Anda di halaman 1dari 7

BAB II INFEKSI VIRUS DENGUE 2.

1 DEFINISI Dengue merupakan penyakit yang


disebabkan oleh Virus Dengue yang ditransmisikan oleh nyamuk sebagai vektornya dengan
karekteristik penyakit diantaranya seperti demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, adanya
rash atau petechiae. Beberapa infeksi dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD)
yang secara cepat dapat menyebabkan penderita jatuh ke dalam syok, yang disebut
sebagai dengue shock syndrome ( DSS ). (7) 2.2 EPIDEMIOLOGI Istilah haemorrhagic
fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun 1953. Pada tahun
1958 meletus penyakit serupa di Bangkok. Setelah tahun 1958 penyakit ini dilaporkan
berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara lain di Asia Tenggara. Di Indonesia
DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virulogis baru
diperoleh tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian
DBD dilaporkan berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Morbiditas
dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa
faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus
dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan
tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian lebih banyak ditemukan
pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah
negara distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak dari golongan anak
berumur <> 2.3 ETIOLOGI Virus Dengue termasuk grup B arthropord borne virus
(Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang
mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe
virus ini mempunyai hubungan yang erat secara antigenik. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di di daerah
endemis dapat terinfeksi 3 bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Di Indonesia serotipe DEN3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. (2,7)
Virus Dengue yang matur terdiri dari single stranded RNA genom (ssRNA) yang
mempunyai polaritas positif. Genom ini dikelilingi oleh nukleocapsid icosahedral denagn
diameter 30 nm. Nucleocapsid ini ditutupi oleh suatu lipid envelope yang tebalnya 10 nm.
Genom virus mengandung 3 protein struktural dan 7 protein non struktural. Protein
struktural termasuk kapsul protein yang kaya arginine dan lisin serta protein prM
nonglycosylated. Sedangkan protein non struktural dikenal sebagai NS1-7 yang mempunyai
fungsi yang berbeda diantaranya : NS1 merupakan suatu glikoprotein dapat dideteksi dari
pasien dengan titer tinggi terhadap infeksi dengue sekunder, fungsinya belum diketahui.
NS2 terdiri dari 2 protein (NS2A dan NS2B) yang berhubungan dengan proses poliprotein
NS3 merupakan proteinase virus NS4 merupakan kode untuk dua protein hidrofobik yang
sepertinya terlibat dalam pembentukan kompleks replikasi dari rantai RNA NS5 merupakan
kode untuk protein dengan berta molekul 105.000 dan merupakan protein pelindung dari
Flavivirus. NS6 dan NS7 belum diketahui fungsinya. (7) 2.4 VEKTOR PENULAR Host
natural dari Virus Dengue adalah manusia, primata dan nyamuk. Vektor arthropoda
merupakan anggota dari genus Aedes yang hidup baik di daerah perkotaan maupun daerah
pedesaan. Spesies predominan yang berperan dalam transmisi penyakit adalah Aedes

aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk betina menggigit sepanjang hari dimana aktivitas
puncaknya pada pagi dan siang hari. (6,7) Mereka yang berisiko terkena demam berdarah
adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan
lembab serta daerah pinggiran yang kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis
dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim
serta prilaku manusia. (6) Di Indonesia nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di seluruh
pelosok tanah air, baik kota maupun desa kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih dari
1000 meter di atas permukaan laut. Perkembangan hidup nyamuk ini memerlukan waktu
sekitar 10-12 hari dari telur hingga dewasa. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan
menghisap darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak
menghisap darah tapi hidup dari sari tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk betina berkisar
antar 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban
udara disekelilingnya. Kemampuan terbangnya berkisar antara 40-100 meter dari tempat
berkembang biaknya. Tempat yang disukai adalah benda-benda tergantung yang ada di
dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan pakaian di kamar yang gelap dan lembab. Di
dalam tubuh nyamuk Virus Dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan
menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus ini berada di dalam
kelenjar liur nyamuk tersebut. Ketika nyamuk ini menggigit manusia maka Virus Dengue
dikeluarkan bersama air liur nyamuk. (1) Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypty dewasa (9)
Gambar 2.2 Telur Nyamuk (9) Gambar 2.3 Larva Nyamuk (9) 2.5 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari infeksi Virus Dengue bervariasi mulai dari yang asimptomatis, demam
ringan flu like syndrome (demam dengue) sampai yang berat seperti dengue shock
syndrome. Bervariasinya gejala klinis yang timbul masih belum dipahami dan sepertinya
berhubungan dengan umur, jenis kelamin serta status imunologi dan nutrisi dari pasien
sendiri. Selain itu faktor risiko yang berpengaruh pada berat-ringannya gejala yang
ditimbulkan adalah jenis serotipe dari virus yang menginfeksi. (7,8) DEMAM DENGUE
Masa inkubasi dari demam dengue setelah gigitan nyamuk bervariasi antara 3 sampai 14
hari, rata-rata 4 sampai 7 hari. (7,8) Demam biasanya timbul mendadak, disertai gejalagejala yang tidak spesifik seperti sakit kepala frontal, sakit didaerah retroorbital, myalgia
dan atralgia, nausea dan vomiting, serta adanya bercak-bercak pada kulit. Bercak-bercak
ini dapat berupa makular atau makulopapular yang diskret. (7,8) Bercak atau ruam ini
timbul 6-12 jam sebelum suhu naik untuk pertama kali, yaitu pada hari sakit ke3-5
berlangsung 3-4 hari. Ruam ini terdapat pada dada, abdomen serta menyebar ke anggota
gerak dan muka. Pada 67-77% kasus terdapat pembesaran kelenjar limfe servikal,
beberapa sarjana menyebutnya sebagai Castelanis sign, sangat patognomonik dan
merupakan patokan yang berguna untuk membuat diagnosis banding. (2) Demam pada
beberapa kasus dapat mencapai 39 0C atau lebih tinggi. Demam ini bertahan selama 5
sampai 6 hari. (7) Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang
menyerupai pelana kuda atau bersifat bifasik, tetapi pada beberapa penelitian selanjutnya
bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga dianggap tidak
patognomonik. Selanjutnya demam ini akan menghilang secara lisis disertai keluarnya
banyak keringat. (2) Manifestasi perdarahan pada demam dengue jarang terjadi, bisa

bersifat ringan sampai berat. Perdarahan kulit seperti petechiae dan purpura merupakan
manifestasi perdarahan yang paling sering terjadi. Selain itu dapat terjadi juga epistaksis,
menorrhagia dan perdarahan gastrointestinal. (8) Kelainan darah tepi pada demam dengue
ialah leukopenia selama periode prademam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia,
disusul oleh neutropenia relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada
masa konvalesen. (2) Trombositopenia dapat terjadi pada demam dengue, 34% pasien
yang didiagnosa demam dengue, jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. (8) Umumnya
demam dengue dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan jarang berakibat fatal. Fase akut
dapat terjadi 3-7 hari tetapi fase konvalesens mungkin dapat lebih lama, beberapa minggu,
terutama pasien dewasa. Tidak ada sekuele permanen yang berhubungan dengan infeksi
ini. (8) Infeksi Virus Dengue Asimtomatik Simtomatik Demam yang tidak DD DBD diketahui
penyebabnya terdapat perembesan (sindrom peny. Virus) plasma Perdarahan (-)
Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+) tidak lazim (DSS) DD DBD Bagan 1. Spektrum Klinis
Infeksi Virus Dengue (2) DEMAM BERDARAH DENGUE Demam berdarah dengue ditandai
dengan 4 manifestasi klinis, yaitu : Demam tinggi, perdarahan terutama perdarahan kulit,
hepatomegali, kegagalan sirkulasi. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat
penyakit dan membedakan demam berdarah dengue dari demam dengue adalah
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. (1,2,10) Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji
torniquet positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petechiae
halus yang tersebar di anggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini
demam. Perdarahan dapat terjadi di setiap organ. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang
dijumpai, sedangkan perdarahan saluran cerna yang hebat lebih jarang lagi dan biasanya
timbul setelah renjatan yang tidak teratasi. Perdarahan subkonjungtiva kadang-kadang
ditemukan. (2) WHO (1997) memberikan pedoman untuk menegakkan diagnosis demam
berdarah dengue secara dini, yaitu : Klinis : Demam tinggi mendadak dan terus-menerus
selama 2 sampai 7 hari Manifestasi perdarahan termasuk sekurangnya uji torniquet positif
dan salah satu bentuk perdarahan lain ( petechiae, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi ) hematemesis dan atau melena Pembesaran hati (hepatomegali) Syok
yang ditandai nadi kecil dan cepat, tekanan nadi menurun <> Laboratorium : Adanya
trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari
peningkatan hematokrit 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelum sakit
atau pada fase konvalesens. Ditemukannya 2 atau 3 dari gejala klinis di atas disertai
trombositopenia dan hemokonsentrasi cukup untuk membuat diagnosis klinis demam
berdarah dengue.(1,2) Sedangkan untuk menentukan berat-ringannya derajat penyakit
demam berdarah dengue, WHO membaginya dalam 4 derajat : Derajat I : demam disertai
gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif.
Derajat II : derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. Derajat III :
ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (<=
20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan pasien gelisah. Derajat IV : syok
berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur. 2.6 PEMERIKSAAN
LABORATORIUM 1. Isolasi virus Ada beberapa cara isolasi yang dikembangkan, yaitu : -

inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari - inokulasi pada biakn jaringan
mamalia dan nyamuk - inokulasi pada nyamuk dewasa secara intraserebral pada larva 2.
Pemeriksaan serologis dikenal 5 jenis uji serologik adanya infeksi virus dengue, yaitu : - HI
test (Tes Hemaglutinasi Inhibisi), merupakan uji serologis yang paling sering dipakai. - Uji
komplemen fiksasi - Uji neutralisasi - IgM dan IgG Elisa Pada dasarnya hasil uji serologis
dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesens terhadap fase akut (naik 4x
lipat atau lebih). (2) BAB III DENGUE SHOCK SYNDROME Dengue shock syndrome
(DSS) merupakan demam berdarah dengue yang ditandai dengan kegagalan sirkulasi
termasuk tekanan nadi yang rendah (<=20 mmHg) dan tanda-tanda syok lainnya. (7)
Demam berdarah dengue yang disertai syok ini dapat terjadi tiba-tiba, biasanya setelah
demam turun, yaitu antara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Syok yang terjadi pada saat demam
mempunyai prognosis yang buruk. (2) Syok ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah
sampai tidak teraba, tekanan nadi yang menurun, kulit dingin dan lembab. (1) Pasien
seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri perut hebat seringkali
mendahului perdarahan gastrointestinal. (2) Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit <>3 ditemukan diantara hari sakit
ke-3 sampai ke-7. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran
plasma, terjadi juga pada kasus derajat ringan walaupun tidak sehebat dalam keadaan
syok. Hasil laboratorium yang lain biasanya ditemukan hipoproteinemia, hiponatremi, kadar
transminase serum dan urea nitrogen darah meningkat (2). Pada perjalanan penyakit DBD,
sejak demam hari ke-3 terlihat peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai hari
ke-8. Limfosit ini disebut sebagai limfosit plasma biru (LPB). Pemeriksaan LPB secara seri
dari preparat hapus tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai
puncaknya pada hari ke-6 demam. LPB merupakan campuran antara limfosit-B dan
limfosit-T (1) . 3.1 PATOGENESIS Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi
tubuh memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang
dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda. Hal ini merupakan dasar teori yang disebut
the secondary heterologous infection atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus
yang berulang atau re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi,
sehingga menimbulkan kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) dengan
konsentrasi tinggi (4). Gambar 3.1 Kompleks Antigen Antibodi (9) Terdapatnya kompleks
virus-antibodi di dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut : Kompleks virusantibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a
dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
meyebabkan plasma keluar melalui dinding tersebut (plasma leakege), suatu keadaan yang
berperan pada terjadinya syok. Telah terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a
menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89% (4). Meningginya nilai hematokrit pada
kasus syok diduga akibat kebocoran plasma melaui kapiler yang rusak ke daerah
ekstravaskular seperti rongga pleura, peritonium atau perikardium (2). Timbulnya agregasi
trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang
mengalami kerusakan metamorfosis ini akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial

dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan terjadinya agregasi,
trombosit akan melepaskan amin vasoaktif yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler
dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskular (4) Terjadinya
aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskular
yang luas (DIC). Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang
berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan pengahancuran fibrin menjadi fibrin
degradation product. Di samping itu aktivasi ini juga merangsang sistem kinin yang
berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding kapiler (4). Secondary
Heterologous Dengue Infectum Replikasi Virus Respon Anamnestik Antibody Kompleks
Antibody-Virus Agregasi Platelet Aktivasi Pembekuan Aktivasi Komplemen Ggn Fungsi
Plaletet RES menghancurkan Faktor III platelet dilepaskan Faktor Hagemen diaktifkan
Anafilatoksin Trobositopenia Consumptive Cougulopathy Sistem Kinin Permeabilitus
Vaskulor Faktor Pembekuan Kinin FDP Pendarahan Eksesif Shock Bagan 2. Potogenesis
Perdarahan Renjatan pada DHF 3.2 PENATALAKSANAAN Syok merupakan keadaan
kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan utama, yang berguna untuk memperbaiki
kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat sekali mengalami syok dan sembuh segera
dalam 48 jam setelah diobati. (3) Penggantian Volume Plasma Segera Seperti diketahui
cairan tubuh dibagi menjadi 3 kompartemen utama yaitu, 2/3 bagian cairan intraselular, 1/3
bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular ini dibagi lagi menjadi cairan
intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%). (10) Cairan resusitasi yang diberikan adalah
cairan kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid isotonik efektif mengisi ruang interstitial,
mudah disediakan, tidak mahal dan tidak meninbulkan reaksi alergi. Namun hanya
seperempat bagian bolus yang tetap berada di dalam intravaskular, sehingga diperlukan
lebih banyak volume dan berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru. Contoh larutan ini
adalah ringer laktat, ringer asetat dan NaCl 0,9%. Cairan koloid berada lebih lama di ruang
intravaskular, mampu mempertahankan tekanan onkotik, namun lebih mahal, dapat
menyebabkan reaksi sensitivitas dan komplikasi lain. Contoh cairan koloid adalah albumin,
dextran dan gelatin. (1) Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20
ml/kgbb, tetesan secepatnya. Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan
dinaikkan lagi menjadi 20 ml/kgbb disamping pemberian koloid 10-20 ml/kgbb/jam, tidak
melebihi 30 ml/kgbb/jam. Apabila setelah pemberian kedua cairan tresebut syok belum
teratasi sedangkan kadar Ht menurun didiga terjadi perdarahan maka dianjurkan pemberian
transfusi darah segar. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap
sesuai keadaan klinis dan kadar Ht. (3) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau
Penggantian Volume Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik
dan kadar Ht turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan
kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.
Cairan intravena dapat dihentikan apabila Ht telah turun, jumlah urin 1 ml/kgbb/jam atau
lebih merupakan keadaan sirkulasi membaik. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DSS, maka pemeriksaan
analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa. Pemberian Oksigen Terapi
oksigen harus selalu diberika pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen

dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak sering menjadi gelisah
apabila dipasang masker oksigen. Transfusi Darah Pemeriksaan golongan darah dan
cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pad asyok yang
berkepanjangan (prolonged shock). Transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi
perdarahan yang nyata. Penurunan ematokrit tanpa parbaikan klinis walaupun telah
diberikan cairan yang mencukupi merupakan tanda perdarahan. Pemberian darah segar
adalah untuk meningkat konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspensi
trombosit berguna untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan masif.
Pemeriksaan hematologi seperti PT, PTT dan FDP berguna untuk mementukan beratringannya DIC. Pemantauan Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan
dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan
pada pemantauan adalah : Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat
setiap 15-30 menit atau lebih sering sampai syok teratasi. Kadar hematokrit harus diperiksa
tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil. Setiap pasien harus mempunyai formulir
pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan, untuk mementukan apakah cairan
sudah mencukupi. Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam). Rawat
di PICU Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi
perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan suportif. (3) 3.3 KRITERIA
MEMULANGKAN PASIEN Pasien dapat pulang apabila : Tidak demam selama 24 jam
tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Tampak perbaikan klinis Hematokrit stabil Tiga
hari setelah syok teratasi Jumlah trombosit >50.000/mm3 Tidak dijumpai distress
pernafasan (3) BAB IV KESIMPULAN Demam berdarah dengue adalah demam berdarah
yang disebabkan oleh Virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk betina Aedes aegypti.
Manifestasi klinis dari penyakit ini mulai dari asipmtomatis sampai demam berdarah dengue
yang disertai syok atau yang disebut sebagai dengue shock syndrome (DSS). Infeksi primer
oleh Virus Dengue mungkin memberi gejala demam dengue, apabila terjadi re-infeksi oleh
Virus Dengue dengan serotipe yang berbeda maka reaksi yang terjadi sangat berbeda.
Teori patogenesis demam berdarah dengue yang banyak dianut saat ini adalah secondary
heterologous infection. Menurut teori ini re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi
anamnestik antibodi. Patofisiologi utama yang membedakan demam dengue dengan DBD
adalah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma,
serta diatesis hemoragik. Dasar penatalaksanaan DSS yang utama adalah penggantian
volume plasma secepat mungkin untuk memperbaiki kehilangan volume plasma. Dengan
memahami patogenesis DBD yang baik dan adanya keterampilan yang baik untuk
menegakkan diagnosis secara dini dan pengambilan keputusan yang tepat, akan
menentukan keberhasilan pengobatan DBD. DAFTAR PUSTAKA Sri Rezeki H.H., Hindra
Irawan. 2000. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 16-17,
30-31, 55-62, 73-79, 136-140. Sumarno S., Herry G., Sri Rezeki H.H. 2002. Buku Ajar
Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropik. Edisi I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Halaman 176-208. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI. 2002. Updates in Pediatrics
Emergences. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 95-108. Sarwono W., A.Muin R., LA
Lesmana. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi III. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI. Halaman 417-420. Behrman R., Kliegman R., Jenson HB. 2000. Nelson Text Book of
Pediatrics Jilid 1. 16th Edition. USA : Saunders Company. Page 1005-1007.
http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm
http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htm
http://www.emr.asm.org/cgi/content/full/11/3/480 http://health.allrefer.com/health/denguehemorrhagic-fever-info.html http://w3.whosea.org/linkfiles/dengue-bulletin-volume-25chg.pdf BUKAN BUATAN SENDIRI, HANYA ARSIP DARI SENIOR
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ

Anda mungkin juga menyukai