Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS BERSAMA

MORBUS HANSEN MULTIBASILER


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Di RSU Kardinah Tegal

Pembimbing:
Dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK

Disusun Oleh:
Andry Trirachmajaya (030.03.016)
Astrid Altaira Chandra (030.03.033)
Hersih Srinowati (030.04.093)
Tiara Katerina (030.04.218)
Asri Yoanita (06711197)
Tezar Pramana Yudha (06711202)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH
TEGAL
2010

LEMBAR PENGESAHAN
Telah disahkan

Laporan Kasus Bersama


MORBUS HANSEN MULTIBASILER

Disusun Oleh:
Andry Trirachmajaya (030.03.016)
Astrid Altaira Chandra (030.03.033)
Hersih Srinowati (030.04.093)
Tiara Katerina (030.04.218)
Asri Yoanita (06711197)
Tezar Pramana Yudha (06711202)
Sebagai salah satu syarat kelulusan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSU Kardinah Tegal

Tegal, .............................. 2010

Tertanda,

Dokter Pembimbing

Koordinator Kepaniteraan Klinik


RSU Kardinah

Dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK

Dr. Erna Khaeriyah

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat yang
diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Morbus
Hansen Multibasiler. Adapun maksud dari penyusunan laporan kasus ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas dalam menjalankan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Kardinah, Tegal.
Sehubungan dengan penyusunan laporan kasus ini, penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada Dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK, selaku pembimbing sekaligus
pengajar Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSU Kardinah Tegal, yang
telah memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Tentunya dalam penulisan dan penyelesaian laporan kasus ini tidaklah luput dari
kesalahan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran yang membangun dari
para pembaca sangatlah diharapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Besar harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi teman teman akademika pada khususnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Tegal, November 2010

Penulis

Laporan Kasus Bersama

MORBUS HANSEN MULTIPLE BASILER


Pembimbing : Dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK

I. PENDAHULUAN
Morbus Hansen (Hansens Dissease, Leprosy, Lepra, Kusta) adalah
penyakit

infeksi

granulomatosa

kronik

progresif

dengan

sekuelnya

disebabkan oleh Myobacterium leprae yang bersifat obligat intraseluler,


infeksi primer menyerang kulit dan saraf perifer, kemudian dapat
menyerang traktus respiratorius bagian atas dan organ lain kecuali
Susunan Saraf Pusat.
Penyakit morbus hansen disebabkan oleh bakteri Myobacterium
leprae. Kuman ini berbentuk batang, gram positip, tahan asam dan
alkohol, bersifat obligat intraseluler, berukuran 0.34 x 2 mikron dan
berkelompok membentuk globus. Kuman Mycobacterium leprae hidup
pada sel Schwann dan sistem retikuloendotelial, dengan masa generasi
12-24 hari, dan termasuk kuman yang tidak ganas serta lambat
berkembangnya.

Dalam

secret

kering

dengan

temperatur

dan

kelembapan yang bervariasi m. Lepra dapat bertahan 7-9 hari. Sedangkan


dalam temperatur kamar dapat bertahan 46 hari.4
Penderita morbus hansen di Indonesia nomor empat terbanyak di
dunia setelah India, Brazilia dan Nigeria pada tahun 1992. Penyakit ini
tersebar di berbagai daerah dengan prevalensi 0.549.6 per 10.000
penduduk. Prevalensi kusta di Indonesia Bagian Timur lebih tinggi
dibanding Indonesia Bagian Barat kecuali Aceh. Jumlah penderita yang
tercatat pada akhir Desember 1992 sebanyak 70.961 orang atau
prevalensi 3.8 per 10.000 penduduk. Lebih setengahnya tercatat berada
di tiga propinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.1,2,4

Penyakit morbus hansen dapat menunjukkan gejala yang mirip


dengan banyak penyakit lain. Sebaliknya banyak penyakit lain dapat
menunjukkan gejaia yang mirip dengan penyakit morbus hansen. Oleh
karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit morbus
hansen secara tepat dan rnembedakannya dengan pelbagai penyakit
yang lain agar tidak rnembuat kesalahan yang merugikan pasien.6
Diagnosis penyakit morbus hansen didasarkan pada gambaran
klinis, bakteriokopis, dan histopatologis. Diantara ketiganya, diagnosis
secara klinislah yang terpenting dan paling sederhana. Berikut ini adalah
bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995)
Pausi basiler
Lesi
datar,

kulit

(makula

papul

yang

meninggi, nodus)

Kerusakan

Saraf

1-5 lesi
Hipopigmentasi/erite

ma
Distribusi tidak

simetris
Hilangnya sensasi

yang jelas
Hanya satu cabang saraf

Multi Basiler
-

> 5 lesi
Distribusi lebih

simetris
Hilangnya
sensasi

Banyak cabang saraf

(menyebabkan
hilangnya

sensasi/

kelemahan
yang
oleh

otot

dipersaraf
saraf

yang

terkena)
Dari data rekam medis, Insidens penyakit morbus hansen di RSU
Kardinah periode Oktober 2009 sampai dengan Oktober 2010 tercatat
sebanyak 47 kasus baru dengan 43 kasus Multibasiler dan 4 kasus
Pausibasiler. Berikut ini dilaporkan sebuah kasus morbus hansen tipe
Multibasiler pada seorang laki-laki berumur 70 tahun.

LAPORAN KASUS

Pasien seorang laki-laki berusia 70 tahun, pekerjaan pedagang,


menikah, beragama Islam, pendidikan tamat SD, datang berobat ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin

RSU Kardinah tanggal 16 November 2010

pukul 11.00 WIB dengan keluhan utama bercak-bercak kemerah, sebagian


tampak kehitaman, kering, bersisik, disertai rasa kebas pada kedua
tangan dan kedua kaki, serta wajah dan leher.

ANAMNESIS KHUSUS
(Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan anak pasien, dilakukan pada
tanggal 16 November 2010 pukul 11.00 WIB di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSU Kardinah Tegal )
Enam bulan SMRS, Os mengeluhkan demam yang hilang timbul lalu
timbul bercak kemerahan, kering ,dan bersisik yang tidak terasa gatal,
nyeri, dan kebas di tangan kiri. Pasien menyangkal minum obat sebelum
keluhan ini timbul. Keluhan bercak-bercak merah tersebut dianggap biasa
oleh pasien, sehingga pasien tidak berobat.
Lima bulan SMRS, bercak-bercak kemerahan tersebut mulai terasa
kebas dan meluas ke tangan kanan. Karena semakin luas, pasien
memutuskan untuk

berobat

ke

puskesmas.

diberikan obat berupa tiga macam tablet.

Di

Puskesmas, pasien

Tiga bulan SMRS, bercak-bercak kemerahan tersebut meluas sampai


kedua kaki. Pasien juga mengatakan pergelangan kedua kakinya terasa
nyeri saat berjalan. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak
teratur meminum obatnya.
Satu bulan SMRS, bercak-bercak kemerahan tersebut meluas
kembali sampai ke wajah dan leher. Alis dan bulu mata pasien mulai
rontok.
Sehari-hari

pasien

berdagang

di

pasar

selama

10

jam

dan

mengatakan bahwa ia kurang istirahat. Pasien makan tiga kali sehari


dengan

lauk

seadanya.

Riwayat

batuk

lama

disangkal.

Riwayat

mengkonsumsi obat-obatan yang menyebabkan air kencing menjadi


berwarna kemerahan diakui.
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Keluarga dan tetangga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti
ini, tetapi teman pasien di toko sebelah ia bekerja di kota Brebes memiliki
keluhan yang serupa.

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital
Tekanan darah
Nadi

: 130/80 mmHg
: 84 x/menit

Suhu

: afebris

Pernapasan

: 18 x/menit

Tinggi badan

: 155cm

Berat badan

: 46kg

Gizi

: baik (BMI 19,15)

KEPALA

: alopesia (-)

Wajah

: Fasies leonina (-), tidak ada kelainan kulit

Mata

: madarosis (+/+), lagoftalmus (-/-), conjungtiva pucat (-/-),

sklera kuning (-/-)


Hidung
Mulut

: saddle nose (-), septum deviasi (-), sekret (-)


: Bibir kering (-), karies gigi (-), tonsil tenang,
dinding faring tidak hiperemis

Telinga
Leher

: Normotia, tidak terdapat kelainan


:tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid
(-)

THORAKS
Inspeksi

: Bentuk normal, gerak nafas simetris, ginekomastia (-/-)

Palpasi

: Tidak dilakukan

Perkusi

: Tidak dilakukan

Auskultasi

: Jantung: S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)


Paru

: Sn vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

ABDOMEN
Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Tidak dilakukan

Perkusi

: Tidak dilakukan

Auskultasi

: Bising usus(+) normal

GENITALIA : atrof testis (-)

EKSTREMITAS
Ekstremitas superior :
Kelainan gerak (-), atrof otot (-), oedem (-)
Kuku

: onikodistrof (-), pitting nail (-), onikolisis (-);

Sendi : nyeri (-), deformitas (-), kontraktur jari tangan (-);


Kulit

: lihat status dermatologikus

Ekstremitas inferior :
Kelainan gerak (-), atrof otot (-), oedem (-);
Kuku

: onikodistrof (-), pitting nail (-), onikolisis (-);

Sendi : nyeri (+), deformitas (-), kontraktur jari tangan (-);


Kulit

: lihat status dermatologikus

Status Dermatologikus
Distribusi

: Regioner

Ad regio

Fasialis,

coli,

kedua

ekstremitas

superior

dan

ekstremitas inferior.
Lesi

: Multipel, sebagian diskret sebagian konfluens, ukuran


numular sampai plakat, bentuk anular dan polisiklik,
berbatas tegas, timbul dari permukaan kulit, kering.

Efloresensi : makula eritematosa , hiperpigmentasi, skuama halus


berwarna putih.

Status Neurologis
Pemeriksaan saraf tepi :
NERVUS

KANAN

KIRI

Pembesara

Konsisten

Nyer

Pembesara

Konsisten

Nyeri

si

si

N.fasialis

Kenyal

Kenyal

N.aurikularis

Kenyal

Kenyal

N.radialis

Kenyal

Kenyal

N.ulnaris

Kenyal

Kenyal

N.medianus

Kenyal

Kenyal

N.poplitea

Kenyal

Kenyal

Kenyal

Kenyal

magnus

lateralis
N.tibialis
posterior

Tes sensibilitas :

Rasa raba

: anestesi (+) pada kedua lengan bawah dan kedua

tungkai bawah

Rasa nyeri

tungkai bawah
Suhu
: tidak dilakukan

: anestesi (+) pada kedua lengan bawah dan kedua

Kekuatan motorik : 5555 5555


5555

normotonus, atrof (-)

5555

Regio fasialis

Regio extrimitas superior sinistra

Regio extrimitas superior dextra

Regio colli

Regio extrimitas inferior

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan BTA staining pada kerokan kulit cuping telinga kanan


dan kiri. Hasilnya ditemukan kuman basil tahan asam (BTA positif)

Hasil pemeriksaan BTA staining pada kerokan kulit cuping telinga


kanan dan kiri

RESUME
Pasien seorang laki-laki berusia 70 tahun, pekerjaan pedagang,
menikah, beragama Islam, pendidikan tamat SD, datang berobat ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin

RSU Kardinah tanggal 16 November 2010

pukul 11.00 WIB dengan keluhan utama bercak-bercak kemerah, sebagian


tampak kehitaman, kering, bersisik, disertai rasa kebas pada kedua
tangan dan kedua kaki, serta wajah dan leher.
Dari anamnesis didapatkan keluhan awal Enam bulan SMRS,
febris(+) timbul makula eritem, kering ,dan berskuama pada extrimitas
superior sinistra

lalu meluas ke extrimitas superior dextra , dan kedua

extrimitas inferior, dan facialis, colli. Anestesi (+), madarosis (+), artralgia
(+) pada kedua extrimitas inferior.
Dari pemeriksaan fsik status generalis tampak madarosis(+), nyeri
sendi (+). Pada status dermatologikus distribusi regioner pada facialis,
colli, kedua extremitas superior dan inferior. Lesi multipel, sebagian
diskret sebagian konfluens, bilateral, ukuran lentikuler sampai plakat,
sirkumskript, lebih tinggi dari permukaan kulit, kering. Dengan efloresensi
makula eritem, hiperpigmentasi, skuama halus. Pada status neurologikus
terdapat gangguan sensibilitas berupa anestesi terhadap rasa raba dan

nyeri pada fasies, colli, kedua extremitas superior dan extremitas inferior.
Pada pemeriksaan BTA staining pada kerokan kulit cuping telinga kanan
dan kiri ditemukan kuman basil tahan asam (BTA +).

DIAGNOSIS PASTI
Morbus Hansen Multibasiler

USULAN PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan histopatologik untuk klasifkasi penyakit
2. Tes Lepromin (Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe
3. Pemeriksaan serologi

PENATALAKSANAAN
a. Edukasi
o Menerangkan

kepada

pasien

mengenai

penyakit

dan

penatalaksanaannya.
o Memberikan pengertian kepada penderita bahwa pengobatan
untuk penyakitnya membutuhkan waktu yang cukup lama,
diharapkan pasien mau bersabar.
o Menganjurkan agar melakukan pengobatan secara teratur.
o Menjelaskan kepada pasien tentang penularan penyakitnya.
o Menjelaskan kepada pasien tentang resiko yang mungkin terjadi.
b. Medikamentosa
Dengan multidrug therapy (MDT) selama 12 bulan, yaitu
setiap bulannya :
Hari pertama :
Rifampisin 600 mg
Klofazimin/Lampren 300 mg
Dapson 100 mg
Selanjutnya (hari ke-2 sampai hari ke-28):
Dapson 100 mg
Klofazimin 50 mg/hari atau 100
mg/selang sehari
Metilprednisolon 2x8 mg
CTM 2x4 mg

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

Quo ad cosmeticum

: ad bonam

PEMBAHASAN
Morbus hansen (Hansens disease) didefnisikan sebagai suatu
infeksi granulomatosa kronis dengan gejala sisa, disebabkan oleh
Mycobacterium leprae (M. leprae) yang terutama menyerang kulit dan
saraf.

Atau

penyakit

infeksi

kronis

yang

disebabkan

oleh

basil

Mycobacterium leprae yang bersifat obligat intraselular. Saraf perifer


sebagai afnitas pertama, lalu kulit dan mukosa saluran napas atas,
kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Pada
kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimptomatik, namun pada
sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecenderungan
untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki.1,3
Diagnosis penyakit morbus hansen didasarkan pada penemuan
(tanda kardinal atau tanda utama) yaitu :1,3
1. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (rnakula) atau
meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja
terhadap rasa (raba, rasa suhu, dan rasa nyeri).

2. Penebalan saraf tepi dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai
atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu :
a. Gangguan fungsi sensoris (mati rasa)
b. Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis
c. Gangguan fungsi otonorn: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan
rambut yang terganggu
3.Ditemukan kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit
pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit
atau saraf.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit morbus hansen, paling


sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat
ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan
pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sarnpai
diagnosis morbus hansen dapat ditegakkan atau disingkirkan.

Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada


penyakit morbus hansen yang terdiri atas :

TT: Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil.

Ti : Tuberkuloid indefnite

BT : Borderline tuberkuloid

BB : Mid Borderline

BL : Borderline lepromatous

Li : Lepromatosa indefnite

LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil.

Menurut WHO :
o Multibasilar berarti banyak mengandung basil, yaitu tipe LL, BL dan
BB dengan indeks bakteri lebih dari 2+.

o Pausibasiler berarti mengandung sedikit basil, yaitu tipe TT, BT dan I


dengan indeks bakteri kurang dari 2+

Klasifikasi Klinis:6,9
Tipe TT (Tuberkuloid-Tuberkuloid) = Tipe PB

Terdapat pada individu dengan reaksi imunitas seluler baik.

Mengenai kulit maupun saraf.

Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plakat.

Batas jelas.

Pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang mengalami regresi


atau penyembuhan di tengah.

Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, bahkan


dapat menyerupai gambaran psoriasis.

Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba,


kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal.

Tipe BT (Borderline Tuberkuloid)

Menyerupai tipe TT, yakni berupa makula anestesi atau plak yang
sering disertai lesi satelit di pinggirnya.

Jumlah lesi satu atau beberapa.

Gambaran hipopigmentasi.

Kekeringan kulit atau skuama tidak jelas seperti pada tipe TT.

Gangguan saraf tidak seberat pada tipe TT dan biasanya asimetrik.

Ada lesi yang terletak dekat saraf perifer yang menebal.

Tipe BB (Borderline-Borderline)

Tidak stabil.

Disebut juga sebagai bentuk dimorfk dan jarang dijumpai.

Lesi dapat berbentuk makula infltrat.

Permukaan lesi mengkilat, batas kurang jelas dengan jumlah lesi


yang melebihi tipe BT dan cenderung simetrik.

Lesi sangat bervariasi baik ukuran, bentuk, maupun distribusinya.

Lesi punched out, yaitu hipopigmentasi yang oval pada bagian


tengah, batas jelas yang merupakan ciri khas tipe ini.

Tipe BL (Borderline-Lepromatous)

Dimulai dengan makula.

Awalnya hanya dalam jumlah sedikit, kemudian dengan cepat


menyebar ke seluruh badan.

Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya.

Walau masih kecil, papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi
lesi yang hampir simetrik dan beberapa nodus tampak melekuk
pada bagian tengah.

Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan pinggir di dalam


infltrat lebih jelas dibanding pinggir luarnya.

Beberapa plak tampak seperti punched out.

Tipe LL (Lepromatous-Lepromatous)

Individu dengan imunitas seluler rendah.

Jumlah lesi sangat banyak, simetrik, permukaan halus, lebih eritem,


mengkilat, berbatas tidak tegas dan tidak ditemukan gangguan
anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.

Distribusi lesi khas, yakni di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu,


cuping telinga, sedangkan badan mengenai bagian belakang yang
dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai
bawah.

Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping


telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk
facies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis, dan keratitis.

Lebih lanjut lagi dapat terjadi deformitas pada hidung.

Dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis, yang selanjutnya


dapat menjadi atrof testis.

Kerusakan saraf dermis menyebabkan gejala stocking dan glove


anaesthesia.

Tipe Indeterminate

Satu/dua makula hipopigmentasi.

Belum didapatkan gejala lain.

Setelah bertahun-tahun dapat berubah bentuk ke tipe lain.

Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995):6


PB
1.

Lesi
datar,

kulit

(makula 1-5 lesi

papul

yang

meninggi, nodus)

Kerusakan
(hilang
/kelemahan

>5 lesi

hipopigmentasi/eritema

distribusi lebih simetris

distribusi tidak simetris

hilangnya sensasi kurang

hilangnya sensasi jelas


2.

MB

saraf Hanya satu cabang saraf

jelas
- banyak cabang saraf

senses
otot

yg

dipersaraf)

PEMERIKSAAN PASIEN3,6,7,8

Anamnesis
o Keluhan penderita
o Riwayat kontak
o Latar belakang keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomi.
Inspeksi
Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan
juga kerusakan kulit.
Palpasi
o Kelainan kulit, nodus, infltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada
tangan dan kaki.
Kelainan saraf : Cara pemeriksaan saraf :

1. bandingkan saraf bagian kiri dan kanan.


2. membesar atau tidak
3. bentuk bulat atau oval
4. pembesaran regular (smooth) atau irregular.
5. perabaan keras atau kenyal
6. nyeri atau tidak.

Gejala-gejala kerusakan saraf :


N. ulnaris :

- anastesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari


manis.
- clawing jari kelingking dan jari manis.
- atrof hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot
lumbrikalis medial.

N. medianus :

- anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari,


telunjuk, dan jari tengah
- tidak mampu aduksi ibu jari
- clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
- ibu jari kontraktur
- atrof otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

N. radialis :

- anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari


telunjuk
- tangan gantung (wrist drop)
- tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

N.poplitea

- anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum

lateralis:

pedis

- kaki gantung (foot drop)


- kelemahan otot peroneus
N.tibialis
posterior:

- anestesia telapak kaki


- claw toes
- paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis

N. fasialis :

cabang

temporal

dan

zigomatik

menyebabkan

lagoftalmus
-

cabang

bukal,

mandibular

dan

servikal

hilang

ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir


N. trigeminus :

- anestesia kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mata

Tes fungsi saraf3,6,7,8


Tes sensoris
- Rasa suhu
o dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi
air panas (sebaiknya 40o C) yang lainnya air dingin (sebaiknya
sekitar 20o C)
o sebelumnya dilakukan tes kontrol pada daerah kulit yang normal
- Rasa raba
Dengan kapas dilancipkan menyinggung kulit. Bercak-bercak di kulit
harus diperiksa di tengahnya dan jangan di pinggirnya.
-Rasa nyeri
Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan
ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul
dan pasien dalam keadaan sambil menutup mata harus mengatakan
tusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul.

Tes motoris : Voluntary Muscle Test (VMT)3,6,7,8

Tes otonom yaitu tes anhidrosis


1. Tes dengan pensil tinta (tes Gunawan)
2. Tes histamin (histamine subkutan).
-

Setelah

beberapa

menit

tampak

daerah

kulit

normal

berkeringat, sedangkan daerah anhidrosis tetap kering.

Penegakan diagnosis Morbus Hansen tipe Multibasiler (MHMB) pada


pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fsik dan pemeriksaan
penunjang. Hasil anamnesis didapatkan keluhan awal Enam bulan SMRS,
febris(+) timbul makula eritem, kering ,dan berskuama pada extrimitas
superior sinistra

lalu meluas ke extrimitas superior dextra , dan kedua

extrimitas inferior, dan facialis, colli. Anestesi (+), madarosis (+), artralgia
(+) pada kedua extrimitas inferior.
Dari pemeriksaan fsik status generalis tampak madarosis(+). Pada
status dermatologikus distribusi regioner pada facialis, colli, kedua
extremitas superior dan inferior. Lesi multipel, sebagian diskret sebagian
konfluens, bilateral, ukuran lentikuler sampai plakat, sirkumskript, lebih
tinggi dari permukaan kulit, kering. Dengan efloresensi makula eritem,
hiperpigmentasi,

skuama

halus.

Pada

status

neurologikus

terdapat

gangguan sensibilitas berupa anestesi terhadap rasa raba dan nyeri pada
fasies, colli, kedua extremitas superior dan extremitas inferior. Pada
pemeriksaan BTA staining pada kerokan kulit cuping telinga kanan dan kiri
ditemukan kuman basil tahan asam (BTA +).
Penatalaksanaan kusta menggunakan Multi Drug Therapy (MDT)
menurut WHO tahun 1998 adalah sebagai berikut:

Skema Regimen MDT WHO

Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB


OBAT

DEWASA

Rifampisin

BB<35 kg

BB>35 kg

450 mg/bln (diawasi)

600 mg/bln (diawasi)

50mg/hari(1-

100 mg/hari

Dapson swakelola

2mg/kgBB/hari)

Tabel 2. Obat dan dosis regimen MDT-MB


OBAT

DEWASA
BB<35 kg

BB>35 kg

Rifampisin

450 mg/bln (diawasi)

600 mg/bln (diawasi)

Klofazimin

300 mg/bln diawasi dan


diteruskan 50 mg/hari
swakelola

Dapson swakelola

50mg/hari(1-

100 mg/hari

2mg/kgBB/hari)

Tabel 3. Obat dan dosis regimen MDT WHO untuk anak


PB
OBAT

MB

< 10

10 th 14

tahun

th

< 10 th

10 th -14 th

BB < 50 kg

BB <
50kg
Rifampisin

300

450

300 mg/bln

450 mg/bln

Klofazimin

mg/bln

mg/bln

25 mg/hr

100 mg/bln

150 mg/bln

dilanjutkan 50

dilanjutkan 50

mg, 2x/mgg

mg/hr

25 mg/hr

50 mg/hr

50 mg/hr

Obat morbus hansen dari WHO

Lamanya

diselesaikan dalam 6-9 bulan.


Pengobatan morbus hansen tipe MB adalah sudah sebesar 24 dosis

diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan.


Minimum 6 bulan untuk PB dan minimum 24 bulan untuk MB maka

pengobatan

morbus

hansen

tipe

PB

adalah

dosis

dinyatakan RFT (Release From Treatment).


WHO Expert Committee :
o MB menjadi 12 dosis dalam 12-18 bulan, sedangkan pengobatan
untuk kasus PB dengan lesi kulit 2-5 buah tetap 6 dosis dalam 6-9
bulan.
o Bagi kasus PB dengan lesi tunggal pengobatan adalah Rifampisin 600
mg ditambah dengan Ofloksasin 400 mg dan Minosiklin 100 mg
(ROM) dosis tunggal.
Penderita MB yang resisten dengan rifampisin biasanya akan resisten
pula dengan DDS sehingga hanya bisa mendapat klofazimin. Untuk itu
pengobatannya dengan klofazimin 50 mg, ofloksasin 400 mg dan

minosiklin 100 mg setiap hari selama 6 bulan, diteruskan klofazimin 50


mg ditambah ofkloksasin 400 mg atau minosiklin 100 mg setiap hari
selama 18 bulan.
Bagi penderita MB yang menolak klofazimin, diberikan rifampisin 600
mg ditambah dengan ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg dosis
tunggal setiap bulan selama 24 bulan.
Penghentian pemberian obat lazim disebut Release From Treatment
(RFT). Setelah RFT dilanjutkan dengan tindak lanjut tanpa pengobatan
secara klinis dan bakterioskopis minimal setiap tahun selama 5 tahun.
Bila bakterioskopis tetap negatif dan klinis tidak ada keaktifan baru,
maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau disebut Release From
Control (RFC).

REAKSI MORBUS HANSEN


Reaksi morbus hansen adalah interupsi dengan episode akut pada
perjalanan

penyakit

yang

sebenarnya

sangat

kronik.

Adapun

patofsiologinya belum jelas betul, terminologinya dan klasifkasinya


masih bermacam-macam, namun yang paling banyak dianut yaitu :

Reaksi reversal atau reaksi upgrading (reaksi tipe I)


o hipersensitivitas

tipe

lambat

oleh

karena

peningkatan

mendadak SIS yang faktor pencetusnya belum diketahui pasti.

ENL, Eritema Nodusum Leprosum (reaksi tipe II)


o karena pengobatan, banyaknya basil leprae yang mati dan
hancur, berarti banyak antigen yang dilepaskan dan bereaksi
dengan antibodi serta mengaktifkan sistem komplemen.
Kompleks imun tersebut beredar didalam darah dan akhirnya
dapat melibatkan banyak organ. Secara imunopatologis ENL
termasuk respon imun humoral.

Gejala
Keadaan umum

Reaksi tipe I
Umumnya

Reaksi tipe II
baik, Ringan sampai dengan

demam

ringan berat disertai kelemahan

(subfebril) atau tanpa umum dan demam tinggi


demam
Peradangan kulit

Bercak

kulit

lama Timbul

menjadi

nodul

lebih kemerahan

meradang,

baru

lunak

dan

dapat nyeri tekan, nodul dapat

timbul bercak baru

pecah.

Biasanya

pada

lengan dan tungkai.


Saraf

Sering

terjadi, Jarang terjadi

umumnya berupa nyeri


tekan

saraf

dan/atau

gangguan fungsi saraf


Peradangan

pada Hampir

organ lain

tidak

pernah Terjadi

ada

kelenjar

pada

mata,

getah

bening,

sendi, ginjal, testis dll


Waktu timbulnya

Segera

setelah Setelah

pengobatan.

pengobatan

mendapat
lama,

umumnya lebih dari 6


bulan.
Tipe morbus hansen

Dapat

terjadi

pada Hanya pada kusta tipe

kusta tipe PB maupun MB


MB
Faktor pencetus

- Melahirkan

- Emosi

-Obat-obatan

- Kelelahan dan stress

meningkatkan

fsik lainya

kekebalan tubuh.

Pengobatan ENL

- Kehamilan

Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid, antara


lain prednisone. Dosisnya bergantung pada berat ringannya reaksi,
biasanya 15-30 mg/hari dan dosisnya diturunkan bertahap.
Klofazimin juga dapat dipakai sebagai anti ENL, tetapi dengan dosis
yang lebih tinggi. Dosisnya antara 200-300mg/hari. Khasiatnya lebih
lambat daripada kortikosteroid dan dapat dipakai untuk melepaskan
ketergantungan kortikosteroid.

Pengobatan reaksi reversal


Bila reaksi ini tidak disertai neuritis akut, maka tidak perlu diberi
obat tambahan. Bila ada neuritis akut, obat pilihan pertama adalah
kortikosteroid yang dosisnya disesuaikan dengan berat ringannya neuritis.
Biasanya diberikan prednisone 40-60 mg/hari yang dosisnya diturunkan
secara bertahap. Anggota gerak yang terkena neuritis akut harus
diistirahatkan. Analgesik dan sedatif kalau diperlukan dapat diberikan.
Pada pasien ini diberikan terapi morbus hansen sesuai dengan
regimen MDT-MB dari WHO dan diberikan kortikosteroid oral untuk
mengatasi reaksi ENL yang terdapat pada pasien ini. Pada pasien ini juga
diberikan antihistamin. Antihistamin yang dipilih disini adalah antihistamin
golongan sedatif misalnya Klorfeniramin maleat 2 x 4 mg. Obat ini dipilih
karena murah serta mudah didapat, namun dapat menyebabkan kantuk
karena memiliki efek sedatif.
Prognosis pada pasien ini, Quo ad vitam adalah ad bonam karena
MH tidak mengancam nyawa walaupun bersifat kronik dan membutuhkan
pengobatan jangka panjang. Quo ad fungsionam adalah dubia ad bonam
karena MH juga tidak mengakibatkan gangguan fungsi organ-organ tubuh
pada pasien ini, walaupun dapat menyebabkan deformitas pada beberapa
kasus yang terlambat mendapatkan pengobatan. Quo ad sanationam
pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena pasien memiliki pendidikan

yang cukup dan mampu memahami pentingnya pengobatan jangka


panjang terhadap penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Daili, ES;

2.

Jakarta, 2003.
Ditjen PPM dan PLP, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit

Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin, Kusta, FK-UI,

Kusta, Jakarta, 2001.

3.

Wolff K, Johnson R, Suurmond D. Fitzpatricks Color Atlas and


Synopsis of Clinical Dermatology. 5th Ed., The Mc Graw Hill.

4.

USA, 2007
Handayani, Sarwo. Eliminasi Penyakit Kusta pada Tahun 2000.
Cermin Dunia Kedokteran, No. 117,1997. Available at url:

5.

http://www.scribd.com
Hiswani. Kusta Salah Satu Penyakit Menular yang Masih

6.

Dijumpai di Indonesia. FK-USU, Medan, 2001


Kosasih A, I Made Wisnu, Daili ES, Linuwih Sri Menaldi.
Kusta(leprae). Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima, cetakan ketiga.

7.

Jakarta. FKUI. 2008: 73 88


Menaldi, Sri Linuwih. Kusta. Dept. IK Kulit dan Kelamin. FKUI,

8.

Jakarta, 2008. Available at url: http://www.scribd.com


Siregar RS. Kusta(leprae). Dalam: Hartanto H (ed). Atlas
Berwarna Penyakit Kulit Saripati Edisi 2. Jakarta. EGC. 2005:
7: 154-59

9.

Sjamsoe Daili, Emmy S; Menaldi, S.L, Wisnu, I made, Sebuah


Panduan Bergambar, Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia,
PT. MEDICAL MULTIMEDIA INDONESIA. Hal 11-12.

Anda mungkin juga menyukai