Pengawasan Mutu
UJI PEMBEDAAN
Oleh :
Fitri Wahyuni
Herfina Novita Dewi
Rezky Septiani
Rifqi Fakhirin
(F34120003)
(F34120020)
(F34120025)
(F34120032)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada penilaian
indra manusia terhadap rangsangan yang didapat dari suatu bahan atau produk.
Karakter yang biasa dinilai pada uji organoleptik adalah warna, rasa, dan aroma
melalui indra penglihatan, pencicip, dan penciuman. Uji organoleptik berguna
untuk mengetahui penerimaan suatu produk di masyarakat. Selain itu, uji
organoleptik juga berfungsi untuk membandingkan beberapa produk sejenis, yang
disebut uji pembedaan. Pelaksanaan uji pembedaaan bisanya menggunakan
produk pembanding yang berasal dari produk yang sudah diterima di masyarakat.
Uji pembedaaan merupakan cara sederhana untuk membedakan dua
macam produk. Uji pembedaan berperan penting dalam dunia bisnis, mengingat
kesukaan dan penerimaan masyarakat terhadap suatu produk merupakan faktor
utama dalam mencapai keuntungan sehingga uji pembeda dapat menjadi salah
satu uji yang menentukan reformulasi suatu produk. Oleh karena itu, dilakukan uji
pembedaan karakter rasa dan kerenyahan suatu produk biskuit terhadap produk
biskuit lain untuk mengetahui kepekaaan panelis terhadap dua produk yang
berbeda tersebut.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan membandingkan dua macam produk biskuit
dengan uji pembedaan pasangan dan uji pembedaan duo-trio berdasarkan analisis
rasa dan kerenyahan melalui sekelompok panelis.
METODOLOGI
Metode
Mulai
Selesai
PEMBAHASAN
karbohidrat yang memiliki rasa manis dan larut dalam air. Fungsi gula yang
digunakan memberikan pengaruh terhadap tekstur dan warna kue kering.
Penggunaan gula yang tinggi dapat menyebabkan adonan keras dan regas (mudah
patah), daya lekat adonan tinggi, adonan kuat dan setelah dipanggang bentuk kue
kering menyebar.Gula dapat berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada
beberapa gula yang dapat ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah
sukrosa. Sukrosa merupakan senyawa disakarida. Secara komersial, sukrosa
diproduksi dari tebu dan bit. Berat molekul sukrosa : 342,30 titik cairnya 1860C.
Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur, putih
telur atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih empuk,
sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembaban, nilai gizi
sekaligus membangun struktur kue. Telur juga sering dipakai untuk memoles dan
untuk mengkilatkan kue. Soda kue juga bisa mengontrol kekosongan gula. Terlalu
banyak soda membuat kue, cream atau tartar dan tepung. Tujuan penambahan ini
membuat kue kering lebih renyah dan memperlebar kue kering.Telur juga
membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap udara selama
pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat
sebagai pengempuk.Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna.
Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang
berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak
merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam
adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit
menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.
Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain
yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang
ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang
dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih
banyak garam karena garam akan memperkuat protein.
Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok
senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu
yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking
powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan.
Fungsi bahan pengembang adalah untuk mengembangkan adonan, sehingga
menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus
teksturnya (Faridah et al, 2008).
Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk. Susu
bubuk berupa serbuk atau seperti tepung ini memiliki reaksi mengikat terhadap
protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu bubuk ini hanya digunakan sekitar
10 gram. Susu bubuk berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit
serta menambah nilai gizi produk.
Menurut SNI (1992), biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu
biskuit keras, crackers, wafer, dan cookies. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang
berbentuk pipih, berkadar lemak tinggi atau rendah, dan bila dipatahkan
penampang potongannya berlapis-lapis. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari
adonan keras melalui fermentasi dan memiliki struktur yang berlapis-lapis.
Cookies adalah jenis biskuit yang berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila
dipatahkan penampang potongnya bertekstur kurang padat. Sedangkan wafer
adalah jenis biskuit berpori kasar, renyah, dan bila dipatahkan penampang
potongnya berongga. Berikut merupakan komposisi kimia dari biskuit.
yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus.
Mixing merupakan proses pencampuran dan pengadukan bahandasar serta bahan
penunjang lainnya seperti tepung tapioka larutan gula halus, skim milk powder,
glukosa, lechitine, larutan garam, minyak goring dan zat additives dengan tujuan
memperoleh adonan yang homogen, kempal, oily saat digenggam, kalis dan
berwarna coklat gelap.
Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage dan continius. Pada
metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan.
Pada multiple-stage, terdiri dari dua tahap atau lebih, pertama yang dicampur
adalah lemak dan gula, kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan
lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya,
memaksimalkan output dan meminimalkan karena proses yang kontinu.
Pencampuran adonan cookies biasanya diawali pencampuran antara gula dan
shortening (disebut creaming method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung
dan bahan pengembangan dimasukkan. Adonan yang diperoleh selanjutnya
dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan biskuit
dibentuk dengan lembaran-lembaran dan dipotong-potong dengan pisau pemotong
atau alat pencetak biskuit. Adonan yang telah dicetak selanjutnya dipanggang
dalam oven. Pemanggangan merupakan hal yang penting dariseluruh urutan
proses yang mengarah pada produk yang berkualitas. Suhu oven untuk proses
pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk dan ukuran dari produk yang dibuat
dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan penyusunannya. Pada umumnya suhu
pemanggangan biskuit antara lain 218-2320C dalam waktu 15-20 menit.
Menurut Winarno, et. al (1984), mengurangi kadar air pada bahan
makanan maka bahan makanan akan mengandung senyawa-senyawa seperti
protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam konsentrasi yanglebih tinggi. Akan
tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau
berkurang. Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang tinggi, maka hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya casehardening yaitu suatu keadaan di mana
bagian luar (permukaan) dari bahan yamg sudah kering sedangkan bagian
dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan karena suhu pengeringan terlalu tinggi
yang akan mengakibatkan bagian permukaan cepat mengering dan menjadi
keras,sehingga menghambat penguapan selanjutnya dari air yang terdapat dalam
bahan pangan tersebut.
Cooling merupakan proses pendinginan biskuit setelah proses pengovenan
yang dilakukan dengan cara meletakkan biskuit pada beltconveyor yang di atasnya
dilengkapi dengan 7 kipas angin untuk menghembuskan udara segar. Tahap ini
bertujuan untuk menurunkan suhu biskuit panas hingga diperoleh suhu 30-320C
atau mendekati suhu ruang sebelum dikemas dengan etiket. Biskuit harus
didinginkan sebelum dikemas agar tidak terjadi pengembunan di dalam kemasan
sehingga dapat menghambat tumbuhnya jamur. Selain itu, pendinginan bertujuan
mengeraskan kembali tekstur gula dan lemak yang memuai pada saat proses
pengovenan.
Uji pembeda merupakan penginderaan dua rangsangan sejenis yang
dilakukan panelis, yakni mula-mula merespon sifat indrawi yang diujikan
kemudian membandingkan kedua contoh untuk menilai kesamaan atau
perbedaannya. Uji pembeda yang dilakukan pada praktikum kali ini berguna
untuk melihat secara statistik adanya perbedaan diantara sampel yang tersedia.
Jenis-jenis uji pembeda yang dilakukan yaitu uji pembeda pasangan (paired
comparation) , uji segitiga (triangle test) dan uji duo-trio.
Uji pembeda pasangan (paired comparison) merupakan cara pengujian
yang termasuk paling sederhana dan paling tua, karena itu juga sering digunakan.
Pengujian ini menggunakan dua contoh yang disajikan bersamaan atau berurutan
dengan nomor kode berlainan. Masing-masing anggota panel diminta menyatakan
ada atau tidak ada perbedaan dalam hal sifat yang diujikan. Sifat atau kriteria yang
diujikan harus jelas dan dipahami panelis agar pengujian yang dilakukan efektif
(Soekarto 1985).
Ada dua cara uji pasangan yaitu dengan dan tanpa dengan bahan
pembanding (reference). Contoh yang disajikan yakni contoh 1 dapat merupakan
bahan pembanding atau sebagai kontrol sedangkan contoh yang lain sebagai yang
dibandingkan, dinilai atau yang diuji. Uji pembeda pasangan ini dilakukan untuk
membandingkan hasil cara pengolahan lama sebagai contoh baku atau
pembanding dan hasil cara pengolahan baru yang dibandingkan atau dinilai.
Pengujian uji pembeda pasangan ini, bahan pembanding dicicip lebih dulu baru
contoh ke dua, tetapi dapat juga dua contoh itu tidak mempunyai bahan
pembanding. Misalnya membandingkan 2 macam hasil dan dua daerah, dalam hal
pengujian ingin diketahui atau dinilai ialah ada atau tidak ada nya perbedaan sifat
basil dan kedua daerah itu. Pengujian dapat dianggap cukup jika panelis telah
dapat menyatakan ada atau tidak adanya perbedaan. Pengujian uji pasangan tanpa
bahan pembanding kedua contoh itu disajikan secara acak dan pengelola
pengujian dapat pula meminta keterangan lebih lanjut pada para panelis untuk
menyatakan lebih lanjut tingkat perbedaan. Tingkat perbedaan dapat dinyatakan,
misalnya: perbedaan sedikit, sedang atau banyak (Suhardjo 1986).
Meskipun uji pasangan itu sederhana penyelenggaraannya, tetapi tidak
mudah dalam memberi interpretasi hasil analisisnya. Hanya dua contoh disajikan
bersama-sama maka chance of probability dan masing-masing contoh untuk
dipilih adalah V2 atau 50%. Kesimpulan tidak dapat diambil jika panelisnya
sedikit. Jumlah panelis yang dibutuhkan biasanya di atas 10 orang (Kartika 1987).
Uji triangle atau uji segitiga adalah suatu metode yang bertujuan untuk
menetapkan apakah ada perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua
contoh. Dimana terdapat tiga sampel pada uji triangle dan dua dari tiga sampel
tersebut sama. Pembedaan dalam uji triangle tidak terarah, tidak perlu disertai
pernyataan sifat yang satulebih dari yang lainnya, cukup menyatakan ada
perbedaan atau tidak. Pengujian ini lebih banyak digunakan karena lebih peka
daripada uji berpasangan. Masing-masing panelis disajikan secara acak tiga
contoh produk dengan kode berbeda dimana dua dari ketiga produk sama pada
pengujian segitiga ini. Panelis diminta memilih satu di antara tiga contoh mana
yang mempunyai perbedaan. Keseragaman tiga contoh sangat penting seperti
ukuran atau bentuk. Sifat contoh yang tidak sama dimiliki dari ketiga contoh
tersebutdibuat sama. Tidak ada sampel baku atau sampel pembanding dalam uji
segitiga ini (Soekarto 1985).
Mula-mula metode ini dikembangkan oleh Bengtsson untuk pengendalian
mutu dan riset, selanjutnya juga digunakan untuk seleksi panelis Uji triangle ini
ada yang bersifat sederhana, artinya hanya untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan dua macam sample, tetapi ada yang sifatnya lebih terarah, untuk
mengetahui sejauh mana perbedaan antara dua sample tersebut. Pengujian ini
menggunakan tiga sample berkode secara acak, duadari tiga sample tersebut sama
dan sample yang ketiga berbeda. Panelis diminta memilih satu diantara tiga
sample yang berbeda dari dua sample yang lain (Kartika 1987).
Uji duo-trio merupakan uji pembeda yang digunakan untuk menilai
pengaruh macam-macam perlakuan seperti modifikasi proses, komposisi bahan
dalam pengolahan pangan bagi industri dan mengetahui perbedaan atau
persamaan diantara dua atau tiga produk dari komoditi yang sama. Uji duo-trio
juga digunakan untuk melihat perlakuan baru terhadap mutu produk ataupun
menilai keseragaman mutu bahan. Tujuan dari pengujian ini yaitu untuk mencari
perbedaan yang kecil diantara dua contoh dan dalam uji ini sudah ditentukan
pembanding yang dibandingkan dengan kedua contoh lainnya sejak awal
pegujian. Walaupun metode pengujian duo-trio kurang efektif, namun uji ini lebih
mudah untuk dilaksanakan oleh panelis. Metode ini hanya dapat digunakan jika
produk homogen.
Uji duo-trio di dalam industri pangan dapat digunakan salah satunya
adalah untuk reformulasi suatu produk baru, sehingga dapat diketahui ada atau
tidaknya perbedaan antara produk lama dan baru. Kelemahan dari pengujian duotrio ini adalah berdasarkan daya ingat dari panelis terhadap atribut yangdinilai,
sulit mendeskripsikan sampel yang sama dengan pembanding karena panelis akan
sulit untuk mengingatsecara detail bahan yang sedang danalisis, biasanya uji ini
dapatdilakukan dengan mudah oleh seseorang yang memiliki daya ingatyang
tinggi, oleh karena itu akan banyak sekali pengaruh dari human eror akibat
pengaruh psikologis ataupun fisiologis. Karena dari itu uji duo-trio lebih sulit dari
pada uji triangle. Tipe pengujian duo-trio ini juga dapat digunakan untuk seleksi
panelis yang dapat disajikan beberapa kali pengujian untuk seorang calon panelis
yang diseleksi. Calon panelis yang dapat mendeteksi perbedaan dengan benar
lebih dari 60%, maka seluruh penyajian dapat diambil sebagai panelis
(Kartika1987).
Probability level pada tabel two sample test tidak menggunakan taraf 0,5%
dan 1% untuk meminimalisir kesalahan. Taraf 0,01% biasanyadigunakan oleh
medis yang memerlukan ketelitian tinggi. Uji duo trio, tiap-tiap anggota panel
disajikan 3 contoh, 2 contoh dari bahan yang sama dan contoh ketiga dari bahan
yang lain. Salah satu daridua contoh yang sama itu dicicip atau dikenali dulu dan
dianggap sebagaicontoh baku, sedangkan kedua contoh lainnya kemudian. Dalam
penyuguhannya ketiga contoh itudapat diberikan bersamaan. Atau contoh bakunya
diberikan lebih dulu baru kemudian kedua contoh yang lain disuguhkan.
Uji pembedaan pasangan juga disebut paired comparison, paired test atau
dual comparation. Dalam pengujian dengan uji pembeda pasangan, prinsip yang
digunakan yaitu dua contoh disajikan bersamaan atau berurutan dengan nomor
kode berlainan. Masing-masing anggota panel diminta menyatakan ada atau tidak
ada perbedaan dalam hal sifat yang diujikan. Sifat sifat tersebut dapat berupa
aroma, warna, rasa dan tekstur. Agar pengujian ini efektif, sifat atau kriteria yang
diujikan harus jelas dan dipahami panelis. Di samping itu penyaji dapat pula
meminta keterangan lebih lanjut pada para panelis untuk menyatakan lebih lanjut
tingkat perbedaan. Tingkat perbedaan dapat dinyatakan, misalnya: perbedaan
sedikit, sedang, banyak. Meskipun uji pasangan itu sederhana
penyelenggaraannya, tetapi tidak mudah dalam memberi interpretasi hasil
analisisnya. Karena hanya 2 contoh disajikan bersama-sama maka chance of
pada contoh uji dengan contoh pembanding, kemudian mencicipi rasa dan
kerenyahan dari contoh uji, lalu diberikaan penilaian dengan memberi tanda
1 bila berbeda rasa dan kerenyahan dan tanda 0 bila sama rasa dan
kerenyahan dengan contoh pembanding pada kolom respon form uji. Untuk
bahan uji, biskuit yang digunakan sudah diberikan kode masing-masing
penyajiannya, yaitu 456 dan 789. 456 adalah kode untuk biskuit regal dan 789
adalah kode untuk biskuit ATB. Pemberian kode pada bahan yang akan diuji ini,
agar panelis dapat membedakan dan mengidentifikasi apakah biskuit yang telah
disajikan tergolong sama dengan pembanding atau berbeda.
Pada pengujian pertama untuk kode 456, berdasarkan tabel pengujian rasa,
didapatkan hasil bahwa 21 panelis menyatakan contoh uji berbeda dengan bahan
pembanding, 6 panelis menyatakan sama dengan pembanding. Berdasarkan tabel
mengenai jumlah terkecil untuk menyatakan beda nyata pada uji ini untuk 27
panelis dibutuhkan untuk tingkat kepercayaan 5% adalah 20, tingkat
kepercayaan 1% dibutuhkan 21 panelis dan untuk tingkat kepercayaan 0.1%
diperlukan 23 panelis. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa dari
segi rasa contoh 456 berbeda nyata dengan contoh pembanding pada tingkat
1% karena memenuhi persyaratan minimum atau jumlah terkecil untuk
dikatakan berbeda nyata dengan contoh pembanding pada tingkat 1 %. Hal itu
berarti panelis dapat mendeteksi adanya perbedaan dari contoh uji dan
pembanding.
Dari segi kerenyahan, didapatkan hasil bahwa 16 panelis menyatakan
contoh uji berbeda dengan bahan pembanding, 11 panelis menyatakan sama
dengan pembanding. Berdasarkan tabel mengenai jumlah terkecil untuk
menyatakan beda nyata pada uji ini, dapat disimpulkan bahwa contoh 456 tidak
terdeteksi adanya perbedaan kerenyahan dengan pembanding pada tingkat 5%.
Data pengamatan menunjukkan bahwa panelis tidak dapat mendeteksi perbedaan
terkecil dari segi kerenyahan pada contoh uji dan pembanding. Hal tersebut bisa
dikarenakan karena kedua contoh produk memiliki kerenyahan yang sama
sebab kedua produk sama-sama dibuat dengan bahan pengembang. Pernyataan
tersebut didukung dengan pendapat Olyvia (2012) yang menyatakan bahwa
fungsi bahan pengembang adalah untuk mengembangkan adonan, sehingga
menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya. Akan tetapi, bertolak dari
komposisi bahan biskuit, kesalahan pendeteksian perbedaan kerenyahan antara
regal dan ATB bisa disebabkan karena biskuit yang digunakan sebagai contoh
uji terlalu lama kontak dengan udara sehingga mempengaruhi kerenyahannya.
Kesalahan juga dapat terjadi karena panca indra pada diri panelis seperti lidah
kurang memiliki sensitifitas dalam membedakan kerenyahan ATB dan regal sebab
panelis yang digunakan adalah panelis agak terlatih. Selain itu yang
mempengaruhi hasil pengujian adalah panelis cenderung memberikan penilaian
lebih baik atau lebih buruk apabila didahului pemberian sample yang lebih baik
atau lebih buruk, terjadi karena penampakan sample yang tidak seragam sehingga
panel ragu-ragu dalam memberikan penilaian, panelis memberikan penilaiannya
berdasarkan karakteristik tertentu menurut logikanya sehingga karakteristik
tersebut akan berhubungan dengan karakteristik lainnya, dan evaluasi sample
dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) faktor sehingga panelis memberikan kesan
yang umum dari suatu produk.
Pada pengujian kedua untuk kode 789, berdasarkan tabel pengujian rasa,
didapatkan hasil bahwa dari 27 panelis, 10 panelis menyatakan contoh uji berbeda
dengan bahan pembanding, 17 panelis menyatakan sama dengan pembanding.
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa dari segi rasa, tidak
terdeteksi adanya perbedaan pada tingkat 5 % antara contoh uji dengan bahan
pembanding karena tidak memenuhi persyaratan minimum atau jumlah terkecil
untuk dikatakan berbeda nyata dengan contoh pembanding pada tingkat 5 %.
Hal itu berarti panelis dapat mendeteksi tidak adanya perbedaan dari contoh uji
dan pembanding karena kedua produk yang diuji berasal dari merk yang sama
yaitu ATB.
Dari segi kerenyahan, didapatkan hasil bahwa 8 panelis menyatakan
contoh uji berbeda dengan bahan pembanding, 19 panelis menyatakan sama
dengan pembanding. Berdasarkan tabel mengenai jumlah terkecil untuk
menyatakan beda nyata pada uji ini, dapat disimpulkan bahwa contoh 789 tidak
terdeteksi adanya perbedaan dengan pembanding pada tingkat 5% atau tidak
berbeda nyata pada tingkat 5%. Hal tersebut karena data yang diperoleh tidak
memenuhi persyaratan minimum atau jumlah terkecil untuk dikatakan berbeda
nyata dengan contoh pembanding pada tingkat 5 %. Data juga menunjukkan
bahwa panelis dapat mendeteksi tidak adanya perbedaan kerenyahan dari contoh
uji dan pembanding karena kedua produk yang diuji juga berasal dari merk yang
sama yaitu ATB. Dari data pengamatan dapat disimpulkan bahwa untuk kriteria
rasa antara ATB dan regal dapat dikatakan memiliki mutu yang berbeda karena
jumlah panelis yang menyatakan berbeda sudah memenuhi persyaratan yang
diminta. Sedangkan untuk kriteria kerenyahan, antara regal dan ATB belum
dapat dikatakan memiliki mutu yang berbeda karena jumlah panelis yang
menyatakan berbeda masih dibawah persyaratan yang diminta.
PENUTUP
Simpulan
Uji pembeda merupakan penginderaan dua rangsangan sejenis yang
dilakukan panelis melalui indra manusia, lalu membandingkan kedua contoh
untuk menilai kesamaan atau perbedaannya. Uji pembeda terbagi tiga yaitu uji
pembeda pasangan, uji segitiga, dan uji duo-trio.
Uji pembeda pasangan (paired comparison) merupakan cara pengujian yang
termasuk paling sederhana, menggunakan dua contoh yang disajikan bersamaan
dengan nomor kode berlainan. Sedangkan uji duo-trio dapat digunakan untuk
reformulasi suatu produk baru, sehingga dapat diketahui perbedaan antara produk
lama dan baru.
Penilaian yang diberikan panelis dengan memberi tanda 1 bila
karakternya berbeda dan tanda 0 bila sama dengan contoh pembanding pada
kolom respon form uji.
Berdasarkan data yang didapat saat praktikum, dapat disimpulkan bahwa
contoh 123 berbeda nyata dengan contoh pembanding pada tingkat 0.1% karena
memenuhi persyaratan minimum atau jumlah terkecil, yaitu 23 panelis, untuk
dikatakan berbeda nyata dengan contoh pembanding.
Berdasarkan data lainnya, dapat disimpulkan bahwa uji pembeda duo-trio
dari segi rasa contoh 456 berbeda nyata dengan contoh pembanding pada tingkat
1%. Sedangkan contoh 789 tidak terdeteksi adanya perbedaan dengan
pembanding pada tingkat 5% atau tidak berbeda nyata pada tingkat 5%. Hal
tersebut karena data yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan minimum.
Saran
Uji pembeda dapat dimanfaatkan untuk mengetahui keaslian produk yang
beredar di warung-warung sekitar kampus atau dapat membandingkan dua produk
sejenis seperti bakso untuk menduga adanya bahan tambahan sintetik pada suatu
produk.
DAFTAR PUSTAKA
Faridah A et al. 2008. Patiseri Jilid I Untuk SMK. Jakarta (ID): Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Derektorat Jendral Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Faridi H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. London (EN):
Chapman and Hall.
Fatma W et al. 1986. Penelitian Teknologi Pembuatan Biskuit & Mie. Departemen
Perindustrian. Makassar (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri.
Harris RS, Karmas E. 1989. Nutritional Evaluatin of Food Processing.
Penterjemah Suminar Achmad dalam Evaluasi Gizi pada Pengolahan
Bahan Pangan. Bandung (ID): Penerbit ITB.
Hastuti P. 1987. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta (ID) : PAU
Pangan dan Gizi.
Igfar Ahmad. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Labu Kuning (Cucurbita
moschata) Dan Tepung Terigu Terhadap Pembuatan Biskuit. [skripsi]
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.
Kartika B, Hastuti P, Supartono W.1987. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Matz SA, Matz TD. 1978. Cookies and Crackers Technology. Texas (USA): The
AVI Publishing Co. Inc.
Olyvia OD. 2012. Tinjauan Pustaka Biskuit [Terhubung] repository.
usu.ac.id/bitstream/123456789/34631/4/Chapter%20II.pdf. (30 September
2014)
Rukmana HR. 1997. Ubi Kayu Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
SNI 01-2973-1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Badan Standardisasi Nasional
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta: Penerbit Bhrata Karya
Aksara.
Suhardjo. 1986. Pangan Gizi dan Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Whiteley PR. 1971. Biscuit Manufacture : Fundamentals of In-Line Production.
London (EN): Applied Science Publishers Ltd.
Winarno FG et al. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Gramedia
LAMPIRAN
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Keterangan :
Pembanding 1 : Regal
Kode 123
: ATB
Pembanding 2 : ATB
Kode 456
: Regal
Kode 789
: ATB