Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. URAIAN TEORI

1 Tuberkulosis

a. Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis, kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh

manusia melalui pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman tersebut dapat

menyebar dari paru ke bagian tubuh lain, melalui sistem peredaran darah,

sistem limfe, melalui sistem saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian

tubuh yang lainya (Depkes, 2001).

Sedangkan penyakit tuberkulosis pada anak disebut tuberkulosis primer dan

merupakan suatu penyakit sistemik. Tuberkulosis primer biasanya mulai

secara peerlahan-lahan sehingga sukar ditentukan saat timbulnya gejala

pertama. Kadang terdapat keluhan demam yang tidak diketahui sebabnya dan

sering disertai tanda-tanda infeksi saluran nafas bagian atas (Ngastiyah, 2003).

b. Penyebab tuberkulosis paru

Penyebab dari penyakit tuberkulosis paru adalah bakteri Mycobacterium

tuberculosis yang merupakan kuman tahan asam. Dikenal ada 2 type kuman

mycobacterium tuberculosis, yaitu type humanus dan type bovinus. Hampir

semua kasus Tuberkulosis paru disebabakan oleh type humanus, walaupun

type bovinus dapat juga menyebabakan terjadinya Tuberkulosis paru, namnun

hal itu sangat jarang terjadi (Depkes, 2007).

1
c. Gejala klinis penyakit tuberkulosis paru

Keluhan utama yang sering dijumpai pada penderita tuberkulosis paru:

1) Batuk

Batuk merupakan gejala awal yang paling banyak ditemukan.

Sifat batuk adalah batuk kering yang setelah terjadi peradangan disertai

dengan dahak, dan pada keadaan yang lebih lanjut terjadi batuk dahak

yang disertai dengan darah akibat pecahnya pembuluh darah.

2) Demam

Demam pada pasien tuberkulosis paru menyerupai dengan pad

influenza, peningkatan suhu tubuh terjdi pada siang dan sore hari.

3) Sesak nafas

Sesak nafas baru dapat dirasakan oleh penderita bila penyakit

sudah memasuki tahap lanjut dan proses infeksi sudah mencapai

setengah bagian dari paru,sedangkan pada tahap awal penyakit gejala

sesak nafas masih belum dirasakan.

4) Nyeri dada

Gejala nyeri dada timbul apabila proses infeksi sudah sampai pleura

(Depkes, 2007).

d. Cara penularan penyakit tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium teberculosis dan Mycobacterium bovis. Basil tuberkulosis

dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering

(Ngastiyah, 2003).

2
Cara penularan dari penyakit tuberkulosis paru dapat melalui batuk, bersin,

atau berbicara maka secara tidak disengaja keluar droplet (percikan ludah)

yang jatuh ke lantai dan bila terkena sinar matahari akan bertebangan dan

dapat menular bagi yang menghirupnya (Mutaqin, 2008).

e. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada tuberkulosis anak antara lain :

1) Uji tuberkulin

Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam

menegakkan diagnosis tuberkulosis pada anak. Uji tuberkulin penting

artinya pada anak jika diketahui adanya konfersi dari negatif. Pada

anak dengan uji tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya masih

aktif meskipun tidak menunjukan kelainan klinis dan radiologis.

2) Pemeriksaan radiologis

Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan

radiologis. Secara rutin dilakukan foto rontgn paru, dan bila ada

indikasi lain untuk pembuatan foto rontgn misalnya foto tulang

punggung. Untuk diagnosis tidak cukup untuk pemeriksaan radiologis

tetapi diperlukan juga data klinis.

3) Pemeriksaan bakteriologis

Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis

tuberkulosis, tetapi walaupun tidak diketemukannya bukan berarti

tidak menderita tuberkulosis.

4) Uji BCG

Di Indonesia BCG diberikan saecara langsung tanpa didahului uji

tuberkulin. Bila ada anak mendapt BCG langsung terdapat reaksi lokal

3
yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan, berarti

perlu dicurigai adanya tuberkulosis dan perlu diperiksa lebih lanjut

kearah tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis, BCG akan

menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar; oleh karena itu,

reaksi BCG dapat dijadikan alat diagnostik. Pada anak yang menderita

malnutrisi sering mengalami kesukaran untuk menentukan diagnosis

dengan uji tuberkulin karena adanya reaksi alergi, tetapi pada BCG

tidak (Ngastiyah, 2003).

f. Penatalaksanaan medis

Pengobatan yang diberikan mempunyai tujuan antara lain:

1) Menurunkan / membunuh kuman dengan cepat


2) Sterilisasi kuman untuk mencegah relaps dengan jalan pengobatan
a) Fase intensif (2 bulan) : mengeradikasi kuman dengan 3 macam
obat : INH, Rifampisim dan PZA
b) Fase pemeliharaan (4 bulan) : akan memberikan efek sterilisasi
untuk mencegah terjadinya relap : menggunakan 2 macam obat :
INH dan RIF
3) Mencegah terjadinya resistensi kuman TB
Pengobatan yang diberikan antara lain:

1) Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kg BB/hari, diberikan 1 kali sehari

per oral, diminum dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama

6-9 bulan.

2) Isoniazid (INH), diberikan dengan dosis 10-20 mg/kg BB/ hari per

oral, diberikan selama 18-24 bulan.

3) Streptomisin, diberikan secara intramuskular dengan dosis 30-50

mg/kg BB/hari maksimum 750 mg/hari, selama 1-3 bulan.

4
4) Pirazinamid, dosis 35 mg/kg BB/hari per oral 2 kali sehari selama 4-6

bulan.

5) Etambutol, dosis 20 mg/ kg BB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1

kali sehari selama 1 tahun (Depkes, 2007).

g. Faktor risiko

Pada dasarnya berbagai faktor risiko TB saling berkaitan satu sama lainnya.

Berbagai faktor risiko dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok faktor

risiko yaitu kependudukan, faktor lingkungan dan faktor risiko perilaku.

1) Faktor Risiko Kependudukan

Kejadian penyakit TB merupakan hasil interaksi antara komponen

lingkungan yakni udara yang mengandung basil TB, dengan

masyarakat serta dipengaruhi berbagai variabel lainnya. Variabel pada

masyarakt secara umum dikenal sebagai variabel kependudukan.

Banyak variabel kependudukan yang memiliki peran dalam timbulnya

atau kejadian penyakit TB, yaitu:

a) Status Gizi
Gizi yang kurang menurunkan kekebalan tubuh pada seseorang,

sehingga akan mudah terjadi penyakit. Kekurangan protein dan

kalori serta zat besi, dapat meningkatkan resiko tuberkulosis paru.

Daya tahan tubuh akan berfungsi dengan baik apabila pemenuhan

gizi dan makanan tercukupi dengan baik. Dalam hal ini perlu

diperhatikan adalah kualitas konsumsi makanan yang ditentukan

oleh komposisi jenis pangan. Keadaan nutrisi yang buruk dapat

menurunkan resistensi terhadap tuberkulosis baik pada penderita

dewasa maupun anak-anak (Depkes, 2007).

5
b) Kondisi Sosial Ekonomi
WHO (2003) menyebutkan 90% penderita TB di dunia

menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin.

Hubungan antara kemiskinan dengan TB bersifat timbal balik, TB

merupakan penyebab kemiskinan dan karena miskin maka

manusia menderita TB. Kondisi sosial ekonomi itu sendiri,

mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung, namun dapat

merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi gizi

buruk, serta perumahan yang tidak sehat, dan akses terhadap

pelayanan kesehatan juga menurun kemampuannya. Menurut

perhitungan, rata-rata penderita TB kehilangan 3 sampai 4 bulan

waktu kerja dalam setahun. Mereka juga kehilangan penghasilan

setahun secara total mencapai 30% dari pendapatan rumah tangga.

c) Umur
Usia anak merupakan usia yang rawan terhadap penularan

penyakit tuberkulosis. Angka penulara dan bahaya penularan yang

tinggi terdapat pada golongan umur 0-6 tahun dan golongan umur

7-14 tahun (Nurhidayah, 2007).

d) Jenis Kelamin
Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas

penderita TB adalah wanita. Hal ini masih memerlukan

penyelidikan dan penelitian lebih lanjut, baik pada tingkat

behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan tubuh, maupun

tingkat molekuler.

6
e) Pendidikan

Pendidikan mempengaruhi tingkat keberhasilan pengobatan,

makin rendah pendidikan ibu menyebabkan kurangnya

pengetahuan ibu terhadap pengertian penyakit dan bahaya

penyakit. Keterbatasan untuk memperoleh pendidikan merupakan

faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan serta upaya

pencegahan penyakit. Pada kelompok masyarakat dengan

pendidikan yang rendah umumnya dengan status ekonomi yang

rendah pula sehingga sulit menyerap informasi mengenai

kesehatan. Disamping itu tidak mampu untuk mencukupi gizi dan

pengadaan sarana sanitasi yang diperlukan (Depkes, 2007).

2) Faktor Risiko Lingkungan

a) Kepadatan
Kepadatan merupakan salah satu faktor yang mendukung proses

penularan penyakit. Semakin padat, maka perpindahan penyakit,

khususnya penyakit melalui udara, akan semakin mudah dan

cepat. Oleh sebab itu, kepadatan dalam rumah maupun kepadatan

hunian tempat tinggal merupakan variabel yang berperan dalam

kejadian TB. Untuk itu Departemen Kesehatan telah membuat

peraturan tentang rumah sehat, dengan rumus jumlah

penghuni/luas bangunan. Syarat rumah dianggap sehat adalah

10m2 per orang (Depkes, 2003), jarak antar tempat tidur satu dan

lainnya adalah 90 cm, kamar tidur sebaiknya tidak dihuni 2 orang

lebih, kecuali anak di bawah 2 tahun.

7
b) Lantai Rumah
Secara hipotesis jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses

kejadian TB, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah,

cenderung menimbulkan kelembaban, dengan demikian viabilitas

kuman TB di lingkungan juga sangat dipengaruhi oleh

kelembaban tersebut.

c) Ventilasi
Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara dalam rumah

serta mengurangi kelembaban. Ventilasi mempengaruhi proses

dilusi udara, dengan kata lain mengencerkan konsentrasi basil TB

dan kuman lain, terbawa keluar dan mati terkena sinar ultra violet.

Menurut persyaratan ventilasi yang baik adalah 10% dari luas

lantai.

d) Pencahayaan
Rumah sehat memerlukan cahaya cukup, khususnya cahaya alam

berupa cahaya matahari yang berisi antara lain ultra violet.

Cahaya matahari minimal masuk 60 lux dengan syarat tidak

menyilaukan. Semua cahaya pada dasarnya dapat mematikan

kuman, namun tentu tergantung jenis dan lamanya cahaya

tersebut (Depkes, 2003).

3) Faktor Risiko Perilaku

Faktor risiko perilaku adalah kebiasaan yang dilakukan sehari-hari

yang dapat mempengaruhi terjadinya penularan/penyebaran penyakit.

Yang termasuk faktor risiko perilaku dalam terjadinya penularan TB

adalah sebagai berikut: kebiasaan tidur penderita TB bersama-sama

dengan anggota keluarga, tidak menjemur kasur secara berkala,

8
kebiasaan membuang ludah/dahak sembarangan, Kebiasaan tidak

pernah membuka jendela rungan, kebiasaan tidak pernah membuka

jendela kamar tidur, kebiasaan tidak pernah membersihkan lantai,

kebiasaan merokok (Depkes, 2007).

2 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui,

setelah sesorang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengetahuan

dalam teori koqnitif merupakan hasil interaksi sesorang dengan lingkungan sosial

secara timbal balik yang menghasilkan pengalaman tertentu. Pengetahuan

seseorang diproses melalui motivasi dari dalam dirinya sebagai pengalaman yang

telah dimiliki. Pengetahuan diperoleh dari usaha sesorang mencari tahu terlebih

dahulu terhadap rangsangan berupa obyek dari luar melalui proses sensori dan

interaksi antara dirinya dengan lingkungan sosial sehingga memperoleh

pengetahuan baru tentang suatu obyek.

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, maka di dalam dirinya

mengalami proses sebagai berikut :

a. Kesadaran

Dimana seseorang mengetahui dan menyadari terlebih dahulu terhadap suatu

obyek. Misalnya klien TB paru mengetahui betul kalau kondisi anaknya

sedang sakit dan membutuhkan pengobatan serta asupan gizi untuk menunjang

pengobatan pada TB paru.

b. Tertarik

Setelah itu timbul rasa tertarik terhadap suatu obyek tersebut.

9
c. Menilai

Ketertiban suatu obyek tersebut kemudian seseorang melakukan penilaian,

apakah menguntnugkan atau merugikan bagi dirinya, anaknya atau yang lain.

d. Mencoba

Setelah memutuskan bahwa suatu perilaku baru menghasilkan keuntungan,

maka akan mencoba melakukanya.

e. Adopsi

Akhirnya sesorang tersebut merasakan atau mendapatkan keuntungan terhadap

perilaku baru dan mengambil alih dengan segala konsukuensinya serta

mengadopsikannya dalam situasi berbeda.

Tingkat pengetahuan dalam domain koqnitif dibagi dalam 6 tingkatan yaitu :

a. Tahu

Tahu bisa berarti kemampuan mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya termasuk didalam pengetahuan. Tingkatan ini adalah mengingat

kembali terhadap sesuatu yang telah dipelajari. Oleh sebab itu tahu merupakan

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang untuk mengukur yaitu

menyebutkan, menguraikan, mendefinfsikan, dan sebagainya. Misalnya klien

dapat menjelaskan kembali tentang penyakit TB paru dengan benar.

b. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi

yang benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat

menjelaskan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

Misalnya dapat menjelaskan mengapa klien TB paru harus minum obat secara

10
rutin tanpa putus dan apa saja yang bisa mempercepat penyembuhan pada TB

paru.

c. Aplikasi

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Di sini diartikan sebagai

apliasi penggunaan hukum – hukum, metode – metode dan lainya dalam

kontek situasi lain.

d. Analisis

Merupakan suatu kemampuan utuk menjabarkan materi kedalam struktur

tersebut, dan masih ada kaitanya satu dengan yang lain, kemampuan analisis

ini dapat di lihat dari penggunaan kerangka kerja seperti dapat menggambar,

membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.

e. Sintesa

Sintesa menunjuk kepada kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan

bagian – bagian di suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain

sintesa adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi –

formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan kemampuan untuk melakukan justifukasi atau penilaian

terhadsap suatu materi atau obyek. Penilaian – penilaian itu berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria – kriteria yang

telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi

dengan anak yang kekuranagn gizi, dapat menanggapi terjadinya TB di suatu

tempat.

11
3 Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku adalah apa yang dikerjakan

makhluk hidup, baik yang diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Perilaku manusia dapat dilihat dari ttiga aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial.

Suatu sikap belum tentu terwuujud suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap

menjadi perbuatan yang nyata diperlukkan beberapa faktor yng mendukung

seperti fasilitas, keluarga, petugas kesehatan dan kepercayaan.

Menurut World Health Organization (WHO) di dalam Notoatmojo (2003),

perilaku dipengaruhi oleh empat faktor yaitu :

a. Faktor pemikiran dan perasaan ( Thoughts and feeling)

Faktor pemikiran dan perasaan tercermin dalam bentuk pengetahuan,

persepsi, sikap, kepercayaan – kepercayaan, dan penilaian – penilaian.

b. Faktor personal refrensi (Personal refrence)

Perilaku orang lebih banyak dipengaruhi oleh orang – orang yang

dianggap penting. Apabila seseorang itu pentting untuknya, maka yang ia

katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

c. Faktor sumber daya (Resources)

Faktor sumber daya ini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan

sebagainya. Semuanya itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau

kelompok masyarakat. Pengaruhnya bisa bersifat positif maupun negatif.

d. Faktor budaya (Culture)

Kebudayaanterbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari

kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik

lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia.

12
Kebudayaan atau pola hidup masyarakat disini merupakan kombinasi dari

semua yang telah disebutkan diatas. Perilaku yang normal adalah salah

satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai

pengaruh yang dalam terhadap perilaku.

4 Asupan gizi

Gizi adalah zat-zat makanan yang diperlukan untuk menjaga dan

meningkatkan kesehatan, dikelompokan menjadi 5 macam yakni protein, lemak,

karbonhidrat, vitamin dan mineral.

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi:

a. Faktor langsung. dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit, khususnya

penyakit infeksi.

b. Faktor tidak langsung:

1) Faktor ekonomi, penghasilan keluarga yang mempengaruhi status

gizi.

2) Faktor pertanian, kemampuan menghasilkan produksi pangan.

3) Faktor budaya, masih ada kepercayaan untuk memantang makanan

tertentu, yang dipandang dari segi gizi sebenarnya mengandung zat

gizi yang baik.

4) Faktor pendidikan dan pekerjaan, faktor pendidikan dapat

mempengaruhi kemampuan menyerap pengetahuan gizi yang

diperoleh. Faktor pekerjaan juga dianggap mempunyai peranan

yang penting.

5) Faktor kebersihan lingkungan, kebersihan lingkungan yang jelek

akan memudahkan menderita penyakit tertentu.

13
6) Faktor fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan sangat

penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi.

Status gizi dan penyakit infeksi (TB Paru)

Proses penyakit infeksi merupakan konfigurasi asing dalam tubuh

manusia, sehingga terjadi suatu komplek interaksi antara mikroorganisme yang

menyerang tubuh manusia dengan mekanisme imunitas tubuh. Malnutrisi akibat

respon metabolik dan biokimia dalam tubuh manusia mempunyai kontribusi

dalam mekanisme pertahanan tubuh tersebut, yang selanjutnya menentukan hasil

setiap episode infeksi.

Malnutrisi energi protein merupakan gangguan nutrisi yang sering

dijumpai pada keadaan sakit berat baik yang ditimbulkan oleh infeksi. Tanpa

pemberian nutrisi yang adekuat, stres metabolik akibat infeksi akan menimbulkan

kehilangan berat badan dan rusaknya sel bagian tubuh organ vital yang penting.

Penurunan berat badan 10-20% dari semula akan sangat mengurangi kemampuan

daya tahan tubuh dan meningkatkan morbiditas serta mortalitas, bahkan

kehilangan 40% berat badan dapat menyebabkan kematian.

Untuk mencegah masuknya organisme patogen ke dalam tubuh, maka

manusia mempunyai berbagai mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan

tubuh ini ditandai oleh komponen pasif dan aktif yang akan bereaksi terhadap

infeksi.

Serum secara normal mengandung protein yang menolong sebagai faktor

anti mikroba dalam sistem immunitas, termasuk lisozim, komplemen transferin

dan protein lain dengan fungsi opsonik seperti glutamin.

Masuknya parasit dalam tubuh manusia akan menyebabkan interaksi

dengan status gizi, yang mana besar kecilnya pengaruh interaksi tersebut

14
tergantung pada pengaruh parasit pada metabolisme host, efek nutrisi host

terhadap perkembangan pertumbuhan populasi parasit, perkembangan respon

imunitas dari host dan patofisiologi infeksi (Saad, 2005).

5 Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang tuberkulosis paru dengan

asupan gizi pada anak.

Pengetahuan ibu yang baik tentang tuberkulosis meliputi definisi, penyebab,

gejala, cara penularan, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis dan faktor

resiko yang didalamnya terdapat pentingnya asupan gizi yang baik pada anak

dangan tuberkulosis akan meningkatkan sistem imunitas yang dapat mempercepat

proses penyembuhan disamping pemberian obat TB secara teratur sesuai metode

pengobatan TB (Mustangin, 2008).

15
B. KERANGKA TEORI

Pemikiran dan perasaan


(thoughts and feeling) :

- Pengetahuan
- Sikap
- Persepsi
- Kepercayaan
- Penilaian

Asupan gizi
Personal referensi (personal Perilaku pada anak
reference) degan TB

Sumber daya (resources) :

- Fasilitas
- Uang
- Waktu
- Tenaga

Budaya (culture)

(Sumber : World Health Organization (WHO) dalam Notoadmodjo,2003)

C. KERANGKA KONSEP

Tingkat pengetahuan ibu Asupan gizi pada anak


tentang TB paru pada anak

16
D. VARIABEL

1. Variabel independent atau bebas

Variabel independent merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau

timbulnya variabel terikat atau bebas mempengaruhi variabel lain (Sugiyono,

2003). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang

penyakit TB paru pada anak.

2. Variabel dependent atau terikat

Variabel dependent variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi atau

variabel yang menjadi akibat dari pengaruh variabel bebas (Nursalam, 2003).

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah asupan gizi pada anak.

E. HIPOTESA

Hipotesa adalah dugaan sementara yang hendak diuji kebenarannya oleh peneliti

(Arikunto, 2001). Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat

pengetahuan ibu tentang TB paru pada anak dengan asupan gizi pada anak.

Ho : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentangt TB paru pada anak

dengan asupan gizi pada anak

Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang TB paru anak dengan

asupan gizi pada anak

17

Anda mungkin juga menyukai