Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN SINUSITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi ,
infeksi virus, bakteri dan jamur. Sinusitis biasa terjadi pada salah satu dari keempat
sinus yang ada (Cangjaya, 2002).
Sinusitis merupakan siatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lender
sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau
kerusakan tulang bawahnya, sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat pada
tulang-tulang wajah. Terdiri dari sinus frontal (di dahi), sinus etmoid (pangkal
hidung), sinus maksila (pipi kanan dan kiri), sinus sfenoid (di belakang sinus etmoid)
(Efiaty, 2007).
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering di seluruh dunia.

Sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis

sehingga sering disebut rinosinusitis.

Bila mengenai beberapa sinus disebut

multisinus, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.


Yang paling sering terkena ialah sinus maksila dan etmoid.
2. Penyebab
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelaianan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks ostio meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,
diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan di luar negri adalah penyakit
fibrosis kistik.
a. Infeksi Virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas; virus
yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus karena
mukosa sinus paranasalis berjalan kontinu dengan mukosa hidung.
b. Bakteri
Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus menciptakan
suatu lingkungan yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini
sering kali melibatkan lebih dari satu bakteri. Organisme penyebab sinusitis akut

mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang sering ditemukan dalam
frekuensi yang makin menurun adalah Streptococcus pneumonia (30-50%),
Haemophilus influenza (20-40%), Moraxella catarrhalis (4%), bakteri anerob,
Branhamella

catarrhalis,

streptokok

Streptococcus pyogenes.

alfa,

Staphyolococcus

aureus,

dan

Selama suatu fase akut, sinusitis kronik dapat

disebabkan oleh bakteri yang sama seperti yang menyebabkan sinusitis akut.
Namun, karena sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drainage yang
tidak adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang
terlibat cenderung opurtunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri
anaerob.

Bakteri aerob yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin

menurun

antara

Haemophilus

lain

Staphyolococcus

influenza,

Neisseria

aureus,

flavus,

Streptococcus

Staphyolococcus

Streptococcus pneumonia, dan Eischerichia coli.

viridians,

epidermidis,

Bakteri anaerob termasuk

Peptostreptococcus, Corynebacterium, Bacteroides, dan Veillonella.


campuran antar organisme aerob dan anaerob seringkali terjadi.
c. Infeksi Jamur
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut.

Infeksi

Aspergillus

merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan


sistem kekebalan. Pada orang-orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis
reaksi alergi terhadap jamur.

Infeksi virus

Bakteri

Infeksi jamur

3. Pohon Masalah
Iritasi

Kuman menyebar ke saluran pernafasanHipertermia

Eksudat purulen
Batuk-batuk
Resiko infeksi
Tekanan pada sinus meningkat
Ketidakefektifan bersihan jalan Gangguan
nafas
menelan

Nyeri

Ansietas

4. Klasifikasi
a. Menurut anatomi sinus yang terkena
1) Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang
sering terinfeksi oleh karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak
ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga aliran sekret (drainage) dari sinus
maksila hanya tergantung dari gerakan silia. Dasar sinus maksila adalah dasar
akar gigi (prosesusalveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan
sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar
hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai
dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah
kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri
alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh, dan
gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun
tangga.Sering kali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk.
2) Sinusitis Ethmoidalis
Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, sering kali
bermanifestasi sebagai seluliti sorbita karena dinding leteral labirin
ethmoidalis (lamina papirasea). Sering menimbulkan selutis orbita. Pada
dewasa sering kali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap
sebagai nyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dihindari. Gejala berupa
nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang
nyeri di bola mata atau belakangnya, terutama bila mata di gerakkan. Nyeri
alih di pelipis post nasal dan sumbatan hidung.
3) Sinusitis Frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-samadengan infeksi
sinus etmoidalisanterior. Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas,
nyeri berlokasi di atas ali smata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari. Kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang
malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri biladisentuh dan
mungkint erdapat pembengkakan supra orbita.
4) Sinusitis Sfenoidalis

Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di


belakang bola matadan di daerah mastoid, namun penyakit ini lebih lazim
menjadi bagian dari pansinusitis sehingga gejalanya sering menjadi satu denga
gejalainfeksi sinus lainnya.
b. Menurut Adams (1978)
1) Sinusitis Akut
Infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu. Gejalanya: demam,
rasa lesu, terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dihidung dan
dirasakan mengalir ke nasofaring, hidung tersumbat, rasa nyeri di daerah yg
terkena dan kadang-kadang nyeri alih.
2) Sinusitis Subakut
Infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Dikatakan subakut
apabila tanda akut sudah reda.

3) Sinusitis Kronik
Infeksi dari beberapa bulan sampai beberapa tahun. Gejalanya: sekret
di faring dan nasofaring, rasa tidak nyaman ditenggorok, pendengaran
terganggu, nyeri kepala, gejala di saluran cerna karena mukopus yang tertelan.
5. Manifestasi Klinis
Berikut adalah tanda dan gejala yang biasanya muncul pada sinusitis.
a. Hidung tersumbat.
b. Nyeri di daerah sinus.
c. Sakit kepala.
d. Hiposmia/ anosmia.
e. Halitosis.
f. Post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila pemeriksaan radiologik tidak
tersedia. Bila ada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita,
mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat
neoplasma di dalam antrum.

Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus

maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada


foto Rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus
maksila. Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan
bentuk kedua sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus

berkembang dengan baik dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin
berarti sinusitis atau hanya menunjukan sinus yang tidak berkembang.
b. Pemeriksaan Radiologik
Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dilakukan
pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, PA dan
lateral. Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila,
frontal, dan etmoid. Posisi PA untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk
menilai sinus frontal, sphenoid, dan etmoid. Metode mutakhir yang lebih akurat
untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah pemeriksaan CT Scan. Potongan
CT Scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial. Indikasi utama CT Scan
hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik, trauma (fraktur frontobasal),
dan tumor. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid
level) atau penebalan mukosa. CT Scan sinus merupakan gold standard diagnosis
sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam
hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal
hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak
membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat
melakukan operasi sinus.
c. Sinuskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop.

Endoskop

dimasukan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina.
Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip,
jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan
apakah ostiumnya terbuka.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila
melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila
yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
d. Pemeriksaan Mikrobiologik
Pemeriksaan mikrobiolgik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil
sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.
Lebih baik lagi diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi
Tujuan terapi sinusitis adalah sbb.
1) mempercepat penyembuhan;
2) mencegah komplikasi; dan
3) mencegah perubahan menjadi kronik.

Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainage dan


ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut
bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus.
penisilin seperti amoksilin.

Antibiotik yang dipilih adalah golongan

Jika diperkirakan kuman telah resisten atau

memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksilin-klavulanat atau


jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14
hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, nukolitik, steroid oral/topical, pencucian rongga
hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).

Antihistamin tidak rutin

diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih


kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement terapi juga merupakan terapi
tambahan yang dapat bermanfaat.
b. Irigasi
1) Irigasi Sinus Maksila Melalui Ostium
Pada hampir semua kasus, hal ini dapat dilaksanakan melalui ostium antrum
yang normal, dengan mempergunakan kanula antrum dari Pierce.
2) Irigasi Sinus Maksila dengan Pungsi Melalui Meatus Inferior
Jika irigasi melalui ostium asli sulit atau ada iritasi jaringan yang berlebihan,
dapat dibuat jalan lain. Paling mudah melalui meatus inferior. Digunakan
trokar lurus atau bengkok.
3) Irigasi Sinus Maksilaris Melalui Prosesus Alveolar
Metode ini dikemukakan hanya untuk dikecam, kecuali jika lubang alveolar
dapat ditutup sebelum terjadi epitelialisasi ke dalamnya, kalau tidak, maka
akan terjadi fistel kronis dengan reinfeksi antrum yang menetap. Metode ini
dapat digunakan pada kasus infeksi antrum yang terjadi akibat infeksi akar
gigi dan mengakibakan abses yang telah menyebabkan fistula melalui dasar
antrum.
c. Tindakan operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini
untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi.

Tindakan ini telah

menggantikan hampir semua jenis bedah sinus yang terdahulu karena memberikan
hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.

Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi


adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible; polip
ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
8. Komplikasi
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis
dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
a. Kelainan orbita
Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).
Penyebaran infeksi terjadi melalui trombollebitis dan perkontinuitatum. Kelainan
yang dapat ditimbulkan adalah edem palpebra, selulitis orbita, abses subperiortal,
abses orbita, dan trombosis sinus kavernosus.
b. Osteomielitis dan abses subperiostal
Biasanya ditemukan pada anak dan sering timbul akibat sinusitis frontal. Pada
osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.
c. Kelainan intracranial
Seperti meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak, dan trombosis
sinus karvenosus.
d. Kelainan paru
Seperti bronchitis kronik, bronkiektasis, dan asma bronkial. Adanya kelainan
sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Biodata : Nama ,umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Gejala : Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya, riwayat
pembedahan hidung atau trauma dan penggunaan obat tetes atau semprot
hidung : jenis, jumlah, frekwensinya, lamanya.
2) Sekret hidung : warna, jumlah, konsistensi secret, epistaksis, ada tidaknya
krusta/nyeri hidung.
3) Riwayat sinusitis : nyeri kepala, lokasi dan beratnya, hubungan sinusitis
dengan musim/ cuaca dan gangguan umum lainnya : kelemahan.
4) Tanda : Demam, drainage, purulen, polip mungkin timbul dan biasanya terjadi
bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang sampai Pucat, odema
keluar dari hidng atau mukosa sinus, kemerahan dan odema membran mukosa.
5) Pemeriksaan penunjung : kultur organisme hidung dan tenggorokan,
pemeriksaan rongent sinus.
c. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, malaise, dan
nyeri tenggorokan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma, pernah
mempunyai riwayat penyakit THT, Pernah menderita sakit gigi geraham.
e. Riwayat Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga klien yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
f. Riwayat Psikososial
Intrapersonal yaitu perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih), interpersonal :
hubungan klien dengan orang lain sangat baik.
g. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat : untuk mengurangi flu biasanya
klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
2) Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsumakan klien berkurang karena
terjadi gangguan pada hidung.
3) Pola istirahat dan tidur : selama di rumah sakit klien merasa tidak dapat
istirahat karena klien sering pilek.
4) Pola persepsi dan konsep diri : klien sering pilek terus menerus dan berbau
menyebabkan konsepdiri menurun.
5) Pola sensorik : daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat
pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
h. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda-tanda vital, kesadaran.
2) Pemeriksaan fisik data fokus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinoskopi
(mukosa merah dan bengkak).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
b.
c.
d.
e.
f.

mukus, kekentalan sekresi, eksudat purulen.


Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Hipertemia berhuungan dengan penyakit.
Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan pernafasan.
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
Resiko infeksi prosedur invasif, imunitas tubuh menurun, prosedur invasif.

3. Intervensi Keperawatan
N
O
1

Diagnosa
Keperawatan
Ketidakefektifan

Tujuan dan Kriteria


Hasil (NOC)
NOC :

Intervensi ( NIC)
NIC :

bersihan jalan nafas Respiratory status : Airway Management


berhubungan dengan

a. Buka
jalan
nafas,
Ventilation
peningkatan produksi Respiratory status :
guanakan teknik chin lift
Airway patency
mukus,
kekentalan
atau jaw thrust bila perlu.
Aspiration Control

sekresi,
purulen.

eksudat Kriteria Hasil :

b. Posisikan

Mendemonstrasikan
batuk

efektif

suara

nafas

dan
yang

pasien

untuk

memaksimalkan ventilasi.
c. Identifikasi
pasien
perlunya pemasangan alat

jalan nafas buatan.


ada d. Pasang mayo bila perlu.
sianosis dan dyspneu e. Lakukan fisioterapi dada
bersih,

tidak

jika perlu.
f. Keluarkan sekret dengan

(mampu
mengeluarkan

batuk atau suction.


mampu g. Auskultasi suara nafas,
bernafas
dengan
catat
adanya
suara
mudah, tidak ada
tambahan.
sputum,

pursed lips).
Menunjukkan
nafas

yang

h. Lakukan

mayo.
i.
Berikan bronkodilator bila
paten

tercekik, irama nafas,


frekuensi pernafasan
normal,
suara

pada

jalan

(klien tidak merasa

dalam

suction

perlu.
j. Berikan pelembab udara
Kassa

basah

NaCl

lembab.
rentang k. Atur intake untuk cairan
tidak ada
mengoptimalkan
nafas
keseimbangan.
l. Monitor

abnormal).
Mampu

respirasi

dan

status O2.

mengidentifikasikan
dan mencegah factor

Nyeri

yang

dapat

menghambat

jalan

nafas.
akut NOC :

NIC :
Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri

berhubungan dengan Pain level


Pain control
agen cedera fisik.
Comfort level

secara

komprehensif

Kriteria Hasil :

termasuk

lokasi,

Mampu

karakteristik,

durasi,

mengontrol

nyeri (tahu penyebab

frekuensi,

nyeri,

faktor presipitasi.

mampu

kualitas

dan

menggunakan tehnik b. Observasi


nonfarmakologi
untuk

mengurangi

nyeri,

mencari

bantuan).
Melaporkan
nyeri

reaksi

nonverbal

dari

ketidaknyamanan.
c. Gunakan
tehnik
komunikasi

bahwa

berkurang

dengan

terapeutik

untuk

mengetahui

pengalaman nyeri pasien.


d. Kaji
kultur
yang
mempengaruhi

menggunakan

respon

nyeri.
manajemen nyeri
e. Evaluasi
pengalaman
Mampu mengenali
nyeri masa lampau.
nyeri
(skala, f. Evaluasi bersama pasien
intensitas, frekuensi
dan tim kesehatan lain
dan tanda nyeri).
Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang.
Tanda vital

dalam

rentang normal.

tentang
kontrol

ketidakefektifan
nyeri

masa

lampau.
g. Bantu pasien dan keluarga
untuk

mencari

dan

menemukan dukungan.
h. Kontrol lingkungan yang
dapat
nyeri

mempengaruhi
seperti

suhu

ruangan, pencahayaan dan


kebisingan.
i. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
j. Pilih

dan

penanganan

lakukan
nyeri

(farmakologi,
nonfarmakologi

dan

interpersonal).
k. Kaji tipe dan

sumber

nyeri untuk menentukan


intervensi.
l. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi.

m. Berikan analgetik untuk


mengurangi nyeri.
n. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri.
o. Tingkatkan istrihat.
p. Kolaborasikan
dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil.
q. Monitor

penerimaan

pasien tentang manajemen


nyeri.
Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi, karakter,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
b. Cek
intruksi
dokter
tentang jenis obat, dosi,
dan frekuensi.
c. Cek riwayat alergi.
d. Pilih
analgesic

yang

diperlukan atau kombinasi


dari

analgesic

ketika

pemberian lebih dari satu.


e. Tentukan
pilihan
analgesic tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
f. Tentukan
analgesic
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal.
g. Pilih rute pemberian
secara

IV,

IM

untuk

pengobatan nyeri secara


teratur.
h. Monitor
sebelum

vital
dan

pemberian
pertama kali.

sign
sesudah
anlgesik

i. Berikan analgesic tepat


waktu terutama saat nyeri
hebat.
j. Evalusi

efektivitas

analgesic,
3

Hipertemia
berhuungan
penyakit.

NOC :
dengan Thermoregulation

tanda

dan

gejala.
NIC :
Fever Treatment

Kriteria Hasil :

a. Monitor

Suhu tubuh dalam

mungkin.
b. Monitor IWL.
c. Monitor suhu dan warna

rentang normal.
Nadi dan RR dalam

suhu

sesering

kulit.
rentang normal.
d. Monitor tekanan darah,
Tidak ada perubahan
nadi dan RR.
warna kulit dan tidak e. Monitor
penurunan
adapusing.

tingkat kesadaran.
f. Monitor WBC, Hb, dan
Hct.
g. Monitor

intake

dan

output.
h. Berikan antipiretik.
i. Berikan pengobatan untuk
mengatasi

penyebab

demam.
j. Selimuti pasien.
k. Lakukan tapid sponge.
l. Kolaborasi
pemberian
cairan intravena.
m. Kompres pasien

pada

lipat paha dan aksila.


n. Tingkatkan
sirkulasi
udara.
o. Berikan pengobatan untuk
mencegah

terjadinya

menggigil.
Temperature Regulation
a. Monitor

suhu

setiap 2 jam.

minimal

b. Rencaanakan monitoring
suhu secara kontinyu.
c. Monitor TD, nadi, dan
RR.
d. Monitor suhu dan warna
kulit.
e. Monitor

tanda-tanda

hipertermi dan hipotermi.


f. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi.
g. Selimuti pasien
mencegah

untuk

hilangnya

kehangatan tubuh.
h. Ajarkan pada pasien cara
mencegah

keletihan

akibat panas.
i. Diskusikan
pentingnya
suhu

tentang
pengaturan

tubuh

dan

kemungkinan efek dari


kedinginan.
j. Beritahukan
indikasi

tentang
terjadinya

keletihan dan penanganan


emergency
diperlukan.
k. Ajarkan indikasi
hipotermi
penanganan

yang
dari
dan
yang

diperlukan.
l. Berikan antipiretik jika
4

Gangguan

menelan NOC :

perlu.
NIC :

berhubungan dengan Pencegahan aspirasi. Aspiration Precautions


gangguan pernafasan. Ketidakefektifan pola a. Memantau
tingkat
menyusui.
kesadaran, refleks batuk,
Status menelan :
refleks
muntah,
dan
tindakan
pribadi

untuk

mencegah

pengeluaran

cairan

dan

padat

partikel

dalam paru.
Status menelan : fase
esophagus

kemampuan menelan.
b. Memonitor status paru
menjaga/
mempertahankan

jalan

nafas.
c. Posisi tegak 90 derajat

atau sejauh mengkin.


cairan d. Jauhkan manset trakea
atau partikel padat
meningkat.
dari
faring ke e. Jauhakn pengaturan hisap
penyaluran

yang tersedia.
lambung.
Status menelan : fase f. Berikan makanan dalam
oral

persiapan,

penahanan,

dan

pergerakan

cairan

jumlah kecil.
g. Periksa pnempatan tabung
NG

atau

gastrostomi

sebelum menyusui.
atau partikel padat h. Periksa tabung NG ata
kea rah posterior di
gastrostomi sebelum dan
mulut.
sesudah makan.
Status menelan : fase i. Hindari makan jika residu
faring : penyaluran

tinggi tempat perwarna

cairan atau partikel

dalam tabung pengisi NG.


cairan
atau
padat dari mulut ke j. Hindari
menggunakan
zat
esophagus.
pengental.
Kriteria Hasil :
k. Penawaran makanan atau
Dapat
cairan
yang
dapat
mempertahanakan
dibentuk menjadi bolus
makanan
dalam
sebelum menelan.
mulut.
l. Potong makanan menjadi
Kemampuan menelan
potongan-potongan kecil.
adekuat.
m. Berikan obat yang tepat.
Pengiriman bolus ke n. Berikan
obat
dalam
hipofaring
dengan
menelan.
Kemampuan
mengosongkan

selaras
reflex

bentuk gerusan.
o. Tinggikan tempat tidur 30
sampai

untuk

menit

makan.
p. Sarankan/
dengan

setelah
bicarakan

klien

tentang

rongga mulut.
Mampu mengontrol
mual dan muntah.
Imobilitas
konsekuensi

prosedur pengobatan.
Tidak ada kerusakan
otot tenggorokan atau
menelan,

menggerakkan lidah,
atau refleks muntah.
Pemulihan
pasca
prosedur pengobatan.
Kondisi pernafasan,
ventilasi adekuat.
Mampu melakukan
perawatan
non

terhadap
pengobatan

parenteral.
Mengidentifikasi
faktor

emosi

psikologis

atau
yang

menghambat
menelan.
Dapat mentoleransi
ingesti

makanan

tanpa tersedak atau


aspirasi.
Menyusui adekuat.
Kondisi
menelan
bayi.
Memelihara

kondisi

gizi : makanan dan


asupan cairan ibu dan
bayi.

gangguan

menelan.
q. Sarankan barium menelan
kue

fisiologis.
Pengetahuan tentang

wajah,

penyebab

atau

video

fluoroskopi yang sesuai.

Hidrasi

tidak

ditemukan.
Pengetahuan
mengenai

cara

menyusui.
Kondisi pernafasan
adekuat.
Tidak
5

terjadi

gangguan neurologis.
Ansietas berhubungan NOC :

NIC :

dengan

Anxiety Reduction

dalam
kesehatan.

perubahan Anxiety control


status Coping
Impulse control
Kriteria Hasil :
Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
gejala cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik
untuk mengontol
cemas
Vital sign dalam batas
normal
Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

a. Gunakan pendekatan yang


menenangkan
b. Nyatakan dengan

jelas

harapan terhadap pelaku


pasien
c. Jelaskan semua prosedur
dan apa yang dirasakan
selama prosedur
d. Pahami prespektif pasien
terhadap situasi stres
e. Temani pasien untuk
memberikan

keamanan

dan mengurangi takut


f. Berikan informasi faktual
mengenai

diagnosis,

tindakan prognosis
g. Dorong keluarga untuk
menemani anak
h. Lakukan back / neck rub
i. Dengarkan dengan penuh
perhatian
j. Identifikasi

tingkat

kecemasan
k. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
l. Dorong pasien

untuk

mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
m. Instruksikan
pasien
menggunakan
relaksasi
n. Barikan
6

Resiko
prosedur
imunitas
menurun,
invasif.

teknik

obat

untuk

mengurangi kecemasan
NIC :
Infection Control
lingkungan
: a. Bersihkan

infeksi NOC :
Immune status
invasif,
Knowledge
tubuh
setelah dipakai pasien lain
infection control
prosedur Risk control
b. Pertahankan teknik isolasi
c. Batasi pengunjung bila
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari
perlu
d.
Instruksikan
pada
tanda dan gejala
pengunjung

infeksi.
Mendeskripsikan
proses

mencuci

penularann

penyakit, factor yang


mempengaruhi
penularan

serta

penatalaksanaannya.
Menunjukkan
kemampuan

untuk

mencegah timbulnya
infeksi.
Jumlah

leukosit

dalam batas normal.


Menunjukkan
perilaku hidup sehat.

untuk
tangan

saat

berkunjung meninggalkan
pasien
e. Gunakan

sabun

antimikroba untuk cuci


tangan
f. Cuci

tangan

sebelum

setiap

dan

sesudah

tindakan keperawatan
g. Gunakan baju, sarung
tangan

sebagai

penlindung
h. Pertahankan
aseptic

alat

lingkunan
selama

pemasangan alat
i. Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
j. Gunakan
intermiten
menurunkan

kateter
untuk
infeksi

kandung kencing
k. Tingkatkan intake nutrisi
l. Berikan terapi antibiotic
bila perlu
Infection Protection
a. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local.
b. Monitor hitung granulosit,
WBC.
c. Monitor

kerentanan

terhadap infeksi.
d. Batasi pengunjung.
e. Pertahankan
teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko.
f. Pertahankan teknik isolasi
k/p.
g. Berikan perawatan kulit
pada area epidema.
h. Inspeksi
kulit

dan

membrane mukosa.
i. Terhadap
kemerahan,
panas, dan drainase.
j. Inspeksi
kondisi
luka/insisi bedah.
k. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup.
l. Dorong masukan cairan.
m. Dorong istirahat.
n. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep.
o. Ajarkan

pasien

dan

keluarga tanda dan gejala


infeksi.
p. Ajarkan cara menghindari
infeksi.
q. Laporkan

kecurigaan

infeksi.
r. Laporkan kultur positif.

Daftar Pustaka
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta: EGC.
NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Agustini, Hira. 2015. Laporan Pendahuluan Sinusitis. (Dalam :
https://www.scribd.com/doc/252336852/Laporan-Pendahuluan-Sinusitis). Diakses
pada tanggal 18 Juni 2015.
Jun, Stella. 2015. Sinusitis Maksilaris. (Dalam :
https://www.academia.edu/6478498/Sinusitis_Maksilaris). Diakses pada tanggal
18 Juni 2015.
Heni, Rahma Nugra. 2015. Klasifikasi Dan Komplikasi Sinusitis. (Dalam :
https://www.scribd.com/doc/105682015/Klasifikasi-Dan-Komplikasi-Sinusitis).
Diakses pada tanggal 18 Juni 2015.
Mariatun, Anisa. 2015. Laporan Pendahuluan Sinusitis. (Dalam :
https://www.academia.edu/9635763/LAPORAN_PENDAHULUAN_SINUSITIS)
. Diakses pada tanggal 18 Juni 2015.
Ronald, Bastern. 2015. Pathway Sinusitis. (Dalam :
https://www.academia.edu/7090599/pathway_sinusitis). Diakses pada tanggal 18
Juni 2015.
Send, Nuruddin. 2015. Lp Sinusitis. (Dalam : https://www.scribd.com/doc/84638576/LpSinusitis). Diakses pada tanggal 18 Juni 2015.

Anda mungkin juga menyukai