Makalah Mandiri PBL 19 (CHF)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 28

Gagal Jantung Kronik

Vincensia Priska Priscylla Babay


10.2008.213
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
priska.babay@yahoo.com

1) Pendahuluan
Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk dalam sistem
sirkulasi. jantung bertindak sebagai pompa sentral yang memompa darah untuk menghantarkan
bahan-bahan metabolisme yang diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa
metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh.1,2
Penyakit jantung merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah
penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup
yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup. Angka harapan
hidup yang semakin meningkat datambah peningkatan golongan usia tua semakin memperbesar
jumlah penderita penyakit jantung yang sebagian besar diderita oleh orang tua.
Gagal jantung sendiri adalah suatu kondisi patofisiologis, dimana terdapat kegagalan
jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Suatu definisi objektif yang
sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena
tidak terdapat nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel.1
2) Anamnesis
1

Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang
dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien atau
keluarga pasien. Anamnesis yang baik untuk seorang dewasa mencakupi keluhan utama,
informasi mengenai kelainan yang dialami sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
keluarga, dan informasi mengenai keadaan tiap sistem tubuh pasien.
Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai
kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah
dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya.
Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan
mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya.
Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan kepada kita.3
Pasien ini datang ke dokter dengan keluhan utamanya adalah sesak nafas, oleh itu sebagai
seorang dokter yang merawat kita haruslah menanyakan beberapa soalan yang terkait dengan
gejala yang penting dan sering dijumpai.

Nyeri dada
Nyeri dada atau perasaan tidak enak pada dada (chest discomfort) merupakan salah satu
gejala penting yang akan ditemukan. Ketika mendengarkan riwayat medis pasien, kita
seharusnya menanamkan dalam ingatan berbagai kejadian serius yang berbahaya seperti
angina pectoris, inark miokard, atau bahkan aneurisma aorta disekans. Tetapi kita harus
hati-hati ketika menanyakan soal ini, karena nyeri dada juga boleh disebabkan dari
kelainan paru. Oleh itu pertanyaan pendahuluan kita haruslah luas... Apakah bapak/ibu
merasakan nyeri atau tidak nyaman pada dada anda? Minta pasien untuk menunjuk
lokasi nyeri dan menjelaskan keseluruh tujuh atributnya. Sesudah mendengarkan dengan
seksama penjelasa pasien, pindah ke pertanyaan yang lebih spesifik seperti Apakah rasa
nyeri tersebut berhubungan dengan aktiviti fisik? dan Jenis aktiviti apakah yang dapat
menimbulkan rasa nyeri itu?, Seberapa parah nyeri itu terasa pada skala nyeri dari 1
hingga 10?, Apakah rasa nyeri itu menjalar ke leher, bahu, punggung atau lengan?,
Apakah ada gejala lain yang menyertai seperti sesak napas, keringatan, berdebar-debar
atau rasa mual?, Apakah rasa nyeri itu sampai membangunkan anda dari tidur di malam

hari?, Apa Bapak/Ibu lakukan untuk mengurangi rasa nyeri itu?


Dispneu
2

Sesak napas atau napas pendek adalah keluhan yang lazim dikemukan oleh pasien dan
dapat dilaporkan sebagai dispnea, ortopnea atau dispnea nokturnal paroksismal.
Dispnea merupakan perasaan tidak enak yang berkaitan dengan pernapasan dan
perasaan ini tidak sesuai dengan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan. Keluhan ini sering
dilontarkan oleh pasien gangguan jantung dan/atau paru-paru.
Ortopne merupakan dispnea yang timbul ketika pasien berbaring dan berkurang
pada saat pasien bangkit dari posisi berbaring ke posisi duduk tegak. Secara klasik,
kuantitas ortopnea diukur menurut jumlah bantal yang digunakan pasien untuk tidur, atau
berdasarkan kenyataan adakah pasien baru bisa tidur setelah berada dalam posisi duduk.
(Namun pastikan bahwa pasien baru menggunakan tambahan bantal atau tidur dalam
posisi tegak karena sesak napas ketika saat berbaring dan bukan karena penyebab lain).
Dispnea nokturnal paroksismal menggambarkan episode dispnea dan ortopnea
mendadak yang membangunkan pasien dari tidurnya; biasanya kejadian ini terjadi 1 atau
2 jam sesudah pergi tidur dan ketika terjadi membuat pasien segera duduk, berdiri, atau
pergi ke jendela untuk mendapatkan udara segar. Dispnea nokturnal paroksismal dapat
disertai dengan gejala mengi dan batuk. Biasanya episode tersebut akan mereda tetapi

dapat muncul kembali pada saat yang sama di malam berikutnya.


Palpitasi
Palpitasi merupakan perasaan detak jantung yang tidak menyenangkan. Ketika
melaporkan perasaan semaca ini, pasien menggunakan berbagai istilah seperti berdebardebar, deg-degan, jantungnya seperti mengeletar, meloncat-loncat atau berhenti. Palpitasi
dapat terjadi karena detak jantung yang tidak teratur, percepatan atau pelambatan denyut
jantung secara mendadak atau pun dari peningkatan kekuatan kontraksi jantung. Namun,
persepsi seperti ini juga tergantung pada kepekaan pasien terhadap keadaan tubuhnya
sendiri. Palpitasi tidak selalunya berarti penyakit jantung. Sebaliknya, sebahagian besar
keadaan disritmia yang serius seperti takikardia ventrikel sering tidak menimbulkan
gejala palpitasi.
Kita dapat bertanya langsung mengenai palpitasi, tetapi bila pasien tidak
memahami pertanyaan, gunakan kata-kata yang lain, Apakah bapak/ibu pernah merasa
khawatir mengenai denyut jantung anda?, Apa yang bapak/ibu rasakan? Minta pasien
untuk menirukan iramanyadengan cara mengetukkan jari atau tangannya pada meja
periksa, apakah iramaya cepat atau lambat? Teratur ataukah tidak teratur? Berapa

lamakah gangguan denyut jantung itu sudah dirasakan? Jika terdapat denyut jantung yang

cepat, apakah denyut itu mulai dan berhenti secara tiba-tiba atau secara beransur-ansur?
Edema
Edema mengacu kepada penimbunan cairan yang berlebihan dalam jaringan interstisial,
dan tampak sebagai pembengkakan. Pertanyaan tentang edema secara khas dimasukkan
ke dalam riwayat kardiak, kendati edema dapat disebabkan oleh banyak keadaan lainnya
yang dapat bersifat lokal ataupun umum. Fokuskan pertanyaan anda pada lokasi edema,
saat terjadinya dan keadaan ketika edema itu terjadi serta gejala apa yang menyertainya.
Pernahkah bapak/ibu mengalami pembengkakan pada suatu bagian tubuh? Di mana?...
Di bagian tubuh yang lain? Kapan pembengkakan itu terjadi? Apakah pembengkakan
bertambah parah pada pagi harinya ataukah pada malam harinya? Apakah sepatu yang
bapak/ibu kenakan terasa sempit? Teruskan pertanyaan Apakah cincin yang bapak/ibu
kenakan itu terasa sempit pada jari tangan bapak/ibu? Apakah kelopak mata terlihat
bengkak atau sembab pada pagi hari? Apakah bapak/ibu harus melepaskan sabuk yang
dikenakan? Juga pertanyaan, Pernahkan pakaian yang bapak/ibu pakai terasa sesak di
pinggangnya? Meminta pasien itu menimbang berat badanya setiap pagi merupakan
tindakan yang berguna karena gejala edema baru terlihat dengan jelas setelah terjadi

penimbunan ekstra cairan sebanyak beberapa liter.


Sinkop
Sinkop atau kehilangan kesadaran sesaat akibat alirah darah otak tidak adekuat.

Kelelahan dan Kelemahan sering kali akibat curah jantung yang rendah dan perfusi aliran
darah perifer yang berkurang.
Faktor pencetus gejala dan faktor yang dapat menanggulanginya harus ditentukan.
Angina biasanya dicertu apabila pasien beraktivitas dan berkurang dengan istirahat.
Dispnea dihubungkan dengan kegiatan fisik, tetapi perubahan posisi tubuh dan
redistribusi cairan tubuh sesuai gravitasi yang mengikutiya dapat mencetuskan dispenia.
Ortopnea dapat dikurangi dengan meninggikan dada dengan bantal. Selain itu derajat
gangguan yang berkaitan dengan gejala-gejala itu juga harus ditentukan. New York Heart
Association telah membuat pedoman sesuai dengan tingkat aktivitas fisik yang dapat
menimbulkan gejala. Katagori dari penderita kelas I yaitu mereka yang asimtomatik
dengan kegiatan fisik biasa, sampai penderita kelas IV yaitu mereka yang menunjukkan
gejala-gejala penyakit walaupun dalam keadaan istirahat.3
4

3) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan tanda vital
Pada gagal jantung ringan dan moderat, pasien sepertinya tidak mengalami gangguan
pada waktu istirahat, kecuali perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukaan yang
datar dalam beberapa menit. Pada gagal jantung yang lebih berat, pasien harus duduk
dengan tegak, dapat mengalami sesak napas, dan kemungkinan tidak dapat mengucapkan
satu kalimat lengkap karena sesak yang dirasakan. Tekanan darah sistolik dapat normal
atau tinggi pada gagal jantung ringan, namun biasanya berkurang pada gagal jantung
berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang,
menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda
nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer
menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga

disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebih.4


Pemeriksaan fisik jantung
a) Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi jantung paling penting ialah menemukan daerah ictus
cordis, yaitu pada sela iga ke 5, sesuai dengan letak apex cordis.
Impuls ini dihasilkan oleh pulsasi singkat ventrikel kiri pada saat ventrikel
bergerak kearah anterior selama kontraksi jantung dan menyentuh dinding dada.
Pulsasi ini lebih mudah dilihat pada orang kurus. Selain itu pada saat inspeksi, perlu
juga memperhatikan bentuk dada normal dan simetris atau tidak.3,4
b) Palpasi
Pertama-tama lakukan palpasi secara menyeluruh pada dinding dada anterior.
Setelah itu lakukan palpasi pada ictus cordis.
Palpasi pada ictus cordis perlu diperhatikan :
Lokasi
: sesuai dengan pemeriksaan inspeksi, letak ictus cordis normal
pada mid clavucularis sinistra setinggi sela iga ke 5, kadangkadang 4.
Diameter : normal ictus cordis teraba tidak lebih lebar dari 2-3 cm.
Amplitudo : biasanya berupa denyutan.
Durasi
: biasanya teraba selama bunyi jantung pertama.3,4
c) Perkusi

Pemeriksaan perkusi terpenting untuk menentukan cardiac dullness (besar dan bentuk
jantung), yaitu perubahan dari suara sonor dari perkusi paru paru berubah menjadi
pekak. Pemeriksaan perkusi jantung dilakukan secara sistematis yaitu :
Menentukkan batas jantung kanan
Menentukkan batas jantung kiri
Menentukkan batas atas jantung
Menentukkan konfigurasi jantung3
d) Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi jantung sangat penting di klinik, terutama untuk menentukkan
berbagai diagnosis dari kelainan jantung. Sebaiknya pemeriksaan auskultasi jantung
dilakukan di dalam ruangan yang sunyi, sehingga bunyi jantung terdengar dengan
jelas.3,4
Dengan menggunakan stetoskop dengarlah bunyi jantung 1 (BJ 1) dan bunyi
jantung 2 (BJ 2). Bunyi jantung dapat didengar pada tempat tempat berikut :
1. Katup mitral: lokasi di apex cordis, yaitu linea mid clavicularis sinistra sela iga
4 5. BJ 1 lebih terdengar daripada BJ 2.
2. Katup triskupida : lokasi linea sternalis dextra sela iga 4 5. BJ 1 lebih terdengar
daripada BJ 2.
3. Katup aorta : lokasi linea sternalis dextra sela iga 2. BJ 1 lebih terdengar daripada
BJ 2.
4. Katup pulmonal : lokasi linea sternalis kiri sela iga 2. BJ 2 lebih terdengar
daripada BJ 1.4
Bunyi jantung normal timbul akibat getaran volume darah dan bilik bilik
jantung pada penutupan katup. Bunyi jantung pertama perkaitan dengan penutupan
katup arterioventrikularis (AV), sedangkan Bunyi jantung kedua berkaitan dengan
penutupan katup semilunaris. Oleh karena itu BJ I lebih terdengar pada permukaan
sistole ventrikel, pada saat ini tekanan ventrikel meningkat melebihi tekanan atrium
dan menutup katup mitralis dan trikuspidalis. Pada kasus stenosis mitralis terdengar
BJ I yang abnormal dan lebih keras akibat kekakuan daun daun katup.
BJ II terdengar pada permulaan relaksasi ventrikel karena tekanan ventrikel
turun sampai dibawah tekanan arteri pulmonalis dan aorta, sehingga katup pulmonalis
dan aorta menutup.
Terdapat dua bunyi jantung yang lain yang kadang kadang dapat terdengar
selama diastolik ventrikel. BJ III dan BJ IV dapat menjadi manifestasi fisiologis tetapi
biasanya berkaitan dengan penyakit jantung tertentu; tampilan patologis BJ III dan BJ
6

IV disebut sebagai irama gallop. Istilah ini digunakan karena bunyi jantung lain
merangsang timbulnya irama seperti derap lari kuda.
BJ III terjadi selama periode pengisian ventrikel cepat sehingga disebut gallop
ventrikuler apabila abnormal. Bunyi ini biasanya temuan patologis yang dihasilkan
oleh disfungsi jantung, terutama kegagalan ventrikel. BJ IV timbul pada sistolik
atrium dan disebut sebagai gallop atrium. BJ IV biasanya sangat pelan atau tidak
terdengar sama sekali, bunyi ini timbul sesaat sebelum BJ I. Gallop atrium terdengar
bila resistensi ventrikel terhadap pengisian atrium meningkat akibat berkurangnya
peregangan dinding ventrikel atau peningkatan volume ventrikel.
Bising jantung timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan pembuluh darah
jantung. Aliran turbulen ini terjadi bila melalui struktur yang abnormal (penyempitan
lubang katup, insufisiensi katup, atau dilatasi segmen arteri), atau akibat aliran darah
yang cepat sekali melalui struktur yang normal.
Bising jantung digambarkan menurut :
1. waktu relatifnya terhadap siklus jantung
2. intensitasnya
3. lokasi atau daerah tempat bunyi itu terdengar paling keras
4. sifat sifatnya
Bising diastolik terjadi sesudah BJ II saat relaksasi ventrikel. Bising stenosis
mitralis dan infuesiensi aorta terjadi selama diastolik. Bising sistolik dianggap
sebagai bising ejeksi, yaitu bising yang terjadi selama mid diastolik sesudah fase
awal kontraksi isovolusimetrik, atau bisa juga dianggap sebagai bising insufisiensi
yang terjadi pada seluruh sistolik. Bising yang terjadi pada seluruh sistolik disebut
sebagai pansistolik atau holosistolik. Bising stenosis aorta merupakan bising ejeksi

yang khas; sedangkan insufisiensi mitralis akan menghasilkan bising pansistolik.3,4


Tekanan vena jugularis (JVP; Jugularis venous pressure)
Tekanan darah vena sistemik jauh lebih rendah daripada tekanan darah arteri, karena
sebagian kekuatan vena akan hilang ketika darah mengalir melewati percabangan arteri
dan capillary bed. Dinding pembuluh vena mengandung otot polos sehingga membuat
vena lebih mudah diregangkan. Faktor penting lain yang menentukan tekanan vena
meliputi volume darah dan kapasitas jantung kanan untuk mengejeksi darah kedalam
sistem arterial pulmonalis. Penyakit jantung dapat merubah semua variabel ini sehingga
terjadi abnormalitas pada tekanan vena sentralis. Sebagai contoh, tekanan vena menurun
ketika ventricular output atau volume darah jantung kiri mengalami penurunan yang
7

signifikan ; tekanan ini meninggi ketika terjadi gagal jantung kanan atau ketika
peningkatan tekanan dalam kavum perikardii menghalangi aliran balik darah ke dalam
atrium kanan. Perubahan tekanan vena ini dicerminkan oleh tingginya kolom darah vena
di dalam vena jugularis interna yang diberi nama tekanan vena jugularis atau JVP
(jugularis venous pressure).
Estimasi JVP yang paling baik dapat diperoleh dari vena jugularis interna dan
biasanya pada sisi kanan karena vena jugularis interna kanan memiliki saluran yang
secara anatomis berhubungan lebih langsung dengan atrium kanan.
Untuk memperkirakan besarnya tekanan vena sentral maka vena jugularis interna
diperiksa pada waktu tubuh bagian atas ditinggikan sekitar 15 30 0. Biasanya titik
tertinggi denyut vena tidak melebihi 3 cm diatas sudut sternum atau sudut Louis (yaitu
sudut yang dibentuk oleh pertemuan antara manibrium dan korpus sterni). Peningkatan
tekanan vena abnormal dapat diperkirakan dengan mengukur jarak vertikal antara tinggi
denyut vena jugularis dengan sudut sternum.4
4) Pemeriksaan Penunjang
1) Elektrokardiogram (EKG)
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu lalat pencatat grafis aktifitas listrik jantung. Pada
EKG terdapat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS dan T, sesuai
dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan
miokardium. Gelombang-gelombang ini direkam pada kertas grafik dengan skala waktu
horizontal dan skala voltase vertikal.1
Hipertrofi ventrikel kiri (HVKi)
Hipertrofi ventrikel kiri memberikan tanda tanda yang cukup jelas pada EKG. Meskipun
demikian akurasinya tak dapat dianggap mutlak. Tinjauan vektor pada HVKi :6
Pada umumnya vektor QRS membesar dalam ukurannya
Penebalan septum menyebabkan vektor QRS awal membesar, sehingga terlihat
gelombang Q yang lebih dalam di I, II, III, aVL, V5, dan V6, dan gelombang R yang
lebih besar dari V1
Pada sumbu QRS terjadi pergeseran sebagai berikut : 1) pada bidang frontal sumbu QRS
bergeser ke arah kiri; 2) pada bidang horizontal : sumbu QRS bergeser ke arah lawan
jarum jam
Waktu aktivasi ventrikel (WAV) ialah waktu yang berlangsung antara awal QRS hingga
puncak gelombang R. Defleksi tajam ke bawah mulai dari puncak R disebut defleksi
8

intrinsikoid. WAV menggambarkan waktu yang diperlukan untuk depolarisasi masa otot
jantung yang ada di bawah elektroda prekordial. Jadi makin tebal otot jantung (ventrikel),
makin panjang waktu yang diperlukan untuk depolarisasi. Dengan demikian WAV
memanjang pada HVKi.6
Beberapa catatan tentang HVKi antara lain :
1.
gambaran HVKi pada EKG terutama berkolerasi dengan masa otot
ventrikel kiri, dan kurang berkolerasi dengan tebal otot atau volumenya
2. pada HVKi yang disebabkan karena beban volume, gambaran EKG terutama
menunjukan aktivasi septal awal yang menonjol yaitu adanya gelombang Q di I, aVL,
V5, dan V6, dan gelombang R yang menonjol di V1 dan V2
3. pada HVKi yang disebakan karena beban tekanan, gambaran EKG terutama
menunjukkan R yang tinggi disertai depresi ST dan inversi T pada sadapan ventrikel kiri
(V5 dan V6)1

Gambar 1. Gambaran EKG hipertropi ventrikel kiri


2) Foto Rontgen
Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali biasanya
ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic ratio / CTR (lebih besar dari 0,5)
pada tampilan postanterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat menentukan gagal jantung pada
disfungsi siltolik karena ukuran bisa terlihat normal.
Pada sinar-X dada gambaran berikut dapat terlihat :
Pembesaran jantung
Penonjolan vaskuler pada lobus atas akibat meningkatnya tekanan vena pulmonalis.
Efusi pleura : terlihat sebagai penumpulan sudut kostofrenikus, namun dengan semakin
luasnya efusi, terdapat gambaran opak yang homogen di bagian basal dengan tepi bagian
atas yang cekung.
9

Edema pulmonal interstisial : pada awalnya, merupakan penonjolan pembuluh darah pada
lobus atas dan penyempitan pembuluh darah pada lobus bawah. Seiring meningkatnya
tekanan vena, terjadi edema interstisial dan cairan kemudian berkumpul di daerah

interlobular dengan garis septal di bagian perifer (garis Kerley B)


Edema pulmonal alveolus. Dengan meningkatnya tekanan vena, cairan melewati rongga
alveolus (bayangan alveolus) dengan kekaburan dan gambaran berkabut pada regio
perihilar; pada kasus yang berat, terjadi edema pulmonal di seluruh kedua lapangan paru.
Sepertiga bagian luar paru dapat terpisah, edema sentral bilateral digambarkan sebagai

bats wing (sayap kelawar).5


3) Echocardiography
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung.
Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung.
Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah: semua pasien dengan tanda gagal
jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan
fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior,
hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan
fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko
emboli.1
Echocardiography merupakan pemeriksaan dengan menggunakan ultrasound (gelombang
suara) frekuensi 2-6 MHz. Indikasi penggunaan echocardiography adalah untuk melihat
fungsi ventrikel, kelainan jantung kongenital, penyakit jantung katup, kardiomiopati, efusi
perikardial, adanya massa (tumor) dan penyakit aorta proksimal. Karena echocardiography
dapat menghasilkan gambar/frame dengan inherensi (jumlah potongan) yang tinggi, maka
echocardiography dapat digunakan untuk melihat pergerakan struktur pada jantung.
Ecocardiography dengan kombinasi Doppler digunakan untuk melihat fungsi ruang-ruang
jantung, katup jantung dan adanya pintas-pintas (shunt, seperti ASD atau VSD) dalam
jantung. Keuntungan dari penggunaan echocardiography ini adalah biaya yang terjangkau,
digunakan luas, memberikan informasi yang banyak, tidak invasif, pasien tidak terpapar
radiasi dan dapat diaplikasikan pada pasien dengan kondisi kritis (bedside usage) serta
hasilnya dapat langsung diketahui. Namun penggunaan echocardiography ini membutuhkan
keterampilan dan keterlibatan operator ahli.5
4) Angiografi koroner

10

Penyuntikkan kontras radio opak ke dalam sirkulasi. Angiografi ventrikel kiri, untuk menilai
fungsi ventrikel kiri dan katup mitral. Aortografi, untuk penilaian pangkal aorta.5
5) Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap
Kurang sel darah merah berarti bahwa gagal jantung disebabkan atau diperburuk oleh
penurunan dalam kapasitas pembawa oksigen darah. Jumlah darah yang sangat rendah
mungkin merupakan tanda bahwa anemia merupakan salah satu faktor yang membuat
gagal jantung anda lebih parah. Bahkan jika hal ini terjadi jumlah darah yang rendah
dapat membuat jantung anda bekerja lebih keras dan berbahaya bagi anda yang telah
mengalami gagal jantung parah.

Kolesterol
Adalah tes darah yang mengukur lipid-lemak dan zat-zat lemak yang digunakan sebagai
sumber energi dalam tubuh Anda. Lipid meliputi kolesterol total, trigliserida, high density

lipoprotein (HDL), dan low density lipoprotein (LDL).


Serum Kreatinin
Tes ini mengukur tingkat zat dalam darah yang disebut kreatinin. Tingkat creatine dapat
membantu menentukan seberapa baik ginjal bekerja. Kreatinin diekskresikan dalam urin.

Tingginya kreatinin mungkin menunjukan bahwa adanya kompikasi yaitu di ginjal.


Urea darah
Untuk menilai penurunan fungsi ginjal akibat komplikasi dari gagal jantung. Jika kadar
urea darah meningkat maka ginjal sudah tidak berfungsi dengan baik lagi.6

5) Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung congenital
maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan
keadaan yang meningkatkan beban awal, meningkatkan beban akhir atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi
aorta, cacat septum ventrikel dan beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium
dan kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung terdapat
faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa.
Faktor-faktor menggangu pengisisan ventrikel dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan
seperti perikarditis konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui
kombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisisan ventrikel dan ejeksi ventrikel.
11

Dengan demikian, jelas sekali bahawa tidak ada satupun mekanisme fisiologis atau kombinasi
berbagai mekanisme yang bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung.7
Penyebab seluruh kegagalan pompa jantung
A. Kelainan mekanik
Peningkatan beban tekanan (Sentral : stenosis aorta ,Perifer : hipertensi sistemik)
Peningkatan beban volume (regurgitasi katup,pirau,peningkatan beban awal)
Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau trikuspidal)
Tamponade pericardium
Pembatasan miokardium atau endokardium
Aneurisme ventrikel
Dissinergi ventrikel
B. Kelainan miokardium
1. Primer
Kardiomiopati
Miokarditis
Kelainan metabolic
Toksisitas
Presbikardia
2. Kelainan disdinamik sekunder
Deprivasi oksigen
Kelainan metabolic
Peradangan
Penyakit sistemik
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
C. Perubahan irama jantung atau urutan hantaran
1. Tenang
2. Fibrilasi
3. Takikardia atau bradikardi ekstrim
4. Asinkronitas listrik,gangguan konduksi
Tabel 1. Penyebab seluruh kegagalan pompa jantung
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang
mendadak merupakan disaritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru. Disaritmia
akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai
respon mekanis, respon mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya
ritme jantung yang stabil. Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang mendadak. Emboli paru secara mendadak akan
meningkatakan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung
12

kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif membutuhkan pengenalan dan penaganan tidak
saja terhadap mechanism fisiologis penyakit yang mendasari tetapi juga faktor-faktor yang
memicunya terjadinya gagal jantung.7,8
6) Epidemiologi
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut,
dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau
penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4
tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan
meninggal dalam tahun pertama.2
7) Manifestasi klinik
Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan fisik yang
menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya secara khas gejala hanya muncul saat beraktifitas
fisik tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin
menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.2
Dispnea atau perasaan sulit bernafas, adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru
yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan
dispnea. Seperti juga spectrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai
edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang
progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea
terutama disebabkan oleh redistribusi aliran dari bagian-bagian tubuh yang di bawah sirkulasi
sentral. Reabsorbsi cairan interstisial dari ektremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti
vaskular paru-paru lebih lanjut.
Dispnea nocturnal paroksismal atau mendadak bangun kerena dispnea dipicu oleh
timbulnya edema interstsial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung
kiri dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.
Batuk nonproduktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru terutama pada posisi
berbaring. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transduksi cairan paru adalah ciri khas dari
gagal jantung; ronki pada awalnya terdengar di bagaian bawah paru-paru kerena pengaruh gaya
gravitasi. Semua gejala dan tanda ini dapat dikaitkan dengan gagal ke belakang pada gagal
jantung kiri. Hemoptisis dapat disebabkan oleh pendarahan vena bronchial yang terjadi akibat

13

distensi vena. Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esophagus
dan disfagia.1,2
Gagal ke belakang pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis (JVP) vena-vena leher mengalami
bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradox selama inspirasi jika
jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke
jantung selama inspirasi.Meningkatnya CVP selama inspirasi ini dikenal sebagai tanda
Kussmaul. Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsul
hati.1
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edem mulamula tampak pada bagian tubuh yang tergantung dan terutama pada malam hari; dapat terjadi
nokturnal yang mengurangi retensi cairan. Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan
reabsorpsi pada waktu berbaring dan juga kurang vasokonstriksi ginjal waktu istirahat. Gagal
jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka. Meskipun gejala dan
tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal
jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan
oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata. Semua manifestasi yang dijelaskan
di sini secara khas diawali dengan bertambahnya berat badan yang jelas mencerminkan adanya
retensi natrium dan air.2
Gagal ke depan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda berkurangnya perfusi ke organorgan. Aliran darah dialihkan dari organ-organ nonvital demi mempertahankan perfusi jantung
dan otak sehingga manifestasi paling dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke
organ misalnya kulit dan otot rangka. Kulit pucat dan dingin disebabkan oleh vasokonstriksi
perifer; makin berkurangnya curah jantung dan meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi dan
menyebabkan terjadinya sianosis. Vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk
melepaskan panas; oleh kerana itu dapat ditemukan demam ringan dan keringat berlebihan.
Kurangnya perfusi pada otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejala dapat
diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia. Makin menurunnya
curah jantung dapat disertai insomnia, kegelisahan atau kebingungan.1,2
8) Patofisiologi
1. Mekanisme Dasar

14

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, menganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik)
ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP,
terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan
langsung selama diastol.
Peningkatan LAP diteruskan kebelakang kedalam pembuluh darah paru-paru,
meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik nyaman
kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darahakan terjadi transudasi cairan
kedalam intertisial. Jika kecepatan ternsudasi cairan melebihi kkecepatan drainase limfatik,
akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes kedalam alvioli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena
paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Serangkian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung
kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian.
Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau
perubahan orientasi otot palpilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.
2. Respon Kompensatorik
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat :
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem
renin-angiotensin aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tinngkat normal atau hampir normal
pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaaan istirahat. Namun, kelainan kerja
ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif.
3. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis

15

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon


simpatis

kompensatorik.

Meningkatnya

aktivitas

adrenergik

simpatis

merangsang

pengeluaran ketakolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut
jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu
juga terdapat vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi
volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ yang metabolismenya rendah (misal
kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokontriksi akan
meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan
kotreksi sesuai dengan hukum starling.
Seperti yang diharapkan kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal
jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada ketakolamin yang
beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respon
miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun, ketakolamin akan berkurang
pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. Perubahan ini paling tepat dengan melihat kurva
fungsi ventrikel.
Dalam keadaan normal katekolamin akan menghasilkan inotropik positif pada
ventrikel sehingga mengeser kurva ke atas dan kekiri. Berkurangnya respon ventrikel yang
gagal terhadap rangangan katekolamin menyebabkan berkurangnya derajat pergeseran akibat
rangsangan ini. Perubahan ini mungkin berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa
cadangan norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.
4. Peningkatan Beban Awal Melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA).
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal
ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum starling. Mekanisme
pasti yang mengakibatkan aktiavsi RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Namun
diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti rangsangan simpatis adrenergikpada reseptor
beta di dalam aparatus jukstagglomerulus, respon reseptor makula densa terhadap perubahan
pelepasan natrium ke tubulus distal dan respon baroreseptor terhadap perubahan volume dan
tekanan darah sirkulasi.
Apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung pada gagal jantung akan
memulai serangkian peristiwa berikut :
a. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus
b. Pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus
c. Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin
16

d.
e.
f.

Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II


Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang menigkatkan tekanan

darah.
Pada gagal jantung berat kombinasi antara kongesti vena sistemik dan menurunnya
perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati, sehingga kadar aldosteron
dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretik akan meningkat pada gagal jantung
berat, yang selanjutnya akan meningkatkan absorpsi air pada duktus pengumpul.
Saat ini sedang diselidiki adanya peranan faktor natriuretik atrium (atrial natriuetik
factor,ANF) pada gagal jantung. ANF adalah hormon yang disintesis pada jaringan atrium.
Peptida nateiuretik tipe B (BNP) terutama disekresi melalui ventrikel. Natriuretik peptida
dilepaskan akibat meningkatnya tekanan atau volume intrakardia dan menekan sistem RAA.
Konsentrasi peptida dalam plasma lebih tinggi dibandingkan dengan nilai normalnya pada
penderita gagal jantung dan pada penderita gangguan jantung yang tidak bergejala. Hormon
memberikan efek diuretik dan natriuretik dan merelaksasi otot polos.namun demikian efek
diuretik dan natriuretik dipengaruhi faktor kompensatorik yang lebih kuat yang
menyebabkan retensi garam dan air serta vasokonstriksi.
5. Hipertrofi Ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium
atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium, saromer dapat bertambah secara pararel atau serial bergantung pada jenis
beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai cotoh suatu beban tekanan
yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa
penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada
regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi
ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua
pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris. Apapun susunan
pasti sarkomernya hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.
6. Mekanisme Kompensatorik lain
Mekanisme lain bekerja pada tingkat jaringan untuk meningkatkan hantaran oksigen
ke jaringan. Kadar 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) plasma meningkat hingga mengurangi
afinitas hemoglobin dengan oksigen. Akibatnya kurva disiosiasi oksigen-hemoglobin
17

bergeser kekanan, mempercepat pelepasan dan ambilan oksigen oleh jaringan. Ekstraksi
oksigen dari darah ditingkat kanuntuk mempertahankan suplai oksigen kejaringan pada saat
curah jantung rendah.
7. Efek Negatif Respon Kompensatorik
Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan,
namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja
jantung dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena
paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi
jaringan pada anyaman vaskular yang terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (misal,
berkurangnya jumlah keluaran urine dengan kelemahan tubuh). Vasokonstriksi arteri juga
meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban
akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan
oksigen miokardium (MVO2) juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan
simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan MVO2. Jika peningkatan MVO2 tidak
dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen miokardium, akan terjadi iskemia
miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir peristiwa yang saling berkaitan
ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung. 2
9) Diagnosis
Working Diagnosis (Gagal Jantung Kronik)
Gagal Jantung (GJ) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) ditandai dengan
sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan atau
fungsi jantung.8
Selain itu, gagal jantung dapat juga didefinisikan sebagai keadaan patofisiologis
ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan daerah untuk metabolisme
jaringan. Ciri penting dari definisi ini adalah gagal didefinisikan relatif terhadap kebutuhan
metabolik tubuh dan penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada kelainan fungsi miokardium;
gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik
sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah berkembang menjadi kegagalan jantung
sebagai suatu pompa.

18

Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal jantung. Gagal
sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan sistem kardiovaskular untuk melakukan perfusi
jaringan dengan menadai. Definisi ini mencakup segala kelainan sirkulasi yag
mengakibatkan tidak memadainya perfusi jaringan, termasuk perubahan volume darah, tonus
vaskular dan jantung. Gagal jantung kongastif adalah keadaan saat terjadi bendungan
sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung kongestif
perlu dibedakandari istilah yang lebih umum yaitu kongesti sirkulasi, yang hanya berarti
kelebihan beban sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau akibat
sebab-sebab diluar jantung (misal transfusi berlebihan atau anuria).1,8
Tanda dan gejala gagal jantung kronik dapat dilihat dalam kriteria framingham untuk
gagal jantung kronik :
1. Kriteria mayor
Proksismal nokturnal dispenia
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peningkatan tek vena jugularis
Refluks hepatojugularis
2. Kriteria minor
Edema ekstrimitas
Batuk malam hari
Dispenia deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Diagnosis gagal jantung kronik ditegakkan apabila terdapat 2 kriteria mayor atau 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA).
1. NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik
serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas
atau berdebar-debar, apabila mereka melakukan kegiatan biasa.
2. NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak
mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa menimbulkan
gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau
nyeri dada.
19

3. NYHA kelas III, penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang
kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti
yang tersebut di atas.
4. NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat
ringan.1
Differential Diagnosis
Gagal Jantung Akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung
sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik,
keadaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan dari pre-load atau afterload, seringkali memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa
serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal
jantung kronis. Pada gagal jantung akut ini dapat pula diklasifikasikan lagi baik dari
gejala klinis dan foto thorax (Killip), klinis dan karakteristik hemodinamik (Forrester)
atau berdasarkan sirkulasi perifer dan auskultasi paru. Dapat pula dibagi berdasarkan
dominasi gagal jantung kanan atau kiri yaitu Forward (kiri dan kanan (AHF), Left heart
backward failure (yang dominan gagal jantung kiri), dan Right heart backward failure
(berhubungan dengan disfungsi paru dan jantung sebelah kanan).10
Angina Pectoralis Stabil
Angina pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium. Angina
pectoris merupakan rasa nyeri pada dada parah yang terjadi ketika aliran darah koroner
tidak memadai untuk memasok oksigen yang dibutuhkan oleh jantung. Penyebab utama
angina pectoris adalah suatu ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen jantung
dengan jumlah oksigen yang dipasok ke jantung melalui pembuluh darah koroner.
Gangguan keseimbangan ini dapat terjadi apabila suplai menurun (misalnya
aterosklerosis atau spasme koroner) atau kebutuhan meningkat (misalnya kerja fisik).
Pada AP stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, sekalipun tidak termasuk UAP,
berangsur-angsur turun kuantitasnya dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan,

20

kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pda saat beban/stress
yang tertentu atau lebihberat dari sehari-harinya).
Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai akhirnya
menghilang, yaitu menjadi asimptomatik, walaupun sebetulnya ada iskemia tetap dapat
terlihat misalnya pada EKG istirahatnya, keadaanya yang disebut sebagai silent
iskhemia sedangkan pada pasien-pasien lainnya yang telah menjadi asimptomatik, EKG
istirahatnya mormal pula, dan iskemia baru terlihat pada tes stress.
Gejala klinis:

Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan penjalaran ke


leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri.

Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/berat di
dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremasremas dan pada keadaan yang berat biasanya disertai keringat dingin. Nyeri
berhubungan dengan aktivitas, stres fisik ataupun emosional, dan hilang dengan
istirahat.

Kuantitas : Nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa
menit sampai kurang dari 20 menit. Nyeri tidak terus menerus, tapi hilang timbul
dengan intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol.
Pada angina pektoris stabil, nyeri dada yang awalnya agak berat, berangsur-

angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan, kemudian
menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/stres yang tertentu
atau lebih berat dari sehari-harinya). Angina pektoris stabil biasanya disebabkan oleh
penyempitan aterosklerotik tetap (biasanya 75% atau lebih) satu atau lebih arteri
koronaria. Peningkatan tahanan proksimal ini masih dapat diatasi oleh dilatasi arteriol,
yaitu reduksi tahanan perifer di cabang-cabang intramiokardial dari arteri koronaria.
Dengan demikian aliran koroner dapat memenuhi kebutuhan normal.11
Penyakit Jantung Koroner
Sesak napas dan nyeri dada yang menjalar ke rahang dan lengan kiri dapat
disebabkan oleh infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
21

aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Akibat adanya plak aterosklerotik


mengakibatkan penyumbatan, terjadi gangguan pasokan suplai energi kimiawi ke otot
jantung (miokard) sehingga terjadilah gangguan keseimbangan antara pasokan dan
kebutuhan. Otot jantung akan mengalami kerusakan, jaringan mati atau nekrosis (infark
miokard). Faktor resiko yang menyebabkan infark miokard seperti hipertensi,
dislipidemia, diabetes. Sejumlah faktor resiko lain yang berkaitan dengan gaya hidup
pada penyakit jantung koroner juga dapat menjadi faktor resiko dari infark miokard
seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Gambaran EKG yang khas
adalah adanya elevasi segmen ST. Keadaan ini dapat mengakibatkan gagal jantung,
aritmia supraventrikuler, dan sistol premature ventrikel.
Gejala klinis:

Nyeri dada
Nyeri dada yang timbul dirasakan menusuk dan diperburuk oleh inspirasi, batuk, dan
perubahan dari posisi tubuh, tetapi kadang-kadang menetap.
EKG
Didapatkan adanya elevasi gelombang ST disemua lead.
Laboratorium
Didapatkan peningkatan leukosit, hasil kultur darah menunjukan hasil positif.
Photo Thorax
Didapatkan efusi perikard dan peningkatan vaskularisasi paru.
Infark miokard dengan elevasi gelombang ST biasanya diketahui dengan beberapa

tanda dan gejala yang diketahui dari beberapa pemeriksaan, pertama pada anamnesis
biasanya diketahui adanya keluhan nyeri dada, yang hampir setengah kasus terjadi akibat
aktivitas fisik berat, stress emosi, penyakit medis atau bedah. Dirasakan pada saat pagi
hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Nyeri dada merupakan petanda awal dalam
kelainan utama ini.12
10) Penatalaksanaan
Penatalaksanaaan umum
a. Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila
b.
c.
d.
e.
f.

timbul keluhan, dan dasar pengobatan.


Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, serta rehabilitasi.
Edukasi pola diet, control asupan garam, air, dan kebiasaan alcohol.
Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba.
Mengurangi berat badan pasien yang obesitas
Hentikan kebiasaan merokok.9
22

Medika mentosa
Terapi farmakologis
Diuretik (Loop diuretic, tiazid, metozalon)

Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan,


kongesti paru dan edema perifer. Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival.

Harus dikombinasi dengan enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.

ACE inhibitor (captopril, benazepril)


Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi
ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom. Diberikan sebagai
terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus
diberikan bersama diuretic..
Beta blocker (bisoprolol, karvedilol)

Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang stabil
baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standar
seperti diuretic atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak
ditemukan adanya kontra indikasi.

Meningkatkan klasifikasi fungsi. (I,A)

Pada disfungsu jantung sistolik sesudah suatu infrak miokard baik simtomatik
atau asimtomatik, penambahan penyekat beta jangka panjang pada pemakaian
penyekat enzim konversi angiotensin terbukti menurunkan mortalitas. (I,B)

Beberapa penyekat beta yang direkomendasikan yaitu bisoprolol, karvediol,


metoprolol, siksinat dan nebivolol. (I,A)

Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)

Masih merupakan alternative bila pasien tidak toleran terhadap ACE inhibitor.

Penambahan terhadap penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal jantung


kronik dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.

Pada infark miokard akut dengan gagal jantung atau disfungsi ventrikel, penyekat
angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin dalam
menurunkan mortalitas.

23

Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada pemakaian


penyekat enzim konversi angiotensin pada pasien yang simtomatik guna
menurunkan mortalitas

Glikosida jantung (digitalis)

Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium dengan berbagai derajat gagal jantung.
Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan bila dipakai
sendiri-sendiri tanpa kombinasi.

Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan bila dipakai
sendiri-sendiri tanpa kombinasi

Hidralazin-Isosorbid Dinitrat
Dapat dipakai sebagai tambahan,pada keadaan dimana pasien tidak toleran terhadap
penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II. Dosis besar
hidralazin (300mg) dengan kombinasi isosorbid dinitrat 160 mg tanpa penyekat
enzim konversi angiotensin dikatakan dapat menurunkan mortalitas.Pada kelompok
pasien Afrika-Amerika pemakaian kombinasi isosorbid dinitrat 20mg dan hidralazin
37,5mg, tiga kali sehari dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas dan
memperbaiki kualitas hidup.
Nitrat
Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak. Dengan pemakaian dosis yang
sering,dapat terjadi toleran oleh karena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam atau
kombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin.
Obat Penyekat Kalsium

Pada gagal jantung sistolik penyekat kalsium tidak direkomendasikan dan


dikontraindikasikan pemakaian kombinasi dengan penyekat beta.

Felodipin dan amlodipin tidak memberikan efek yang lebih baik untuk survival
bila digabung dengan obat penyekat enzim konversi angiotensin dan diuretic.Data
jangka panjang menunjukkan efek netral terhadap survival,dapat dipertimbangkan
sebagai tambahan obat hipertensi bila kontrol tekanan darah sulit dengan
pemakaian nitrat atau penyekat beta

Nesiritid
24

Merupakan klas obat vasodilator baru, merupakan rekombinan otak manusia yang
dikenal sebagai natriuretik peptide tipe B. Obat ini identik dengan hormone endogen
dari ventrikel, yang mempunyai efek dilatasi arteri,vena dan koroner,dan merupakan
pre dan afterload meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik.
Inotropik Positif

Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan karena meningkatkan


mortalitas

Pemakaian intravena pada kasus berat sering digunakan,namun tidak ada bukti
manfaat,justru komplikasi lebih sering muncul

Penyekat fosfodiestrase,seperti milrinon,enoksimon efektif bila digabung dengan


penyekat beta dan mempunyai efek vasodilatasi perifer dan koroner.Namun
disertai juga dengan efek takiaritmia atrial dan ventrikel dan vasodilatasi
berlebihan dapat menimbulkan hipotensi

Levosimendan merupakan sensitasi kalsium yang baru,mempunyai efek


vasodilatasi namun tidak seperti penyekat fosfodiestrase,tidak menimbulkan
hipotensi. Uji klinis menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dobutamin.

Antitrombotik (aspirin)

Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium,riwayat fenomena


tromboemboli,bukti adanya thrombus yang mobil,pemakaian antikoagulan sangat
dianjurkan.

Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan


pemakaian antiplatetet.

Aspirin harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan gagal
jantung yang memburuk.

Anti Aritmia

Pemakaian selain penyekat beta tidak dianjurkan pada gagal jantung kronik,
kecuali pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi

Obat aritmia klas I tidak dianjutkan

25

Obat anti aritmia klas II (penyekat beta) terbukti menurunkan kejadian mati
mendadak (I, A) dapat dipergunakan sendiri atau kombinasi dengan amiodaron
(IIa, C).

Anti aritmia klas III, amiodaron efektif untuk supraventrikel dan ventrikel aritmia
(I,A) amiodaron rutin pada gagal jantung tidak dianjurkan.2

Untuk survival/morbiditas
Untuk gejala
Lanjutkan ACE inhibitor/
Pengurangan/hentikan
ARB jika intoleran ACE
diuretik
inhibitor, lanjutkan
antagonis aldosteron jika
pasca-MI
Tambah penyekat beta jika
pasca MI
NYHA II
ACE Inhibitor sebagai
+/- diuretic
terapi lini pertama / ARB
Tergantung pada retensi
jika intoleran ACE
cairan
inhibitor tambah penyekat
beta dan antagonis
aldosteron jika pasca MI
NYHA III
ACE inhibitor + ARB atau +diuretic + digitalis
ARB
Jika masih simptomatik
Jika intoleran ACE sendiri
Beta blocker
Tambah aldosteron
antagonis
NYHA IV
Lanjutkan ACE inhibitor / +diuretic+digitalis+consid
ARB
er
Beta blocker
Support inotropis
Antagonis aldosteron
sementara
Tabel 2. Terapi pasien disfungsi sistolik yang simptomatik menurut derajat gagal jantung.
NYHA I

Pemakaian alat dan tindakan bedah


a. Revaskularisasi (perkutan, bedah)
b. Operasi katup mitral
c. Aneurismektomi
d. Kardiomioplasti
e. External cardiac support
f. Pacu jantung, kovensional, resinkronisasi pacu jantung biventrikular
26

g. Implantable cardioverter defibrillators (ICD)


h. Transplantasi jantung
i. Ultrafiltrasi, hemodialisis2
11) Komplikasi
Syok kardiogenik
Yang merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan
dengan berbagai manifestasi hemodinamik, tetapi petunjuk umum adalah tidak memadainya
perfusi jaringan. Pada gagal jantung terjadi syok terkompensasi dimana terjadi usaha untuk
menstabilkan sirkulasi guna mencegah kemunduran lebih lanjut. Namun terjadi manifestasi
sistemik terjadi keadaan hipoperfusi yang memperburuk hantaran oksigen dan nutrisi serta
pembuangan sisa-sisa metabolit pada tingkat jaringan sehingga saat masuk tahap dimana
sudah terjadi kerusakan sel yang hebat dan tidak dapat dihindari, pada akhirnya terjadi
kematian.1,2
12) Preventif
Pencegahan gagal jantung , harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok dengan
risioko yang tinggi.

Obati penyebab potensial dari kerusakan miokardium, faktor risiko jantung koroner
Pengobatan infark segera di triase serta pencegahan infark ulangan
Pengobatan hiertensi yang agresif
Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung
Bila sudah ada disfungsi miokardium, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari,
selain modulasi progresi dan disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung.2

13) Prognosis
Prognosis gagal jantung kronik tergantung dari derajat disfungsi miokardium disertai penangan
dan penatalaksanaan yang cepat dan efektif dapat mengurangi tingkat kematian.2
14) Kesimpulan
Gagal jantung kronik merupakan penyakit serius yang harus cepat ditangani dan diberikan
penatalaksaan yang tepat agar dapat mengurangi resiko kematian. Gejala yang ditimbulkan
penderita berupa sesak nafas yang timbul saat beraktivitas dan berkurang saat beristirahat. Untuk
itu, kecepatan mendiagnosis penyakit ini sangat perlu, karena jika tanpa penanganan yang baik
akan menimbulkan komplikasi seperti syok kardiogenik dan berujung pada kematian.

27

15) Daftar Pustaka


1. Morgan JM, Simpson IA, editor. Lecture Notes: Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta:
penerbit Erlangga. 2007. Hal 80 97
2. Ghanie A. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid II. 2009.
Jakarta : Internal Publishing. Hal 1596-601
3. Gleadle, Jonathan. At a glance, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.2007.Penerbit
Erlangga, Jakarta. Hal 83-87
4. Priguna S. Pemeriksaan Klinis Umum. 2005. Penerbit:EMS. Semarang. Hal 84-97
5. Patel PR. Lecture notes : radiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007 : hlm 49-50
6. Joyce LeFever Kee. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Ed.VI. 2008.
Penerbit Buku Kedokteran: EGC, Jakarta. Hal 92-105
7. Priace, Sylvia. Patofisiologi Konsep Proses Proses Penyakit. Edisi 4. Jilid II. 2006.
Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta. Hal 336-342
8. Patrick Davey. At a Glance Medicine. 2009. Penerbit Buku Kedokteran: EGC,
Jakarta.Hal 178-85
9. Mansjoer,A.,dkk, 2004. Gagal Jantung. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga Jilid 1
Cetakan Keenam. Media Aesculapius FK UI, Jakarta. Hal 434-37
10. Manurung D. Gagal Jantung Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid II.
2009. Jakarta : Internal Publishing. Hal 1586-95
11. Rachman AM. Angina Pektoralis Stabil. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid II.
2009. Jakarta : Internal Publishing. Hal 1735-40
12. Carter MA. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2.
Jakarta: EGC; 2005. Hal 553-71

28

Anda mungkin juga menyukai