Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum

Pengawasan Mutu

Hari/tanggal: Kamis, 25 September 2014


Dosen
: Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA
Golongan : P1
Asisten
:
1. Fairuz Sartika D. (F34100033)
2. Fleni Ayu K. H. (F34100065)

UJI PEMBEDAAN

Oleh :
Fitri Wahyuni
Herfina Novita Dewi
Rezky Septiani
Rifqi Fakhirin

(F34120003)
(F34120020)
(F34120025)
(F34120032)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada penilaian
indra manusia terhadap rangsangan yang didapat dari suatu bahan atau produk.
Karakter yang biasa dinilai pada uji organoleptik adalah warna, rasa, dan aroma
melalui indra penglihatan, pencicip, dan penciuman. Uji organoleptik berguna
untuk mengetahui penerimaan suatu produk di masyarakat. Selain itu, uji
organoleptik juga berfungsi untuk membandingkan beberapa produk sejenis, yang
disebut uji pembedaan. Pelaksanaan uji pembedaaan bisanya menggunakan
produk pembanding yang berasal dari produk yang sudah diterima di masyarakat.
Uji pembedaaan merupakan cara sederhana untuk membedakan dua
macam produk. Uji pembedaan berperan penting dalam dunia bisnis, mengingat
kesukaan dan penerimaan masyarakat terhadap suatu produk merupakan faktor
utama dalam mencapai keuntungan sehingga uji pembeda dapat menjadi salah
satu uji yang menentukan reformulasi suatu produk. Oleh karena itu, dilakukan uji
pembedaan karakter rasa dan kerenyahan suatu produk biskuit terhadap produk
biskuit lain untuk mengetahui kepekaaan panelis terhadap dua produk yang
berbeda tersebut.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan membandingkan dua macam produk biskuit
dengan uji pembedaan pasangan dan uji pembedaan duo-trio berdasarkan analisis
rasa dan kerenyahan melalui sekelompok panelis.

METODOLOGI

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan yaitu cup, form uji, dan pulpen. Sedangkan bahan
yang digunakan yaitu dua macam biskuit (regal dan ATB), dan air mineral.

Metode

Mulai

Panelis memasuki ruang pengujian, menerima form uji dan air


mineral dari kelompok piket

Pada uji pembeda pasangan, panelis mencoba dua produk


biskuit dan menilai dari karakter rasa, hasilnya ditulis di form
uji. Panelis memberikan nilai 0 jika dianggap sama dan nilai
1 jika dianggap berbeda

Pada uji duo-trio, panelis mencicipi tiga biskuit dalam tiga


cup, dan menilai dari segi rasa dan kerenyahan. Penilaian
sama dengan uji pembeda pasangan

Form uji yang sudah diisi, dikumpulkan dan diambil


kesimpulannya

Selesai

PEMBAHASAN

Biskuit merupakan sejenis makanan kering, sehingga kadar air sangat


menetukan mutu dari biskuit oleh karena itu kadar air perlu dibatasi 5-10% dapat
mengakibatkan tekstur biskuit kurang renyah dan mikroorganisme dapat tumbuh
sehingga biskuit mudah menjadi tengik (Fatma et al 1986). Biskuit merupakan
makanan ringan yang disenangi karena enak, manis, dan renyah. Biskuit
merupakan makanan kering yang tergolong makanan panggang atau kue kering.
Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang tinggi,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa dalam
perjalanan, karena volume dan beratnya yang relatif ringan akibat adanya proses
pengeringan (Whiteley, 1971).
Sunaryo (1985) dalam Igfar (2012) mengatakan bahwa biskuit adalah
sejenis produk yang terbuat dari adonan yang keras, terbentuk pipih yang rasanya
lebih mengarah kepada rasa manis, asin, dan renyah serta bila dipatahkan
penampang potongnya berlapis-lapis.Menurut Faridi (1994), biskuit merupakan
produk yang berasal dari tepung terigu halus dan dalam formulanya mengandung
gula dan lemak yang tinggi, tapi mengandung sedikit air. Menurut SNI (1992),
biskuit adalah sejenis makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan
penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan.
Biskuit pada umumnya berwarna coklat keemasan, permukaan agak licin,
bentuk dan ukurannya seragam, crumb berwarna putih kekuningan, kering, renyah
dan ringan serta aroma yang menyenangkan. Bahan pembentuk biskuit dapat
dkelompokkan menjadi dua jenis yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan
pengikat terdiri dari tepung, air, padatan dari susu dan putih telur. Bahan pengikat
berfungsi untuk membentuk adonan yang kompak. Bahan perapuh terdiri dari
gula, shortening, bahan pengembang, dan kuning telur (Matz, 1978).
Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan
memengaruhi proses pembuatan adonan, fungsi tepung adalah sebagai struktur
biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein
rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue
yang rapuh dan kering merata. Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam
segala jenis roti, kue kering, mie, biskuit, dan spaghetti serta mempunyai peranan
yang penting dan beragam bergantung pada sifat turunannya, kondisi tumbuh dan
pemanenan. Nilai gizi makanan asal gandum ini tergantung pada susunan kimi
tepung murni pada bahan dasarnya (Harris dan Karmas, 1989). Bahan pokok
dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu. Dipasaran saat ini paling tidak ada
3 macam produk tepung terigu yaitu tepung terigu dengan kandungan proteinnya
13-13%, tepung terigu dengan kandungan proteinnya 9-11%, dan tepung terigu
dengan kandungan proteinnya 7-9%. Selama pengolahan biskuit menggunakan
100% tepung terigu. Perlu dikaji bahan baku yang digunakan untuk biskuit tidak
hanya berasal dari tepung terigu saja, melainkan disubtitusikan (Rukmana, 1997).
Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai bahan makanan,
karena gula didalam tubuh sebagai sumber kalori. Disamping sebagai bahan
makanangula digunakan pula sebagai bahan pengawet makanan, bahan baku
alkohol dan pencampur obat-obatan. Gula merupakan senyawa kimia termasuk

karbohidrat yang memiliki rasa manis dan larut dalam air. Fungsi gula yang
digunakan memberikan pengaruh terhadap tekstur dan warna kue kering.
Penggunaan gula yang tinggi dapat menyebabkan adonan keras dan regas (mudah
patah), daya lekat adonan tinggi, adonan kuat dan setelah dipanggang bentuk kue
kering menyebar.Gula dapat berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada
beberapa gula yang dapat ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah
sukrosa. Sukrosa merupakan senyawa disakarida. Secara komersial, sukrosa
diproduksi dari tebu dan bit. Berat molekul sukrosa : 342,30 titik cairnya 1860C.
Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur, putih
telur atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih empuk,
sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembaban, nilai gizi
sekaligus membangun struktur kue. Telur juga sering dipakai untuk memoles dan
untuk mengkilatkan kue. Soda kue juga bisa mengontrol kekosongan gula. Terlalu
banyak soda membuat kue, cream atau tartar dan tepung. Tujuan penambahan ini
membuat kue kering lebih renyah dan memperlebar kue kering.Telur juga
membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap udara selama
pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat
sebagai pengempuk.Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna.
Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang
berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak
merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam
adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit
menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.
Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain
yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang
ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang
dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih
banyak garam karena garam akan memperkuat protein.
Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok
senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu
yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking
powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan.
Fungsi bahan pengembang adalah untuk mengembangkan adonan, sehingga
menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus
teksturnya (Faridah et al, 2008).
Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk. Susu
bubuk berupa serbuk atau seperti tepung ini memiliki reaksi mengikat terhadap
protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu bubuk ini hanya digunakan sekitar
10 gram. Susu bubuk berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit
serta menambah nilai gizi produk.
Menurut SNI (1992), biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu
biskuit keras, crackers, wafer, dan cookies. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang
berbentuk pipih, berkadar lemak tinggi atau rendah, dan bila dipatahkan
penampang potongannya berlapis-lapis. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari
adonan keras melalui fermentasi dan memiliki struktur yang berlapis-lapis.
Cookies adalah jenis biskuit yang berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila
dipatahkan penampang potongnya bertekstur kurang padat. Sedangkan wafer

adalah jenis biskuit berpori kasar, renyah, dan bila dipatahkan penampang
potongnya berongga. Berikut merupakan komposisi kimia dari biskuit.

Tabel 1. Komposisi kimia biskuit per 100 gr


Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Gizi Depkes RI 1972 dalam
Igfar (2012)
Dedi Rustandi (2002) dalam Igfar (2012) mengatakan bahwa biskuit biasa
dibedakan menjadi dua kelompok besar dilihat dari proses pembuatan yaitu soft
dough dan hard dough. Semua biskuit tipe cookies termasuk dalam kelompok soft
dough, misalnya plain cookies, shells dan lain-lain. Adonan soft dough dibuat dari
tepung terigu dengan kandungan protein 8%-9%. Soft dough mempunyai
beberapa klasifikasi, yaitu :
a. Batter type biskuit, yaitu biskuit yang terbuat dari tepung terigu, susu, dan fat
dengan kadar tinggi. Biskuit yang dihasilkan sifatnya lunak dan moist,
contohnya antara lain :
1. Drop cookies, deposit cookies atau soft cookies teksturnya lunak dan
moist seperti cake, karena tinggi kandungan telurnya
2. Stiff batter biskuit mempunyai tekstur renyah karena kandungan liquid
dan telurnya rendah.
3. Shortbread cookies mempunyai rasa gurih karena tingginya kandungan
butter/ shortening.
b. Foam type cookies yaitu biskuit yang terbentuk karena prinsip ekstensi dan
denaturasi dari protein telur untuk membentuk struktur biskuit. Biskuit tipe ini
menggunakan telur dalam jumlah tinggi, yang termasuk dalam kelompok ini
adalah meringue, sheels dan macaroons. Kemudian sponge, yaitu biskuit yangf
menggunakan telur utuh ataupun kuning telur sja seperti lady fingers dan
springerlie.
Proses produksi atau pengolahan biskuit dapat diartikan suatupengolahan
tepung terigu dengan penambahan bahan-bahan penunjanglainnya yang diizinkan
sehingga menjadi suatu produk makanan kering yangberbentuk khas biskuit dan
siap langsung dikonsumsi tanpa diolah kembali. Proses pembuatan biskuit secara
garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan
pemanggangan (bucking). Gula yang digunakan dalam proses produksi
merupakan gulahalus. Sebelum digunakan gula tersebut dilarutkan dengan air
proses. Tujuannya agar dalam tahap mixing larutan benar-benar tercampur
homogen. Tahap pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan

yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus.
Mixing merupakan proses pencampuran dan pengadukan bahandasar serta bahan
penunjang lainnya seperti tepung tapioka larutan gula halus, skim milk powder,
glukosa, lechitine, larutan garam, minyak goring dan zat additives dengan tujuan
memperoleh adonan yang homogen, kempal, oily saat digenggam, kalis dan
berwarna coklat gelap.
Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage dan continius. Pada
metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan.
Pada multiple-stage, terdiri dari dua tahap atau lebih, pertama yang dicampur
adalah lemak dan gula, kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan
lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya,
memaksimalkan output dan meminimalkan karena proses yang kontinu.
Pencampuran adonan cookies biasanya diawali pencampuran antara gula dan
shortening (disebut creaming method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung
dan bahan pengembangan dimasukkan. Adonan yang diperoleh selanjutnya
dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan biskuit
dibentuk dengan lembaran-lembaran dan dipotong-potong dengan pisau pemotong
atau alat pencetak biskuit. Adonan yang telah dicetak selanjutnya dipanggang
dalam oven. Pemanggangan merupakan hal yang penting dariseluruh urutan
proses yang mengarah pada produk yang berkualitas. Suhu oven untuk proses
pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk dan ukuran dari produk yang dibuat
dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan penyusunannya. Pada umumnya suhu
pemanggangan biskuit antara lain 218-2320C dalam waktu 15-20 menit.
Menurut Winarno, et. al (1984), mengurangi kadar air pada bahan
makanan maka bahan makanan akan mengandung senyawa-senyawa seperti
protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam konsentrasi yanglebih tinggi. Akan
tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau
berkurang. Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang tinggi, maka hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya casehardening yaitu suatu keadaan di mana
bagian luar (permukaan) dari bahan yamg sudah kering sedangkan bagian
dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan karena suhu pengeringan terlalu tinggi
yang akan mengakibatkan bagian permukaan cepat mengering dan menjadi
keras,sehingga menghambat penguapan selanjutnya dari air yang terdapat dalam
bahan pangan tersebut.
Cooling merupakan proses pendinginan biskuit setelah proses pengovenan
yang dilakukan dengan cara meletakkan biskuit pada beltconveyor yang di atasnya
dilengkapi dengan 7 kipas angin untuk menghembuskan udara segar. Tahap ini
bertujuan untuk menurunkan suhu biskuit panas hingga diperoleh suhu 30-320C
atau mendekati suhu ruang sebelum dikemas dengan etiket. Biskuit harus
didinginkan sebelum dikemas agar tidak terjadi pengembunan di dalam kemasan
sehingga dapat menghambat tumbuhnya jamur. Selain itu, pendinginan bertujuan
mengeraskan kembali tekstur gula dan lemak yang memuai pada saat proses
pengovenan.
Uji pembeda merupakan penginderaan dua rangsangan sejenis yang
dilakukan panelis, yakni mula-mula merespon sifat indrawi yang diujikan
kemudian membandingkan kedua contoh untuk menilai kesamaan atau
perbedaannya. Uji pembeda yang dilakukan pada praktikum kali ini berguna
untuk melihat secara statistik adanya perbedaan diantara sampel yang tersedia.

Jenis-jenis uji pembeda yang dilakukan yaitu uji pembeda pasangan (paired
comparation) , uji segitiga (triangle test) dan uji duo-trio.
Uji pembeda pasangan (paired comparison) merupakan cara pengujian
yang termasuk paling sederhana dan paling tua, karena itu juga sering digunakan.
Pengujian ini menggunakan dua contoh yang disajikan bersamaan atau berurutan
dengan nomor kode berlainan. Masing-masing anggota panel diminta menyatakan
ada atau tidak ada perbedaan dalam hal sifat yang diujikan. Sifat atau kriteria yang
diujikan harus jelas dan dipahami panelis agar pengujian yang dilakukan efektif
(Soekarto 1985).
Ada dua cara uji pasangan yaitu dengan dan tanpa dengan bahan
pembanding (reference). Contoh yang disajikan yakni contoh 1 dapat merupakan
bahan pembanding atau sebagai kontrol sedangkan contoh yang lain sebagai yang
dibandingkan, dinilai atau yang diuji. Uji pembeda pasangan ini dilakukan untuk
membandingkan hasil cara pengolahan lama sebagai contoh baku atau
pembanding dan hasil cara pengolahan baru yang dibandingkan atau dinilai.
Pengujian uji pembeda pasangan ini, bahan pembanding dicicip lebih dulu baru
contoh ke dua, tetapi dapat juga dua contoh itu tidak mempunyai bahan
pembanding. Misalnya membandingkan 2 macam hasil dan dua daerah, dalam hal
pengujian ingin diketahui atau dinilai ialah ada atau tidak ada nya perbedaan sifat
basil dan kedua daerah itu. Pengujian dapat dianggap cukup jika panelis telah
dapat menyatakan ada atau tidak adanya perbedaan. Pengujian uji pasangan tanpa
bahan pembanding kedua contoh itu disajikan secara acak dan pengelola
pengujian dapat pula meminta keterangan lebih lanjut pada para panelis untuk
menyatakan lebih lanjut tingkat perbedaan. Tingkat perbedaan dapat dinyatakan,
misalnya: perbedaan sedikit, sedang atau banyak (Suhardjo 1986).
Meskipun uji pasangan itu sederhana penyelenggaraannya, tetapi tidak
mudah dalam memberi interpretasi hasil analisisnya. Hanya dua contoh disajikan
bersama-sama maka chance of probability dan masing-masing contoh untuk
dipilih adalah V2 atau 50%. Kesimpulan tidak dapat diambil jika panelisnya
sedikit. Jumlah panelis yang dibutuhkan biasanya di atas 10 orang (Kartika 1987).
Uji triangle atau uji segitiga adalah suatu metode yang bertujuan untuk
menetapkan apakah ada perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua
contoh. Dimana terdapat tiga sampel pada uji triangle dan dua dari tiga sampel
tersebut sama. Pembedaan dalam uji triangle tidak terarah, tidak perlu disertai
pernyataan sifat yang satulebih dari yang lainnya, cukup menyatakan ada
perbedaan atau tidak. Pengujian ini lebih banyak digunakan karena lebih peka
daripada uji berpasangan. Masing-masing panelis disajikan secara acak tiga
contoh produk dengan kode berbeda dimana dua dari ketiga produk sama pada
pengujian segitiga ini. Panelis diminta memilih satu di antara tiga contoh mana
yang mempunyai perbedaan. Keseragaman tiga contoh sangat penting seperti
ukuran atau bentuk. Sifat contoh yang tidak sama dimiliki dari ketiga contoh
tersebutdibuat sama. Tidak ada sampel baku atau sampel pembanding dalam uji
segitiga ini (Soekarto 1985).
Mula-mula metode ini dikembangkan oleh Bengtsson untuk pengendalian
mutu dan riset, selanjutnya juga digunakan untuk seleksi panelis Uji triangle ini
ada yang bersifat sederhana, artinya hanya untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan dua macam sample, tetapi ada yang sifatnya lebih terarah, untuk
mengetahui sejauh mana perbedaan antara dua sample tersebut. Pengujian ini

menggunakan tiga sample berkode secara acak, duadari tiga sample tersebut sama
dan sample yang ketiga berbeda. Panelis diminta memilih satu diantara tiga
sample yang berbeda dari dua sample yang lain (Kartika 1987).
Uji duo-trio merupakan uji pembeda yang digunakan untuk menilai
pengaruh macam-macam perlakuan seperti modifikasi proses, komposisi bahan
dalam pengolahan pangan bagi industri dan mengetahui perbedaan atau
persamaan diantara dua atau tiga produk dari komoditi yang sama. Uji duo-trio
juga digunakan untuk melihat perlakuan baru terhadap mutu produk ataupun
menilai keseragaman mutu bahan. Tujuan dari pengujian ini yaitu untuk mencari
perbedaan yang kecil diantara dua contoh dan dalam uji ini sudah ditentukan
pembanding yang dibandingkan dengan kedua contoh lainnya sejak awal
pegujian. Walaupun metode pengujian duo-trio kurang efektif, namun uji ini lebih
mudah untuk dilaksanakan oleh panelis. Metode ini hanya dapat digunakan jika
produk homogen.
Uji duo-trio di dalam industri pangan dapat digunakan salah satunya
adalah untuk reformulasi suatu produk baru, sehingga dapat diketahui ada atau
tidaknya perbedaan antara produk lama dan baru. Kelemahan dari pengujian duotrio ini adalah berdasarkan daya ingat dari panelis terhadap atribut yangdinilai,
sulit mendeskripsikan sampel yang sama dengan pembanding karena panelis akan
sulit untuk mengingatsecara detail bahan yang sedang danalisis, biasanya uji ini
dapatdilakukan dengan mudah oleh seseorang yang memiliki daya ingatyang
tinggi, oleh karena itu akan banyak sekali pengaruh dari human eror akibat
pengaruh psikologis ataupun fisiologis. Karena dari itu uji duo-trio lebih sulit dari
pada uji triangle. Tipe pengujian duo-trio ini juga dapat digunakan untuk seleksi
panelis yang dapat disajikan beberapa kali pengujian untuk seorang calon panelis
yang diseleksi. Calon panelis yang dapat mendeteksi perbedaan dengan benar
lebih dari 60%, maka seluruh penyajian dapat diambil sebagai panelis
(Kartika1987).
Probability level pada tabel two sample test tidak menggunakan taraf 0,5%
dan 1% untuk meminimalisir kesalahan. Taraf 0,01% biasanyadigunakan oleh
medis yang memerlukan ketelitian tinggi. Uji duo trio, tiap-tiap anggota panel
disajikan 3 contoh, 2 contoh dari bahan yang sama dan contoh ketiga dari bahan
yang lain. Salah satu daridua contoh yang sama itu dicicip atau dikenali dulu dan
dianggap sebagaicontoh baku, sedangkan kedua contoh lainnya kemudian. Dalam
penyuguhannya ketiga contoh itudapat diberikan bersamaan. Atau contoh bakunya
diberikan lebih dulu baru kemudian kedua contoh yang lain disuguhkan.
Uji pembedaan pasangan juga disebut paired comparison, paired test atau
dual comparation. Dalam pengujian dengan uji pembeda pasangan, prinsip yang
digunakan yaitu dua contoh disajikan bersamaan atau berurutan dengan nomor
kode berlainan. Masing-masing anggota panel diminta menyatakan ada atau tidak
ada perbedaan dalam hal sifat yang diujikan. Sifat sifat tersebut dapat berupa
aroma, warna, rasa dan tekstur. Agar pengujian ini efektif, sifat atau kriteria yang
diujikan harus jelas dan dipahami panelis. Di samping itu penyaji dapat pula
meminta keterangan lebih lanjut pada para panelis untuk menyatakan lebih lanjut
tingkat perbedaan. Tingkat perbedaan dapat dinyatakan, misalnya: perbedaan
sedikit, sedang, banyak. Meskipun uji pasangan itu sederhana
penyelenggaraannya, tetapi tidak mudah dalam memberi interpretasi hasil
analisisnya. Karena hanya 2 contoh disajikan bersama-sama maka chance of

probability dan masing-masing contoh untuk dipilih adalah V2 atau 50%.


Kesimpulan tidak dapat diambil jika panelisnya sedikit. Jumlah panelis yang
dibutuhkan 20 orang (Soekarto 1985).
Pada praktikum uji pembeda pasangan, panelis disediakan satu contoh
uji dan satu contoh pembanding. contoh uji yang disajikan berdasarkan rasa,
warna, dan aroma dibandingkan dengan satu contoh pembanding, kemudian
panelis memberikan penilaian berdasarkan sifat inderawi terhadap contoh uji
apakah terdapat perbedaan atau tidak dengan contoh pembanding. Pada
praktikum ini, dilakukan pengujian terhadap rasa produk biskuit. Panelis
disediakan satu contoh uji biskuit ATB dengan kode 123 dan satu contoh
pembanding yaitu biskuit regal. Panelis diminta untuk membandingkan rasa
pada contoh uji dengan contoh pembanding, kemudian mencicipi rasa dari
contoh uji, lalu diberikaan penilaian dengan memberi tanda 1 bila berbeda
rasa dan tanda 0 bila sama rasa dengan contoh pembanding pada kolom
respon form uji.
Berdasarkan pada tabel rekapan data uji pembeda pasangan, dari 2 7
panelis diperoleh sebanyak 26 panelis menyatakan bahwa contoh uji 123
berbeda dengan contoh pembanding, 1 panelis menyatakan bahwa contoh 123
sama dengan contoh pembanding. Berdasarkan tabel mengenai jumlah terkecil
untuk menyatakan beda nyata pada uji ini untuk 27 panelis dibutuhkan untuk
tingkat kepercayaan 5% adalah 20 , tingkat kepercayaan 1% dibutuhkan 21
panelis dan untuk tingkat kepercayaan 0.1% diperlukan 23 panelis.
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa contoh 123 berbeda nyata
dengan contoh pembanding pada tingkat 0.1% karena memenuhi persyaratan
minimum atau jumlah terkecil untuk dikatakan berbeda nyata dengan contoh
pembanding. Hal itu berarti panelis dapat mendeteksi adanya perbedaan dari
contoh uji dan pembanding. Contoh uji berbeda nyata dengan pembanding
karena ada salah satu bahan komposisi yang tidak terkandung di kedua produk.
Biskuit regal dibuat dengan komposisi tepung terigu, gula pasir, susu bubuk,
mentega, lemak nabati, telur ayam, glukosa, pengembang, dan garam.
Sedangkan biskuit ATB dibuat dari bahan tepung terigu, gula pasir, minyak
nabati, susu bubuk, garam, telur, perisa vanila, dan pengembang bikarbonat.
Terlihat bahwa pada ATB tidak mengandung mentega dan glukosa sedangkan
pada regal tidak mengandung perisa vanila.
Praktikum selanjutnya, praktikan melakukan uji duo trio. Uji Duo Trio
bertujuan untuk mencari perbedaan yang kecil. Setiap panelis disajikan tiga
contoh sampel produk berbeda (dua contoh dari produk yang sama dan satu
contoh dari produk yang berbeda). Uji duo trio hampir sama dengan uji segitiga
(triangle), tetapi dalam uji ini dari awal sudah ditentukan pembanding yang
dibandingkan dengan kedua sampel lainnya. Dalam penyajiannya, contoh
ketiganya disajikan bersamaan. Panelis diminta untuk memilih satu diantara 2
contoh lain yang beda dengan pembanding (Hastuti 1987). Uji duo trio yang
dilakukan kelompok P1 diikuti oleh 27 panelis. Bahan dalam pengujian duo trio
sama dengan uji pembeda pasangan yaitu biskuit. Sebagai bahan yang akan
digunakan untuk perbandingan antara dua contoh, disediakan biskuit dengan
merek yang sama dengan salah satu contoh dengan merek ATB.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian terhadap rasa dan kerenyahan
produk biskuit. Panelis diminta untuk membandingkan rasa dan kerenyahan

pada contoh uji dengan contoh pembanding, kemudian mencicipi rasa dan
kerenyahan dari contoh uji, lalu diberikaan penilaian dengan memberi tanda
1 bila berbeda rasa dan kerenyahan dan tanda 0 bila sama rasa dan
kerenyahan dengan contoh pembanding pada kolom respon form uji. Untuk
bahan uji, biskuit yang digunakan sudah diberikan kode masing-masing
penyajiannya, yaitu 456 dan 789. 456 adalah kode untuk biskuit regal dan 789
adalah kode untuk biskuit ATB. Pemberian kode pada bahan yang akan diuji ini,
agar panelis dapat membedakan dan mengidentifikasi apakah biskuit yang telah
disajikan tergolong sama dengan pembanding atau berbeda.
Pada pengujian pertama untuk kode 456, berdasarkan tabel pengujian rasa,
didapatkan hasil bahwa 21 panelis menyatakan contoh uji berbeda dengan bahan
pembanding, 6 panelis menyatakan sama dengan pembanding. Berdasarkan tabel
mengenai jumlah terkecil untuk menyatakan beda nyata pada uji ini untuk 27
panelis dibutuhkan untuk tingkat kepercayaan 5% adalah 20, tingkat
kepercayaan 1% dibutuhkan 21 panelis dan untuk tingkat kepercayaan 0.1%
diperlukan 23 panelis. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa dari
segi rasa contoh 456 berbeda nyata dengan contoh pembanding pada tingkat
1% karena memenuhi persyaratan minimum atau jumlah terkecil untuk
dikatakan berbeda nyata dengan contoh pembanding pada tingkat 1 %. Hal itu
berarti panelis dapat mendeteksi adanya perbedaan dari contoh uji dan
pembanding.
Dari segi kerenyahan, didapatkan hasil bahwa 16 panelis menyatakan
contoh uji berbeda dengan bahan pembanding, 11 panelis menyatakan sama
dengan pembanding. Berdasarkan tabel mengenai jumlah terkecil untuk
menyatakan beda nyata pada uji ini, dapat disimpulkan bahwa contoh 456 tidak
terdeteksi adanya perbedaan kerenyahan dengan pembanding pada tingkat 5%.
Data pengamatan menunjukkan bahwa panelis tidak dapat mendeteksi perbedaan
terkecil dari segi kerenyahan pada contoh uji dan pembanding. Hal tersebut bisa
dikarenakan karena kedua contoh produk memiliki kerenyahan yang sama
sebab kedua produk sama-sama dibuat dengan bahan pengembang. Pernyataan
tersebut didukung dengan pendapat Olyvia (2012) yang menyatakan bahwa
fungsi bahan pengembang adalah untuk mengembangkan adonan, sehingga
menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya. Akan tetapi, bertolak dari
komposisi bahan biskuit, kesalahan pendeteksian perbedaan kerenyahan antara
regal dan ATB bisa disebabkan karena biskuit yang digunakan sebagai contoh
uji terlalu lama kontak dengan udara sehingga mempengaruhi kerenyahannya.
Kesalahan juga dapat terjadi karena panca indra pada diri panelis seperti lidah
kurang memiliki sensitifitas dalam membedakan kerenyahan ATB dan regal sebab
panelis yang digunakan adalah panelis agak terlatih. Selain itu yang
mempengaruhi hasil pengujian adalah panelis cenderung memberikan penilaian
lebih baik atau lebih buruk apabila didahului pemberian sample yang lebih baik
atau lebih buruk, terjadi karena penampakan sample yang tidak seragam sehingga
panel ragu-ragu dalam memberikan penilaian, panelis memberikan penilaiannya
berdasarkan karakteristik tertentu menurut logikanya sehingga karakteristik
tersebut akan berhubungan dengan karakteristik lainnya, dan evaluasi sample
dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) faktor sehingga panelis memberikan kesan
yang umum dari suatu produk.

Pada pengujian kedua untuk kode 789, berdasarkan tabel pengujian rasa,
didapatkan hasil bahwa dari 27 panelis, 10 panelis menyatakan contoh uji berbeda
dengan bahan pembanding, 17 panelis menyatakan sama dengan pembanding.
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa dari segi rasa, tidak
terdeteksi adanya perbedaan pada tingkat 5 % antara contoh uji dengan bahan
pembanding karena tidak memenuhi persyaratan minimum atau jumlah terkecil
untuk dikatakan berbeda nyata dengan contoh pembanding pada tingkat 5 %.
Hal itu berarti panelis dapat mendeteksi tidak adanya perbedaan dari contoh uji
dan pembanding karena kedua produk yang diuji berasal dari merk yang sama
yaitu ATB.
Dari segi kerenyahan, didapatkan hasil bahwa 8 panelis menyatakan
contoh uji berbeda dengan bahan pembanding, 19 panelis menyatakan sama
dengan pembanding. Berdasarkan tabel mengenai jumlah terkecil untuk
menyatakan beda nyata pada uji ini, dapat disimpulkan bahwa contoh 789 tidak
terdeteksi adanya perbedaan dengan pembanding pada tingkat 5% atau tidak
berbeda nyata pada tingkat 5%. Hal tersebut karena data yang diperoleh tidak
memenuhi persyaratan minimum atau jumlah terkecil untuk dikatakan berbeda
nyata dengan contoh pembanding pada tingkat 5 %. Data juga menunjukkan
bahwa panelis dapat mendeteksi tidak adanya perbedaan kerenyahan dari contoh
uji dan pembanding karena kedua produk yang diuji juga berasal dari merk yang
sama yaitu ATB. Dari data pengamatan dapat disimpulkan bahwa untuk kriteria
rasa antara ATB dan regal dapat dikatakan memiliki mutu yang berbeda karena
jumlah panelis yang menyatakan berbeda sudah memenuhi persyaratan yang
diminta. Sedangkan untuk kriteria kerenyahan, antara regal dan ATB belum
dapat dikatakan memiliki mutu yang berbeda karena jumlah panelis yang
menyatakan berbeda masih dibawah persyaratan yang diminta.

PENUTUP

Simpulan
Uji pembeda merupakan penginderaan dua rangsangan sejenis yang
dilakukan panelis melalui indra manusia, lalu membandingkan kedua contoh
untuk menilai kesamaan atau perbedaannya. Uji pembeda terbagi tiga yaitu uji
pembeda pasangan, uji segitiga, dan uji duo-trio.
Uji pembeda pasangan (paired comparison) merupakan cara pengujian yang
termasuk paling sederhana, menggunakan dua contoh yang disajikan bersamaan
dengan nomor kode berlainan. Sedangkan uji duo-trio dapat digunakan untuk
reformulasi suatu produk baru, sehingga dapat diketahui perbedaan antara produk
lama dan baru.
Penilaian yang diberikan panelis dengan memberi tanda 1 bila
karakternya berbeda dan tanda 0 bila sama dengan contoh pembanding pada
kolom respon form uji.
Berdasarkan data yang didapat saat praktikum, dapat disimpulkan bahwa
contoh 123 berbeda nyata dengan contoh pembanding pada tingkat 0.1% karena
memenuhi persyaratan minimum atau jumlah terkecil, yaitu 23 panelis, untuk
dikatakan berbeda nyata dengan contoh pembanding.
Berdasarkan data lainnya, dapat disimpulkan bahwa uji pembeda duo-trio
dari segi rasa contoh 456 berbeda nyata dengan contoh pembanding pada tingkat
1%. Sedangkan contoh 789 tidak terdeteksi adanya perbedaan dengan
pembanding pada tingkat 5% atau tidak berbeda nyata pada tingkat 5%. Hal
tersebut karena data yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan minimum.
Saran
Uji pembeda dapat dimanfaatkan untuk mengetahui keaslian produk yang
beredar di warung-warung sekitar kampus atau dapat membandingkan dua produk
sejenis seperti bakso untuk menduga adanya bahan tambahan sintetik pada suatu
produk.

DAFTAR PUSTAKA

Faridah A et al. 2008. Patiseri Jilid I Untuk SMK. Jakarta (ID): Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Derektorat Jendral Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Faridi H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. London (EN):
Chapman and Hall.
Fatma W et al. 1986. Penelitian Teknologi Pembuatan Biskuit & Mie. Departemen
Perindustrian. Makassar (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri.
Harris RS, Karmas E. 1989. Nutritional Evaluatin of Food Processing.
Penterjemah Suminar Achmad dalam Evaluasi Gizi pada Pengolahan
Bahan Pangan. Bandung (ID): Penerbit ITB.
Hastuti P. 1987. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta (ID) : PAU
Pangan dan Gizi.
Igfar Ahmad. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Labu Kuning (Cucurbita
moschata) Dan Tepung Terigu Terhadap Pembuatan Biskuit. [skripsi]
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.
Kartika B, Hastuti P, Supartono W.1987. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Matz SA, Matz TD. 1978. Cookies and Crackers Technology. Texas (USA): The
AVI Publishing Co. Inc.
Olyvia OD. 2012. Tinjauan Pustaka Biskuit [Terhubung] repository.
usu.ac.id/bitstream/123456789/34631/4/Chapter%20II.pdf. (30 September
2014)
Rukmana HR. 1997. Ubi Kayu Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
SNI 01-2973-1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Badan Standardisasi Nasional
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta: Penerbit Bhrata Karya
Aksara.
Suhardjo. 1986. Pangan Gizi dan Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Whiteley PR. 1971. Biscuit Manufacture : Fundamentals of In-Line Production.
London (EN): Applied Science Publishers Ltd.
Winarno FG et al. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Gramedia

LAMPIRAN

No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Tabel 1. Uji Pembeda Berpasangan dan Duo-Trio


Panelis
Uji Pembeda
Uji Duo-Trio
Berpasangan
Rasa
Rasa
Kerenyahan
123
456
789
456
789
Niken
1
1
0
1
0
Herman
1
1
0
1
1
Sulastri
1
1
1
1
1
Nurul L.
1
1
1
1
0
Arief
1
1
0
1
0
Angel
1
0
1
0
1
Nur Hasanah
1
1
0
1
1
Muti
1
0
0
1
0
Dinda
1
1
0
1
1
Putik
1
1
1
0
0
Julia
1
1
0
0
0
Zenith
1
0
1
1
1
Fitri
1
1
0
1
0
Ananta
1
1
0
1
0
Marvie
1
1
1
1
1
Rezki
1
1
1
0
0
Rio
1
0
1
0
0
Rohmah
1
1
0
1
0
Irin
1
1
0
1
1
Herfina
1
1
0
0
0
Helma
1
0
1
0
0
Asmiril
0
0
0
0
0
Kadek
1
1
1
0
0
Salsabila
1
1
0
1
0
Dhio
1
1
0
0
0
Triana
1
1
0
0
0
Dedi
1
1
0
1
0
Jumlah
26
21
10
16
8

Keterangan :
Pembanding 1 : Regal
Kode 123
: ATB
Pembanding 2 : ATB
Kode 456
: Regal
Kode 789
: ATB

Anda mungkin juga menyukai