Anda di halaman 1dari 6

C.

FECES LENGKAP
1. Makroskopis
a. Warna
Warna tinja yang dibiarkan pada udara menjadi lebih tua karena
terbentuknya lebih banyak urobilin dari urobilinogen yang diekskresikan lewat
usus. Urobilinogen tidak berwarna, sedangkan urobilin berwarna coklat tua.
Selain urobilin yang normal ada, warna tinja dipengaruh oleh jenis makanan,
oleh kelainan dalam saluran usus, dan oleh obat-obat yang diberikan.
Warna kuning bertalian dengan susu, jagung, obat santonin atau bilirubin
yang belum berubah. Hijau biasanya disebabkan oleh makanan yang banyak
mengandung sayur-mayur, jarang oleh biliverdin yang belum berubah. Warna
abu-abu mungkin disebabkan oleh karena tidak ada urobilin dalam saluran
makanan dan hal itu didapat pada ikterus obstruktif (tinja acholik) dan juga
setelah dipakai garam barium pada pemeriksaan radiologik. Warna abu-abu
itupun mungkin terjadi kalau makanan mengandung banyak lemak yang tidak
dicernakan karena defisiensi enzim pankreas. Merah muda biasanya oleh
perdarahan yang segar di bagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit.
Warna coklat dikaitkan dengan perdarahan proksimal atau dengan makanan
coklat, kopi, dsb. Warna hitam oleh carbo medicinalis, oleh obat-obatan yang
mengandung besi dan mungkin juga oleh melena.
b. Baunya
Bau normal tinja disebabkan oleh indol, skatol, dan asam butirat. Bau itu
menjadi bau busuk jika dalam usus terjadi pembusukan isinya, yaitu protein
yang tidak dicernakan dan dirombak oleh kuman-kuman. Reaksi tinja menjadi
lindi oleh pembusukan semacam itu. Ada kemungkinan juga tinja berbau asam
yang disebabkan oleh peragian (fermentasi) zat-zat gula yang tidak dicerna
karena umpamanya diare. Reaksi tinja dalam hal itu menjadi asam. Bau tengik
dalam tinja disebabkan oleh perombakan zat lemak dengan pelepasan asamasam lemak.
c. Konsistensi
Tinja normal agak lunak dengan mempunyai bentuk. Pada diare
konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya pada
konstipasi didapat tinja keras. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan
tinja yang lunak dan bercampur gas (CO2)
d. Lendir
Adanya lendir berarti rangsangan atau radang dinding usus. Kalau lendir
itu hanya didapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin usus besar.
30

Kalau bercampur-baur dengan tinja mungkin sekali usus kecil. Pada dysentri,
intususepsi, dan ileocolitis mungkin didapat lendir saja tanpa tinja. Kalau lendir
berisi banyak leukosit terjadi nanah.
e. Darah
Perhatikan apa darah itu segar (merah muda), coklat, atau hitam dan
apakah bercampur-baur atau hanya di bagian luar tinja saja. Makin proximal
terjadinya perdarahan, makin bercampurlah darah dengan tinja dan makin
hitamlah warnanya. Jumlah darah yang besar mungkin disebabkan oleh ulkus,
varises dalam esofagus, karsinoma, atau hemorrhoid.
f. Parasit
Cacing scaris, ancylostoma, dan lainnya mungkin terlihat
2. Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis berguna dalam mencari protozoa dan telur cacing.
Untuk mencari protozoa sering dipakai larutan eosin 1-2% sebagai bahan pengencer
tinja atau juga larutan Lugol 1-2%. Selain itu larutan asam asetat 10% dipakai untuk
melihat leukosit lebih jelas, sedangkan untuk melihat unsur-unsur lain larutan garam
0,9% yang sebaiknya dipakai untuk pemeriksaan rutin.
Sediaan hendaknya tipis, agar unsur-unsur jelas terlihat dan dapat dikenal,
walaupun begitu selalu akan dijumpai unsur-unsur yang telah rusak sehingga
identifikasi tidak mungkin lagi.
a. Sel epitel
Beberapa sel, yaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal dapat
ditemukan dalam keadaan normal. Kalau sel epitel berasal dari bagian yang
lebih proksimal, sel-sel itu sebagian atau seluruhnya rusak. Jumlah sel epitel
bertambah banyak kalau ada peradangan dinding usus.
b. Makrofag
Sel-sel besar berinti satu memiliki daya fagositosis dalam plasmanya
sering dilihat sel-sel lain ( leukosit, eritrosit), atau benda-benda lain. Dalam
preparat natif sel-sel itu menyerupai amoeba, perbadaannya adalah sel ini tidak
dapat bergerak.
c. Leukosit
Lebih jelas terlihat kalau tinja dicampur dengan beberapa tetes larutan
asam asetat 10%. Kalau hanya dilihat beberapa dalam seluruh sediaan, tidak ada
artinya. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa, dan peradangan lain-lain,
jumlahnya menjadi besar.
d. Eritrosit
31

Hanya dilihat kalau lesi mempunyai lokalisasi dalam colon, rektum, atau
anus. Pendapat ini selalu abnormal.
e. Kristal-kristal
Pada umumnya tidak banyak artinya, dalam tinja normal mungkin
terlihat kristal-kristal multifosfat, kalsiumoksalat, dan asam lemak. Sebagai
kelainan mungkin dijumpai kristal Charcot-Leyden dan kristal hematoidin.
f. Sisa makanan
Hampir dapat selalu ditemukan juga. Bukanlah adanya, melainkan
jumlahnya yang dalam keadaan tertentu dikaitkan dengan sesuatu hal yang
abnormal. Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan
sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serat, otot, serat elastik, dan
lai-lain.
Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan
Lugol: pati (amylum) yang tidak sempurna dicerna nampak seperti butir-butir
biru atau merah. Larutan jenuh Sudan III atau Sudan IV dalam alkohol 70%
juga dipakai: lemak netral menjadi tetes-tetes merah atau jingga.
g. Sel ragi
Khusus Blastocystis hominis tidak jarang didapat. Pentingnya mengenal
strukturnya ialah supaya jangan dianggap kista amoeba.
h. Telur dan jentik cacing
Ascaris lumbrocoides, Necator americanus, Eritrobius vermicularis,
Trichiurus trichiura, Strongyloides stercoralis, dan lainnya. Termasuk genus
cestodas dan trematodas mungkin didapat.
Pemeriksaannya ada 2, yakni kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif
dilakukan dengan metode Natif, metode Apung, dan metode Harada-Mori.
Sedangkan pemeriksaan kuantitatif dilakukan dengan metode Kato.
1.) Kualitatif
a) Metode Natif
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan
baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi ringan sulit ditemukan
telur cacing. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl 0,9%
atau eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur cacing
dengan kotoran disekitarnya.
Metode apung: metode ini menggunakan larutan NaCl jenuh
atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas berat
jenis telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode
32

ini digunakan untuk pemeriksaan feces yang mengandung sedikit telur.


Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan,
sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan
partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini
hanya berhasil untuk telur Nematoda, Schistostoma, dibotriosephalus,
telur-telur

yang

berpori-pori

dari

famili

Taenidae,

telur-telur

Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.


b) Metode Harada-Mori
metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi
larva

cacing

Ancylostoma

duodenale,

Necator

americanus,

Strongyloides stercolaris, dan Trichostrongilus yang didapatkan dari


feces yang diperiksa. Teknik ini memungkinkan telur cacing dapat
berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama
kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air
yang terdapat pada ujung kantong plastik.
2.) Metode Kuantitatif Kato
Tehnik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear technique)
atau disebut tehnik Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan
sepotong cellahane tape. Tehnik ini lebih banyak telur cacing dapat
diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Tehnik ini dianjurkan untuk
pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi
telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosis.
3. Darah Samar
Tes terhadap darah samar penting sekali untuk mengetahui adanya
perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopis atau mikroskopis.
a. Cara Benzidine Basa:
1. Buatlah emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kira-kira 10 ml
dan panasilah hingga mendidih.
2. Saringlah emulsi yang masih panas itu dan biarkan filtrat sampai menjadi
dingin kembali.
3. Ke dalam tabung reaksi lain dimasukkan benzidine basa sebanyak sepucuk
pisau.

33

4. Tambahkan 3 ml asam asetat glasial, kocoklah sampai benzidine itu larut


dengan meninggalkan beberapa kristal.
5. Bubilah 2 ml filtrat emulsi tinja, campur.
6. Berilah 1 ml larutan hidrogen peroksida 3%, campur.
7. Hasil dibaca dalam waktu 5 menit (jangan lebih lama).
Hasil dinilai dengan cara:
Negatif (-)

: tidak ada perubahan warna atau warna yang samar-samar


hijau

Positif (+)

: hijau

Positif 2 (++)

: biru bercampur hijau

Positif 3 (+++) : biru


Positif 4 (++++) : biru tua
Pasien yang tinjanya akan diperiksa terhadap darah samar janganlah
dikenakan hukuman, seperti peraturan tidak boleh menyikat gigi selama beberapa
hari sebelum pemeriksaan, biasanya juga tidak perlu untuk melarang makanan
daging. Pengalaman bahwa tinja seorang normal biasanya bereaksi negatif dengan
tes ini agaknya mengusangkan peraturan itu, apalagi tes ini hendaknya jangan hanya
dilakukan sekali saja untuk mendapat hasil yang bermakna.
b. Cara Benzidine Dihidrochlorida
Jika hendak memakai benzidin dihidrochlorida sebagai pengganti
benzidine basah dengan maksud supaya tes menjadi kurang peka dan kurang
menghasilkan yang positif palsu, maka caranya sama juga seperti diterangkan di
atas.
c. Cara dengan guajac
1. Buatlah emulsi tinja sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi dan tambahkan 1
ml asam asetat glasial, campur.
2. Dalam tabung reaksi lain dimasukkan sepucuk pisau serbuk guajac dan 2 ml
alkohol 95%, campur.
3. Tuangkan dengan hati-hati isi tabung kedua ke dalam tabung yang berisi
emulsi tinja sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah.
4. Hasil positif kelihatan dari warna biru yang terjadi pada batas kedua lapisan
itu. Derajat kepositifan dinilai dari warna itu.
4. Urobilin
Cara kerja:
34

1. Taruhlah beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan campurlah dengan
larutan mercurichlorida 10% yang folumenya kira-kira sama banyak dengan
tinja itu.
2. Campurlah baik-baik dengan memakai alunya.
3. Tuangkan bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah menguap dan
biarkan selama 6-24 jam.
4. Adanya urobilin nyata oleh timbul warna merah.
Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Hasil tes ini yang merah berarti
positif. Jumlah urobilin berkurang pada ikterus obstriktif. Jika obstruksi itu total,
maka hasil tes menjadi negatif.
Tes terhadap urobilin ini sangat inferior jika dibandingkan dengan penetapan
kuantitatif urobilinogen dalam tinja. Penetapan kuantitatif itu dapat menjelaskan
dengan angka mutlak jumlah urobilinogen yang diekskresikan per 24 jam sehingga
bermakna dalam keadaan seperti anemia hemolitik, ikterus obstruktif, dan ikterus
hepatoseluler.

35

Anda mungkin juga menyukai