Disusun
oleh :
SITI SYARIFAH DIASFARI
1102011261
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Pasar Rebo
Pembimbing :
Dr. Agung Fabian C, Sp. JP FIHA
3.
4.
5.
6.
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan
: 95/66 mmHg
: 91x/menit, isi cukup, frekuensi teratur
: 36,7C
: 29/menit, tidak teratur
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
1. Bentuk
2. Posisi
: normochepal
: simetris
Mata
1.
2.
3.
4.
5.
Exophthalmus
Enopthalmus
Edema kelopak
Konjungtiva anemi
Sklera ikterik
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: -/: -/-
Telinga
1. Pendengaran
2. Darah & cairan
: Baik
: Tidak ditemukan
Mulut
1.
2.
3.
4.
5.
Trismus
Faring
Lidah
Uvula
Tonsil
: Tidak ada
: Dalam batas normal
: Lidah tidak kotor berwarna putih, tidak deviasi
: Letak ditengah, tidak deviasi
: T1-T1
Leher
1.
2.
3.
4.
Trakea
Kelenjar tiroid
Kelenjar limfe
JVP
Paru-paru
1. Inspeksi
: Tidak deviasi
: Tidak ada pembesaran
: Tidak ada pembesaran
: ( 5+2 cmH2O)
: Pergerakan dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis kanan
3. Perkusi
4. Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, gallop (-) murmur sistolik (-)
Abdomen
1. Inspeksi : Datar
2. Auskultasi : Bising usus (+) normal
3. Perkusi
: Timpani pada seluruh kuadran
4. Palpasi
: Nyeri tekan ulu hati (-), hepar tidak membesar, permukaan rata, nyeri
tekan (-), lien tidak teraba membesar. Refleks hepato jugular (-)
Ekstremitas
1. Akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah kanan kiri
2. Edema positif pada ekstremitas bawah kanan kiri
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 31 Mei 2015
CK-MB
78 U/l
Troponin T
816 ng/l
L 9.9 g/dL
Hematokrit
L 28 %
Leukosit
H 11.760 L
Trombosit
L 120.000 L
Eritrosit
L 3.2 juta/ L
Kimia Klinik
SGOT (AST)
H 114 U/L
SGPT (ALT)
H 533 U/L
Ureum Darah
H 91mg/dL
Kreatinin Darah
H 1,39 mg/dL
GFR
41.5 mL/min/1.73m2
149 mg/dL
3
H 7.450
pCO2
L 18.0 mmHg
pO2
L 179.0 mmHg
HCO3-
L 15.2 mmol/L
HCO3 standard
L 12.5 mmol/L
BE ecf
L -11.5
BE (B)
L -10.10 mmol/L
Saturasi O2
H 100%
Natrium
L 128 mmol/L
Kalium
4.2 mmol/L
Klorida
L 97 mmol/L
L 9.2 g/dL
Hematokrit
L 27%
Leukosit
8.260 L
Trombosit
L 98.000 L
Eritrosit
L 3 juta/ L
HITUNG JENIS
Basofil
0%
eosinofil
0%
Neutrofil batang
L 0%
Neutrofil segmen
H 80%
Limfosit
L 12%
Monosit
5%
LUC
1%
Kolesterol total
105mg/dl
Kolesterol HDL
L 20 mg/dl
Kolesterol LDL
69 mg/dl
Trigliserida
81 mg/dl
4
Asam urat
H 10.5 mg/dl
L 9.5 g/dL
Hematokrit
L 28 %
Leukosit
8.630 L
Trombosit
L 119.000 L
Eritrosit
L 3 juta/ L
Basofil
0%
eosinofil
H 4%
Neutrofil batang
L 0%
Neutrofil segmen
H 74%
Limfosit
L 7%
Monosit
H 13%
LUC
2%
SGOT (AST)
H 40 U/L
SGPT (ALT)
H 279 U/L
Hepatitis marker
HbsAg Elisa
Non reaktif
Non reaktif
L 7.310
pCO2
L 27 mmHg
pO2
H 145 mmHg
HCO3-
L 13.6 mmol/L
HCO3 standard
16 mmol/L
BE ecf
L -12.7
BE (B)
L -11.5 mmol/L
Saturasi O2
H 99%
L 9.4 g/dL
Hematokrit
L 30%
Leukosit
8.260 L
Trombosit
L 61.000 L
Eritrosit
L 3 juta/ L
HITUNG JENIS
Basofil
0%
eosinofil
H 4%
Neutrofil batang
L 0%
Neutrofil segmen
64%
Limfosit
L 22%
Monosit
5%
LUC
3%
SGOT
H 45U/l
SGPT
H 162U/l
L 7.360
pCO2
L 24 mmHg
pO2
H 116 mmHg
HCO3-
L 13.6 mmol/L
HCO3 standard
16 mmol/L
BE ecf
L -11.8
BE (B)
L -10.7 mmol/L
Saturasi O2
98%
L 9.2 g/dL
Hematokrit
L 28%
Leukosit
10.220 L
Trombosit
159.000 L
Eritrosit
L 3.1 juta/ L
HITUNG JENIS
Basofil
0%
eosinofil
H 7%
Neutrofil batang
L 0%
Neutrofil segmen
64%
Limfosit
L 19%
Monosit
5%
LUC
3%
L 7.310
pCO2
L 20 mmHg
pO2
H 150 mmHg
HCO3-
L 13.6 mmol/L
HCO3 standard
16 mmol/L
BE ecf
L -12.7
BE (B)
L -9.8 mmol/L
Saturasi O2
H 99%
L 9.5 g/dL
Hematokrit
L 29%
Leukosit
8.260 L
Trombosit
174.000 L
Eritrosit
L 3 juta/ L
HITUNG JENIS
Basofil
0%
eosinofil
H 6%
Neutrofil batang
L 0%
Neutrofil segmen
64%
Limfosit
L 22%
Monosit
H 9%
LUC
3%
SGOT
27 U/l
SGPT
H 82U/l
Bilirubin total
H 1.04 mg/dl
Bilirubin direk
H 0.38 mg/dl
Bilirubin indirek
0.66 mg/dl
EKG (Elektrokardiogram)
24 JUNI 2015
IGD
Interpretasi EKG
Kaliberasi standar
Irama
: sinus takikardi
QRS rate
: 101 x/menit
Aksis
: Left Axis Deviation (LAD)
Gelombang P
: durasi 0,08 sec; amplitudo 0,2 mV
PR interval
: 0,16 sec
Kompleks QRS : durasi 0.08 sec
Segmen ST
: ST elevasi V2-5
Gelombang T
: normal
Kesan : sinus takikardi dengan
anterolateral dan LAD
26infark
JUNI 2015
Interpretasi EKG:
Kaliberasi standar
Irama
: sinus takikardi
QRS rate
: 100x/menit
Aksis
: left axis deviation (LAD)
Gelombang P
: durasi 0,08 sec; amplitudo 0,2 mV
PR interval
: 0,16 sec
Kompleks QRS : durasi 0.08 sec; Q patologis di AVL
Segmen ST
: ST elevasi V2-5
Gelombang T
: normal
Kesan : sinus takikardi dengan old infark, infark anterolateral dan LAD
29 JUNI 2015
Interpretasi EKG
Kaliberasi standar
Irama
: sinus rhytm
QRS rate
: 95x/menit
Aksis
: left axis deviation (LAD)
Gelombang P
: durasi 0,08 sec; amplitudo 0,2 mV
PR interval
: 0,16 sec
Kompleks QRS : durasi 0.08 sec; Q patologis di AVL
Segmen ST
: ST elevasi V2-5
Gelombang T
: normal
Kesan : sinus rhytm dengan old infark, infark anterolateral dan LAD
Rontgen thorax
10
D. RESUME
Wanita 57 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 5 jam SMRS. Keluhan
tersebut dirasakan timbul saat sedang mengerjakan pekerjaan rumah tangga disertai dengan
keringat dingin dan seluruh badan terasa lemas. Sesak napas sudah dirasakan pasien sejak
dua bulan yang lalu dan mulai memburuk sejak 1 hari SMRS terutama saat beristirahat
pada malam hari. Sesak dirasakan bila istirahat, beraktivitas, maupun berjalan jauh. Pasien
mengaku akan sesak jika tidur tidak menggunakan bantal lebih dari satu. Sebulan yang lalu
pasien sempat mengalami nyeri dada yang menjalar ke lengan hingga menembus
punggung. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan berlangsung kurang lebih selama
11
lebih dari 10 menit. Pasien tidak mengetahui kapan mulai timbul bengkak pada kedua
kakinya. Keluhan pusing, sakit kepala , mual dan muntah disangkal. BAB dan BAK diakui
normal. Pasien tidak merokok. Pola makan pasien terhadap makanan bersantan,berlemak
tidak dikontrol. Pasien mengaku kurang dalam berolahraga.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kelainan adanya pembesaran batas jantung kiri,
suara napas ronki basah halus (+/+) dan edema pada kedua tungkai. Hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya peningkatan leukosit , penurunan trombosit & alkalosis
respiratorik. Pada Pemeriksaan EKG terdapat infark pada daerah anterolateral Pada
pemeriksaan rontgen thorax terdapat CTR> 50%, corakan bronkovaskular>2/3 dan
terdapat infiltrat.
E. DIAGNOSIS KERJA
1. AHF functional class IV et causa STEMI late onset
2. Hipotensi et causa syok kardiogenik
F. DIAGNOSIS BANDING
1. CHF et causa dilated cardiomyopathy
2. CKD
G. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Angiografi koroner
- Echocardigraphy
H. TATALAKSANA
Penatalaksanaan di IGD
1. IVFD Nacl 0,9% 200 cc/ 1/2 jam
2. O2 3 L/menit
3. Aspilet 160 mg
4. Clopidrogel 360 mg
5. Dobutamin 5u
6. Simvastatin
7. Lasix 1x 1 amp
8. Lovenox 2x 0.6 mg
9. Cefoperazone 2 x 1gr
10. SNMC inj 2 amp dimasukan daam D5% 100cc dalam 1/2 jam 3xseminggu
11. Biocurliv 3x1
12. Ranitidin 2x1
Penatalaksanaan di CVCU
1. Aspilet 1x80 mg
12
2. Clopidrogel 1x75mg
3. Simvastatin 1x10mg
4. Biocurliv 3x1mg
5. Concord 1x2.5mg
6. Candesartan 1x4mg
7. Alprazolam 1x0.5mg
8. Lasix 1x1mg
9. Allopurinol 1x100mg
10. Cefoperazone 2x1gr
11. Ranitidin 2x1
I. PROGNOSIS
1. Ad vitam
: dubia ad bonam
2. Ad functionam : dubia ad malam
3. Ad sanationam : dubia ad malam
13
ANALISA KASUS
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan kriteria Framingham, yaitu
dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:
Kriteria Mayor :
Paroksismal nocturnal dyspnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (>120 x/menit)
Kriteria mayor atau minor :
Penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Pada anamnesa didapatkan bahwa pasien mengeluh sering sesak napas saat
beristirahat pada malam hari dan saat beraktifitas sejak 2 bulan yang lalu. Pada PF
didapatkan suara nafas ronki basah halus pada kedua lapang paru disertai
kardiomegali pada rontgen dada. Ketiga tersebut termasuk dari kriteria mayor
Framingham dengan kelas fungsional IV pada kriteria NYHA. Keluhan pasien juga
ditambah dengan 3 kriteria minor Framingham, yaitu edema ekstremitas bawah,
dispneu deffort dan efusi pleura..
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini, yaitu laboraratorium,
rontgen thorax, ekg (elektrokardiogram). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil alkalosis respiratorik yang menggambarkan pasien menglami sesak napas yang
diakibatkan penyempitan saluran napas akibat adanya akumulasi cairan di paru. Pada
pemeriksaan rontgen thorax didapatkan nilai CTR>50%, hal itu menunjukkan bahwa
jantung pasien membesar atau kardiomegali dan adanya akumulasi cairan pada paru
sebelah kiri. Hasil elektrokardiogram menunjukkan adanya infark pada dinding
anterolateral.
14
15
TINJAUAN PUSTAKA
I.
I.1. Definisi
Suatu sindroma dimana timbulnya tanda dan gejala yang berlangsung cepat dan
singkat (dalam jam atau hari) akibat disfungsi jantung. Keadaan ini dapat terjadi pada
para penderita dengan atau tanpa kelainan jantung sebelumnya, dan dapat mematikan
bila tidak diatasi segera. Disfungsi jantung yang dimaksud meliputi disfungsi sistolik
atau diastolik, irama jantung abnormal, terdapat ketidak sesuaian antara prelod dan
afterload (preload and afterload mismatch) (Sudoyo, 2010).
GJA sendiri dapat terjadi sebagai onset baru GJA pada penderita tanpa disfungsi
jantung sebelumnya (disebut sebagai acute de novo) atau dekompensasi akut dari
gagal jantung kronik (GJK) yang sudah diketahui sebelumnya (acute on chronic),
GJA seperti ini dikategorikan sebagai gagal jantung akut dekompensata (ADHF)
(Sudoyo, 2010).
I.2. Epidemiologi
Diperkirakan terdapat 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia.
America Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal
jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus
baru setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 2%.
Diperkirakan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap
tahunnya (Indrawati, 2009).
I.3. Klasifikasi
Pasien GJA teediri atas 6 subset klinis sebagai berikut:
Gagal jantung akut dekompensata (dekompensasi gagal jantung kronik)
Terdapat tanda dan gejala GJA yang ringan dan tidak memenuhi criteria untuk
syok kardiogenik, edema pulmoner, atau krisis hipertensi. Merupakan perburukan
GJK yang progresif (Sudoyo, 2010).
Sindroma koroner akut dan gagal jantung (de novo)
Dapat dibuktikan dari gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Biasanya
disertai atau dipresipitasi oleh aritmia (bradikardia, AF, VT) (Sudoyo, 2010).
GJA Hipertensif
16
Terdapat tanda dan gejala gagl jantung terkait dengan tekanan darah tinggi dan
fungsi ventrikal kiri yang masih baik disertai gambaran edema pulmoner akut dari
foto toraks (Sudoyo, 2010).
Edema paru akut
Terdapat distresspernapasan yang berat, ronki kasar (crakles) diseluruh lapang
paru, orthopnoea, saturasi 02 < 90% pada udara kamar sebelum terapi (Sudoyo,
2010).
Syok kardiogenik
Keadaan dimana ada tanda hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah
koreksi preload. Parameter hemodinamik syok kardiogenik antara lain penurunan
tekanan darah (TD sistolik < 90 mmHg atau turunnnya takanan arteri rereta (mean
arterial pressure= MAP) > 30 mmHg dan / penurunan dieresis (< 0.5 cc/kg/jam),
dengan laju nadi > 60 denyut per menit dengan atau tanpa bukti kongesti organ
(Sudoyo, 2010).
Gagal jantung kanan akut terisolasi
Ditandai sindroma output rendah dengan peningkatan vena juguler, hepetomegali
dan hipotensi (Sudoyo, 2010).
Tabel 1.1 Klasifikasi Gagal jantung menurut ACC dan NYHA
17
I.5. Patofisiologi
Penyebab tersering terhadinya gagal jantung adalah gangguan/ kerusakan fungsi
miokard ventrikel kiri disamping adanya penyakit pada perikardium, miokardium,
18
System
(RAAS)
menyebabkan
vasokontriksi
(angiotensin) dan peningkatan volume darah melalui retensi air dan natrium
(aldosteron). Mekanisme kompensasi yang terus berlangsung ini akan menyebabkan
stress pada miokardium sehingga menyebabkan terjadi remodelling yang progresif,
dan pada akhirnya dengan mekanisme kompensasi
dapat
I.6. Diagnosis
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu
dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut: Algoritma 1. Diagnosis Gagal Jantung
19
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mengetahui irama jantung, etiologi gagal
jantung akut, kondisi jantung seperti sindroma koroner akut, dan hipertrofi rongga
jantung. Aritmia jantung dinilai dengan EKG 12 sadapan dapat dilakukan
pemanangan EKG monitor kontinu diruang CVCU (Sudoyo, 2010).
20
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin, enzim
hati dan INR merupakan pemeriksaan awal pada HF. Analisa gas darah arteri
(Astrup) diperiksa pada semua pasien dengan GJA yang berat. Pemeriksaan non
infasif seperti oksimetri dapat menggantikan data Astrup terutama pada pasien
yang sulit diakses arteri.(Sudoyo, 2010).
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk evaluasi perubahan fungsi dan
struktur jantung pada gagal jantung akut pada seperti pada sindrom koroner akut.
Hal penting yang dinilai dengan ekokardiografi : fungsi ventrikel kiri dan kanan,
keadaan katup, perikard, komplikasi mekanik dari infark miokard dan adanya
massa dijantung (jarang), tekanan arteri pulmonal, dan curah jantung. Pemeriksaan
ini dilakukan bila pasien stabil untuk transfer (Sudoyo, 2010).
Treadmill test
Treadmill test memiliki kemampuan terbatas dalam diagnosisi gagal jantung,
meskipun demikian seseorang dengan kapasitas fisik maksimal pada pemeriksaan
treadmill dan tidak dalam terapi gagal jantung dapat disingkirkan dalam diagnosis
gagal jantung. Aplikasi utama pemeriksaan treadmill pada gagal jantung adalah
untuk menilai fungsi, kemajuan terapi dan stratifikasi prognosis (Sudoyo, 2010).
I.7. Prognosis
Peningkatan ureum, kreatinin disertai hiponatremia menandakan prognosis
buruk, demikian juga dengan peningkatan troponin pada AHF ec ACS. Pemeriksaan
BNP atau NT-proBNP saat masuk dan sebelum pulang juga dapat memberikan nilai
prognosis pasien HF (Sudoyo, 2010).
I.8. Tatalaksana
Algoritma penatalaksanaan terapi gagal jantung berdasarkan klasifikasi fungional
NYHA. (Harrison, 2012)
21
22
23
Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich redtrombus,
yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik. 3
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi
dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah
mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen
asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat
mengikat dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang
platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi
thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang
terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin. Pada
kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik. Infark transmural biasanya mengenai seluruh
tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada
separuh bagian dalam miokardium otot yang mengalami infark akan mengalami
serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot
yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah
regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respons peradangan
disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantungdilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang
hari kedua atau ketiga mulai terjadi prosesdegradasi jaringan dan pembuangan semua
serabut nekrosik. Selama fase ini, dindingnekrotik menjadi relatif tipis. Sekitar
minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa
24
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Gejala ini
merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina
sebagai berikut:
1. Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.
2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir.
3. Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan.
25
26
5. Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari
evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus
berkembnag ataupun konsesus dari para ahli sesuai pedoman (guideline). Tujuan
utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian
dan implementasi strategi perfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik
dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.
Terdapat beberapa pedoman (guidelie) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST
yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian perlu
disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan
kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang kardiologi Intervensi).7
1. Tatalaksana Awal
2. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
27
jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya
dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mgIV.
Aspirin
Aspirinmerupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.
Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain
nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5 mg setiap
2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan
darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi tidak lebih dari 10 cm
dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan
dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memeperpendek lama oklusi koroner, meminimlakan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.
Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical
contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa didahului
fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada
STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer
lebih efektif dari fibrinolisis dalam melakukan arteri koroner yang teroklusi dan
dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.
Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik
(terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada
sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan lebih matur dan kurang mudah hancur
dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan
fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa
Rumah Sakit.
REPERFUSI FARMAKOLOGIS8
Fibinolisis8
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit
sejak masuk (door-to-needle time <30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah
restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik
antara lain: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan
reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen
29
31
standar pada STEMI dapat dilihat padaAntiplatelets Trialists Collaboration. Data dari
hampir 20.000 pasien dengan infark miokard yang berasal dari 15 randomised trial
dikumpulkan dan menunjukkan penurunan relative laju mortalitas sebesar 27% dari
14,2% pada kelompok control dibandingkan 10,4% pada pasien yang mendapat
antiplatelet. PAda penelitian ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan mortalitas
vascular sebesar 23% dan infark nonfatal sebesar 49%. Inhibitor glikoprotein
menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi thrombosis pada pasien STEMI
yang
menjalani
PCI.
Penelitian
ADMIRAL
membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting. Hasilnya
menunjukkan penurunan kematian, reinfark atau revaskularisasi segera dan 20 hari
dan 6 bulan pada kelompok abciximab dan stent.
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah infractionated
heparin. Pemberian UFHIV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat
trombolitik spesifik fibrin relative (tPA, rPA atau TNK) membantu trombolisis dan
memantapkan serta mempertahankanpatensi arteri yang terkait infark. Dosis yang
direkomendasi adlah bolus 60U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infuse inisial
12U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). Activated partial thromboplastin time
selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali.
Antikoagulan alternative pada pasien STEMI adalah low molecular weight heparin
(LMWH). Pada penelitian ASSENT-3 enoksaparin dengan tenekteplase dosis penuh
memperbaiki mortalitas reinfark di Rumah Sakit dan iskemik refrakter di Rumah
Sakit. Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung
kongestif, riwayat emboli, thrombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau
fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru terapeutik penuh (UFH atau
LMWH) selama dirawat, dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 bulan.
Penyekat Beta
Manfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi: yang terjadi segera
jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat
diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat beta akut
IV memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri,
mengurangi luasnnya infark dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang
serius.
Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk
yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali pada pasien dengan kontraindikasi
(pasien dengan gagl jantung atau fungsi sistolik kiri sangat menurun, blok jantung,
hipotensi ortostatik atau riwayat asma).
Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas
bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE,
dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE yang jelas. Manfaat maksimal
tampak pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior,
riwayat infark sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Namun
32
bukti menunjukkan manfaat jangka pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada
semua pasien dengan haemodinamik stabil pada STEMI pasien dengan tekanan darah
sistolik >100 mmHg. Mekanisme yang mengakibatkan mekanisme remodeling
ventrikel pasca infark berulang juga leibh rendah pada pasien yang mnedapat inhibitor
ACE menahun pasca infark.
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 2 jam pertama pasien STEMI. Pemberian
inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal
jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi
ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global atau
pasien hipertensif. Penelitian klkinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung termasuk
data dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan bahwa angiotensin
receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi ventrikel
kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadapa ACE inhibitor.
6. Prognosis
Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam bulan setelah
serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang ditingkatkan
dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis lanjutan, dan ini penting bahwa
semua pasien yang menderita serangan jantung secara teratur dan terus malakukan
terapi jangka panjang dengan obat-obatan seperti:
1. Aspirin
2. clopidrogel
3. statin (cholesterol lowering) drugs
4. beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan melindungi
otot jantung)
5. ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah)
33
Pada pasien gagal jantung, terjadi perubahan miosit jantung, yakni berkurangnya
kontraktilitas otot jantung, berkurangnya miofilamen miosit jantung, perubahan
protein sitoskeleton, serta desensitisasi sinyal -adrenergik. Selain itu, terjadi pula
pelepasan mediator-mediator radang seperti TNF- dan IL-1 saat terjadi kerusakan
pada jantung, yang berperan dalam perburukan gagal jantung. Hipertrofi miosit
jantung karena peningkatantekanan sistolik dinding ventrikel menyebabkan
34
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. 2013. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management
of
Heart
Failure:
Report
of
the
American
College
of
Cardiology
35
36