mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang sering ditemukan dalam
frekuensi yang makin menurun adalah Streptococcus pneumonia (30-50%),
Haemophilus influenza (20-40%), Moraxella catarrhalis (4%), bakteri anerob,
Branhamella
catarrhalis,
streptokok
Streptococcus pyogenes.
alfa,
Staphyolococcus
aureus,
dan
disebabkan oleh bakteri yang sama seperti yang menyebabkan sinusitis akut.
Namun, karena sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drainage yang
tidak adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang
terlibat cenderung opurtunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri
anaerob.
menurun
antara
Haemophilus
lain
Staphyolococcus
influenza,
Neisseria
aureus,
flavus,
Streptococcus
Staphyolococcus
viridians,
epidermidis,
Infeksi
Aspergillus
Infeksi virus
Bakteri
Infeksi jamur
3. Pohon Masalah
Iritasi
Eksudat purulen
Batuk-batuk
Resiko infeksi
Tekanan pada sinus meningkat
Ketidakefektifan bersihan jalan Gangguan
nafas
menelan
Nyeri
Ansietas
4. Klasifikasi
a. Menurut anatomi sinus yang terkena
1) Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang
sering terinfeksi oleh karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak
ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga aliran sekret (drainage) dari sinus
maksila hanya tergantung dari gerakan silia. Dasar sinus maksila adalah dasar
akar gigi (prosesusalveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan
sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar
hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai
dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah
kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri
alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh, dan
gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun
tangga.Sering kali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk.
2) Sinusitis Ethmoidalis
Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, sering kali
bermanifestasi sebagai seluliti sorbita karena dinding leteral labirin
ethmoidalis (lamina papirasea). Sering menimbulkan selutis orbita. Pada
dewasa sering kali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap
sebagai nyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dihindari. Gejala berupa
nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang
nyeri di bola mata atau belakangnya, terutama bila mata di gerakkan. Nyeri
alih di pelipis post nasal dan sumbatan hidung.
3) Sinusitis Frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-samadengan infeksi
sinus etmoidalisanterior. Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas,
nyeri berlokasi di atas ali smata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari. Kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang
malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri biladisentuh dan
mungkint erdapat pembengkakan supra orbita.
4) Sinusitis Sfenoidalis
3) Sinusitis Kronik
Infeksi dari beberapa bulan sampai beberapa tahun. Gejalanya: sekret
di faring dan nasofaring, rasa tidak nyaman ditenggorok, pendengaran
terganggu, nyeri kepala, gejala di saluran cerna karena mukopus yang tertelan.
5. Manifestasi Klinis
Berikut adalah tanda dan gejala yang biasanya muncul pada sinusitis.
a. Hidung tersumbat.
b. Nyeri di daerah sinus.
c. Sakit kepala.
d. Hiposmia/ anosmia.
e. Halitosis.
f. Post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila pemeriksaan radiologik tidak
tersedia. Bila ada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita,
mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat
neoplasma di dalam antrum.
berkembang dengan baik dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin
berarti sinusitis atau hanya menunjukan sinus yang tidak berkembang.
b. Pemeriksaan Radiologik
Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dilakukan
pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, PA dan
lateral. Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila,
frontal, dan etmoid. Posisi PA untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk
menilai sinus frontal, sphenoid, dan etmoid. Metode mutakhir yang lebih akurat
untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah pemeriksaan CT Scan. Potongan
CT Scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial. Indikasi utama CT Scan
hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik, trauma (fraktur frontobasal),
dan tumor. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid
level) atau penebalan mukosa. CT Scan sinus merupakan gold standard diagnosis
sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam
hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal
hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak
membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat
melakukan operasi sinus.
c. Sinuskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop.
Endoskop
dimasukan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina.
Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip,
jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan
apakah ostiumnya terbuka.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila
melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila
yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
d. Pemeriksaan Mikrobiologik
Pemeriksaan mikrobiolgik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil
sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.
Lebih baik lagi diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi
Tujuan terapi sinusitis adalah sbb.
1) mempercepat penyembuhan;
2) mencegah komplikasi; dan
3) mencegah perubahan menjadi kronik.
menggantikan hampir semua jenis bedah sinus yang terdahulu karena memberikan
hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.
Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma, pernah
mempunyai riwayat penyakit THT, Pernah menderita sakit gigi geraham.
e. Riwayat Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga klien yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
f. Riwayat Psikososial
Intrapersonal yaitu perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih), interpersonal :
hubungan klien dengan orang lain sangat baik.
g. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat : untuk mengurangi flu biasanya
klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
2) Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsumakan klien berkurang karena
terjadi gangguan pada hidung.
3) Pola istirahat dan tidur : selama di rumah sakit klien merasa tidak dapat
istirahat karena klien sering pilek.
4) Pola persepsi dan konsep diri : klien sering pilek terus menerus dan berbau
menyebabkan konsepdiri menurun.
5) Pola sensorik : daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat
pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
h. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda-tanda vital, kesadaran.
2) Pemeriksaan fisik data fokus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinoskopi
(mukosa merah dan bengkak).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
b.
c.
d.
e.
f.
3. Intervensi Keperawatan
N
O
1
Diagnosa
Keperawatan
Ketidakefektifan
Intervensi ( NIC)
NIC :
a. Buka
jalan
nafas,
Ventilation
peningkatan produksi Respiratory status :
guanakan teknik chin lift
Airway patency
mukus,
kekentalan
atau jaw thrust bila perlu.
Aspiration Control
sekresi,
purulen.
b. Posisikan
Mendemonstrasikan
batuk
efektif
suara
nafas
dan
yang
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi.
c. Identifikasi
pasien
perlunya pemasangan alat
tidak
jika perlu.
f. Keluarkan sekret dengan
(mampu
mengeluarkan
pursed lips).
Menunjukkan
nafas
yang
h. Lakukan
mayo.
i.
Berikan bronkodilator bila
paten
pada
jalan
dalam
suction
perlu.
j. Berikan pelembab udara
Kassa
basah
NaCl
lembab.
rentang k. Atur intake untuk cairan
tidak ada
mengoptimalkan
nafas
keseimbangan.
l. Monitor
abnormal).
Mampu
respirasi
dan
status O2.
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
Nyeri
yang
dapat
menghambat
jalan
nafas.
akut NOC :
NIC :
Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri
secara
komprehensif
Kriteria Hasil :
termasuk
lokasi,
Mampu
karakteristik,
durasi,
mengontrol
frekuensi,
nyeri,
faktor presipitasi.
mampu
kualitas
dan
mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan).
Melaporkan
nyeri
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan.
c. Gunakan
tehnik
komunikasi
bahwa
berkurang
dengan
terapeutik
untuk
mengetahui
menggunakan
respon
nyeri.
manajemen nyeri
e. Evaluasi
pengalaman
Mampu mengenali
nyeri masa lampau.
nyeri
(skala, f. Evaluasi bersama pasien
intensitas, frekuensi
dan tim kesehatan lain
dan tanda nyeri).
Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang.
Tanda vital
dalam
rentang normal.
tentang
kontrol
ketidakefektifan
nyeri
masa
lampau.
g. Bantu pasien dan keluarga
untuk
mencari
dan
menemukan dukungan.
h. Kontrol lingkungan yang
dapat
nyeri
mempengaruhi
seperti
suhu
dan
penanganan
lakukan
nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi
dan
interpersonal).
k. Kaji tipe dan
sumber
penerimaan
yang
analgesic
ketika
IV,
IM
untuk
vital
dan
pemberian
pertama kali.
sign
sesudah
anlgesik
efektivitas
analgesic,
3
Hipertemia
berhuungan
penyakit.
NOC :
dengan Thermoregulation
tanda
dan
gejala.
NIC :
Fever Treatment
Kriteria Hasil :
a. Monitor
mungkin.
b. Monitor IWL.
c. Monitor suhu dan warna
rentang normal.
Nadi dan RR dalam
suhu
sesering
kulit.
rentang normal.
d. Monitor tekanan darah,
Tidak ada perubahan
nadi dan RR.
warna kulit dan tidak e. Monitor
penurunan
adapusing.
tingkat kesadaran.
f. Monitor WBC, Hb, dan
Hct.
g. Monitor
intake
dan
output.
h. Berikan antipiretik.
i. Berikan pengobatan untuk
mengatasi
penyebab
demam.
j. Selimuti pasien.
k. Lakukan tapid sponge.
l. Kolaborasi
pemberian
cairan intravena.
m. Kompres pasien
pada
terjadinya
menggigil.
Temperature Regulation
a. Monitor
suhu
setiap 2 jam.
minimal
b. Rencaanakan monitoring
suhu secara kontinyu.
c. Monitor TD, nadi, dan
RR.
d. Monitor suhu dan warna
kulit.
e. Monitor
tanda-tanda
untuk
hilangnya
kehangatan tubuh.
h. Ajarkan pada pasien cara
mencegah
keletihan
akibat panas.
i. Diskusikan
pentingnya
suhu
tentang
pengaturan
tubuh
dan
tentang
terjadinya
yang
dari
dan
yang
diperlukan.
l. Berikan antipiretik jika
4
Gangguan
menelan NOC :
perlu.
NIC :
untuk
mencegah
pengeluaran
cairan
dan
padat
partikel
dalam paru.
Status menelan : fase
esophagus
kemampuan menelan.
b. Memonitor status paru
menjaga/
mempertahankan
jalan
nafas.
c. Posisi tegak 90 derajat
yang tersedia.
lambung.
Status menelan : fase f. Berikan makanan dalam
oral
persiapan,
penahanan,
dan
pergerakan
cairan
jumlah kecil.
g. Periksa pnempatan tabung
NG
atau
gastrostomi
sebelum menyusui.
atau partikel padat h. Periksa tabung NG ata
kea rah posterior di
gastrostomi sebelum dan
mulut.
sesudah makan.
Status menelan : fase i. Hindari makan jika residu
faring : penyaluran
selaras
reflex
bentuk gerusan.
o. Tinggikan tempat tidur 30
sampai
untuk
menit
makan.
p. Sarankan/
dengan
setelah
bicarakan
klien
tentang
rongga mulut.
Mampu mengontrol
mual dan muntah.
Imobilitas
konsekuensi
prosedur pengobatan.
Tidak ada kerusakan
otot tenggorokan atau
menelan,
menggerakkan lidah,
atau refleks muntah.
Pemulihan
pasca
prosedur pengobatan.
Kondisi pernafasan,
ventilasi adekuat.
Mampu melakukan
perawatan
non
terhadap
pengobatan
parenteral.
Mengidentifikasi
faktor
emosi
psikologis
atau
yang
menghambat
menelan.
Dapat mentoleransi
ingesti
makanan
kondisi
gangguan
menelan.
q. Sarankan barium menelan
kue
fisiologis.
Pengetahuan tentang
wajah,
penyebab
atau
video
Hidrasi
tidak
ditemukan.
Pengetahuan
mengenai
cara
menyusui.
Kondisi pernafasan
adekuat.
Tidak
5
terjadi
gangguan neurologis.
Ansietas berhubungan NOC :
NIC :
dengan
Anxiety Reduction
dalam
kesehatan.
jelas
keamanan
diagnosis,
tindakan prognosis
g. Dorong keluarga untuk
menemani anak
h. Lakukan back / neck rub
i. Dengarkan dengan penuh
perhatian
j. Identifikasi
tingkat
kecemasan
k. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
l. Dorong pasien
untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
m. Instruksikan
pasien
menggunakan
relaksasi
n. Barikan
6
Resiko
prosedur
imunitas
menurun,
invasif.
teknik
obat
untuk
mengurangi kecemasan
NIC :
Infection Control
lingkungan
: a. Bersihkan
infeksi NOC :
Immune status
invasif,
Knowledge
tubuh
setelah dipakai pasien lain
infection control
prosedur Risk control
b. Pertahankan teknik isolasi
c. Batasi pengunjung bila
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari
perlu
d.
Instruksikan
pada
tanda dan gejala
pengunjung
infeksi.
Mendeskripsikan
proses
mencuci
penularann
serta
penatalaksanaannya.
Menunjukkan
kemampuan
untuk
mencegah timbulnya
infeksi.
Jumlah
leukosit
untuk
tangan
saat
berkunjung meninggalkan
pasien
e. Gunakan
sabun
tangan
sebelum
setiap
dan
sesudah
tindakan keperawatan
g. Gunakan baju, sarung
tangan
sebagai
penlindung
h. Pertahankan
aseptic
alat
lingkunan
selama
pemasangan alat
i. Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
j. Gunakan
intermiten
menurunkan
kateter
untuk
infeksi
kandung kencing
k. Tingkatkan intake nutrisi
l. Berikan terapi antibiotic
bila perlu
Infection Protection
a. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local.
b. Monitor hitung granulosit,
WBC.
c. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi.
d. Batasi pengunjung.
e. Pertahankan
teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko.
f. Pertahankan teknik isolasi
k/p.
g. Berikan perawatan kulit
pada area epidema.
h. Inspeksi
kulit
dan
membrane mukosa.
i. Terhadap
kemerahan,
panas, dan drainase.
j. Inspeksi
kondisi
luka/insisi bedah.
k. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup.
l. Dorong masukan cairan.
m. Dorong istirahat.
n. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep.
o. Ajarkan
pasien
dan
kecurigaan
infeksi.
r. Laporkan kultur positif.
Daftar Pustaka
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta: EGC.
NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Agustini, Hira. 2015. Laporan Pendahuluan Sinusitis. (Dalam :
https://www.scribd.com/doc/252336852/Laporan-Pendahuluan-Sinusitis). Diakses
pada tanggal 18 Juni 2015.
Jun, Stella. 2015. Sinusitis Maksilaris. (Dalam :
https://www.academia.edu/6478498/Sinusitis_Maksilaris). Diakses pada tanggal
18 Juni 2015.
Heni, Rahma Nugra. 2015. Klasifikasi Dan Komplikasi Sinusitis. (Dalam :
https://www.scribd.com/doc/105682015/Klasifikasi-Dan-Komplikasi-Sinusitis).
Diakses pada tanggal 18 Juni 2015.
Mariatun, Anisa. 2015. Laporan Pendahuluan Sinusitis. (Dalam :
https://www.academia.edu/9635763/LAPORAN_PENDAHULUAN_SINUSITIS)
. Diakses pada tanggal 18 Juni 2015.
Ronald, Bastern. 2015. Pathway Sinusitis. (Dalam :
https://www.academia.edu/7090599/pathway_sinusitis). Diakses pada tanggal 18
Juni 2015.
Send, Nuruddin. 2015. Lp Sinusitis. (Dalam : https://www.scribd.com/doc/84638576/LpSinusitis). Diakses pada tanggal 18 Juni 2015.