Anda di halaman 1dari 54

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
mencapai Indonesia Sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam
lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, mempunyai akses
terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya (Dinkes, 2009).
Sehat merupakan hak setiap individu agar dapat melakukan segala aktivitas
hidup sehari-hari. Untuk bisa hidup sehat, kita harus mempunyai Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan
sekumpulan perilaku yang dipraktikan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri
di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya
(DepKes, 2006).
Pembangunan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah tercapainya
bangsa yang maju dan mandiri, sejahtera lahir dan batin. Salah satu ciri bangsa yang
maju adalah mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, karena derajat kesehatan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.
Hanya dengan sumber daya yang sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya
saing bangsa (DepKes, 2005).
Visi pembangunan kesehatan saat ini adalah Indonesia sehat 2015 untuk
mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan. Visi ini dituangkan kedalam
empat misi salah satunya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani (Depkes RI,

2009). Misi pembangunan kesehatan tersebut diwujudkan dengan menggerakkan dan


memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas
dasar kesadaran atas hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga
dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
dilakukan melalui pendekatan tatanan yaitu: PHBS di rumah tangga, PHBS di
sekolah, PHBS di tempat kerja, PHBS di institusi kesehatan dan PHBS di tempat
umum. (Dinkes, 2009).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan wujud keberdayaan
masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktekan PHBS. Dalam PHBS ada 5
program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan lingkungan, Gaya hidup dan Dana
sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM. Penyakit yang timbul akibat rendahnya PHBS
dapat mengakibatkan rendahnya derajat kesehatan Indonesia dan rendahnya kualitas
hidup sumber daya manusia (DepKes, 2005).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga merupakan salah
satu upaya strategis untuk menggerakan dan memberdayakan keluarga atau anggota
rumah tangga untuk hidup bersih dan sehat. Melalui ini setiap anggota rumah tangga
diberdayakan agar tahu, mau dan mampu menolong diri sendiri dibidang kesehatan
dengan mengupayakan lingkungan yang sehat, mencegah dan menanggulangi
masalah-masalah kesehatan yang dihadapi, serta memanfaatkan pelayanan kesehatan
yang ada. Setiap rumah tangga juga digerakkan untuk berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakatnya dan mengembangkan upaya kesehatan
bersumber masyarakat (Depkes RI, 2006).
Pemberdayaan keluarga atau anggota rumah tangga untuk melaksanakan
perilaku hidup bersih dan sehat tidak terlepas dari peran orangtua, karena orangtua
akan menjadi panutan dan teladan bagi anggota keluarga lainnya sehingga pemberian
informasi kesehatan akan lebih efektif apabila disampaikan oleh orangtua pada

anggota keluarga yang lain (Dermawan dan Setiawan, 2008). Orangtua juga memiliki
fungsi afektif untuk memberikan pengetahuan dasar kepada anggota keluarga yang
lain (Friedman, 1998). Agar dapat memberikan pengetahuan dasar tentang perilaku
hidup bersih dan sehat kepada anak atau anggota keluarga lainnya diperlukan
pengetahuan yang memadai dari orangtua.
Pengetahuan merupakan hasil proses pembelajaran dengan melibatkan indra
penglihatan,pendengaran,penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan
penguatan terhadap individu dalam setiap pengambilan keputusan dan dalam
berperilaku. (Dermawan dan Setiawan, 2008). Pengetahuan juga merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (over behavior), karena
dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmojo,
2007).
Penerapan PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak seiring munculnya
berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (6 12 tahun) seperti
kecacingan, diare, sakit gigi, sakit kulit, gizi buruk dan lain sebagainya yang ternyata
umumnya berkaitan dengan PHBS. PHBS di sekolah merupakan sekumpulan
perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan
sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri
mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat. Penerapan PHBS ini dapat dilakukan melalui
pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dengan menitikberatkan kepada upaya
sanitasi atau pengawasan berbagai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
derajat kesehatan manusia (Azwar, 1999).
Kesehatan lingkungan adalah usaha pengendalian semua faktor yang ada pada
lingkungan fisik manusia yang diperkirakan akan menimbulkan hal-hal yang
merugikan perkembangan fisiknya, kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya,
oleh karena itu diperlukan sanitasi lingkungan yang merupakan suatu usaha untuk

mencapai lingkungan sehat melalui pengendalian faktor lingkungan fisik,


khusususnya hal-hal yang memiliki dampak merusak perkembangan fisik kesehatan
dan kelangsungan hidup manusia (Kusnoputranto, 2007).
Saat ini di Indonesia terdapat lebih dari 250.000 sekolah negeri, swasta
maupun sekolah agama dari berbagai tindakan. Jika tiap sekolah memiliki 10 kader
kesehatan saja maka ada 3 juta kader kesehatan yang dapat membantu terlaksananya
dua strategi utama Departemen Kesehatan yaitu menggerakan dan memberdayakan
masyarakat untuk hidup sehat serta Surveilans, monitoring dan informasi kesehatan
(DepKes, 2006).
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan
lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi penyediaan
air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban/ wc), pembuangan air limbah dan
pengelolaan sampah (tempat sampah). Sarana sanitasi ini merupakan prasarana
pendukung untuk melakukan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
(Azwar, 1999).
Mengingat sekolah merupakan sekelompok masyarakat yang mempunyai
andil besar dalam kelangsungan negara ini, maka perlu diperhatikan dan ditingkatkan
kemampuan hidup sehat peserta didik melalui salah satunya menciptakan lingkungan
sekolah yang sehat sehingga peserta didik dapat belajar tumbuh dan berkembang
secara harmonis dan optimal yang nantinya akan menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas (Ahmadi, 2001).

1.2. Perumusan Masalah


Penerapan PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak seiring munculnya
berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah seperti kecacingan, diare,
sakit gigi, sakit kulit, gizi buruk dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merasa penting untuk meneliti


tentang Bagaimanakah Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada
anak SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan

1.3. Tujuan Umum


Mengetahui bagaimana gambaran perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
pada anak SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan.
1.4. Tujuan Khusus
1. Mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan (kognitif) remaja terhadap PHBS
2. Mengetahui bagaimana gambaran tindakan (psikomotor) remaja terhadap PHBS
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan serta acuan terhadap
orang tua,guru atau selaku pengasuh anak dalam menerapkan pentingnya perilaku
hidup bersih dan sehat pada anak
1.5.2. Ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melakukan
penelitian lebih lanjut
1.5.3. Bagi Siswa
Memberikan informasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat sehingga
masyarakat khususnya anak-anak (siswa) dapat mengetahui dan menerapkan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup yang dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung yang dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku
kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan
sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan
(Notoatmodjo, 2007).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatankegiatan kesehatan di
masyarakat (Depkes RI, 2007).
Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapih dengan segala
aktifitasnya direncanakan dengan sengaja disusun yang disebut kurikulum. Sekolah
adalah tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar secara formal, dimana
terjadi transformasi ilmu pengetahuan dari para guru atau pengajar kepada anak
didiknya. Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya
besar sekali pada jiwa anak, maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan,
sekolah juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi
anak (Adznan, 2013).
PHBS di sekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan
masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktekkan PHBS,

dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Sekolah adalah lembaga dengan
organisasi yang tersusun rapih dengan segala aktifitasnya direncanakan dengan
sengaja disusun yang disebut kurikulum (Adznan, 2013).
PHBS merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk
menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun pada
keluarga, artinya harus ada komunikasi antara kader dengan keluarga/masyarakat
untuk memberikan informasi dan melakukan pendidikan kesehatan (Depkes RI,
2007)
2.2. Tujuan PHBS
PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan,
keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi,
memberikan informasi dan edukasi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku melalui pendekatan advokasi, bina suasana (social support), dan gerakan
masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam
rangka menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Aplikasi
paradigma hidup sehat dapat dilihat dalam program Perilaku Hidup Bersih Sehat
(Depkes RI, 2008).
Kebijakan pembangunan kesehatan ditekankan pada upaya promotif dan
preventif agar orang yang sehat menjadi lebih sehat dan produktif. Pola hidup sehat
merupakan perwujudan paradigma sehat yang berkaitan dengan perilaku perorangan,
keluarga, kelompok, dan masyarakat yang berorientasi sehat dapat meningkatkan,
memelihara, dan melindungi kualitas kesehatan baik fisik, mental, spiritual maupun
sosial (Ningrum, 2012).
Perilaku hidup sehat meliputi perilaku proaktif untuk:
a.

Memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan cara olah raga teratur dan hidup
sehat

b.

Menghilangkan kebudayaan yang berisiko menimbulkan penyakit

c.

Usaha untuk melindungi diri dari ancaman yang menimbulkan penyakit

d.

Berpartisipasi aktif daalam gerakan kesehatan masyarakat.

2.3 Sasaran PHBS


Sasaran PHBS menurut Depkes RI 2008 dikembangkan dalam lima tatanan
yaitu di rumah atau tempat tinggal, di tempat kerja, di tempat-tempat umum, institusi
pendidikan, dan di sarana kesehatan. Sedangkan sasaran PHBS di institusi pendidikan
adalah seluruh warga institusi pendidikan yang terbagi dalam:
a. Sasaran primer
Yaitu sasaran utama dalam institusi pendidikan yang akan dirubah
perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah (individu/kelompok
dalam institusi pendidikan yang bermasalah).
b. Sasaran sekunder
Yaitu sasaran yang mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan
yang bermasalah misalnya, kepala sekolah, guru, orang tua murid, kader
kesehatan sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor
terkait.
c. Sasaran tersier
Merupakan sasaran yang diharapkan menjadi pembantu dalam mendukung
pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS
di institusi pendidikan seperti, kepala desa, lurah, camat, kepala
Puskesmas, Diknas, guru, tokoh masyarakat, dan orang tua murid.
2.4 Strategi PHBS
Kebijakan Nasional Promosi kesehatan menetapkan tiga strategi dasar
promosi kesehatan dan PHBS yaitu:
a. Gerakan Pemberdayaan (Empowerment)

Merupakan proses pemberian informasi secara terus menerus dan


berkesinambungan agar sasaran berubah dari aspek knowledge, attitude,
dan practice. Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan
keluarga, serta kelompok masyarakat.
b. Bina Suasana (Social Support)
Adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan.
Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana antara lain:
1. Pendekatan individu
2. Pendekatan kelompok
3. Pendekatan masyarakat umum
c. Advokasi (Advocacy)
Adalah upaya yang terencana untuk mendapatkan dukungan dari
pihak-pihak terkait (stakeholders). Pihak-pihak terkait ini dapat berupa
tokoh masyarakat formal yang berperan sebagai penentu kebijakan
pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Selain itu, tokoh
masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan lain
sebagainya dapat berperan sebagai penentu kebijakan tidak tertulis
dibidangnya atau sebagai penyandang dana non pemerintah. Sasaran
advokasi terdapat tahapan-tahapan yaitu: (Ningrum, 2012)
1. Mengetahui adanya masalah
2. Tertarik untuk ikut menyelesaikan masalah
3. Peduli

terhadap

pemecahan

masalah

dengan

mempertimbangkan alternatif pemecahan masalah


4. Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih
salah satu alternatif pemecahan masalah
5. Memutuskan tindak lanjut kesepakatan

1
0

2.5 Manfaat PHBS


Manfaat PHBS di lingkungan sekolah yaitu agar terwujudnya sekolah yang
bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi
dari berbagai ancaman penyakit, meningkatkan semangat proses belajar mengajar
yang berdampak pada prestasi belajar siswa, citra sekolah sebagai institusi pendidikan
semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua dan dapat mengangkat
citra dan kinerja pemerintah dibidang pendidikan, serta menjadi percontohan sekolah
sehat bagi daerah lain (Depkes RI, 2008).
2.6 Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah
Beberapa indikator PHBS di lingkungan sekolah antara lain:
2.6.1

Mencuci Tangan dengan Air yang Mengalir dan Menggunakan Sabun


Perilaku cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun mencegah

penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, typus, cacingan, penyakit kulit,
hepatitis A, ISPA, flu burung, dan lain sebagainya. WHO

(World Health

Organization) menyarankan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun karena dapat
meluruhkan semua kotoran yang mengandung kuman. Cuci tangan ini dilakukan pada
saat sebelum makan, setelah beraktivitas diluar sekolah, setelah menyentuh hewan,
dan sehabis dari toilet. Usaha pencegahan dan penanggulangan ini disosialisasikan di
lingkungan sekolah untuk melatih hidup sehat sejak usia dini. Anak sekolah menjadi
sasaran yang sangat penting karena diharapkan dapat menyampaikan informasi
kesehatan pada keluarga dan masyarakat. (World Health Organization, 2009).
2.6.2

Mengkonsumsi Jajanan Sehat di Kantin Sekolah


Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung

pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa
tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak

1
1

selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam
pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. (Judarwanto, 2010)
Di sekolah siswa dan guru membeli atau konsumsi makanan/jajanan yang
bersih dan tertutup di warung sekolah sehat, hal ini dilakukan untuk mencegah agar
anak tidak sembarang jajan. Makanan yang sehat mengandung karbohidrat, protein,
lemak, mineral dan vitamin. Makanan yang seimbang akan menjamin tubuh menjadi
sehat. Makanan yang ada di kantin sekolah harus makanan yang bersih, tidak
mengandung bahan berbahaya, serta penggunaan air matang untuk kebutuhan minum
(Judarwanto, 2005; Adznan, 2013)
2.6.3

Menggunakan Jamban yang Bersih dan Sehat


Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang mencegah kontak antara

manusia dan tinja, membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga serta
binatang lainnya, mencegah bau yang tidak sedap dan konstruksi dudukannya dibuat
dengan baik, aman, dan mudah dibersihkan (STBM, 2009)
Jamban yang digunakan oleh siswa dan guru adalah jamban yang memenuhi
syarat kesehatan (leher angsa dengan septictank, cemplung tertutup) dan terjaga
kebersihannya. Jamba leher angsa (angsa latrine) adalah jamban leher lubang closet
berbentuk lengkung dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat
sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban
model ini adalah model yang terbaik yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.
Jamban yang sehat adalah yang tidak mencemari sumber air minum, tidak
berbau kotoran, tidak dijamah oleh hewan, tidak mencemari tanah disekitarnya,
mudah dibersihkan dan aman digunakan (Hamzah, 2014).
2.6.4

Olahraga yang Teratur


Aktivitas fisik adalah salah satu wujud dari perilaku hidup sehat terkait

dengan pemeliharaan dan penigkatan kesehatan. Kegiatan olah raga disekolah


bertujuan untuk memelihara kesehatan fisik dan mental anak agar tidak mudah sakit.

1
2

Anak-anak harus dibiasakan atif ketika di sekolah baik ketika sebelum masuk
sekolah, istirahat, maupun ketik mengikuti pelajaran di sekolah khususnya pelajaran
pendidikan jasmani. Orang tua harus sadar bahwa anak yang tidak mempunyai
tingkat kebugaran jasmani yang baik dimungkinkan akan mempengaruhi pretasi
belajar di sekolah (Adi, 2010).
Dalam rangka meningkatkan kesegaran jasmani, perlu dilakukan latihan fisik
yang benar dan teratur agar tubuh tetap sehat dan segar. Dengan melakukan olahraga
secara teratur akan dapat memberikan manfaat antara lain: meningkatkan kemampuan
jantung dan paru, memperkuat sendi dan otot, mengurangi lemak atau mengurangi
kelebihan berat badan, memperbaiki bentuk tubuh, mengurangi risiko terkena
penyakit jantung koroner, serta memperlancar peredaran darah (Adznan, 2010).
2.6.5 Memberantas Jentik Nyamuk
Kegiatan ini dilakukan dilakukan untuk memberantas penyakit yang
disebabkan oleh penularan nyamuk seperti penyakit demam berdarah. Memberantas
jentik nyamuk dilingkungan sekolah dilakukan dengan gerakan 3 M (menguras,
menutup, dan mengubur) tempat-tempat penampungan air (bak mandi, drum,
tempayan, ban bekas, tempat air minum, dan lain-lain) minimal seminggu sekali.
Hasil yang didapat dari pemberantasan jentik nyamuk ini kemudian di sosialisasikan
kepada seluruh warga sekolah (Merdawati, 2010).
2.6.6 Tidak Merokok di Sekolah
Kebiasaan merokok sudah menjadi budaya pada bangsa Indonesia. Remaja,
dewasa, bahkan anak-anak sudah tidak asing lagi dengan benda mematikan tersebut.
Perilaku merokok yang dilakukan oleh remaja sering kita lihat di berbagai tempat,
misalnya di warung dekat sekolah, perjalanan menuju sekolah, halte bus, kendaraan
pribadi, angkutan umum, bahkan di lingkungan rumah. Riset WHO memperkirakan
bahwa orang yang mulai merokok pada usia remaja (70% perokok pada usia dini) dan

1
3

terus menerus merokok sampai 2 dekade atau lebih, akan meninggal 20-25 tahun
lebih awal dari orang yang tidak pernah menyentuh rokok (Fahrosi, 2013).
Indikator PHBS adalah siswa dan guru tidak ada yang merokok di lingkungan
sekolah. Timbulnya kebiasaan merokok diawali dari melihat orang sekitarnya
merokok. Di sekolah siswa dapat melakukan hal ini mencontoh dari teman, guru,
maupun masyarakat sekitar sekolah. Banyak anak-anak menganggap bahwa dengan
merokok akan menjadi lebih dewasa. Merokok di lingkungan sekolah sangat tidak
dianjurkan karena rokok mengandung banyak zat berbahaya yang dapat
membahayakan kesehatan anak sekolah (Adznan, 2013).
2.6.7 Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan
Siswa menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.
Kegiatan penimbangan berat badan di sekolah untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan anak serta status gizi anak sekolah. Hal ini dilakukan untuk deteksi
dini gizi buruk maupun gizi lebih pada anak usia sekolah (Adznan, 2013).
2.6.8 Membuang sampah pada tempatnya
Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi
atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan
sendirinya. Mendidik anak untuk selalu membuang sampah pada tempatnya akan
dapat menekan angka penyakit yang dapat muncul di lingkungan sekolah (Silalahi,
2010).
Sampah dibedakan menjadi:
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya.
a. Sampah anorganik misalnya : logam-logam, pecahan gelas, dan plastik
b. Sampah Organik misalnya : sisa makanan, sisa pembungkus dan
sebagainya
2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar
a. Mudah terbakar misalnya : kertas, plastik, kain, kayu

1
4

b. Tidak mudah terbakar misalnya : kaleng, besi, gelas


4. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk
a. Mudah membusuk misalnya : sisa makanan, potongan daging
b. Sukar membusuk misalnya : plastik, kaleng, kaca (Silalahi, 2010).

Perilaku Membuang Sampah yang Benar


a. Sarana membuang sampah
Membuang sampah yang benar adalah dengan memisahkan sampah menjadi 3 bagian
yaitu:
1. Sampah organik seperti buah atau makanan yang cepat busuk.
2. Sampah non organik seperti botol plastik, kaleng minuman, pecahan kaca,
dan sebagainya.
3. Sampah yang mudah terbakar seperti kertas atau plastik (Adznan, 2013)

1
5

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
kerangka konsep dalam penelitian Gambaran Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada
Siswa siswi SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2015 dapat
digambarkan sebagai berikut:

1. Mencuci tangan dengan air


mengalir dan sabun
2. Jamban sehat
3. Mengkonsumsi makanan
bergizi dan jajanan sehat
4. Membuang sampah pada
Perilaku Hidup Bersih Dan
Sehat Pada Siswa- Siswi
SD 064026 Kecamatan
Medan Tuntungan

5.
6.
7.
8.

tempatnya
Olahraga yang teratur
Tidak merokok
Memberantas jentik nyamuk
Menimbang berat badan dan
mengukur tinggi badan setiap
bulan

1
6

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2

Definisi Oprasional
Sesuai dengan masalah, tujuan, dan model penelitian, maka yang menjadi

variabel dalam penelitian beserta dengan definisi oprasionalnya sebagai berikut:


a) Pengetahuan Hidup Bersih dan Sehat
a. Definisi : Pengetahuan responden yang merupakan siswa SD Negeri
064026 Kecamatan Medan Tuntungan mengenai perilaku hidup bersih
dan sehat
b. Alat ukur : Kuesioner
c. Cara ukur : Wawancara
d. Hasil pengukuran: Baik atau Kurang
e. Skala pengukuran: Nominal
b) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
a. Definisi : Sekumpulan perilaku atau tindakan yang berfungsi untuk
memelihara dan menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga,
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang terdiri dari:
-

Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun

Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah

Menggunakan jamban yang bersih dan sehat

Olahraga yang teratur dan terukur

Memberantas jentik nyamuk

Tidak merokok disekolah

Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap


bulan

1
7

Membuang sampah pada tempatnya

b. Alat ukur : Kuesioner


c. Cara ukur : Wawancara
d. Hasil pengukuran : Baik atau Kurang
e. Skala pengukuran : Nominal
Tabel 3.1. Variasi dan Alat Ukur
VARIABEL
Pengetahuan
Hidup

ALAT
UKUR
Kuesioner

CARA

HASIL

SKALA

UKUR
Wawancara

UKUR
Baik (>75%)

UKUR
Nominal

Bersih

Kurang

dan Sehat

(<75%)
(Machfoedz,

Perilaku Hidup

Kuesioner

Wawancara

2009)
Baik (>75%)

Bersih dan

Kurang

Sehat

(<75%)
(Machfoedz,
2009)

Nominal

1
8

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan desain
cross-sectional (potong lintang), yaitu dengan melakukan pengamatan sesaat untuk
mengetahui gambaran perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa-siswi SD Negeri
064026 Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2015.
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama 6 minggu (dari proposal sampai dengan hasil).
Penelitian dilakukan pada bulan Maret Mei 2015. Pengambilan data dilakukan saat
pelaksanaan salah satu sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan, yaitu di
SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan. Lokasi ini dipilih karena
merupakan penempatan kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) oleh Dinas
Kesehatan Kota Medan
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi kelas V dan VI di SD Negeri
064026 Kecamatan Medan Tuntungan tahun ajaran 2014/2015.
4.3.2 Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling dimana
seluruh populasi menjadi sampel penelitian.

1
9

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi


4.3.3.1 Kriteria Inklusi
1. Seluruh siswa kelas V dan VI SD Negeri 064026 Kecamatan Medan
Belawan
2. Responden bersedia mengikuti penelitian
3. Responden dapat berbahasa Indonesia dengan baik
4.3.3.2 Kriteria Ekslusi
1. Responden tidak hadir saat penelitian
2. Responden tidak bersedia mengikuti penelitian
4.4 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden adalah dalam bentuk kuesioner (angket). Kuesioner tersebut dibagikan
pada siswa-siswi SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan kelas V dan VI.
4.4.1 Pengetahuan PHBS
Perilaku responden diukur melalui 16 pertanyaan. Jawaban benar akan diberi
skor bernilai 1 dan jawaban salah akan diberi skor bernilai 0. Dengan demikian akan
diperoleh skor maksimal 32. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh, maka ukuran
tingkat pengetahuan responden:
a. Baik, apabila skor yang diperoleh responden lebih besar dari 75% dari skor
maksimum, yaitu 25-32 (Machfoedz, 2009)
b. Kurang, apabila skor yang diperoleh responden lebih kecil dari 75% dari skor
maksimum, yaitu 0-25 (Machfoedz, 2009)

2
0

4.4.2 Tindakan PHBS


Tindakan PHBS diukur melalui 12 pertanyaan. Setiap pertanyaan terdiri atas
pilihan Selalu, Kadang-kadang dan Tidak pernah. Apabila responden
menjawab Selalu akan diberi skor 2, apabila koresponden menjawab Kadangkadang akan diberi skor 1, dan apabila responden menjawab Tidak pernah akan
diberi skor 0. Pada pertanyaan nomor 7 apabila responden menjawab Selalu akan
diberi skor 0, apabila responden menjawab Kadang-kadang maka akan diberi skor
1, dan apabila responden menjawab Tidak pernah maka akan diberi skor 2. Dengan
demikian diperoleh skor maksimal 24. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh,
maka ukuran tingkat perilaku responden :
a. Baik, apabila skor yang diperoleh responden lebih besar dari 75% dari
skor maksimum, yaitu 19-24(Machfoedz, 2009)
b. Kurang, apabila skor yang diperoleh responden lebih kecil dari 75% dari
skor maksimum, yaitu 0-18 (Machfoedz, 2009)
4.5 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. dimana
data tersebut didapat langsung dari responden. Pengumpulan data akan dilakukan
dengan metode wawancara dengan menggunakan instrumen kuisioner.
4.6 Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu editing, coding, entry,
cleaning data, dan saving. Langkah pertama, editing, dilakukan untuk memeriksa
ketepatan dan kelengkapan data; kedua, coding, data yang telah terkumpul kemudian
diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer; ketiga,
entry, data kemudian dimasukkan ke dalam program komputer; kemudian, cleaning
data, dengan melakukan pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan untuk
menghindari terjadinya kesalahan dalam memasukkan data; terakhir, saving, data
kemudian disimpan dan siap dianalisa. Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat

2
1

dan dikelompokkan kemudian diolah menggunakan program Statistic Package for


Social Science (SPSS) sesuai dengan tujuan penelitian.

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Pengetahuan
Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah dasar negeri di daerah kerja
puskesmas Tuntungan di kecamatan Medan Tuntungan. Penelitian dilaksanakan SD
Negeri 064026 kelurahan Tanjung Slamat, kecamatan Medan Tuntungan.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden


5.1.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sebaran jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Pada

Frekuensi (N)
28
30
58

Persentase (%)
47,5
52,5
100

tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebanyak 28 responden (47,5%)

berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 30 responden (52,5%) berjenis kelamin


perempuan.

2
2

5.1.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan PHBS


Sebaran pengetahuan responden berdasarkan pengetahuan PHBS sebelumnya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.2 Pengetahuan PHBS
Frekuensi (N)

Persentase (%)

20

34.5

38

65.5

12

20.7

12.1

15.5

11

19.0

19

32.8

58

100.0

Mengetahui PHBS
Ya
Tidak
Sumber Pengetahuan PHBS
Sekolah
TV
Orang Tua
Puskesmas
Tidak Pernah
Total

Pada tabel 5.2 dijelaskan bahwa sebanyak 20 responden (34,5%) menjawab


mengetahui PHBS dan sebanyak 38 responden (65,5%) menjawab tidak tahu PHBS.
Dari 58 responden yang mengetahui PHBS sebanyak 39 responden (67,3%) ,
mengetahui PHBS dari sekolah sebanyak 12 responden ( 20,7%), mengetahui PHBS
dari TV sebanyak 7 responden ( 12,1%), mengetahui PHBS dari orang tua sebanyak
9 responden ( 15,5%), mengetahui PHBS dari puskesmas sebanyak 11 responden
( 19%), tidak pernah mengetahui PHBS sebanyak 19 responden ( 32,8%).

5.1.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan


Mengenai Kebiasaan Mencuci Tangan
Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai kebiasaan
mencuci tangan dapat dilihat pada tabel berikut :

2
3

Tabel 5.3 Distribusi responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan


Mengenai Kebiasaan Mencuci Tangan
Mencuci Tangan
Pengetahuan Mencuci Tangan
Baik
Kurang
Tindakan Mencuci Tangan
Mencuci Tangan Sebelum dan
Sesudah makan
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Mencuci tangan sesudah BAB
dan BAK
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Mencuci Tangan dengan sabun

Frekuensi (N)

Persentase (%)

39

67.2

19

32.8

13,8

50

86,2

6.9

10

17.2

44

75.9

dan air mengalir


Tidak Pernah
2
3.4
Kadang-kadang
7
12.1
Selalu
49
84.5
Total
58
100
Pada Tabel 5.3 ditunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki
pengetahuan tentang mencuci tangan yang baik sebanyak 39 murid (67,2%) dan
jumlah responden yang kurang pengetahuan tentang mencuci tangan sebanyak 19
murid (32,8%). Jumlah responden yang mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
dengan frekuensi tidak pernah sebanyak 0 murid (0%), kadang-kadang sebanyak 8
murid (13,8%) dan selalu 50 murid (86,2%). Jumlah responden yang mencuci tangan
sesudah BAB dan BAK dengan frekuensi tidak pernah sebanyak 4 murid (6,9%),
kadang-kadang sebanyak 10 murid (17,2%) dan selalu 44 murid (75,9%). Jumlah
responden yang mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dengan frekuensi

2
4

tidak pernah sebanyak 2 murid (3,4%), kadang-kadang sebanyak 7 murid (12,1%)


dan selalu 49 murid (84,5 %).
5.1.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai Jamban Sehat
Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai jamban sehat
dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai Jamban Sehat
Jamban Sehat
Pengetahuan Jamban Sehat
Baik
Kurang
Tindakan Mencuci Tangan
BAB dan BAK di jamban
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Membersihkan jamban setelah
menggunakan
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Total

Frekuensi (N)

Persentase (%)

51

87.9

12.1

12.1

14

24.1

37

63.8

6.9

13

22.4

41

70.7

58

100

Pada tabel 5.4 ditunjukkan bahwa jumlah responden yang pengetahuan


tentang Jamban Sehat baik sebanyak 51 murid (87,9%), jumlah responden yang
kurang pengetahuannya tentang jamban seha baik sebanyak 7 murid (12,1%).Pada
tindakan untuk BAB dan BAK di jamban, responden yang tidak pernah sebanyak 7
(12,1%) yang kadang 14 responden (24,1%) dan yang selalu 37 (63,8%). Untuk yang

2
5

membersihkan jamban setelah menggunakan, yang tidak pernah dari jumlah


responden ada 4 (6,9%),kadang-kadang 13 (22,4%) dan yang selalu 41 (70,7%).
5.1.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai Makanan Sehat
Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai makanan sehat
adalah sebagai berikut.
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai Makanan Sehat
Makanan Sehat
Pengetahuan Makanan sehat
Contoh Makanan Sehat
Baik
Kurang
Konsumsi Buah dan Sayur

Frekuensi (N)

Persentase (%)

49

84.5

15.5

15

25.9

43

74.1

13

22.4

41

70.7

6.9

16

27.6

42

72.4

6.9

34

58.6

20

34.5

Harian
Baik
Kurang
Tindakan Berkaitan dengan
Makanan Sehat
Membawa Bekal ke Sekolah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Frekuensi Jajan di Sekolah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Konsumsi sayur dan buah lebih
dari 3 kali dalam sehari
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu

2
6

Total

58

100

Pada tabel 5.5 ditunjukkan bahwa sebanyak 49 responden (84,5 %) memiliki


pengetahuan yang baik mengenai contoh makanan sehat. Untuk pertanyaan mengenai
pengetahuan responden tentang jumlah konsumsi buah dan sayur yang paling baik
dalam sehari sebanyak 15 responden (25,9%) memiliki pengetahuan baik dan 43
responden (74,1 %) memiliki pengetahuan kurang.
Dari tabel 5.5 dapat diketahui juga bahwa sebanyak 41 responden (70,7 %)
kadang-kadang membawa bekal ke sekolah, sebanyak 13 responden ( 22,4 %) tidak
pernah, dan hanya 4 responden (6,9%) yang selalu membawa bekal ke sekolah.
Sebanyak 42 responden ( 72,4 %) selalu jajan di kantin sekolah dan 16 responden
(27,6 %) kadang-kadang. Untuk pertanyaan kebiasaan konsumsi sayur dan buah lebih
dari 3 kali sehari sebanyak 4 responden (6,9 %) menjawab tidak pernah, 34 responden
(58,6%) menjawab kadang-kadang, dan hanya 20 responden (34,5 %) yang menjawab
selalu.
5.1.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai Sampah
Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai sampah adalah
sebagai berikut.
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai Sampah
Sampah
Pengetahuan Mengenai Sampah
Cara Membuang Sampah
Baik
Kurang
Akibat yang disebabkan oleh
sampah

Frekuensi (N)

Persentase (%)

55

94.8

5.2

2
7

Baik
Kurang
Tindakan Berkaitan dengan

28

48.3

30

51.7

35

60.3

23

39.7

37

63.8

15

25.9

10.3

1.7

14

24.1

43

74.1

17

29.3

37

63.8

6.9

58

100

Sampah
Membuang sampah ke tempat
sampah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Memisahkan sampah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Mengikuti piket sekolah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Mengambil sampah yang
tercecer di jalan
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Total

Pada Tabel 5.6 ditunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki


pengetahuan tentang cara membuang sampah sebanyak 59 murid (94,8%) dan jumlah
responden yang kurang pengetahuan tentang cara membuang sampah sebanyak 3
murid (5,2%). Jumlah responden yang memiliki pengetahuan tentang akibat yang
disebabkan oleh sampah sebanyak 28 murid (48,3%) dan jumlah responden yang
kurang pengetahuan tentang akibat yang disebabkan oleh sampah sebanyak 30 murid
(51,7%)
Jumlah responden yang membuang sampah ke tempat sampah dengan
frekuensi tidak pernah sebanyak 0 murid (0%), kadang-kadang sebanyak 35 murid
(60,3%) dan selalu 23 murid (39,7%). Jumlah responden yang memisahkan sampah

2
8

dengan frekuensi tidak pernah sebanyak 17 murid (29,3%), kadang-kadang sebanyak


37 murid (63,8%) dan selalu 4 murid (6,9%).
Jumlah responden yang mengikuti piket sekolah dengan frekuensi tidak
pernah sebanyak 1 murid (1,7%), kadang-kadang sebanyak 14 murid (24,1%) dan
selalu 43 murid (74,1%). Jumlah responden yang mengambil sampah yang tercecer
dijalan dengan frekuensi tidak pernah sebanyak 17 murid (29,3%), kadang-kadang
sebanyak 37 murid (63,8%) dan selalu 4 murid (6,9%).
5.1.2.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai Olahraga
Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai olahraga adalah
sebagai berikut.
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai Olahraga
Sampah
Pengetahuan Mengenai Olahraga
Frekuensi Berolahraga
Baik
Kurang
Manfaat Olahraga
Baik
Kurang
Tindakan Berkaitan dengan
Olahraga
Mengikuti Olahraga di Sekolah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Berolahraga di luar sekolah
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu

Frekuensi (N)

Persentase (%)

12

20.7

46

79.3

58

100.0

12

20.7

46

79.3

15

25.9

32

55.2

11

19.0

2
9

Total

58

100

Pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pengetahuan responden mengenai


frekuensi olahraga yang seharusnya yaitu sebanyak 12 responden (20,7 %) memiliki
pengetahuan baik dan 46 responden (79,3 %) memiliki pengetahuan kurang. Untuk
pertanyaan manfaat olahraga sebanyak 58 responden ( 100 %) memiliki pengetahuan
yang baik.
Tabel 5.7 juga menjelaskan perilaku responden yang berkaitan dengan
olahraga, sebanyak 46 responden (79,3%) selalu mengikuti olahraga di sekolah dan
hanya 12 responden (20,7%) yang kadang-kadang mengikuti olahraga di sekolah.
Untuk kebiasaan berolahraga di luar sekolah sebanyak 15 responden (25,9%)
menjawab tidak pernah, 32 responden (55,2 %) menjawab kadang-kadang dan hanya
11 responden (19,0%) menjawab selalu.
5.1.2.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai Merokok
Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai merokok adalah
sebagai berikut.
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Merokok
Merokok
Pengetahuan Mengenai Rokok
Bahaya Merokok
Baik
Kurang
Akibat Merokok
Baik
Kurang
Total

Frekuensi (N)

Persentase (%)

46

79.3

12

20.7

43

74.1

15

25.9

58

100

3
0

Pada Tabel 5.8 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki


pengetahuan baik mengenai bahaya merokok sebanyak 46 orang (79,3%) dan jumlah
responden yang memiliki pengetahuan kurang mengenai bahaya merokok sebanyak
12 orang (20,7%). Kemudian jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik
mengenai akibat rokok adalah sebanyak 43 orang (74,1%) dan jumlah responden
yang memiliki pengetahuan kurang mengenai akibat merokok sebanyak 15 orang
(25,9%).
5.1.2.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai PSN
Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai PSN adalah
sebagai berikut.
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai PSN
PSN
Pengetahuan Mengenai PSN
Kegiatan PSN
Baik
Kurang
Pelaksanaan PSN (3M)
Baik
Kurang
Tindakan Berkaitan dengan PSN
Melakukan kegiatan 3M
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Total

Frekuensi (N)

Persentase (%)

10
48

17.2
82.8

32

55.2

26

44.8

48
10
0

82.8
17.2
0

58

100

Pada tabel 5.9 ditunjukkan bahwa jumlah responden yang mengetahui tentang
PSN yang baik adalah 10 responden (17.2%). Sedangkan 48 responden (82.8%)

3
1

kurang mengetahui tentang PSN. Pada pelaksaan 32 responden (55.2%) mengetahui


tentang pelaksanaan PSN dengan baik,sedangkan 26 responden (44.8%) kurang
mengetahui pelaksanaan PSN. Pada tindakan yang berkaitan dengan PSN 48
responden (82.8%) tidak pernah melakukan,10 responden (17.2%) kadang-kadang
dan tidak ada siswa yang selalu melakukan tindakan PSN.
5.1.2.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai Pengukuran Pertumbuhan
Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai pengukuran
pertumbuhan adalah sebagai berikut.
Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan
Mengenai Pengukuran Pertumbuhan
Pertumbuhan
Frekuensi (N)
Pengetahuan Mengenai Pengukuran Pertumbuhan
Kegiatan pengukuran
pertumbuhan setiap bulan
Baik
48
Kurang
10
Tindakan Berkaitan dengan Pengukuran Pertumbuhan
Melakukan kegiatan pengukuran
pertumbuhan setiap bulan
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Selalu
Total

Persentase (%)

82.8
17.2

45

77.6

13

22.4

0
58

0
100

Berdasarkan Tabel 5.10 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki


pengetahuan baik tentang kegiatan pengukuran pertumbuhan setiap bulan sebanyak
48 orang (82,8%) dan jumlah responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang
kegiatan pengukuran pertumbuhan setiap bulan sebanyak 10 orang (17,2%).

3
2

Kemudian jumlah responden yang tidak pernah melakukan kegiatan pengukuran


pertumbuhan setiap bulan adalah sebanyak 45 orang (77,6%), jumlah responden yang
kadang-kadang melakukan kegiatan pengukuran pertumbuhan setiap bulan adalah
sebanyak 13 orang (22,4%), dan jumlah responden yang selalu melakukan kegiatan
pengukuran pertumbuhan setiap bulan adalah sebanyak 0 orang (0%).
5.1.2.11 Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat
Tingkat pengetahuan responden mengenai perilaku hidup bersih dan sehat adalah
sebagai berikut.
Tabel 5.11 Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat
Pengetahuan PHBS
Frekuensi (N)
Persentase (%)
Baik
18
31.0
Kurang
40
69.0
Total
58
100
Dari tabel 5.11 didapati bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai
perilaku hidup bersih dan sehat yaitu sebanyak 18 responden (31,0 %) memiliki
pengetahuan baik dan sebanyak 40 responden (69,0%) memiliki pengetahuan kurang.
Tabel 5.12 Tindakan Responden Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Tindakan PHBS
Baik
Kurang
Total

Frekuensi (N)

Persentase (%)

5.2

55

94.8

58

100

Dari tabel 5.12 didapati bahwa sebanyak 3 responden (5.2%) memiliki


tindakan baik dan 55 responden (94,8%) memiliki tindakan kurang.
5.2 Pembahasan

3
3

Berdasarkan Tabel 5.3 ditunjukkan bahwa mayoritas responden yang memiliki


pengetahuan tentang mencuci tangan yang baik sebanyak 39 murid (67,2%). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SD Negeri 064975 Medan
pada periode September 2012 hingga November 2012 dimana responden yang
mengetahui tentang pengertian cuci tangan yaitu sebanyak 259 murid (72,3%) dan
yang mengetahui pentingnya cuci tangan yaitu sebanyak 327 murid (91,3%) dari total
385 koresponden. (Mayasari, 2012)
Menurut Notoatmodjo (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang, yaitu :
1. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang
lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan
yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih
rendah.
3.

Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.


Ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu, faktor
predisposisi, faktor pendukung, dan faktor penguat. Faktor predisposisi meliputi
pendidikan, ekonomi, hubungan sosial, dan pengalaman. Orang yang berpendidikan
tinggi akan memberikan respons yang lebih rasional terhadap informasi yang datang.
Pada status ekonomi dalam keluarga mempengaruhi perilaku, semakin tinggi
ekonomi keluarga akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi dan fasilitas
pendukung perilaku.
Hubungan sosial dimana kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan
yang lain. Faktor pendukung, mencakup ketersediaan sumber dan fasilitas yang

3
4

memadai. Faktor pendukung ada dua macam yaitu fasilitas fisik dan fasilitas umum.
Fasilitas fisik misalnya sarana kesehatan. Sedangkan fasilitas umum misalnya media
massa. Faktor penguat meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan yang
merupakan panutan untuk berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2003). Seperti hal nya
perilaku kesehatan tentang mencuci tangan responden pada penelitian ini dimana
didapati responden yang selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
sebanyak 50 murid (86,2%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SD
kelurahan Harjosari Medan dimana mayoritas responden mencuci tangan sebelum
dan sesudah makan yaitu sebanyak 91 murid (68,9%) dari 132 koresponden.
(Syahputri, Delly, 2011).
Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden selalu mencuci tangan
sesudah BAB dan BAK 44 murid (75,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian Mayasari
(2012) dimana murid selalu mencuci tangan sesudah BAB dan BAK yaitu sebanyak
335 murid (93,6%) dari total 385 responden. Jumlah responden yang selalu mencuci
tangan dengan sabun dan air mengalir yaitu sebanyak 49 murid (84,5%). Pada
penelitian Fewtrell l, Kaufman RB, et al (2005) disebutkan perilaku cuci tangan pakai
merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan dengan
intervensi kesehatan dengan cara lainnya dalam mengurangi resiko penularan
berbagai penyakit salah satunya diare. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan SD Negeri Podo 2 Pekalongan dimana didapati murid SD yang terbiasa
cuci tangan sebanyak 47 murid (66,7%) dan semuanya tidak mengalami kejadian
diare, sedangkan murid SD yang tidak terbiasa cuci tangan sebanyak 3 murid dengan
2 murid mengalami kejadian diare (Rosidi et al, 2010)
Dari tabel 5.4 Tingkat pengetahuan masyarakat tentang perilaku hidup bersih
dan sehat di kecamatan belawan sudah cukup baik. Meliputi kebersihan terhadap cuci
tangan bahkan pengetahuan tentang jamban. Tidak hanya pengetahuan terhadap
keluarga namun juga pengetahuan anak-anak akan perilaku hidup bersih dan sehat
sudah sangat baik. Terlihat bahwa keluarga sudah baik untuk memberikan edukasi
ataupun pengetahuan terhadap anggota keluarga lainnya. Hal ini terlihat pada hasil

3
5

penelitian tentang pengetahuan akan jamban sehat sudah baik sekali. Pada hasil
penelitian, dari jumlah responden 58 murid, responden yang mengetahui pengetahuan
akan jamban sehat (87,9%). Hal ini sejalan dengan penelitian Budiyono (2007)
tentang hubungan praktik penggunaan fasilitas sanitasi dan praktik personal hygiene
dengan kejadian diare di kelurahan bandarharjo kota semarang. Dari jumlah
responden 84, 52 responden (61,9%) memiliki pengetahuan baik tentang sanitasi
yang baik. 27 responden (32,1%) memiliki pengetahuan sedang dan 5 responden
(6.0%) memiliki pengetahuan yang kurang. Menurut Penelitian Jariston Habeahan :
Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Anak-anak Di
Yayasan Panti Asuhan Rapha-El,2010, dari 19 responden, 10 (52,6%) mengetahui
tentang jamban sehat dan 9 (47,4%) tidak mengetahui tentang jamban sehat.Menurut
penelitian Rudi,2012 pengetahuan tentang jamban sehat terhadap anak panti asuhan
harapan kita di kabupaten bone Sulawesi selatan yang menyatakan bahwa tingkat
pengetahuan anak anak akan jamban sehat sudah cukup baik. Dari jumlah 32
responden, 27 responden (84.4%) sudah mengetahui dengan baik tentang jamban
sehat dan sisanya 5 responden (15.6%) tidak mengetahui bagaimana jamban sehat.
Hal ini sudah sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak SD
sudah mengetahui dengan baik tentang jamban sehat.
Pada tindakan untuk BAB dan BAK di jamban, responden yang tidak pernah
sebanyak 7 (12,1%) yang kadang 14 responden (24,1%) dan yang selalu 37 (63,8%).
Untuk yang membersihkan jamban setelah menggunakan, yang tidak pernah dari
jumlah responden ada 4 (6,9%),kadang-kadang 13 (22,4%) dan yang selalu 41
(70,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian Jariston Habeahan : Pengetahuan, Sikap
Dan Tindakan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Anak-anak Di Yayasan Panti Asuhan
Rapha-El,2010 bahwa jumlah responden yang selalu menggunakan jamban untuk
BAB dan BAK adalah 17 responden (89,5%) dan yang tidak pernah adalah 2
responden (10,53%).Menurut penelitian Pane,2012 pada warga desa Sukamurni
Kecamatan Sukakarya, Kabupaten Bekasi pada Bulan April Mei 2008. Pada
penelitian ini 46,4% telah menggunakan jamban dan di desa Sukamurni ini sedikit

3
6

lebih

tinggi

bila

dibandingkan

dengan

penelitian

yang

dilakukan

oleh

Kasnodihardjo,dimana hanya 33,5% penduduk di Kabupaten Subang yang


menggunakan jamban. Pada hasil kedua penelitian ini terlihat bahwa banyak warga
yang sudah tau dan menggunakan jamban sebagai tempat untuk BAB dan BAK. Hal
ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Tarigan,2008 tentang
sikap dan tindakan akan penggunaan jamban pada bahwa dari jumlah 101 responden,
85 responden (84,2%) telah melakukan tindakan dan sikap baik terhadap jamban dan
16 responden (15,8%) tidak melakukan sikap dan tindakan yang baik terhadap
jamban.Hal ini sudah sejalan hasil penelitian Rudi,2012 pengetahuan tentang jamban
sehat terhadap anak panti asuhan harapan kita di kabupaten bone Sulawesi Selatan
yang menyatakan sikap anak di panti asuhan ini dari 32 responden dan mendapati 100
% hasil bahwa semua anak di anti asuhan tersebut telah menggunakan jamban untuk
buang air kecil dan buang air besar. Pengetahuan merupakan faktor pemudah bagi
anak-anak untuk terlaksananya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Dengan demikian
faktor ini menjadi pemicu terhadap perilaku yang menjadi dasar atau movtivasi bagi
tindakannya akibat tradisi atau kebiasaan,kepercayaan,tingkat pendidikan,atau tingkat
social ekonomi (Notoadmodjo, 2007). Tingginya hasil responden untuk tingkat
pengetahuan didukung dengan motivasu dari anak-anak yang bersangkutan serta
tingkat pendidikan responden yang dominan di SD yang sebagian besar telah
mengetahui tentang PHBS yang penting untuk kehidupan mereka. Maka dapat di lihat
bahwa sikap anak-anak si SD tidak ada masalah karena pengetahuan yang baik buat
mereka bias menciptakan sikap yang lebih baik pula. Karena mereka mengetahui apa
yang benar sehingga sikap yang ada pada anak anak. SD bias baik pula. Dan jika di
bandingkan pada penilitian sebelumnya terlihat persentase pengetahuan anak di SD
ini terlihat lebih tinggi persentasenya.
Pada tabel 5.5 ditunjukkan bahwa sebanyak 49 responden (84,5 %) memiliki
pengetahuan yang baik mengenai contoh makanan sehat. Hal ini berbeda dengan
hasil penelitian Maulana (2010) yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan anak
SD Inpres 2 Pannampu sebanyak 38 orang (46,3%) memiliki pengetahuan cukup

3
7

mengenai pemilihan makanan sehat

dan sebanyak 44 orang (53,7%) memiliki

pengetahuan kurang. Berbagai faktor mempengaruhi pemilihan makanan inidividu


maupun keluarga.Secara garis besar, dikelompokkan faktor yang mempengaruhi
pemilihan makanan menjadi tiga determinan, yaitu karakteristik individu, makanan,
dan lingkungan (Azrimaidaliza, 2011).
Dari tabel 5.5 dapat diketahui juga bahwa sebanyak 41 responden (70,7 %)
kadang-kadang membawa bekal ke sekolah, sebanyak 13 responden ( 22,4 %) tidak
pernah, dan hanya 4 responden ( 6,9 %) yang selalu membawa bekal ke sekolah. Hal
ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Putra (2009) di Sekolah Dasar (SD) Hj.
Isriati Semarang yang menunjukkan bahwa sebanyak 15 responden (19,2%)
membawa bekal makanan ke sekolah. Sebanyak 48 responden lainnya (61,5%) tidak
mengkonsumsi/ membawa makanan ke sekolah. Alasan responden tidak membawa
bekal diantaranya yaitu responden merasa selalu terburu-buru, orang tua sibuk,
membawa uang saku/ jajan tidak suka dibawakan makanan.
Untuk pertanyaan mengenai pengetahuan responden tentang jumlah konsumsi
buah dan sayur yang paling baik dalam sehari sebanyak 15 responden (25,9%)
memiliki pengetahuan baik dan 43 responden (74,1 %) memiliki pengetahuan kurang.
Hal ini sejalan dengan penelitian Maryam (2012) di Sekolah Dasar Shafiyyatul
Amaliyah Kelas V, didapatkan jumlah responden dengan tingkat pengetahuan yang
baiksebanyak 29 orang (41,4%) dan responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
sedang adalah sebanyak 38 orang (54,3%) sedangkan responden yang mempunyai
tingkat pengetahuan yang buruk adalah sebanyak 3 orang (4,3%). Tingkat
pengetahuan yang paling banyak adalah tingkat pengetahuan sedang, sehingga dapat
dilihat bahwa pengetahuan anak-anak sekolah dasar tentang manfaat konsumsi sayurmayur masih kurang.Tingkat pengetahuan anak-anak sekolah dasar tentang konsumsi
sayur dan buah yang sedang ini juga mungkin karena kurangnya konsumsi sayurmayur di rumah, kurangnya penyuluhan oleh pihak sekolah maupun petugas
kesehatan di Medan.

3
8

Kurangnya pengetahuan tentang manfaat konsumsi sayur-mayur di kalangan


anak-anak sekolah dasar adalah karena kurangnya informasi tentang manfaat
konsumsi sayur-mayur. Hal ini sejalan dengan pernyataan Notoatmodjo (2003) yang
menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari pengetahuan yang berasal dari
berbagai sumber informasi sehingga dapat membentuk keyakinan bagi seseorang.
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebanyak 42 responden ( 72,4 %) selalu jajan
di kantin sekolah dan 16 responden (27,6 %) kadang-kadang jajan di kantin sekolah
Hal ini sejalan dengan penelitian Anthony (2011) di beberapa Sekolah Dasar di kota
Medan yang menunjukkan sebanyak 329 responden (85,9%) selalu jajan di kantin
sekolah, diikuti sejumlah 48 responden (12,5%) kadang-kadang jajan di kantin
sekolah, dan sejumlah 6responden (1,6%) tidak pernah jajan di kantin sekolah.
Kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan sangat populer dikalangan anak-anak
sekolah. Kebiasaan jajan tersebut sangat sulit untuk dihilangkan. Biasanya makanan
jajanan yang mereka sukai adalah makanan dengan warna, penampilan, tekstur,
aroma dan rasa yang menarik.Alasan responden mengonsumsi jajanan di sekolah
berbagai macam diantaranya adalah sebagai pengganti sarapan, rasanya enak,
mengurangi rasa lapar, adanya pemberian uang saku dari orang tua dan karena
harganya murah/ terjangkau (Putra, 2009).
Untuk pertanyaan kebiasaan konsumsi sayur dan buah lebih dari 3 kali sehari
sebanyak 4 responden (6,9%) menjawab tidak pernah, 34 responden (58,6%)
menjawab kadang-kadang, dan hanya 20 responden (34,5 %) yang menjawab selalu.
Hal ini sejalan dengan penelitian Hidayanti (2005) tentang kebiasaan konsumsi
sayur dan buah pada anak SD di Kecamatan Cihideung Kota tasikmalaya yaitu
sebanyak 0 responden (0%) tidak pernah, sebanyak 243 responden (87,4 %) kurang
dari 3 kali per minggu, sebanyak 35 responden (12,6%) mengonsumsi sayur lebih
dari 3 kali per minggu, dan sebanyak 0 responden (0%) mengonsumsi sayur setiap
makan. Hal ini mencerminkan kebiasaan mengonsumsi sayur dan buah yang masih
sangat kurang pada anak Sekolah Dasar. Umumnya alasan anak tidak mengkonsumsi
sayuran karena tidak suka, kecuali sayuran jenis tertentu seperti bayam dan

3
9

kangkung. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu, tingkat pendidikan
formal kepala keluarga, tingkat pendidikan formal ibu dan pengeluaran terhadap
kebiasaan mengkonsumsi sayuran pada anak (Nilawati,1998)
Pada Tabel

5.6 ditunjukkan bahwa

mayoritas

responden memiliki

pengetahuan tentang cara membuang sampah yaitu sebanyak 55 murid (94,8%). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SD kelurahan Harjosari Medan
dimana mayoritas responden memiliki pengetahuan tentang cara membuang sampah
yaitu sebanyak 68 murid (51,5 %) dari total 132 responden. (Syahputri, 2012).
Jumlah responden yang kurang memiliki pengetahuan tentang akibat yang disebabkan
oleh sampah sebanyak 28 murid (48,3%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
Syahputri (2012) yang menunjukkan bahwa 74 murid (56,1%) dari total 132
responden memiliki pengetahuan yang baik tentang akibat yang disebabkan oleh
sampah.
Menurut Sari S. (2006), ada keeratan hubungan antara pengetahuan dalam
upaya memperbaiki perilaku. Dengan demikian meningkatkan pengetahuan akan
memberi hasil yang cukup berarti untuk memperbaiki perilaku.Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah kadang-kadang ke
tempat sampah yaitu sebanyak 35 murid (60,3%). Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Habeahan (2009) yang menunjukkan bahwa 16 murid (84.2% ) dari
25 responden di Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar membuang sampah pada tempat
sampah yang sampah. Data dari penelitian yang dilakukan di SD RA Kartini juga
menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah pada tempatnya yaitu
sebanyak 87%. (Masita, 2010)
Jumlah responden yang memisahkan sampah dengan frekuensi tidak pernah
sebanyak 37 murid (63,8%). Ditemukan bahwa responden memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi tetapi dalam tindakan masih tergolong rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak selamanya seseorang dengan pengetahuan yang tinggi
dapat melakukan tindakan atau perilaku mengenai sesuatu dengan baik.
Kemungkinan masalah tersebut dikarenakan ada faktor-faktor lain yang berperan

4
0

sehingga perilaku siswa tidak sesuai dengan pengetahuan siswa tersebut, misalnya
ada atau tidaknya sarana dan prasarana.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43 murid (74,1%). selalu mengikuti
piket sekolah dan mayoritas responden kadang-kadang mengambil sampah yang
tercecer dijalan yaitu sebanyak 37 murid (63,8%).
Pada Tabel

5.6 ditunjukkan bahwa

mayoritas

responden memiliki

pengetahuan tentang cara membuang sampah yaitu sebanyak 55 murid (94,8%). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SD kelurahan Harjosari Medan
dimana mayoritas responden memiliki pengetahuan tentang cara membuang sampah
yaitu sebanyak 68 murid (51,5 %) dari total 132 responden. (Syahputri, 2012).
Jumlah responden yang kurang memiliki pengetahuan tentang akibat yang disebabkan
oleh sampah sebanyak 30 murid (51,7%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
Syahputri (2012) yang menunjukkan bahwa 74 murid (56,1%) dari total 132
responden memiliki pengetahuan yang baik tentang akibat yang disebabkan oleh
sampah.
Menurut Sari S. (2006), ada keeratan hubungan antara pengetahuan dalam
upaya memperbaiki perilaku. Dengan demikian meningkatkan pengetahuan akan
memberi hasil yang cukup berarti untuk memperbaiki perilaku.Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah kadang-kadang ke
tempat sampah yaitu sebanyak 35 murid (60,3%). Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Habeahan (2009) yang menunjukkan bahwa 16 murid (84.2% ) dari
25 responden di Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar membuang sampah pada tempat
sampah yang sampah. Data dari penelitian yang dilakukan di SD RA Kartini juga
menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah pada tempatnya yaitu
sebanyak 87%. (Masita, 2010)
Jumlah responden yang memisahkan sampah dengan frekuensi tidak pernah
sebanyak 37 murid (63,8%). Ditemukan bahwa responden memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi tetapi dalam tindakan masih tergolong rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak selamanya seseorang dengan pengetahuan yang tinggi

4
1

dapat melakukan tindakan atau perilaku mengenai sesuatu dengan baik.


Kemungkinan masalah tersebut dikarenakan ada faktor-faktor lain yang berperan
sehingga perilaku siswa tidak sesuai dengan pengetahuan siswa tersebut, misalnya
ada atau tidaknya sarana dan prasarana.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43 murid (74,1%). selalu mengikuti
piket sekolah dan mayoritas responden kadang-kadang mengambil sampah yang
tercecer dijalan yaitu sebanyak 37 murid (63,8%).
Pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pengetahuan responden mengenai
frekuensi olahraga yang seharusnya yaitu sebanyak 12 responden (20,7 %) memiliki
pengetahuan baik dan 46 responden (79,3 %) memiliki pengetahuan kurang. Siswasiswi SDN 060957 belum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai frekuensi
olahraga yang seharusnya dilakukan. Untuk pertanyaan manfaat olahraga sebanyak
58 responden ( 100 %) memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini sesuai dengan
penelitian Habeahan (2009) di Yayasan Rapha-El Simalingkar, yaitu sebanyak 84,2%
memiliki pengetahuan baik mengenai manfaat olahraga.
Tabel 5.7 juga menjelaskan perilaku responden yang berkaitan dengan
olahraga, sebanyak 46 responden (79,3%) selalu mengikuti olahraga di sekolah dan
hanya 12 responden (20,7%) yang kadang-kadang mengikuti olahraga di
sekolah.Untuk kebiasaan berolahraga di luar sekolah sebanyak 15 responden (25,9%)
menjawab tidak pernah, 32 responden (55,2 %) menjawab kadang-kadang dan hanya
11 responden (19%) menjawab selalu. Hal ini sejalan dengan penelitian Stevanie
(2011) di SDN2 Kebon Kopi yang menjelaskan bahwa sebanyak 70% responden
kadang-kadang berolahraga di luar sekolah, dan sebanyak 30% responden yang selalu
berolahraga di luar sekolah. Hal ini mencerminkan jumlah siswa SD yang
berolahraga di luar sekolah masih cukup sedikit. Hal ini dapat disebabkan karena
banyak siswa SD yang menghabiskan waktu nya di luar sekolah dengan bermain
daripada berolahraga.
Berdasarkan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki
pengetahuan baik mengenai bahaya merokok sebanyak 46 orang (79,3%). Hal ini

4
2

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh di SDN Ungaran 02.04 dengan jumlah
sampel 41 responden, didapatkan bahwa sebanyak 23 responden (56,1%) memiliki
tingkat pengetahuan yang baik tentang bahaya merokok (Liana, 2013). Begitu juga
dengan hasil penelitian yang dilakukan di SMP 1 Tempurejo dengan jumlah
responden sebanyak 499 siswa didapatkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan
remaja berada pada pengetahuan sedang sebanyak 217 orang (45,2%) dan hasil
penelitian yang dilakukan di SD 6 Jember dengan jumlah responden sebanyak 678
orang didapatkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan remaja mengenai bahaya
merokok adalah baik dengan jumlah 245 orang (42,4%) dan sedang sebanyak 179
orang (26,5%) (Fahrosi, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VI di SD Katolik
Santa Theresia Manado dengan jumlah responden sebanyak 55 orang didapatkan
bahwa pengetahuan responden tentang bahaya merokok bagi kesehatan adalah baik
sebanyak 53 responden (96,3%) dan yang berpengetahuan kurang sebanyak 2
responden (3,7%). Menurut Notoatmodjo tahun 2003, pengetahuan seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pendidikan, pengalaman pribadi atau orang
lain, media massa dan lingkungan. Hal ini jelas dapat memberikan informasi
mengenai bahaya merokok yang dapat diperoleh melalui media massa seperti iklan di
televisi, radio maupun surat kabar. Penggunaan media dalam pendidikan kesehatan
memiliki tujuan untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah dan
mengingatkan informasi yang disampaikan supaya menimbulkan perubahan
pengetahuan dan sikap (Machfoedz, 2009). Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa
dalam satu batang rokok yang dihisap terdapat sekitar 4000 bahan kimia berbahaya
diantaranya nikotin, tar, dan CO. Efek merokok tidak hanya pada pengguna rokok itu
sendiri (perokok aktif) tetapi juga ada orang-orang yang berada di sekitar perokok
yang menghirup asap rokok (perokok pasif).
Dari tabel 5.9 dapat diketahui tingkat pengetahuan anak SD tentang PSN pada
penelitian ini masih memiliki angka yang kurang baik. Untuk tingkat pengetahuan
PSN dari jumlah 58 responden hanya 10 responden (17.2%) yang mengetahui dengan

4
3

baik tentang kegiatan PSN,dan dalam pelaksanaannya 32 responden (55.2%)


mengetahui baik dan 26 (44.8%) kurang mengetahui pelaksanaan PSN kurang baik.
Sedangkan 48 responden (82,8%) tidak mengetahui tentang kegiatan PSN. Hal ini
tidak sejalan dengan penelitian Tri Krianto pada tahun 2009 yang menyatakan 72,6 %
mengetahui tentang pelaksanaan PSN 3M Plus. 63,4% siswa telah melakukan
pemeriksaan jentik dengan baik.Dalam tindakan yang berkaitan dengan PSN, 117
responden (94,4%) tidak pernah melakukan 3M, yang kadang-kadang 7 responden
(5,6%) dan yang selalu tidak ada (0%). Hal ini sejalan dengan penelitian dari
Nurafifah,2013 yang menunjukkan bahwa dari 35 responden , 19 responden (54.3%)
tidak melakukan PSN dan 16 responden (45,71%) tidak melakukan PSN dengan
baik. Terlihat bahwa masi banyak masyarakat yang tidak melakukan kegiatan PSN.
Pengetahuan tentang vektor serta PSN ini sendiri secara umum menunjukkan
bahwa pengetahuan murid tentang DBD ini masi rendah. Murid kurang mengetahui
kapan nyamuk DBD ini menggigit serta dimana habitat perkembangbiakannya. Hal
ini

tidak

lepas

dari

keharusan

anak-anak

untuk

mengetahui

bagaimana

perkembangbiakan vektor dimulai dari kurangnya sikap dan kesadaran akan


pentingnya PSN (3M). Vektor sendiri dapat berkembangbiak dengan cepat jika tidak
ada nya penanggulangan 3M dari awal.. Hal ini juga sejalan dengan penelitian dari
Koendrat et al, di dua kecamatan di provinsi Kamphaeng Phet, Thailand yang
memberikan informasi bahwa pada umunya pengetahuan tentang gejala demam
berdarah kurang di pahami oleh masyarakat. Pengetahuan ibu tentang perilaku
nyamuk dalam menggigit juga relatif rendah. Studi Kumar dan Gururaj di negara
bagian Kartanaka,India juga memberikan gambaran bahwa lebih dari 50% responden
tidak mengetahui tentang pemberantasan nyamuk ini sendiri.Maka dapat kita
simpulkan bahwa kurangnya pengetahuan oleh orang tua terhadap pemberantasan
nyamuk ini sendiri dapat berimbas pada anak-anak karena kurangnya edukasi yang
akan dapat disampaikan sehingga masih banyak anak-anak yang tidak mengetahui
betapa pentingnya menjaga dan melakukan program pemberantasan sarang nyamuk
khususnya

di Indonesia

dengan nama

program 3M. Dari

sisi

program

4
4

pengendalian,perilaku dan habitat nyamuk lebih jauh penting daripada nyamuk ini
sendiri. Dengan memahami habitat dan perilaku nyamuk,terjadinya perubahan
perilaku dapat mengubah cara pandang dan berpikir sesorang akan pengendalian
nyamuk terutama program 3M ini sendiri (Notoadmodjo,2007).
Berdasarkan Tabel 5.10 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki
pengetahuan baik tentang kegiatan pengukuran pertumbuhan setiap bulan sebanyak
48 orang (82,8%). Hal ini sejalan dengan survey yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2011 dengan jumlah responden 792 siswa
didapatkan sebanyak594 responden (75,0%) menyatakan menimbang berat badan dan
tinggi badan secara teratur setiap bulan (Dinkes, 2011). Sama halnya dengan
penelitian yang dilakukan pada siswa-siswi kelas VI di SD Katolik Santa Theresia
Manado dengan jumlah responden sebanyak 55 orang didapatkan bahwa pengetahuan
responden tentang menimbang dan mengukur tinggi badan setiap 1 bulan untuk
memantau pertumbuhan dan perkembangan siswa adalah baik sebanyak 44 responden
(80%) dan sebanyak 11 responden (20%) berpengetahuan buruk (Grahandami, 2013).
Kemudian jumlah responden yang tidak pernah melakukan kegiatan pengukuran
pertumbuhan setiap bulan adalah sebanyak 45 orang (77,6%), hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan di SD Fransiscus tahun 2013, terdapat 59,23% siswa yang
tidak pernah memonitoring pertumbuhannya (Iskandar, 2013). Perilaku seseorang
atau masayarakat tentang kesehatan terutama melakukan penimbangan berat badan
setiap bulan ditentukan oleh pengetahuan sikap kepercayaan, tradisi dan sebagainya
dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersedian fasilitas,
sikap dan perilaku para petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya suatu perilaku atau tindakan siswa menimbang berat badan dan
mengukur tinggi badan setiap bulan. Kegiatan penimbangan berat badan di sekolah
untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak serta status gizi anak
sekolah. Tersedianya fasilitas usaha kesehatan sekolah dapat mununjang kegiatan
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan di sekolah, mengingat

4
5

pentingnya hal ini dilakukan untuk mendeteksi dini gizi buruk maupun gizi lebih
pada anak usia sekolah.
Dari tabel 5.11 didapati bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai
perilaku hidup bersih dan sehat yaitu sebanyak 18 responden (31%) memiliki
pengetahuan baik dan sebanyak 40 responden (69%) memiliki pengetahuan kurang.
Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Hanapi (2013) yang menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan PHBS siswa SDN 2 nanjung sebagian besar 80 responden
(80,11%) dalam kategori cukup, 12 responden (12,76%) dalam kategori baik dan 2
responden (2,13%) dalam kategori kurang. Dari tabel 5.12 didapati bahwa sebanyak 3
responden (5,2%) memiliki tindakan baik dan 55 responden (94,8%) memiliki
tindakan kurang. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Habeahan (2009) yang
menunjukkan bahwa tindakan responden tentang PHBS di di Yayasan Panti Asuhan
Rapha-El Simalingkar memiliki tindakan PHBS dengan kategori baik sebesar 78,9%,
sedangkan kategori buruk tidak ada. Hal ini mungkin dikarenakan tingkat
pengetahuan siswa-siswi di SDN 064026 yang masih kurang dan kurangnya
penyuluhan tentang PHBS terhadap siswa-siswi tersebut.

4
6

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari data yang diperoleh pada hasil penelitian mengenai gambaran perilaku
hidup bersih dan sehat pada siswa-siswi SD Negeri 064026 kecamatan Medan
Tuntungan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Responden terbanyak adalah perempuan yaitu 30 orang (52.5%)
2. Tingkat pengetahuan siswa-siswi mengenai perilaku hidup bersih dan
sehat tergolong kurang sebanyak 18 orang responden (31%)
3. Tindakan siswa-siswi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat tergolong
kurang sebanyak 55 orang responden (94.8%)
4. Pengetahuan siswa-siswi masih kurang mengenai perilaku hidup bersih
dan sehat perihal kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (82,8%), yang

4
7

selalu konsumsi sayur dan buah (34,5%), dan frekuensi berolahraga


(20,7%).
5. Tindakan siswa-siswi masih kurang mengenai perilaku hidup bersih dan
sehat perihal kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (82,8%), dan tidak
pernah pengukuran pertumbuhan (77,6%).
6.2 Saran
6.2.1 Bagi siswa
Sebaiknya siswa-siswi dapat mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat
di sekolah maupun kehidupan sehari-hari agar siswa-siswi terhindar dari penyakit dan
hidup dengan sehat.
6.2.2 Bagi sekolah
Sebaiknya sekolah dapat memfasilitasi dan mempersuasi siswa-siswi dalam
meningkatkan aplikasi perilaku hidup bersih yang sehat di lingkungan sekolah seharihari seperti fasilitas dan sarana sumber air bersih, jamban, tempat sampah dan lainlain.
6.3 Bagi masyarakat
Agar masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku siswa-siswi
mengenai perilaku hidup bersih dan sehat sehingga mereka mengerti dan paham
mengenai manfaat bagi mereka sendiri dan lingkungan.

4
8

DAFTAR PUSTAKA
Adi, S.B., 2010. Meningkatkan Kebugaran Jasmani Anak SD Melalui Latihan
Kebugaran

Aerobik.

Diunduh

dari:

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132319833/MENINGKATKAN
%20KEBUGARAN%20ANAK%20MELALUI%20LATIHAN
%20OLAHRAGA%20di%20SD_0.pdf [Di akses pada 25 Januari 2015]
Adznan, M.M, 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Praktik Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Siswa SD Negeri Kedungmundu
Semarang.

Di

unduh

dari:

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/145/

jtptunimus-gdl-muhammadma-7233-3-babii.pdf [Di akses pada 25 Januari


2015]

4
9

Anthony, G. 2011. Perilaku Jajan pada Murid SD di Beberapa SD di Kota Medan


Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Azrimaidaliza,P.I., 2011. Analisa Pemilihan Makanan Pada Remaja di Kota Padang.
Di

unduh

dari:

http://jurnalkesmas.ui.ac.id/index.php/kesmas/article/viewFile/114/115
[Di akses pada 25 Februari 2015]
Budiyono, dkk, Hubungan Praktik Penggunaan Fasilitas Sanitasi dan Praktik
Personal Higiene dengan Kejadian Diare di Kelurahan Bandarharjo Kota
Semarang, Jurnal promosi Kesehatan Vol.2/No.1/Januari 2007
Depkes, 2007.Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Jakarta Kemenkes
Depkes RI, 2008. Buku Saku Pelaksanaan PHBS Bagi Masyarakat Di Wilayah
Kecamatan.Jakarta : Kemenkes
Dewi DK.,2003. Hubungan kebiasaan makan pagi dan pengetahuan gizi dengan
pemilihan makanan jajanan anak SD kelas IV dan V. Skripsi. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Dinkes Bali, 2011. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tatanan Sekolah di Provinsi Bali.
Diunduh:

http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PERILAKU-HIDUP-BERSIH-DAN-

SEHAT--PHBS---DI-TATANAN-SEKOLAH-DI-PROVINSI-BALI [Diakses pada 24


Februari 2015]

Tarigan,E. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Keluarga Dalam


Penggunaan Jamban Di Kota Kabanjahe Tahun 2007. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas USU

5
0

Fahrosi, A., 2013. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Merokok 2015 pada
Remaja SMP di Pedesaan dan Perkotaan di Kabupaten Jember. Diunduh di:
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/

123456789/3099/Alfian%20Fahrosi

%20%20082310101069.PDF?sequence=1. [Diakses pada 25 Februari]

Grahandami, Lampus, B., Pandelaki, A.P., 2013. Gambaran Pengetahuan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat Siswa Kelas VI di SMP Katolik Santa Theresia Manado. Jurnal
Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013
Habeahan, J., 2009. Pengetahuan Sikap dan Tindakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Anak-Anak di Yayasan Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar Kecamatan Medan
Tuntungan Kota Medan Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.

Hamzah S.H., 2014. Studi Pengetahuan Masyarakat Tentang Pemanfaatan


Jamban di Lingkungan III Kelurahan Leato Utara Kecamatan Dumbo Raya.
Diunduh dari: e.prints.ung.ac.id/6723/ [diakses pada 25 Januari 2015]

Hidayanti, L. 2005. Hubungan Karakteristik Keluarga dan Kebiasaan


Konsumsi Makanan Dengan Keparahan Karies Gigi Anak
Sekolah Dasar. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang.
Iskandar, F.J., 2013. Implementasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di SD ST
Fransiskus

Asisi

Bengkayang.

Dinunduh

dari:

http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=130258&val=2338&title=IMPLEMENTASI%20PERILAKU
%20HIDUP%20BERSIH%20DAN%20SEHAT%20DI%20SMA%20ST
%20FRANSISKUS%20ASISI%20BENGKAYANG [Diakses pada 25 Februari
2015]

5
1

Judarwanto, 2005. Perilaku Makan Anak Sekolah. Diunduh dari:


http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/perilaku-makan-anaksekolah.pdf [diakses pada 25 Januari 2015]
Liana, I.H., Salawati, T., Mifbakhuddin, 2013. Hubungan Pengetahuan, Lingkungan Sosial,
Ketersediaan

Sarana

Prasarana

dengan

Perilaku

Merokok.

Diunduh:

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-irmayvitah-6973-1abstrak.pdf [Diakses pada 23 Februari 2015]


Maryam, A., 2012. Tingkat Pengetahuan Anak-Anak Sekolah Dasar tentang Manfaat

Konsumsi Sayur-mayur di Sekolah Dasar Shafiyyatul Amaliyyah Medan.


Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Masita, S., 2010. Pelaksanaan Program UKS dan Kebiasaan Hidup Bersih Sehat Murid
Kelas VI SD RA Kartini Kota Tebing Tinggi. Diunduh:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17112 [Diakses pada 24 Februari
2015]

Maulana, M.A., 2010. Gambaran Pengetahuan Sikap dan Tindakan Terhadap Status
Gizi Siswa SD Inpres 2 Pannampu. Makassar: Skripsi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar
Mayasari, F.F., 2012. Perbedaan Perilaku Cuci Tangan Antara Anak SD
Perkotaan Dengan Anak SD Perdesaan. Diunduh:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37945 [Diakses pada 24 Februari
2015]
Machfoedz I, et al 2005. Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan

5
2

edisi ke-1. Yogyakarta: Fitramaya


Merdawati, 2010. Pemberantasan Jentik dan Sarang Nyamuk Aedes Dalam
Rangka Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah di RW 08 Kelurahan
Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji Padang. Skripsi Universitas Andalas
Ningrum, 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Anak Sekolah dengan Penerapan
Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) Membuang Sampah pada Tempatnya di
SDN

Kalisari

Sayung

Kabupaten

Demak.

Di

unduh

dari:

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/130/jtptunimus-gdl-ikekristia-6494-3babiip-s.pdf [diakses pada 25 Januari 2015]

Notoadmodjo, S., 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Bandung: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta
Nurafifah, 2013.Pengaruh Keberadaan Siswa Pemantau Jentik Aktif Dengan Keberadaan
Jentik Di Sekolah Dasar Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang. Skripsi.
Universitas Diponegoro Semarang

Pane,2008. Pengaruh Perilaku Keluarga Terhadap Penggunaan Jamban Pada Warga


Desa Sukamurni Kecamatan Sukakarya, Kabupaten Bekasi pada Bulan April
Mei 2008

Putra, A.E.,2009. Gambaran Kebiasaan Jajan Siswa Di Sekolah Studi di Sekolah


Dasar Hj. Isriati Semarang. Thesis. Universitas Diponegoro Semarang.

5
3

Rosidi, A., Handasari, A., Mahmuda, M., 20xx. Hubungan Kebiasaan Cuci
Tangan dan Sanitasi Makanan Dengan Kejadian Diare Pada Anak SD
Negeri Podo 2 Kecamatan Kedung Wuni Kabupaten Pekalongan.
Semarang: Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Rudi,2012. Pengetahuan Tentang Jamban Sehat Terhadap Anak Panti Asuhan
Harapan Kita di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas
Hasanudin Makassar.
Sari S., 2006. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Personal Higiene Anak
Jalanan Bimbingan Rumah Singgah YMS Bandung. Bandung: Skripsi
Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran.

Silalahi, D.K., 2010. Hubungan Kebersihan Perorangan dan Pemakaian Alat


Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit Pada Petugas Pengelola
Sampah Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kabupaten Deli Serdang Tahun
2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Syahputri, D., 2011. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Siswa Sekolah Dasar
Tentang Sanitasi Dasar Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di
Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Kota Medan Tahun
2011. Diunduh di: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27601
[Diakses pada 24 Februari 2015]
World Health Organization, 2009. Hand Hygiene: Why, How, and When?

5
4

Diunduhdari:
http://www.who.int/gpsc/5may/Hand_Hygiene_Why_How_and_When_Broch
ure.pdf [diakses pada 25 Januari 2015]

Anda mungkin juga menyukai