Bab 1-4
Bab 1-4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
mencapai Indonesia Sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam
lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, mempunyai akses
terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya (Dinkes, 2009).
Sehat merupakan hak setiap individu agar dapat melakukan segala aktivitas
hidup sehari-hari. Untuk bisa hidup sehat, kita harus mempunyai Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan
sekumpulan perilaku yang dipraktikan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri
di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya
(DepKes, 2006).
Pembangunan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah tercapainya
bangsa yang maju dan mandiri, sejahtera lahir dan batin. Salah satu ciri bangsa yang
maju adalah mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, karena derajat kesehatan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.
Hanya dengan sumber daya yang sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya
saing bangsa (DepKes, 2005).
Visi pembangunan kesehatan saat ini adalah Indonesia sehat 2015 untuk
mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan. Visi ini dituangkan kedalam
empat misi salah satunya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani (Depkes RI,
anggota keluarga yang lain (Dermawan dan Setiawan, 2008). Orangtua juga memiliki
fungsi afektif untuk memberikan pengetahuan dasar kepada anggota keluarga yang
lain (Friedman, 1998). Agar dapat memberikan pengetahuan dasar tentang perilaku
hidup bersih dan sehat kepada anak atau anggota keluarga lainnya diperlukan
pengetahuan yang memadai dari orangtua.
Pengetahuan merupakan hasil proses pembelajaran dengan melibatkan indra
penglihatan,pendengaran,penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan
penguatan terhadap individu dalam setiap pengambilan keputusan dan dalam
berperilaku. (Dermawan dan Setiawan, 2008). Pengetahuan juga merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (over behavior), karena
dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmojo,
2007).
Penerapan PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak seiring munculnya
berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (6 12 tahun) seperti
kecacingan, diare, sakit gigi, sakit kulit, gizi buruk dan lain sebagainya yang ternyata
umumnya berkaitan dengan PHBS. PHBS di sekolah merupakan sekumpulan
perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan
sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri
mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat. Penerapan PHBS ini dapat dilakukan melalui
pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dengan menitikberatkan kepada upaya
sanitasi atau pengawasan berbagai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
derajat kesehatan manusia (Azwar, 1999).
Kesehatan lingkungan adalah usaha pengendalian semua faktor yang ada pada
lingkungan fisik manusia yang diperkirakan akan menimbulkan hal-hal yang
merugikan perkembangan fisiknya, kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya,
oleh karena itu diperlukan sanitasi lingkungan yang merupakan suatu usaha untuk
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup yang dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung yang dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku
kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan
sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan
(Notoatmodjo, 2007).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatankegiatan kesehatan di
masyarakat (Depkes RI, 2007).
Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapih dengan segala
aktifitasnya direncanakan dengan sengaja disusun yang disebut kurikulum. Sekolah
adalah tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar secara formal, dimana
terjadi transformasi ilmu pengetahuan dari para guru atau pengajar kepada anak
didiknya. Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya
besar sekali pada jiwa anak, maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan,
sekolah juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi
anak (Adznan, 2013).
PHBS di sekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan
masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktekkan PHBS,
dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Sekolah adalah lembaga dengan
organisasi yang tersusun rapih dengan segala aktifitasnya direncanakan dengan
sengaja disusun yang disebut kurikulum (Adznan, 2013).
PHBS merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk
menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun pada
keluarga, artinya harus ada komunikasi antara kader dengan keluarga/masyarakat
untuk memberikan informasi dan melakukan pendidikan kesehatan (Depkes RI,
2007)
2.2. Tujuan PHBS
PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan,
keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi,
memberikan informasi dan edukasi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku melalui pendekatan advokasi, bina suasana (social support), dan gerakan
masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam
rangka menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Aplikasi
paradigma hidup sehat dapat dilihat dalam program Perilaku Hidup Bersih Sehat
(Depkes RI, 2008).
Kebijakan pembangunan kesehatan ditekankan pada upaya promotif dan
preventif agar orang yang sehat menjadi lebih sehat dan produktif. Pola hidup sehat
merupakan perwujudan paradigma sehat yang berkaitan dengan perilaku perorangan,
keluarga, kelompok, dan masyarakat yang berorientasi sehat dapat meningkatkan,
memelihara, dan melindungi kualitas kesehatan baik fisik, mental, spiritual maupun
sosial (Ningrum, 2012).
Perilaku hidup sehat meliputi perilaku proaktif untuk:
a.
Memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan cara olah raga teratur dan hidup
sehat
b.
c.
d.
terhadap
pemecahan
masalah
dengan
1
0
penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, typus, cacingan, penyakit kulit,
hepatitis A, ISPA, flu burung, dan lain sebagainya. WHO
(World Health
Organization) menyarankan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun karena dapat
meluruhkan semua kotoran yang mengandung kuman. Cuci tangan ini dilakukan pada
saat sebelum makan, setelah beraktivitas diluar sekolah, setelah menyentuh hewan,
dan sehabis dari toilet. Usaha pencegahan dan penanggulangan ini disosialisasikan di
lingkungan sekolah untuk melatih hidup sehat sejak usia dini. Anak sekolah menjadi
sasaran yang sangat penting karena diharapkan dapat menyampaikan informasi
kesehatan pada keluarga dan masyarakat. (World Health Organization, 2009).
2.6.2
pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa
tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak
1
1
selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam
pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. (Judarwanto, 2010)
Di sekolah siswa dan guru membeli atau konsumsi makanan/jajanan yang
bersih dan tertutup di warung sekolah sehat, hal ini dilakukan untuk mencegah agar
anak tidak sembarang jajan. Makanan yang sehat mengandung karbohidrat, protein,
lemak, mineral dan vitamin. Makanan yang seimbang akan menjamin tubuh menjadi
sehat. Makanan yang ada di kantin sekolah harus makanan yang bersih, tidak
mengandung bahan berbahaya, serta penggunaan air matang untuk kebutuhan minum
(Judarwanto, 2005; Adznan, 2013)
2.6.3
manusia dan tinja, membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga serta
binatang lainnya, mencegah bau yang tidak sedap dan konstruksi dudukannya dibuat
dengan baik, aman, dan mudah dibersihkan (STBM, 2009)
Jamban yang digunakan oleh siswa dan guru adalah jamban yang memenuhi
syarat kesehatan (leher angsa dengan septictank, cemplung tertutup) dan terjaga
kebersihannya. Jamba leher angsa (angsa latrine) adalah jamban leher lubang closet
berbentuk lengkung dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat
sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban
model ini adalah model yang terbaik yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.
Jamban yang sehat adalah yang tidak mencemari sumber air minum, tidak
berbau kotoran, tidak dijamah oleh hewan, tidak mencemari tanah disekitarnya,
mudah dibersihkan dan aman digunakan (Hamzah, 2014).
2.6.4
1
2
Anak-anak harus dibiasakan atif ketika di sekolah baik ketika sebelum masuk
sekolah, istirahat, maupun ketik mengikuti pelajaran di sekolah khususnya pelajaran
pendidikan jasmani. Orang tua harus sadar bahwa anak yang tidak mempunyai
tingkat kebugaran jasmani yang baik dimungkinkan akan mempengaruhi pretasi
belajar di sekolah (Adi, 2010).
Dalam rangka meningkatkan kesegaran jasmani, perlu dilakukan latihan fisik
yang benar dan teratur agar tubuh tetap sehat dan segar. Dengan melakukan olahraga
secara teratur akan dapat memberikan manfaat antara lain: meningkatkan kemampuan
jantung dan paru, memperkuat sendi dan otot, mengurangi lemak atau mengurangi
kelebihan berat badan, memperbaiki bentuk tubuh, mengurangi risiko terkena
penyakit jantung koroner, serta memperlancar peredaran darah (Adznan, 2010).
2.6.5 Memberantas Jentik Nyamuk
Kegiatan ini dilakukan dilakukan untuk memberantas penyakit yang
disebabkan oleh penularan nyamuk seperti penyakit demam berdarah. Memberantas
jentik nyamuk dilingkungan sekolah dilakukan dengan gerakan 3 M (menguras,
menutup, dan mengubur) tempat-tempat penampungan air (bak mandi, drum,
tempayan, ban bekas, tempat air minum, dan lain-lain) minimal seminggu sekali.
Hasil yang didapat dari pemberantasan jentik nyamuk ini kemudian di sosialisasikan
kepada seluruh warga sekolah (Merdawati, 2010).
2.6.6 Tidak Merokok di Sekolah
Kebiasaan merokok sudah menjadi budaya pada bangsa Indonesia. Remaja,
dewasa, bahkan anak-anak sudah tidak asing lagi dengan benda mematikan tersebut.
Perilaku merokok yang dilakukan oleh remaja sering kita lihat di berbagai tempat,
misalnya di warung dekat sekolah, perjalanan menuju sekolah, halte bus, kendaraan
pribadi, angkutan umum, bahkan di lingkungan rumah. Riset WHO memperkirakan
bahwa orang yang mulai merokok pada usia remaja (70% perokok pada usia dini) dan
1
3
terus menerus merokok sampai 2 dekade atau lebih, akan meninggal 20-25 tahun
lebih awal dari orang yang tidak pernah menyentuh rokok (Fahrosi, 2013).
Indikator PHBS adalah siswa dan guru tidak ada yang merokok di lingkungan
sekolah. Timbulnya kebiasaan merokok diawali dari melihat orang sekitarnya
merokok. Di sekolah siswa dapat melakukan hal ini mencontoh dari teman, guru,
maupun masyarakat sekitar sekolah. Banyak anak-anak menganggap bahwa dengan
merokok akan menjadi lebih dewasa. Merokok di lingkungan sekolah sangat tidak
dianjurkan karena rokok mengandung banyak zat berbahaya yang dapat
membahayakan kesehatan anak sekolah (Adznan, 2013).
2.6.7 Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan
Siswa menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.
Kegiatan penimbangan berat badan di sekolah untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan anak serta status gizi anak sekolah. Hal ini dilakukan untuk deteksi
dini gizi buruk maupun gizi lebih pada anak usia sekolah (Adznan, 2013).
2.6.8 Membuang sampah pada tempatnya
Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi
atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan
sendirinya. Mendidik anak untuk selalu membuang sampah pada tempatnya akan
dapat menekan angka penyakit yang dapat muncul di lingkungan sekolah (Silalahi,
2010).
Sampah dibedakan menjadi:
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya.
a. Sampah anorganik misalnya : logam-logam, pecahan gelas, dan plastik
b. Sampah Organik misalnya : sisa makanan, sisa pembungkus dan
sebagainya
2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar
a. Mudah terbakar misalnya : kertas, plastik, kain, kayu
1
4
1
5
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
kerangka konsep dalam penelitian Gambaran Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada
Siswa siswi SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2015 dapat
digambarkan sebagai berikut:
5.
6.
7.
8.
tempatnya
Olahraga yang teratur
Tidak merokok
Memberantas jentik nyamuk
Menimbang berat badan dan
mengukur tinggi badan setiap
bulan
1
6
3.2
Definisi Oprasional
Sesuai dengan masalah, tujuan, dan model penelitian, maka yang menjadi
1
7
ALAT
UKUR
Kuesioner
CARA
HASIL
SKALA
UKUR
Wawancara
UKUR
Baik (>75%)
UKUR
Nominal
Bersih
Kurang
dan Sehat
(<75%)
(Machfoedz,
Perilaku Hidup
Kuesioner
Wawancara
2009)
Baik (>75%)
Bersih dan
Kurang
Sehat
(<75%)
(Machfoedz,
2009)
Nominal
1
8
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan desain
cross-sectional (potong lintang), yaitu dengan melakukan pengamatan sesaat untuk
mengetahui gambaran perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa-siswi SD Negeri
064026 Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2015.
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama 6 minggu (dari proposal sampai dengan hasil).
Penelitian dilakukan pada bulan Maret Mei 2015. Pengambilan data dilakukan saat
pelaksanaan salah satu sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan, yaitu di
SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan. Lokasi ini dipilih karena
merupakan penempatan kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) oleh Dinas
Kesehatan Kota Medan
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi kelas V dan VI di SD Negeri
064026 Kecamatan Medan Tuntungan tahun ajaran 2014/2015.
4.3.2 Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling dimana
seluruh populasi menjadi sampel penelitian.
1
9
2
0
2
1
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Pengetahuan
Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah dasar negeri di daerah kerja
puskesmas Tuntungan di kecamatan Medan Tuntungan. Penelitian dilaksanakan SD
Negeri 064026 kelurahan Tanjung Slamat, kecamatan Medan Tuntungan.
Frekuensi (N)
28
30
58
Persentase (%)
47,5
52,5
100
2
2
Persentase (%)
20
34.5
38
65.5
12
20.7
12.1
15.5
11
19.0
19
32.8
58
100.0
Mengetahui PHBS
Ya
Tidak
Sumber Pengetahuan PHBS
Sekolah
TV
Orang Tua
Puskesmas
Tidak Pernah
Total
2
3
Frekuensi (N)
Persentase (%)
39
67.2
19
32.8
13,8
50
86,2
6.9
10
17.2
44
75.9
2
4
Frekuensi (N)
Persentase (%)
51
87.9
12.1
12.1
14
24.1
37
63.8
6.9
13
22.4
41
70.7
58
100
2
5
Frekuensi (N)
Persentase (%)
49
84.5
15.5
15
25.9
43
74.1
13
22.4
41
70.7
6.9
16
27.6
42
72.4
6.9
34
58.6
20
34.5
Harian
Baik
Kurang
Tindakan Berkaitan dengan
Makanan Sehat
Membawa Bekal ke Sekolah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Frekuensi Jajan di Sekolah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Konsumsi sayur dan buah lebih
dari 3 kali dalam sehari
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
2
6
Total
58
100
Frekuensi (N)
Persentase (%)
55
94.8
5.2
2
7
Baik
Kurang
Tindakan Berkaitan dengan
28
48.3
30
51.7
35
60.3
23
39.7
37
63.8
15
25.9
10.3
1.7
14
24.1
43
74.1
17
29.3
37
63.8
6.9
58
100
Sampah
Membuang sampah ke tempat
sampah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Memisahkan sampah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Mengikuti piket sekolah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Mengambil sampah yang
tercecer di jalan
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Total
2
8
Frekuensi (N)
Persentase (%)
12
20.7
46
79.3
58
100.0
12
20.7
46
79.3
15
25.9
32
55.2
11
19.0
2
9
Total
58
100
Frekuensi (N)
Persentase (%)
46
79.3
12
20.7
43
74.1
15
25.9
58
100
3
0
Frekuensi (N)
Persentase (%)
10
48
17.2
82.8
32
55.2
26
44.8
48
10
0
82.8
17.2
0
58
100
Pada tabel 5.9 ditunjukkan bahwa jumlah responden yang mengetahui tentang
PSN yang baik adalah 10 responden (17.2%). Sedangkan 48 responden (82.8%)
3
1
Persentase (%)
82.8
17.2
45
77.6
13
22.4
0
58
0
100
3
2
Frekuensi (N)
Persentase (%)
5.2
55
94.8
58
100
3
3
Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
3
4
memadai. Faktor pendukung ada dua macam yaitu fasilitas fisik dan fasilitas umum.
Fasilitas fisik misalnya sarana kesehatan. Sedangkan fasilitas umum misalnya media
massa. Faktor penguat meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan yang
merupakan panutan untuk berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2003). Seperti hal nya
perilaku kesehatan tentang mencuci tangan responden pada penelitian ini dimana
didapati responden yang selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
sebanyak 50 murid (86,2%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SD
kelurahan Harjosari Medan dimana mayoritas responden mencuci tangan sebelum
dan sesudah makan yaitu sebanyak 91 murid (68,9%) dari 132 koresponden.
(Syahputri, Delly, 2011).
Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden selalu mencuci tangan
sesudah BAB dan BAK 44 murid (75,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian Mayasari
(2012) dimana murid selalu mencuci tangan sesudah BAB dan BAK yaitu sebanyak
335 murid (93,6%) dari total 385 responden. Jumlah responden yang selalu mencuci
tangan dengan sabun dan air mengalir yaitu sebanyak 49 murid (84,5%). Pada
penelitian Fewtrell l, Kaufman RB, et al (2005) disebutkan perilaku cuci tangan pakai
merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan dengan
intervensi kesehatan dengan cara lainnya dalam mengurangi resiko penularan
berbagai penyakit salah satunya diare. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan SD Negeri Podo 2 Pekalongan dimana didapati murid SD yang terbiasa
cuci tangan sebanyak 47 murid (66,7%) dan semuanya tidak mengalami kejadian
diare, sedangkan murid SD yang tidak terbiasa cuci tangan sebanyak 3 murid dengan
2 murid mengalami kejadian diare (Rosidi et al, 2010)
Dari tabel 5.4 Tingkat pengetahuan masyarakat tentang perilaku hidup bersih
dan sehat di kecamatan belawan sudah cukup baik. Meliputi kebersihan terhadap cuci
tangan bahkan pengetahuan tentang jamban. Tidak hanya pengetahuan terhadap
keluarga namun juga pengetahuan anak-anak akan perilaku hidup bersih dan sehat
sudah sangat baik. Terlihat bahwa keluarga sudah baik untuk memberikan edukasi
ataupun pengetahuan terhadap anggota keluarga lainnya. Hal ini terlihat pada hasil
3
5
penelitian tentang pengetahuan akan jamban sehat sudah baik sekali. Pada hasil
penelitian, dari jumlah responden 58 murid, responden yang mengetahui pengetahuan
akan jamban sehat (87,9%). Hal ini sejalan dengan penelitian Budiyono (2007)
tentang hubungan praktik penggunaan fasilitas sanitasi dan praktik personal hygiene
dengan kejadian diare di kelurahan bandarharjo kota semarang. Dari jumlah
responden 84, 52 responden (61,9%) memiliki pengetahuan baik tentang sanitasi
yang baik. 27 responden (32,1%) memiliki pengetahuan sedang dan 5 responden
(6.0%) memiliki pengetahuan yang kurang. Menurut Penelitian Jariston Habeahan :
Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Anak-anak Di
Yayasan Panti Asuhan Rapha-El,2010, dari 19 responden, 10 (52,6%) mengetahui
tentang jamban sehat dan 9 (47,4%) tidak mengetahui tentang jamban sehat.Menurut
penelitian Rudi,2012 pengetahuan tentang jamban sehat terhadap anak panti asuhan
harapan kita di kabupaten bone Sulawesi selatan yang menyatakan bahwa tingkat
pengetahuan anak anak akan jamban sehat sudah cukup baik. Dari jumlah 32
responden, 27 responden (84.4%) sudah mengetahui dengan baik tentang jamban
sehat dan sisanya 5 responden (15.6%) tidak mengetahui bagaimana jamban sehat.
Hal ini sudah sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak SD
sudah mengetahui dengan baik tentang jamban sehat.
Pada tindakan untuk BAB dan BAK di jamban, responden yang tidak pernah
sebanyak 7 (12,1%) yang kadang 14 responden (24,1%) dan yang selalu 37 (63,8%).
Untuk yang membersihkan jamban setelah menggunakan, yang tidak pernah dari
jumlah responden ada 4 (6,9%),kadang-kadang 13 (22,4%) dan yang selalu 41
(70,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian Jariston Habeahan : Pengetahuan, Sikap
Dan Tindakan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Anak-anak Di Yayasan Panti Asuhan
Rapha-El,2010 bahwa jumlah responden yang selalu menggunakan jamban untuk
BAB dan BAK adalah 17 responden (89,5%) dan yang tidak pernah adalah 2
responden (10,53%).Menurut penelitian Pane,2012 pada warga desa Sukamurni
Kecamatan Sukakarya, Kabupaten Bekasi pada Bulan April Mei 2008. Pada
penelitian ini 46,4% telah menggunakan jamban dan di desa Sukamurni ini sedikit
3
6
lebih
tinggi
bila
dibandingkan
dengan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
3
7
3
8
3
9
kangkung. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu, tingkat pendidikan
formal kepala keluarga, tingkat pendidikan formal ibu dan pengeluaran terhadap
kebiasaan mengkonsumsi sayuran pada anak (Nilawati,1998)
Pada Tabel
mayoritas
responden memiliki
pengetahuan tentang cara membuang sampah yaitu sebanyak 55 murid (94,8%). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SD kelurahan Harjosari Medan
dimana mayoritas responden memiliki pengetahuan tentang cara membuang sampah
yaitu sebanyak 68 murid (51,5 %) dari total 132 responden. (Syahputri, 2012).
Jumlah responden yang kurang memiliki pengetahuan tentang akibat yang disebabkan
oleh sampah sebanyak 28 murid (48,3%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
Syahputri (2012) yang menunjukkan bahwa 74 murid (56,1%) dari total 132
responden memiliki pengetahuan yang baik tentang akibat yang disebabkan oleh
sampah.
Menurut Sari S. (2006), ada keeratan hubungan antara pengetahuan dalam
upaya memperbaiki perilaku. Dengan demikian meningkatkan pengetahuan akan
memberi hasil yang cukup berarti untuk memperbaiki perilaku.Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah kadang-kadang ke
tempat sampah yaitu sebanyak 35 murid (60,3%). Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Habeahan (2009) yang menunjukkan bahwa 16 murid (84.2% ) dari
25 responden di Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar membuang sampah pada tempat
sampah yang sampah. Data dari penelitian yang dilakukan di SD RA Kartini juga
menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah pada tempatnya yaitu
sebanyak 87%. (Masita, 2010)
Jumlah responden yang memisahkan sampah dengan frekuensi tidak pernah
sebanyak 37 murid (63,8%). Ditemukan bahwa responden memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi tetapi dalam tindakan masih tergolong rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak selamanya seseorang dengan pengetahuan yang tinggi
dapat melakukan tindakan atau perilaku mengenai sesuatu dengan baik.
Kemungkinan masalah tersebut dikarenakan ada faktor-faktor lain yang berperan
4
0
sehingga perilaku siswa tidak sesuai dengan pengetahuan siswa tersebut, misalnya
ada atau tidaknya sarana dan prasarana.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43 murid (74,1%). selalu mengikuti
piket sekolah dan mayoritas responden kadang-kadang mengambil sampah yang
tercecer dijalan yaitu sebanyak 37 murid (63,8%).
Pada Tabel
mayoritas
responden memiliki
pengetahuan tentang cara membuang sampah yaitu sebanyak 55 murid (94,8%). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SD kelurahan Harjosari Medan
dimana mayoritas responden memiliki pengetahuan tentang cara membuang sampah
yaitu sebanyak 68 murid (51,5 %) dari total 132 responden. (Syahputri, 2012).
Jumlah responden yang kurang memiliki pengetahuan tentang akibat yang disebabkan
oleh sampah sebanyak 30 murid (51,7%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
Syahputri (2012) yang menunjukkan bahwa 74 murid (56,1%) dari total 132
responden memiliki pengetahuan yang baik tentang akibat yang disebabkan oleh
sampah.
Menurut Sari S. (2006), ada keeratan hubungan antara pengetahuan dalam
upaya memperbaiki perilaku. Dengan demikian meningkatkan pengetahuan akan
memberi hasil yang cukup berarti untuk memperbaiki perilaku.Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah kadang-kadang ke
tempat sampah yaitu sebanyak 35 murid (60,3%). Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Habeahan (2009) yang menunjukkan bahwa 16 murid (84.2% ) dari
25 responden di Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar membuang sampah pada tempat
sampah yang sampah. Data dari penelitian yang dilakukan di SD RA Kartini juga
menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah pada tempatnya yaitu
sebanyak 87%. (Masita, 2010)
Jumlah responden yang memisahkan sampah dengan frekuensi tidak pernah
sebanyak 37 murid (63,8%). Ditemukan bahwa responden memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi tetapi dalam tindakan masih tergolong rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak selamanya seseorang dengan pengetahuan yang tinggi
4
1
4
2
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh di SDN Ungaran 02.04 dengan jumlah
sampel 41 responden, didapatkan bahwa sebanyak 23 responden (56,1%) memiliki
tingkat pengetahuan yang baik tentang bahaya merokok (Liana, 2013). Begitu juga
dengan hasil penelitian yang dilakukan di SMP 1 Tempurejo dengan jumlah
responden sebanyak 499 siswa didapatkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan
remaja berada pada pengetahuan sedang sebanyak 217 orang (45,2%) dan hasil
penelitian yang dilakukan di SD 6 Jember dengan jumlah responden sebanyak 678
orang didapatkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan remaja mengenai bahaya
merokok adalah baik dengan jumlah 245 orang (42,4%) dan sedang sebanyak 179
orang (26,5%) (Fahrosi, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VI di SD Katolik
Santa Theresia Manado dengan jumlah responden sebanyak 55 orang didapatkan
bahwa pengetahuan responden tentang bahaya merokok bagi kesehatan adalah baik
sebanyak 53 responden (96,3%) dan yang berpengetahuan kurang sebanyak 2
responden (3,7%). Menurut Notoatmodjo tahun 2003, pengetahuan seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pendidikan, pengalaman pribadi atau orang
lain, media massa dan lingkungan. Hal ini jelas dapat memberikan informasi
mengenai bahaya merokok yang dapat diperoleh melalui media massa seperti iklan di
televisi, radio maupun surat kabar. Penggunaan media dalam pendidikan kesehatan
memiliki tujuan untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah dan
mengingatkan informasi yang disampaikan supaya menimbulkan perubahan
pengetahuan dan sikap (Machfoedz, 2009). Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa
dalam satu batang rokok yang dihisap terdapat sekitar 4000 bahan kimia berbahaya
diantaranya nikotin, tar, dan CO. Efek merokok tidak hanya pada pengguna rokok itu
sendiri (perokok aktif) tetapi juga ada orang-orang yang berada di sekitar perokok
yang menghirup asap rokok (perokok pasif).
Dari tabel 5.9 dapat diketahui tingkat pengetahuan anak SD tentang PSN pada
penelitian ini masih memiliki angka yang kurang baik. Untuk tingkat pengetahuan
PSN dari jumlah 58 responden hanya 10 responden (17.2%) yang mengetahui dengan
4
3
tidak
lepas
dari
keharusan
anak-anak
untuk
mengetahui
bagaimana
di Indonesia
dengan nama
sisi
program
4
4
pengendalian,perilaku dan habitat nyamuk lebih jauh penting daripada nyamuk ini
sendiri. Dengan memahami habitat dan perilaku nyamuk,terjadinya perubahan
perilaku dapat mengubah cara pandang dan berpikir sesorang akan pengendalian
nyamuk terutama program 3M ini sendiri (Notoadmodjo,2007).
Berdasarkan Tabel 5.10 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki
pengetahuan baik tentang kegiatan pengukuran pertumbuhan setiap bulan sebanyak
48 orang (82,8%). Hal ini sejalan dengan survey yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2011 dengan jumlah responden 792 siswa
didapatkan sebanyak594 responden (75,0%) menyatakan menimbang berat badan dan
tinggi badan secara teratur setiap bulan (Dinkes, 2011). Sama halnya dengan
penelitian yang dilakukan pada siswa-siswi kelas VI di SD Katolik Santa Theresia
Manado dengan jumlah responden sebanyak 55 orang didapatkan bahwa pengetahuan
responden tentang menimbang dan mengukur tinggi badan setiap 1 bulan untuk
memantau pertumbuhan dan perkembangan siswa adalah baik sebanyak 44 responden
(80%) dan sebanyak 11 responden (20%) berpengetahuan buruk (Grahandami, 2013).
Kemudian jumlah responden yang tidak pernah melakukan kegiatan pengukuran
pertumbuhan setiap bulan adalah sebanyak 45 orang (77,6%), hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan di SD Fransiscus tahun 2013, terdapat 59,23% siswa yang
tidak pernah memonitoring pertumbuhannya (Iskandar, 2013). Perilaku seseorang
atau masayarakat tentang kesehatan terutama melakukan penimbangan berat badan
setiap bulan ditentukan oleh pengetahuan sikap kepercayaan, tradisi dan sebagainya
dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersedian fasilitas,
sikap dan perilaku para petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya suatu perilaku atau tindakan siswa menimbang berat badan dan
mengukur tinggi badan setiap bulan. Kegiatan penimbangan berat badan di sekolah
untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak serta status gizi anak
sekolah. Tersedianya fasilitas usaha kesehatan sekolah dapat mununjang kegiatan
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan di sekolah, mengingat
4
5
pentingnya hal ini dilakukan untuk mendeteksi dini gizi buruk maupun gizi lebih
pada anak usia sekolah.
Dari tabel 5.11 didapati bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai
perilaku hidup bersih dan sehat yaitu sebanyak 18 responden (31%) memiliki
pengetahuan baik dan sebanyak 40 responden (69%) memiliki pengetahuan kurang.
Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Hanapi (2013) yang menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan PHBS siswa SDN 2 nanjung sebagian besar 80 responden
(80,11%) dalam kategori cukup, 12 responden (12,76%) dalam kategori baik dan 2
responden (2,13%) dalam kategori kurang. Dari tabel 5.12 didapati bahwa sebanyak 3
responden (5,2%) memiliki tindakan baik dan 55 responden (94,8%) memiliki
tindakan kurang. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Habeahan (2009) yang
menunjukkan bahwa tindakan responden tentang PHBS di di Yayasan Panti Asuhan
Rapha-El Simalingkar memiliki tindakan PHBS dengan kategori baik sebesar 78,9%,
sedangkan kategori buruk tidak ada. Hal ini mungkin dikarenakan tingkat
pengetahuan siswa-siswi di SDN 064026 yang masih kurang dan kurangnya
penyuluhan tentang PHBS terhadap siswa-siswi tersebut.
4
6
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari data yang diperoleh pada hasil penelitian mengenai gambaran perilaku
hidup bersih dan sehat pada siswa-siswi SD Negeri 064026 kecamatan Medan
Tuntungan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Responden terbanyak adalah perempuan yaitu 30 orang (52.5%)
2. Tingkat pengetahuan siswa-siswi mengenai perilaku hidup bersih dan
sehat tergolong kurang sebanyak 18 orang responden (31%)
3. Tindakan siswa-siswi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat tergolong
kurang sebanyak 55 orang responden (94.8%)
4. Pengetahuan siswa-siswi masih kurang mengenai perilaku hidup bersih
dan sehat perihal kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (82,8%), yang
4
7
4
8
DAFTAR PUSTAKA
Adi, S.B., 2010. Meningkatkan Kebugaran Jasmani Anak SD Melalui Latihan
Kebugaran
Aerobik.
Diunduh
dari:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132319833/MENINGKATKAN
%20KEBUGARAN%20ANAK%20MELALUI%20LATIHAN
%20OLAHRAGA%20di%20SD_0.pdf [Di akses pada 25 Januari 2015]
Adznan, M.M, 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Praktik Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Siswa SD Negeri Kedungmundu
Semarang.
Di
unduh
dari:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/145/
4
9
unduh
dari:
http://jurnalkesmas.ui.ac.id/index.php/kesmas/article/viewFile/114/115
[Di akses pada 25 Februari 2015]
Budiyono, dkk, Hubungan Praktik Penggunaan Fasilitas Sanitasi dan Praktik
Personal Higiene dengan Kejadian Diare di Kelurahan Bandarharjo Kota
Semarang, Jurnal promosi Kesehatan Vol.2/No.1/Januari 2007
Depkes, 2007.Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Jakarta Kemenkes
Depkes RI, 2008. Buku Saku Pelaksanaan PHBS Bagi Masyarakat Di Wilayah
Kecamatan.Jakarta : Kemenkes
Dewi DK.,2003. Hubungan kebiasaan makan pagi dan pengetahuan gizi dengan
pemilihan makanan jajanan anak SD kelas IV dan V. Skripsi. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Dinkes Bali, 2011. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tatanan Sekolah di Provinsi Bali.
Diunduh:
http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PERILAKU-HIDUP-BERSIH-DAN-
5
0
Fahrosi, A., 2013. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Merokok 2015 pada
Remaja SMP di Pedesaan dan Perkotaan di Kabupaten Jember. Diunduh di:
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/
123456789/3099/Alfian%20Fahrosi
Grahandami, Lampus, B., Pandelaki, A.P., 2013. Gambaran Pengetahuan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat Siswa Kelas VI di SMP Katolik Santa Theresia Manado. Jurnal
Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013
Habeahan, J., 2009. Pengetahuan Sikap dan Tindakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Anak-Anak di Yayasan Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar Kecamatan Medan
Tuntungan Kota Medan Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Asisi
Bengkayang.
Dinunduh
dari:
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=130258&val=2338&title=IMPLEMENTASI%20PERILAKU
%20HIDUP%20BERSIH%20DAN%20SEHAT%20DI%20SMA%20ST
%20FRANSISKUS%20ASISI%20BENGKAYANG [Diakses pada 25 Februari
2015]
5
1
Sarana
Prasarana
dengan
Perilaku
Merokok.
Diunduh:
Maulana, M.A., 2010. Gambaran Pengetahuan Sikap dan Tindakan Terhadap Status
Gizi Siswa SD Inpres 2 Pannampu. Makassar: Skripsi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar
Mayasari, F.F., 2012. Perbedaan Perilaku Cuci Tangan Antara Anak SD
Perkotaan Dengan Anak SD Perdesaan. Diunduh:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37945 [Diakses pada 24 Februari
2015]
Machfoedz I, et al 2005. Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan
5
2
Kalisari
Sayung
Kabupaten
Demak.
Di
unduh
dari:
Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta
Nurafifah, 2013.Pengaruh Keberadaan Siswa Pemantau Jentik Aktif Dengan Keberadaan
Jentik Di Sekolah Dasar Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang. Skripsi.
Universitas Diponegoro Semarang
5
3
Rosidi, A., Handasari, A., Mahmuda, M., 20xx. Hubungan Kebiasaan Cuci
Tangan dan Sanitasi Makanan Dengan Kejadian Diare Pada Anak SD
Negeri Podo 2 Kecamatan Kedung Wuni Kabupaten Pekalongan.
Semarang: Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Rudi,2012. Pengetahuan Tentang Jamban Sehat Terhadap Anak Panti Asuhan
Harapan Kita di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas
Hasanudin Makassar.
Sari S., 2006. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Personal Higiene Anak
Jalanan Bimbingan Rumah Singgah YMS Bandung. Bandung: Skripsi
Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran.
5
4
Diunduhdari:
http://www.who.int/gpsc/5may/Hand_Hygiene_Why_How_and_When_Broch
ure.pdf [diakses pada 25 Januari 2015]