Anda di halaman 1dari 6

Sekitar 80 % - 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem monosit- makrofag.

Massa hidup rata rata eritrosit 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250
350 mg bilirubin. Sekitar 15 20 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tapi berasal
dari destruksi sel eritrosit matur dari sumsum tulang ( hematopoiesis tak efektif ) dan dari hemoprotein lain,
terutama dari hati.
Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi pada limpa), globin mula-mula dipisahkan dari heme,
setelah itu heme diubah menjadi beliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi kemudian dibentuk dari biliverdin.
Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut
dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine. Bilirubin tak
terkonjugasi berikatan dengan albumindalam suatu kompleks larut-air, kemudian diangkut oleh darah ke selsel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah : ambilan, konjugasi, dan
ekskresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi simbol sebagai protein Y dan
Z. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis oleh enzim glukoronil transferase dalam
retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat
diekskresi dalam empedu dan urine. Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transpor
bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak
terkonjugasi tidak diekskresikan ke dalam empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerisasi.
Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin
atau urobilnogen. Zat zat ini yang menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10 hingga 20%
urobinilogen mengalami siklus interohipatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urine.

Causes of head pain


Intracranial disease can produce pain in only a limited number of ways. With rare exception, stimulation or
destruction of the brain itself does not produce pain. The following intracranial structures are pain-sensitive:
1. Meningeal arteries
2. Proximal portions of the cerebral arteries
3. Dura at the base of the brain
4. Venous sinuses
5. Cranial nerves 5, 7, 9, and 10, and cervical nerves 1, 2, and 3

Distortion or traction
Increased intracranial pressure, when it does not result in traction on pain-sensitive structures, does not
cause headache. You may raise your own intracranial pressure to abnormally high values transiently by the
Valsalva maneuver; this does not cause pain. Conversely, an intracranial mass that distorts the dura or the
arteries at the base of the brain causes headache even if the intracranial pressure is normal.
Distensions of a vessel

Distension of extracranial and occasionally intracranial arteries is thought to be the cause of pain in
migraine. Increased flow through collateral circulation may produce the headache that sometimes
accompanies large-vessel occlusion. This appears to activate the trigeminal nerve terminals in the vessel
wall.
Inflammation

Inflammation in the subarachnoid space, whether caused by infection, hemorrhage, or chemical irritation,
results in headache. Some inflammation may be intrinsic to the blood vessel walls. This may occur with

autoimmune diseases (see giant cell arteritis, below), or may accompany activation of certain nerves in the
blood vessel wall. A leading theory of migraine pain is inflammation around blood vessels due to release of
pro-inflammatory neurotransmitters from nerve terminals in the blood vessels around the brain.

When a new headache with the characteristics of migraine occurs for the first time in close temporal relation
to another disorder known to cause headache, or fulfils other criteria for causation by that disorder, the new
headache is coded as a secondary headache attributed to the causative disorder. When pre-existing migraine
becomes chronic in close temporal relation to such a causative disorder, both the initial migraine diagnosis
and the secondary diagnosis should be given
Karena rangsangan dari luar (kalo di skenario itu vasokonstriksi pembuluh darah intrakranial).
Distal nervus trigeminal mengeluarkan efek kaskade yaitu dengan mengeluarkan
neurotransmitter (sub P, neuroknin A, calcitonin gene related peptide, serotonin,
prostaglandin, etc) yang menempel ke reseptor saluran darah intrakranial menyebakan
vasodilatasi, ini menghasilkan reaksi balik dari nervus trigeminal ini yang namanya (sakit
kepala) nervus trigeminal (1st order neuron) merelaykan stimulasi perifer ke nukleus
kaudatus nervus trigeminus (pusat pengolahan sakit dan getaran) ke talamus(2nd order
neuron) dan ke korteks sensorik (3rd order neuron) jika tidak diobati maka akan menambah
rasa sakit jika pulsasi arteri bertambah karena vasodilatasi tadi atau dengan bertambahnya
aktivitas. Jika tidak ditangani lebih lanjut akan mengakibatkan 2nd, 3rd order neuron relay
tambahan. Saat sudah terjadi seperti itu stimulasi perifer akan berubah menjadi stimulasi
sentral yang menyebabkan stimulus dari misalkan kulit akan tidak sakit. Dan akan lebih susah
untuk disembuhkan. (ini yang namanya migraine)
Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai di bawah tingkat fisiologik
meskipun perfusi jaringan oleh darah memedai. Hipoksia dapat terjadi karena defisiensi
oksigen pada tingkat jaringan akibatnya sel-sel tidak cukup memperoleh oksigen sehingga
metabolisme sel akan terganggu.
1) Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik), dimana PO2 darah arteri berkurang

2) Hipoksia anemik, dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang
tersedia untuk mengangkut oksigen berkurang
3) Hipoksia stagnant atau iskemik, dimana aliran darah ke jaringan sangat lambat
sehingga oksigen yang adekuat tidak di kirim ke jaringan walaupun PO2 konsentrasi
hemoglobin normal
4) Hipoksia histotoksik dimana jumlah oksigen yang dikirim ke suatu jaringan adalah
adekuat tetapi oleh karene kerja zat yang toksik sel-sel jaringan tidak dapat memakai
oksigen yang disediakan
Setiap keluhan atau tanda gangguan respirasi hendaknya mendorong di lakukannya analisis
gas-gas darah arteri. Saturasi hemoglobin akan oksigen (SaO2) kurang dari 90%. Tegangan
oksigen arterial (PaO2) kurang dari 60 mmHg. Tegangan CO2 arterial (PaCO2) hingga lebih
dari 45-50 mmHg mengandung arti bahwa ventilasi alveolar sangat terganggu. Kegagalan
pernapasan terjadi karena PaCO2 kurang dari 60mmHg pada udara ruangan, atau pH kurang
dari 7,35 dengan PaCO2 lebih besar dari 50mmHg

Anda mungkin juga menyukai