Anda di halaman 1dari 7

Pembahasan

Senyawa fenolik diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang bermanfaat


bagi tubuh sebagai penangkal radikal bebas dan penstabil oksigen singlet
(Ramle et al. 2008). Senyawa fenolik meredam radikal bebas dengan
mengikat ion logam dan menginhibisi sistem enzimatis yang berperan dalam
pembentukan radikal bebas seperti cyclo-oxigenase, mono-oxigenase atau
xanthine oksidase (Puangpronpitag et al. 2008).
Senyawa fenolik diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang bermanfaat
bagi tubuh sebagai penangkal radikal bebas dan penstabil oksigen singlet
(Ramle et al. 2008). Khknen et al. (1999) menyebutkan bahwa tumbuhan
yang memiliki kandungan senyawa fenolik yang tinggi cenderung
meningkatkan nilai dan kualitas gizi, serta senyawa fenolik berkontribusi
terhadap warna, rasa pahit dan sepet, rasa, bau, dan antioksidan (Kartika et
al 2007). Klasifikasi senyawa fenolik menurut Vermerris dan Nicholson (2006)
didasarkan pada jumlah atom karbon, di antaranya kelas fenolik sederhana,
asam fenolat, flavonoid, dan lignan.
Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan analisis kandungan fenol
pada sampel the celup sariwangi, the kemasan botol sosro, madu, dan
rumput laut secara kualitatif dan kuantitatif. Mengingat bahwa sampel yang
dianalisis memiliki senyawa fenolik yang digunakan sebagai sumber
antioksidan untuk menangkal radikal bebas.
Pada uji kualitatif, menggunakan larutan FeCl3 sebagai reagen uji
karena FeCl3 mampu mendeteksi golongan fenol yang memiliki kadar lebih
asam daripada alcohol. Perubahan warna yang terjadi pada larutan yang
positif mengadung fenol yakni warna hijau, ungu, biru, atau hitam. Dari
warna-warna tersebut memiliki senyawa fenol yang berbeda-beda dari setiap
warna. Semakin pekat warna larutan, maka semakin banyak kandungan
senyawa fenolik pada sampel tersebut. Pada sampel Teh celup sariwangi
menghasilkan warna hitam, teh kemasan botol sosro menghasilkan warna
hitam, sampel madu berwarna merah bata dan sampel rumput laut berwarna
kuning keruh. Pada sampel teh celup sariwangi, teh kemasan botol sosro dan
madu positif mengandung senyawa fenol. Namun pada sampel rumput laut
hasilnya tidak terdeteksi karena perubahan warna yang sedikit.
Adapun persamaan reaksi sebagai berikut :

Kemungkinan rumput laut memiliki kandungan senyaw fenol yang sedikit.


Untuk itu praktikan melanjutkan uji ke kuantitatif.

Kadar total senyawa fenolat dapat ditentukan secara spektrofotometri


dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteu dan sebagai pembanding
digunakan asam galat. Kandungan fenolat total dalam tumbuhan dinyatakan
dalam GAE (gallic acid equivalent) yaitu jumlah kesetaraan miligram asam
galat dalam 1 gram sampel (Gheldof & Engeseth, 2002).
Metode ini berdasarkan kekuatan mereduksi dari gugus hidroksi fenolik. Semua senyawa fenolik
termasuk fenol sederhana dapat bereaksi dengan reagen Folin Ciocalteu, walaupun bukan
penangkap radikal (antiradikal) efektif (Huang et al., 2005).
Adanya inti aromatis pada senyawa fenol (gugus hidroksi fenolik) dapat mereduksi
fosfomolibdat fosfotungstat menjadi molibdenum yang berwarna biru (Sudjadi dan Rohman,
2004).
Pada praktikum, digunakan empat sampel yakni teh celup sariwangi, the
kemasan botol sosro, madu, dan rumput laut. Pada uji kuantitatif
menggunakan reagen folin ciocalteu fenol dengan metode spektrofotometer.
pengujian total fenol bertujuan untuk menentukan total senyawa fenolik
yang terkandung di dalam sampel, sehingga diduga bila kandungan senyawa
fenolik di dalam sampel tinggi maka aktivitas antioksidannya akan tinggi.
Analisis ini menggunakan kurva standar yang dipersiapkan dengan
menggunakan asam galat.

Lee dan Widmer (1996) menyatakan bahwa uji fenol dapat menghitung
secara kuantitatif semua grup fenolik seperti quercetin, antosianin dan
fenolik pada teh, namun tidak dapat membedakan tipe-tipe fenol yang
terkandung didalamnya (monomer, dimer atau trimer). Selain itu adanya
komponen protein, asam nukleat dan asam askorbat dapat mempengaruhi
uji polifenol.

Menurut Tiwari et al. (2006) dan Bartly dan Jacobs (2006) polifenol
terikat yang terlepas akibat perlakuan pemanasan dan pengeringan
memungkinkan suatu bahan memiliki aktivitas antioksidan yang rendah,
meskipun mengandung kadar fenol tinggi.
Filtrat sampel ditambahkan dengan aquadest untuk melarutkan sampel. Digunakan aquadest
karena aquadest merupakan pelarut universal dan cukup untuk melarutkan sampel agar tidak
terlalu perkat. Filtrat sampel kemudian direaksikan dengan reagen Folin ciocalteau fenol,
ditambahkan Na2CO3 5% untuk memberi suasana basa pada sampel. Diinkubasi 30 menit untuk
memaksimalkan reaksi antara reagen folin dengan fenol pada sampel. Diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 760nm pada spektrofotometer dengan menggunakan larutasn standar
asam galat. Asam galat termasuk dalam senyawa fenolik dan memiliki aktivitas antioksidan yang
kuat. Asam galat digunakan untuk larutan standar karena asam galat merupakan turunan dari
asam hidroksibenzoat yang tergolong asam fenol sederhana yang terdapat dalam setiap
tumbuhan. Selain itu, asam galat sebagai standar didasarkan atas ketersediaan substansi yang
stabil dan murni serta harganya lebih murah dibandingkan senyawa standar lainnya.
Dari hasil pengukuran maka diperoleh absorbansi dari masing-masing larutan standar dan
dari masing-masing sampel. Absorbansi inilah nantinya dimasukan kedalam rumus untuk
menentukan koefisien korelasi dan membuat persamaan garis juga kurva standar. Sedangkan
absorbansi sampel nantinya digunakan untuk mencari konsentrasi sampel serta persentase total
fenol dalam masing-masing sampel. Dari perhitungan yang telah dilakukan maka didapatkan
nilai R sebesar 0.996 dan diperoleh persamaan garis y = 0.056734x - 0.022. Dari persamaan garis
ini dilakukan perhitungan untuk menentukan konsentrasi masing-masing sampel, diantaranya :

Sampel Teh celup sariwangi = 93, 1838 mg/L

Sampel teh kemasan Botol Sosro= 161, 0515 mg/L

Sampel madu = 170,096 mg/L

Sampel rumput laut

= 28, 8456 mg/L

Setelah didapatkan konsentrasi masing-masing sampel dilakukan perhitungan untuk mengetahui


kadat total fenol dalam masing-masing sampel. Untuk menentukan kadar tersebut digunakan
rumus:
x
%TF (GEA) =

( mgL ) Fp TV (L) 100


W ( mg)

Dari rumus ini diperoleh kadar total fenol masing-masing sampel diantaranya:

Sampel Teh celup sariwangi = 1,27230 %

Sampel teh kemasan Botol Sosro= 3, 6110 %

Sampel madu = 3, 797 %

Sampel rumput laut

= 0,510 %

Dari hasil kadar fenol yang didapat, kadar kandungan fenol terdapat pada madu.
Kandungan nutrisi dalam madu yang berfungsi sebagai antioksidan adalah
vitamin C, asam organik, enzim, asam fenolat, flavonoid dan beta karoten
yang bermanfaat sebagai antioksidan tinggi (Gheldof, 2002). Senyawa
dengan aktivitas antioksidan yang diteliti adalah senyawa fenolat. Senyawa
fenolat dalam tumbuhan dapat berupa fenol, antraquinon, asam fenolat,
kumarin, flavonoid, lignin dan tannin. Banyaknya jenis senyawa fenolat
dalam madu, sehingga kandungan fenol pada madu tinggi. Selain itu, proses
analisis kandungan fenol pada sampel madu tidak melewati proses
pemanasan sehingga senyawa fenol tidak berkurang karena adanya proses
oksidasi dari pemanasan.
Kadar fenol tertinggi kedua yakni teh kemasan botol sosro. Senyawa
fenol yang paling utama dalam teh adalah tanin/katekin. Tanin disebut juga
sebagai asam tanat atau asam galotanat. Tanin tidak berwarna sampai
berwarna kuning atau coklat. Tanin meliputi Substansi fenol yang merupakan
senyawa paling penting pada daun teh adalah tanin/catechin. Tanin
merupakan senyawa paling kompleks dan tidak berwarna. Perubahannya di
dalam pengolahan langsung atau tidak langsung selalu dihubungkan dengan
semua sifat teh yang siap dikonsumsi, yaitu rasa, warna dan aroma. Tanin
sebagian besar tersusun atas: katekin, epikatekin, epikatekin galat, epigalo
katekin, epigalo katekin galat, galo katekin. Dari seluruh berat kering daun
teh terdapat catechin sekitar 20-30%. Proses dari teh botol sosro melalui
proses yang baik dalam mengekstrak teh tanpa melewatkan senyawa fenol
pada the tersebut.selain itu, the botol sosro menggunakan teh hijau dalam
pembuatannya sehingga tidak melewati proses fermentasi. Proses
fermentasi
Berbeda dengan hasil kadar senyawa fenol dari teh celup Sariwangi. Pada
teh ini, terjadi proses pengeringan dan penggilingan serta proses fermentasi.
Penggilingan untuk mengajukan dan mempercepat oksidasi.
Selama
fermentasi dan oksidasi, banyak zat-zat yang berguna seperti katekin,

vitamin berubah atau hilang pada saat proses produksi teh hitam. Selama
fermentasi terjadi penurunan kadar tannin yang disebabkan karena
terjadinya proses oksidasi terhadap tannin yang merubah senyawa tanin
menjadi senyawa theaflavin dan thearubigin. Theaflavin atau polifenol yang
teroksidasi memiliki aktivitas antioksidan lebih rendah dari Katekin sehingga
kadar fenolik pada the sariwangi lebih kecil dari teh botol sosro. Selain itu,
Kandungan polifenol dalam daun teh juga dipengaruhi oleh cuaca, varietas, jenis tanah, dan
tingkat kematangan daun ketika dipetik. Oleh karena itu produk teh yang dijual di pasaran
diduga memiliki kandungan polifenol yang berbeda.2
Pada kedua sampel teh, sampel teh botol sosro dalam pembuatannya pasti melewati
proses pemanasan, sedangkan, the celup juga melewati proses penyeduhan (pemanasan) dalam
proses penyajiannya. Ada kemungkinan pemanasan tersebut menyebabkan senyawa fenol
termasuk tokoferol terdekomposisi atau berubah sehingga kemampuannya sebagai antioksidan
mengalami penurunan.
uji fenol dapat menghitung secara kuantitatif semua grup fenolik
seperti quercetin, antosianin dan fenolik pada teh, namun tidak dapat
membedakan tipe-tipe fenol yang terkandung didalamnya (monomer, dimer
atau trimer). Selain itu adanya komponen protein, asam nukleat dan asam
askorbat dapat mempengaruhi uji polifenol.
Pada sampel yang terendah yakni sampel rumput laut. Kandungan fenol terendah
dari rumput laut disebabkan karena adanya kandungan lignin pada sampel.
Hal itu mungkin disebabkan adanya lignin yang ikut terekstrak dapat
mempengaruhi nilai kandungan fenol serta aktivitas antioksidan dari rumput
laut. lignin yang berfungsi sebagai bahan pembentuk dinding sel tanaman
juga termasul kedalam golongan fenol namun fungsinya sebagai antioksidan
belum diketahui.

Maninggar K. / Reguler-17/ P27834012021 / SMT V


Page 2
a.
Kelebihan :
1. Penampakan warna lebih baik
Sangat sensitive
-

50

100x lebih sensitive daripada metode biuret


10

20x lebih sensitive dari UV absorption method2.


Kurang dipengaruhi oleh turbiditas sampel3.
Lebih spesifik4.
Sederhana, dapat dilakukan 1

1,5 jam
b.
Kekurangan :
1.
Warna bervariasi dihasilkan pada protein yang berbeda2.
Warna tidak terbatas pada konsentrasi protein dan dengan senyawa fenol dapat membentukwarna
biru sehingga bisa menganggu hasil penetapan3.
Reaksi dapat dipengaruhi oleh sukrosa, lipid, buffer phosphate, monosakarida dan
heksoamin,Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens
tersebut.Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi.
Interferensiyang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan
penambahanSDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein.

Harborne JB. 1987. Phytochemical methods. Ed ke-2. New York: Chapman and Hall.
Fithriani D. 2009. Potensi Antioksidan Caulerpa racemosa Diperairan Teluk Harun Lampung.
Thesis. Program Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Gheldof, N & Engeseth, NJ., 2002, Antioxidant capacity of honeys from various floral
sources based on determination of oxygen radical absorbance capacity and
inhibition of in vitro lipoprotein oxidant in human serum samples, Journal of
Agricultural and Food Chemistry, 50 (10) : 3050-3055
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia (Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan), a.b. K. Padmawinata dan Iwang Sudiro, edisi ke-2, Jakarta

Nely,F. 2007. Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar dan Bubuk Rempah Pabrik
dengan Metode Polifenol dan Uji AOM (Active Oxygen Method) [skripsi].
Institud Pertanian Bogor, Bogor.
Maulida R. 2007. Aktivitas Antioksidan Rumpul Laut Caulerpa lentillifera. SKRIPSI. Universitas
Institut Pertanian Bogor.

Radiana, S. 1985. Petunjuk Pengolahan Teh Hitam. PT. Wiga Guna, Jakarta.
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta :
Erlangga

Sirait, M. (2007). Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.


Hal. 158-159.

Anda mungkin juga menyukai