Anda di halaman 1dari 3

1

PETUNJUK PELAKSANAAN BERSAMA


JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
DAN
KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN
DAN PEMBANGUNAN
NOMOR: JUKLAK -00l/J.A/2/1989
NOMOR: K E P -145/K/1989
TENTANG
UPAYA MEMANTAPKAN KERJASAMA KEJAKSAAN DAN
BPKP DALAM PENANGANAN KASUS YANG BERINDIKASI KORUPSI

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA


DAN
KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN
DAN PEMBANGUNAN

MENIMBANG :
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan kerjasama Kejaksaan dan BPKP dalam
penanganan kasus-kasus yang berindikasi korupsi, baik di Pusat maupun di
Daerah, perlu ada keterpaduan dan kesatuan gerak/langkah berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ber1aku.
b. bahwa kerjasama Kejaksaan dan BPKP dalam menangani kasus-kasus yang
berindikasi korupsi bersifat saling membantu dan saling mengisi dengan tujuan
mencapai penyelesaian kasus yang berindikasi korupsi tersebut secara tuntas,
cepat, sederhana dan dengan biaya ringan.
c. bahwa kerjasama Kejaksaan dan BPKP dalam menangani kasus-kasus yang
berindikasi korupsi tersebut tidak mengurangi wewenang masing-masing sesuai
dengan bidang tugas yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
d. bahwa untuk lebih memantapkan kerjasama Kejaksaan dan BPKP, dipandang
perlu untuk mengeluarkan "Petunjuk Pelaksanaan Bersama".

MENGINGAT :
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kejaksaan Republik Indonesia.
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nombr 86 Tahun 1982 tentang Pokok-
Pokok Organisasi Kejaksaan Republik Indonesia.
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1983 tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
5. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-116/ J .A/6/1983 tentang
Pokok-Pokok Organisasi Kejaksaan Republik Indonesia.
6. Surat Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: R-046/A-6/4/1988 tanggal 20 April
1988 perihal Instruksi Jaksa Agung beserta lampirannya.
7. Surat Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor: INS-416
a/K/1988 tanggal 20 April 1988 perihal Instruksi Kepala BPKP tentang
Pemantapan Kerjasama BPKP Kejaksaan beserta lampirannya.

MENETAPKAN:
MENETAPKAN
PETUNJUK PELAKSANAAN BERSAMA UPAYA MEMANTAPKAN KERJASAMA
KEJAKSAAN DAN BPKP DALAM PENANGANAN KASUS YANG BERINDIKASI KORUPSI.

I. UMUM
1. Apabila BPKP dalam melaksanakan tugas pengawasannya menemukan kasus
yang berindikasi korupsi, tanpa menunggu hasil pemeriksaan secara lengkap
(LHP), BPKP melaporkan kepada Kejaksaan untuk dilakukan penyelidikan
dan/atau penyidikan. Dalam pelaksanaan penyelidikan dan/atau penyidikan
kasus yang bersangkutan, sejak awal Kejaksaan mengikutsertakan unsur
BPKP.

Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cyber-
cyber- space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor Pengacara-
Pengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; rgs@cbn.net.id ; pengacara_rgs@yahoo.com
2

2. Dalam hal Kejaksaan menerima laporan dari masyarakat, atau menerima


laporan dari Inspektorat Jenderal Departemen, atau menemukan sendiri
kasus yang berindikasi korupsi, dengan inisiatif sendiri Kejaksaan segera
melakukan tindakan yang perlu untuk penyelidikan dan/atau penyidikan
kasus yang bersangkutan.
Dalam pelaksanaan penyelidikan dan/atau penyidikan kasus yang karena
sifatnya memerlukan bantuan BPKP untuk memeriksa/menghitung kerugian
keuangan Negara, perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut :
a. Kejaksaan meminta bantuan BPKP untuk melakukan
pemeriksaan/menghitung kerugian keuangan Negara.
b. BPKP memenuhi permintaan untuk melakukan pemeriksaan/ menghitung
kerugian keuangan Negara
3. Untuk memantapkan bahan penyelidikan dan/atau penyidikan, Kejaksaan dan
BPKP melakukan kerjasama sejak tahap penyelidikan dan tahap penyidikan,
baik menyangkut analisis/diskusi, interogasi maupun upaya untuk
melengkapi data/bukti.
4. Untuk memeriksa keadaan keuangan, surat-surat, dokumen- dokumen dan
files pada rekening bank tersangka, Kejaksaan meminta izin Menteri
Keuangan Republik Indonesia.Setelah izin diperoleh, untuk melakukan
pemeriksaannya Kejaksaan secara dini mengikutsertakan BPKP.
5. Kejaksaan dan BPKP menyelenggarakan pertemuan berkala satu kali dalam
sebulan untuk membahas dan mendiskusikan setiap permasalahan yang
timbul. Hasil pertemuan/hasil diskusi dilaporkan kepada Pimpinan masing-
masing untuk diberikan pernilaian dan petunjuk lebih lanjut.
6. Pimpinan Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Pimpinan BPKP Pusat
menyelenggarakan pertemuan berkala satu kali dalam sebulan untuk
membahas dan mendiskusikan setiap permasalahan yang timbul.
7. Kejaksaan dan BPKP secara teratur melakukan pemutakhiran data untuk
kemudian dilaporkan kepada Pimpinan masing-masing satu kali setiap tiga
bulan.

II. K H U S U S
1. Dalam hal BPKP menemukan kasus yang berindikasi korupsi, BPKP
membicarakan dengan Kejaksaan untuk dianalisis dan didiskusikan, dengan
cara menyiapkan terlebih dahulu bahan awal untuk dipaparkan, antara lain
flow chart modus operandi beser- ta uraiannya, uraian unsur melawan hukum,
uraian unsur kerugian keuangan Negara dan/atau perekonomian Negara
secara jelas disertai bukti-bukti.
2. Dalam hal belum dicapai kesepakatan untuk diteruskan ke tahap
penyelidikan, Kejaksaan menunjukkan secara jelas kepada BPKP unsur dan
bukti yang perlu dilengkapi.
3. Dalam hal dicapai kesepakatan tentang kekurangan materi pemeriksaan yang
perlu dilengkapi, BPKP segera melakukan pemeriksaan tambahan dan
mencari bukti yang diperlukan. Dalam hal BPKP menemui kesulitan untuk
memperoleh bahan pemeriksaan dan bukti yang diperlukan karena
terbatasnya wewenang, BPKP meminta bantuan Kejaksaan dan Kejaksaan
membantu sepenuhnya.
4. Dalam hal dicapai kesepakatan bahwa hasil penyelidikan kasus yang
bersangkutan tidak terdapat cukup dasar dan alasan untuk dilakukan
penyidikan, penyelidikan dihentikan.
5. Penghentian penyelidikan hanya dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus dan tidak
menutup kemungkinan untuk dibuka kembali apabila dikemudian hari
ditemukan dan diperoleh bukti-bukti baru (novum).
6. Dalam hal hasil penyelidikan kasus yang bersangkutan cukup dasar dan
alasan untuk dilakukan penyidikan, Kejaksaan segera melakukan penyidikan.
7. Dalam hal dicapai kesepakatan bahwa kasus yang bersangkutan tidak cukup
dasar dan alasan untuk dilakukan penuntutan, penyidikan dihentikan dengan
menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cyber-
cyber- space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor Pengacara-
Pengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; rgs@cbn.net.id ; pengacara_rgs@yahoo.com
3

8. Penghentian penyidikan hanya dapat dilakukan setelah mendapat


persetujuan Jaksa Agung Republik Indonesia dan memenuhi syarat yang
ditentukan Undang-undang (Pasal 109 ayat (2) KUHAP), yaitu :
- Karena tidak dapat cukup bukti, atau
- Karena peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana, atau
- Karena penyidikan ditutup demi hukum.
9. Dalam hal hasil penyidikan kasus yang bersangkutan cukup dasar dan alasan
untuk dilakukan penuntutan, Kejaksaan segera melakukan pemberkasan dan
melimpahkan perkara yang bersangkutan ke Pengadilan.

Petunjuk Pelaksanaan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI: J A K A R T A
PADA TANGGAL :2 PEBRUARI 1989

KEPALA BADAN JAKSA AGUNG


PENGAWASAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DAN PEMBANGUNAN
TTD TTD
DRS. G A N D H I SUKARTON MARMOSUDJONO, SH

Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cyber-
cyber- space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor Pengacara-
Pengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; rgs@cbn.net.id ; pengacara_rgs@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai