperidon maupun
cisapride mempunyai efektivitas lebih baik dan mengurangi nyeri
epigastrik, cepat kenyang, distensi abdomen, dan mual. Cisapride
memiliki efek samping pada jantung yaitu aritmia, terutama pada
pemanjangan masa Q-T, sehingga pemakaian berada dalam
pengawasan.
15

o Obat lain-lain
Adanya peran hipersensitivitas visceral dalam patogenensis
dispepsia fungsional. Bila sudah terbukti terlibatnya H.pylori (+),
dapat diberikan antibiotic seperti Amoxicillin, claritromisin,
tetrasiklin, metronidazol, bismuth. Obat dosis rendah antidepresan
golongan trisiklik dapat menurunkan keluhan dispepsia terutama
nyeri abdomen.
o Psikoterapi
Dalam

studi

terbatas,

tampaknya

behavioral

therapy

memperlihatkan manfaatnya pada kasus dispepsia fungsional


dibandingkan terapi baku.
2.9 Prognosis
Dispepsia yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang
akurat, mempunyai prognosis yang baik.

16

BAB 3
STATUS PASIEN
3.1

3.2

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. S

Umur

: 40 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Gampong Ujong, Blang Mee, Kec. Samudera

Pekerjaan

: Pekerja di Panti Jompo

Agama

: Islam

Suku

: Aceh

Status Perkawinan

: Sudah menikah

No. CM

: 13/00952

Tanggal Masuk

: 25 Juni 2015

Tanggal Pemeriksaan

: 25 Juni 2015

ANAMNESIS
a. Keluhan Utama

: Nyeri ulu hati

b. Keluhan Tambahan : Pusing, kembung, mual, muntah, nyeri kepala


c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati yang sudah dialami
oleh pasien sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan hilang timbul dan dirasakan
memberat dalam 1 hari yang lalu. Nyeri seperti ditusuk dan disayat-sayat
dan memberat pada saat perut kosong.
Nyeri tersebut timbul selama 3menit dan bersifat seperti
tertusuk-tusuk oleh benda tajam dan tidak menjalar ke tempat lain. Nyeri
tersebut tidak berhubungan dengan aktivitas. Riwayat keluhan lambung
(+) selama 4 tahun namun riwayat pengobatan tidak jelas. Selain itu, os
mengeluh mual disertai muntah sejak 1 bulan ini. Keluhan tersebut bersifat
hilang-timbul dan sedikit berkurang ketika perut os diisi makanan.
Frekuensi muntah sebanyak 1kali/minggu dengan isi muntah adalah apa
yang os makan dan minum.

17

Riwayat kebiasaan makan os tidak teratur dan suka makan


makanan yang bersifat merangsang seperti makanan pedas berminyak,
santan, makanan berlemak, asam, dan makan tidak teratur. Riwayat minum
kopi (+), os senang minum kopi dalam keadaan perut kosong.
Riwayat pengobatan tidak jelas. Riwayat demam disangkal.
Riwayat batuk disangkal. BAK os normal warna kuning muda dengan
volume 1 liter/ hari. BAB os normal warna kuning kecoklatan dengan
konsistensi padat dengan frekuensi 1-2 kali sehari.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Pernah di diagnosis dengan dislipidemia.
2. Riwayat DM (-)
3. Riwayat hipertensi (-)
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien memiliki kebiasaan makan makanan berlemak, pedas berminyak,
asam, dan makan tidak teratur serta suka mengonsumsi kopi. Pasien juga
jarang berolahraga.
g. Riwayat Pemakaian Obat
Pasien mengonsumsi obat obatan untuk sakit sendi lututnya yang didapat
di puskesmas.
h. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
1. Jenis kelamin

18

i. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi


1. Diet harian dan olahraga (life style)

3.3

PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Frekuensi Jantung
Frekuensi Nafas
Temperatur
TB
BB
IMT
b. Status General
Kulit
Warna
Turgor
Ikterus
Anemia
Sianosis
Edema

: Nyeri ulu hati


: Compos Mentis
: 110/80 mmHg
: 70x/ menit, reguler
: 20x/ menit
: 37 0C
: 150cm
: 70Kg
: 31,11 (obesitas gr I)

: Sawo Matang
: Kembali Cepat
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)

Kepala
Bentuk : Kesan Normocepali
Rambut : Bewarna hitam.
Mata
: Cekung (-), Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Conj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut
Bibir
Gigi Geligi
Lidah
Mukosa
Tenggorokan
Faring

: Pucat (-), Sianosis (-)


: Karies (-)
: Beslag (-), Tremor (-)
: Basah (+)
: Tonsil dalam batas normal
: Hiperemis (-)

Leher
Bentuk
Kel. Getah Bening

: Kesan simetris
: Kesan simetris, Pembesaran (-)

Axilla

: Pembesaran KGB (-)

19

Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Retraksi
: (-)
2. Palpasi
Stem Fremitus
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

Paru kanan
Normal
Normal
Normal

Paru kiri
Normal
Normal
Normal

Paru kanan
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor

3. Perkusi
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

20

4. Auskultasi
Suara Pokok
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Suara Tambahan
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

Paru kanan
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kanan
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh basah (-)

Paru kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kiri
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh basah (-),

Wh (-)

Wh (-)

Thoraks Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe pernafasan

: Thorako-abdominal

Retraksi

: (-)

2. Palpasi

Lap. Paru atas


Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
3. Perkusi
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
4. Auskultasi
Suara pokok
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Suara tambahan
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

Paru kanan

Paru kiri

Normal
Normal
Normal

Normal
Normal
Normal

Paru kanan
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kanan
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kanan
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh basah (-),

Paru kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kiri
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh basah (-),

Wh (-)

Wh (-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus Cordis tidak terlihat

21

Palpasi

: Ictus Cordis teraba di ICS V LMCS.

Perkusi

: Batas jantung atas: di ICS III


Batas jantung kanan: di ICS III LPSD
Batas jantung kiri: di ICS V LMCS.

Kesan

: tidak ada pembesaran

Auskultasi : BJ I >BJ II, bising (-)


Abdomen
Inspeksi

: Kesan simetris, Distensi (-)

Palpasi

: Soepel (+), nyeri tekan epigastrium (+),


Hepar/Lien/Ren tidak teraba, Murphy sign (-)

Perkusi

: Tympani (+), Asites (-)

Auskultasi : Peristaltik usus (N)


Genetalia

: perempuan

Anus

: tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas
Sianotik
Edema
Ikterik
Gerakan
Tonus otot
Sensibilitas
Atrofi otot

3.4

Superior
Kanan
Kiri
Aktif
Aktif
Normotonu Normotonu
s
N
-

s
N
-

Inferior
Kanan
Aktif
Normotonu

Kiri
Aktif
Normotonu

s
N
-

s
N
-

RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati yang sudah dialami oleh

pasien sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan hilang timbul dan dirasakan memberat

22

dalam 1 hari yang lalu. Nyeri seperti ditusuk dan memberat pada saat perut
kosong.
Nyeri tersebut timbul selama 3menit dan bersifat seperti tertusuk-tusuk
oleh benda tajam dan tidak menjalar ke tempat lain. Nyeri tersebut tidak
berhubungan dengan aktivitas. Riwayat keluhan lambung (+) selama 4 tahun
namun riwayat pengobatan tidak jelas. Selain itu, os mengeluh mual disertai
muntah sejak 1 bulan ini. Keluhan tersebut bersifat hilang-timbul dan sedikit
berkurang ketika perut os diisi makanan. Frekuensi muntah sebanyak
1kali/minggu dengan isi muntah adalah apa yang os makan dan minum.
Riwayat kebiasaan makan os tidak teratur dan suka makan makanan yang
bersifat merangsang seperti makanan pedas berminyak, santan, makanan
berlemak, asam, dan makan tidak teratur. Riwayat minum kopi (+), os senang
minum kopi dalam keadaan perut kosong.
Riwayat pengobatan tidak jelas. Riwayat demam disangkal. Riwayat batuk
disangkal. BAK os normal warna kuning muda dengan volume 1 liter/ hari. BAB
os normal warna kuning kecoklatan dengan konsistensi padat dengan frekuensi 12 kali sehari.
3.5 DIAGNOSIS BANDING
1. Dispepsia type like ulcer
2. Chest pain e.c Angina pectoris tidak stabil
3. Cholesistitis
4. Cholelithiasis

23

3.6

DIAGNOSIS KERJA
Dispepsia type like ulcer

3.7

PENATALAKSANAAN
Umum
1. Diet rendah lemak tinggi serat
2. Kurangi makanan pedas dan berminyak, bersantan, makanan asam.
3. Kurangi konsumsi kopi
4. Terapkan pola makan teratur dan olahraga
Khusus
1. Antasida doen 3x1 (dikunyah setelah makan dan sebelum tidur)
2. Domperidone 10mg 3x1 (bila mual dan muntah)

3.8

PLANING DIAGNOSTIK
1.
2.
3.
4.
5.
6.

3.9

Darah rutin
Endoskopi
EKG
Enzime jantung
Cholangiography
USG Bile Duct

PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad bonam


Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
Anjuran Ketika Pulang
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Atur pola makan


Hindari faktor stress
Olahraga teratur
Hindari makanan berlemak, pedas berminyak, bersantan, dan asam
Minum obat yang teratur
Kontrol ke poli wanita bila keluhan berlanjut

24

BAB 4
ANALISA KASUS
Nyeri ulu hati yang dirasakan seperti ditusuk dan disayat-sayat dan
memberat pada saat perut kosong. Merupakan gejala khas dari dyspepsia type like
ulcer di mana keluhan nyeri lebih dominan.
Nyei tidak menjalar ke tempat lain. Nyeri tersebut tidak berhubungan
dengan aktivitas. Hal ini menunjukkan bukan keluhan dari organ lain seperti
jantung (gejala angina) dan nyeri bukan diakibatkan oleh aktivitas atau perubahan
posisi tubuh seperti pada keluhan fraktur tulang atau kram otot (muscle strain).
Riwayat kebiasaan makan os tidak teratur dan suka makan makanan yang
bersifat merangsang seperti makanan pedas berminyak, santan, makanan
berlemak, asam, dan makan tidak teratur. Riwayat minum kopi (+), os senang
minum kopi dalam keadaan perut kosong. Hal ini merupakan faktor risiko
terjadinya dyspepsia yang umumnya diakibatkan oleh life style (makan tidak
teratur) dari si penderita.
Isi muntah os adalah apa yang os makan dan minum. BAB os normal
warna kuning kecoklatan dengan konsistensi padat dengan frekuensi 1-2 kali
sehari. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perdarahan dari saluran cerna bagian
atas dan tidak ada gangguan dari motilitas serta penyerapan usus.
Os pernah didiagnosis oleh dokter dengan dislipidemia. Ini diakibatkan
kebiasaan os yang suka mengonsumsi makanan berlemak dan kurang berolah
raga.

25

BAB 5
KESIMPULAN
Dyspepsia merupakan kumpulan gejala (sindroma) berupa keluhan tidak
nyaman atau nyeri pada ulu hati. Dyspepsia ini umumnya disebabkan oleh
kebiasaan dan pola hidup (life style) yang tidak sehat seperti makan tidak teratur,
makan makanan yang merangsang seperti pedas berminyak, asam, santan, dan
makanan berlemak.
Kebanyakan pasien dyspepsia menderita keluhan fungsional saja yang
diakibatkan oleh pola hidup yang tidak sehat serta stress psikologis yang
merupakan faktor risiko meningkatnya kasus ini.
Terapi pengobatan dengan obat-obatan hanya bersifat simpomatis saja dan
akan kembali kambuh bila pasien tidak merubah pola hidup (life style) yang tidak
sehat tersebut. Sehingga pemberian informasi tentang penyakit yang pasien derita
serta penanganannya merupakan hal penting dalam prinsip terapi dari penyakit
dyspepsia ini.

26

Anda mungkin juga menyukai