Anda di halaman 1dari 4

(Diselesaikan untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah PPG, Semester V)

Oleh: Kelompok IV
Luh Wayan Nia Lestariasih

( P07131013007 )

Ni Putu Darmayanti

( P07131013012 )

Komang Dwi Pradnyani Laksmi

( P07131013018 )

Putu Ayu Ratih Adnyani

( P07131013023 )

Ni Kadek Jumita Rianti

( P07131013028 )

Ni Gst. A.M. Ratih Muliani

( P07131013033 )

Anak Agung Titian Megasari

( P07131013038 )

Pande Pt. Anggi A.P.

( P07131013040 )

I Gusti Ayu Ari Sunia Dewi

( P07131013045 )

Cicilia Novita P.A.

( P07131013050 )

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN GIZI
DENPASAR
2015
A. Latar Belakang

Sebagai negara yang sedang berkembang dan sedang membangun, bangsa


Indonesia masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika
dibandingkan negara lain yang sudah lebih maju. Di bidang kesehatan, bangsa
Indonesia masih harus berjuang memerangi berbagai macam penyakit infeksi dan
kurang gizi yang saling berinteraksi satu sama lain menjadikan tingkat kesehatan
masyarakat Indonesia tidak kunjung meningkat secara signifikan. Tingginya
angka kesakitan dan kematian Ibu dan Anak Balita di Indonesia sangat berkaitan
dengan buruknya status gizi. Ironisnya, dibeberapa daerah lain atau pada
sekelompok masyarakat Indonesia yang lain terutama di kota-kota besar, masalah
kesehatan lainnya justru dipicu dengan adanya kelebihan gizi. Meledaknya
kejadian obesitas di beberapa daerah di Indonesia akan mendatangkan masalah
baru yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi serius bagi pembangunan bangsa
Indonesia khususnya di bidang kesehatan. Pendek kata, masih tingginya
prevalensi kurang gizi di beberapa daerah dan meningkatnya prevalensi obesitas
yang dramatis di beberapa daerah yang lain akan menambah beban yang lebih
komplek dan harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia dalam upaya
pembangunan bidang kesehatan, sumberdaya manusia dan ekonomi.
Tujuan utama program kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Faktor-faktor yang memperngaruhi derajat kesehatan masyarakat
yaitu faktor perilaku, lingkungan, keturunan, dan pelayanan kesehatan.
Riskesdas menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan dan
kecenderungannya, dari bayi lahir sampai dewasa. Misalnya, prevalensi gizi
kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4
persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen (2010) kemudian meningkat lagi
menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Beberapa provinsi, seperti Bangka Belitung,
Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah menunjukkan
kecenderungan menurun. Dua provinsi yang prevalensinya sangat tinggi (>30%)
adalah NTT diikuti Papua Barat, dan dua provinsi yang prevalensinya <15 persen
terjadi di Bali, dan DKI Jakarta. Masalah stunting/pendek pada balita masih cukup
serius, angka nasional 37,2 persen, bervariasi dari yang terendah di Kepulauan
Riau, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur (<30%) sampai yang
tertinggi (>50%) di Nusa Tenggara Timur. Tidak berubahnya prevalensi status

gizi, kemungkinan besar belum meratanya pemantauan pertumbuhan, dan terlihat


kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah ditimbang enam bulan terakhir
semakin meningkat dari 25,5 persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013).
Jika diamati dari bayi lahir, prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) berkurang dari 11,1 persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013.
Variasi antar provinsi sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%)
sampai yang tertinggi di Sulawesi Tengah (16,9%). Untuk pertama kali tahun
2013 dilakukan juga pengumpulan data panjang bayi lahir, dengan angka nasional
bayi lahir pendek <48 cm adalah 20,2 persen, bervariasi dari yang tertinggi di
Nusa Tenggara Timur (28,7%) dan terendah di Bali (9,6%).
Cakupan pemberian vitamin A meningkat dari 71,5 persen (2007) menjadi
75,5 persen (2013). Persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul
vitamin A selama enam bulan terakhir tertinggi di Nusa Tenggara Barat (89,2%)
dan terendah di Sumatera Utara (52,3%).
Kelompok ibu hamil (bumil) merupakan salah satu kelompok yang berisiko
tinggi mengalami anemia, meskipun anemia yang dialami umumnya merupakan
anemia relatif akibat perubahan fisiologis tubuh selama kehamilan. Anemia pada
populasi ibu hamil menurut kriteria anemia yang ditentukan WHO dan pedoman
Kemenkes 1999, adalah sebesar 37,1 persen dan proporsinya hampir sama antara
bumil di perkotaan (36,4%) dan perdesaan (37,8%).
Gizi lebih dan obesitas menurut IMT/U di masing masing provinsi. Prevalensi
penduduk dewasa kurus 8,7 persen, berat badan lebih 13,5 persen dan obesitas
15,4 persen. Prevalensi penduduk kurus terendah di provinsi Sulawesi Utara
(5,6%) dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur (19,5%). Dua belas provinsi dengan
prevalensi penduduk dewasa kurus diatas prevalensi nasional, yaitu Kalimantan
Tengah, Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Jawa Timur, Maluku, Jawa Tengah,
Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, DI
Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur. Prevalensi penduduk obesitas terendah di
provinsi Nusa tenggara Timur (6,2%) dan tertinggi di Sulawesi Utara (24,0%).
Enam belas provinsi dengan prevalensi diatas nasional, yaitu Jawa Barat, Bali,
Papua, DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Bangka Belitung,

Sumatera Utara, Papua Barat, Kepulauan Riau, Maluku Utara, Kalimantan Timur,
DKI Jakarta, Gorontalo dan Sulawesi Utara.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran permasalahan gizi di Indonesia?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran masalah gizi
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi kasus Kekurangan Energi Kronis (KEP) pada Balita.
b. Mengidentifikasi kasus anemia gizi pada ibu hamil dan remaja.
c. Mengidentifikasi kasus Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).
d. Mengidentifikasi kasus Kekurangan Vitamin A (KVA) pada Balita.
e. Mengidentifikasi kasus gizi lebih (obesitas).

Anda mungkin juga menyukai