TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Umum
Pengaturan lalulintas pada persimpangan merupakan hal yang paling kritis
dalam pergerakan lalulintas. Pada simpang dengan arus lalulintas yang besar,
sangat diperlukan pengaturan menggunakan lampu lalulintas. Pengaturan dengan
lampu lalulintas ini diharapkan mampu mengurangi antrian yang dialami oleh
kendaraan dibandingkan jika tidak menggunakan lampu lalulintas.
Identifikasi masalah menunjukkan lokasi kemacetan terletak pada
persimpangan atau titik-titik tertentu yang terletak pada sepanjang ruas jalan.
Sebab-sebab terjadinya kemacetan dipersimpangan biasanya sederhana, yaitu
permasalahan dari konflik pergerakan-pergerakan kendaraan yang membelok dan
pengendaliannya. Permasalahan pada ruas jalan timbul karena adanya gangguan
terhadap kelancaran arus lalulintas yang ditimbulkan dari akses jalan, dari
bercampurnya berbagai jenis kendaraan atau dari tingkah laku pengemudi.
Karena ruas jalan pada persimpangan harus digunakan bersama-sama,
maka kapasitas suatu ruas jalan dibatasi oleh kapasitas persimpangan pada kedua
ujungnya, disamping itu permasalahan keselamatan umumnya juga timbul
dipersimpangan. Sebagai akibat kapasitas jaringan jalan dan keselamatan terutama
ditentukan oleh kondisi persimpangan tersebut.
Terdapat 32 titik konflik pada suatu persimpangan dengan empat cabang.
Untuk mengurangi jumlah titik konflik yang ada, dilakukan pemisahan waktu
pergerakan arus lalulintas. Waktu pergerakan arus lalulintas yang terpisah ini
kapasitas dijelaskan sebagai jumlah kendaraan dalam satu jam dimana orang atau
kendaraan diperkirakan dapat melewati sebuah titik atau potongan lajur jalan yang
seragam selama periode waktu tertentu.
Sedangkan, kapasitas lengan persimpangan adalah tingkat arus maksimum
yang dapat melewati persimpangan melalui garis berhenti (stop line) dan menuju
keluar tanpa mengalami tundaan pada arus lalulintas, keadaan jalan dan
pengaturan lalulintas tertentu.
lalulintas
bergantung
pada
karakteristik
lalulintas
yang
C = S x g/c
(2.1)
dimana:
C = Kapasitas untuk lengan atau kelompok lajur (smp/jam)
S
= Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat
selama sinyal hijau (smp/jam hijau)
c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang
lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)
Tingkat Pelayanan
0,5
5,1 15,0
15,1 25,0
25,1 40,0
40,1 60,0
60,0
II.4. Persimpangan
II.4.1. Pengaturan Lalulintas di Simpang
Masalah-masalah yang ada di simpang dapat dipecahkan dengan cara
meningkatkan kapasitas simpang dan mengurangi volume lalulintas. Untuk
meningkatkan kapasitas simpang dapat dilakukan dengan melakukan perubahan
rancangan simpang, seperti pelebaran cabang simpang serta pengurangan arus
lalulintas dengan mengalihkan ke rute-rute lain. Tetapi kedua cara tersebut kurang
efektif, karena akan mengarah kepada meningkatnya jarak perjalanan.
Pemecahan masalah, terbatasnya kapasitas simpang maupun ruas jalan
secara sederhana dapat dilakukan dengan pelebaran jalan, biasanya terbentur pada
masalah biaya yang perlu disediakan serta tidak selamanya mampu memecahkan
permasalahan yang terjadi. Pemecahan manajemen lalulintas semacam ini
seringkali justru menyebabkan permasalahan lalulintas bertambah buruk.
Alternatif pemecahan lain adalah dengan metode sistem pengendalian
simpang yang tergantung kepada besarnya volume lalulintas.
Faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam memilih suatu sistem simpang
yang akan digunakan yaitu :
Tipe simpang
Hirarki jalan
Kecepatan kendaraan
Keselamatan lalulintas
Meningkatkan keselamatan
Jumlah dan tingkat kecelakaan merupakan ukuran dari tiap kecelakaan
yang mungkin terjadi untuk menentukan daya guna keselamatan pada simpang.
Tundaan dan kapasitas simpang sangat tergantung dari lay-out geometrik
simpang, konflik arus lalulintas dan metode pengendalian simpang yang dipakai.
Pada keadaan tertentu, tipe ini tidak efisien dibandingkan tipe aktual
karena tidak memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi pada volume arus
lalulintas. Sehingga untuk kebutuhan pengendalian dimana lebih baik jika dipakai
lebih dari satu pengaturan (multi-setting) untuk situasi yang berbeda dalam satu
hari. Pada umumnya periode waktu berhubungan dengan waktu sibuk dalam satu
hari yaitu pagi, siang hari dan sore hari.
Waktu mulai (start) dan lama interval yang tetap sehingga memudahkan
untuk mengkoordinasikannya dengan lampu lalulintas yang berdekatan.
Lebih dapat diterima pada kawasan dengan volume arus pejalan kaki yang
tetap dan besar.
Biaya instalasi yang lebih murah dan sederhana serta perawatan yang
lebih mudah
Dapat menyediakan fasilitas berhenti (stop) dan jalan (go) secara terus
menerus tanpa penundaan yang berarti.
sebelum pergerakan fase selanjutnya. Lama waktu antar hijau bergantung pada
ukuran lebar persimpangan dan kecepatan kendaraan.
Di Indonesia waktu antar hijau dialokasikan sebagaimana yang ditunjukkan dalam
tabel berikut:
Tabel 2.2 Lama waktu antar hijau (detik/fase)
Ukuran Simpang
Lebar Jalan
Waktu Antar-hijau
(m)
(detik/fase)
Kecil
6-9
Sedang
10-14
Besar
14
cabang
simpang pada suatu persimpangan. Dua faktor yang menentukan kapasitas cabang
simpang yaitu, kondisi fisik cabang simpang, seperti lebar jalan, jari-jari belok
dan kelandaian cabang simpang serta jenis kendaraan yang akan melalui simpang
Berdasarkan pada nilai jenuh dasar S0 yang menggunakan lebar pendekatan, maka
besar arus jenuh dipengaruhi oleh komposisi kendaraan yakni dengan membagi
kendaraan yang lewat atas jenis kendaraan penumpang, kendaraan berat dan
sepeda motor yang merupakan bagian dari arus lalulintas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar arus jenuh adalah jumlah lajur
dalam kelompok lajur yang bersangkutan, lebar jalur, persentase kendaraan yang
lewat, kemiringan memanjang jalan, adanya lajur parkir dan jumlah manuver
parkir perjam, pengaruh penyesuaian kota dan penduduk, hambatan samping
sebagai fungsi fungsi dari jenis lingkungan jalan dan pengaruh membelok ke
kanan dan kekiri. Persamaan matematis untuk menyatakan hal diatas dapat
digunakan dalam perhitungan arus jenuh sebagai berikut:
(2.3)
Dimana:
S
= Arus jenuh untuk kelompok lajur yang dianalisis, dalam kendaraan perjam
waktu hijau (smp/jam)
S0
Fp
Frt
Flt
Gambar 2.3. Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe O tanpa belok kanan terpisah
Gambar 2.4. Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe O dengan belok kanan terpisah
3.1.1. Faktor penyesuaian
Hambatan Samping
Tinggi
Komersial
(COM)
Sedang
Rendah
Tinggi
Pemukiman
(RES)
Sedang
Rendah
Akses
Terbatas (RA)
Tinggi/Sedang/Rendah
Tipe fase
0,05
0,10
0,15
0,20
>0,25
Terlawan
0,93
0,88
0,84
0,79
0,74
0,70
Terlindung
0,93
0,91
0,88
0,87
0,85
0,80
Terlawan
0,94
0,89
0,85
0,80
0,75
0,70
Terlindung
0,94
0,92
0,89
0,88
0,86
0,82
Terlawan
0,95
0,90
0,86
0,81
0,76
0,70
Terlindung
0,95
0,93
0,90
0,89
0,87
0,80
Terlawan
0,96
0,91
0,86
0,81
0,78
0,72
Terlindung
0,96
0,94
0,92
0,89
0,86
0,80
Terlawan
0,97
0,92
0,87
0,82
0,79
0,70
Terlindung
0,97
0,95
0,93
0,90
0,87
0,85
Terlawan
0,98
0,93
0,88
0,83
0,80
0,70
Terlindung
0,98
0,96
0,94
0,91
0,88
0,80
Terlawan
1,00
0,95
0,90
0,85
0,80
0,75
Terlindung
1,00
0,98
0,95
0,93
0,90
0,80
Namun begitu, arus jenuh tersebut diatas berlaku tipe pendekatan terlindung P
(Protected) , sedangkan untuk tipe terlawan arus jenuh dasar ditentukan oleh data
empiris yang berlaku di Indonesia.
g. Faktor Waktu siklus sebelum penyesuaian
Waktu hilang total pada persimpangan merupakan jumlah seluruh waktu hilang
pada setiap lengan persimpangan yang dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut:
L=l
(2.5)
smp
1,00
1,30
0,20
0,50
Pada gambar diatas dapat dilihat hubungan antara arus yang dilewatkan dengan
waktu pada periode hijau. Daerah dibawah kurva menunjukkan jumlah kendaraan
yang melewati garis henti selama waktu hijau (green time). Daerah di dalam kurva
tidak dapat ditentukan dengan mudah sehingga diambil suatu model
penyederhanaan berupa persegi panjang dimana tinggi persegi panjang tersebut
menunjukkan arus jenuh sedangkan lebar persegi panjang menunjukkan waktu
hijau efektif.
Dari definisi waktu hilang tersebut diatas dapat ditunjukkan hubungan
antara periode waktu hijau aktual dengan periode waktu hijau efektif pada
persamaan berikut:
gb+a=G+I
atau;
g+l=G+I
(2.6)
Co = 1,5 LTI + 5
1 - IFR
Dimana, Co
(2.7)
gi =
Qi / Si
(Co LTI)
IFR
(2.8)
II.4.6. Tundaan
Tundaan
(delay)
dapat
didefenisikan
sebagai
ketidaknyamanan
total kendaraan yang memasuki persimpangan pada jalan untuk kelompok lajur
dalam waktu yang sama.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan tundaan rata-rata
yang dialami kendaraan pada persimpangan. Berikut ini adalah persamaan yang
digunakan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, untuk
menentukan tundaan rata-rata setiap pendekat akibat pengaruh timbal balik
dengan gerakan-gerakan lainnya pada simpang sebagai berikut:
DT = c x A + NQ1 x 3600
(2.9)
C
dimana:
DT = Tundaan lalulintas rata-rata (detik/smp)
C
A
= Kapasitas (smp/jam)
II.4.7. Antrian
Antrian suatu kendaraan adalah gangguan yang terjadi secara berkala
akibat adanya sinyal atau lampu lalulintas pada persimpangan. Atau dengan kata
lain, antrian merupakan banyaknya kendaraan yang menunggu pada suatu
persimpangan.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan panjang antrian rata-rata N yang
terjadi pada suatu cabang persimpangan adalah:
NQ = NQ1 + NQ2
(2.12)
8 x( DS 0.5)
NQ1 = 0.25 xCx ( DS 1) + ( DS 1) 2 +
(2.13)
1 GR
Q
x
1 GRxDS
3600
(2.14)
dimana:
NQ1
NQ2
DS
= Derajat kejenuhan
GR
= Rasio hijau
= Kapasitas (smp/jam)
segmen waktu yang pendek dan pada saat kondisi arus lalulintas, kapasitas dan