Lapkas Amanda Asyifa Ivan
Lapkas Amanda Asyifa Ivan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak diantara
meningen (membran duramter) dan tulang tengkorak yang terjadi akibat trauma.
Duramater merupakan suatu jaringan fibrosa atau membran yang melapisi otak dan
medulla spinalis. Epidural dimaksudkan untuk organ yang berada disisi luar
duramater dan hematoma dimaksudkan sebagai masa dari darah.1
Sekitar 2% pasien dengan cedera kepala dan 5-15% pasien dengan cedera
kepala yang fatal mengalami epidural hematom intrakranial. Epidural hematom
intrakranial dianggap komplikasi yang paling serius dari cedera kepala dan
membutuhkan diagnosis dan intervensi bedah segera. Epidural hematom intrakranial
dapat terjadi secara akut (58%), subakut (31%), atau kronis (11%).1
Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala dapat mengakibatkan
terjadinya epidural hematom dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara
Internasional frekuensi kejadian epidural hematom hampir sama dengan angka
kejadian di Amerika Serikat. Orang yang beresiko mengalami epidural hematom
adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering terjatuh.1
60 % penderita epidural hematom adalah berusia dibawah 20 tahun, dan
jarang terjadi pada usia kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian
meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun.
Epidural hematom lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan
perbandingan 4:1. Tingkat kematian penderita epidural hematom diperkirakan 5-50%
dari kasus.1
1.2 Rumusan masalah
Fakultas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
hematom
terjadi
akibat suatu
trauma
kepala,
biasanya
disertai dengan fraktur pada tulang tengkorak dan adanya laserasi arteri. Epidural
hematom juga bisa disebabkan akibat pemakaian obat obatan antikoagulan,
hemophilia, penyakit liver, penggunaan aspirin, sistemik lupus erimatosus, fungsi
lumbal. Spinal epidural hematom disebabkan akibat adanya kompresi pada medula
spinalis. Gejala klinisnya tergantung pada dimana letak terjadinya penekanan.1
2.1.3. Anatomi Kepala
a. Kulit Kepala
tissue
atau
jaringan penyambung
Aponeuris
atau
galea
yang
berhbungan
dewasa
yang
cukup
lama
membutuhkan waktu
terperangkap
sehingga
b. Tulang Tengkorak
c. Meningens
Selaput meningens menutupi seluruh permukaan otak dan
1) Duramater
tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam
dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari
dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia
mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.
Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
3) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks
d. Otak
retikular
kewapadaan.
Pada
yang
berfungsi
medulla
dalam
oblongata
kesadaran
terdapat
dan
pusat
e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal
(CSS)
dihasilkan
oleh
plexus
volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per
hari.2
f. Tentorium
ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii
media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).2
e. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan
inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak
mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan
tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.2
2.1.4 Patofisologi
10
dan
os
temporale.
Perdarahan
yang
terjadi
yang
membesar
di
daerah
temporal
oleh
tim
medis.1
11
gangguan
tanda-tanda
vital
dan
fungsi
pernafasan.1
Sumber perdarahan : 3
Sinus duramati
Epidural
vena diploica
hematoma
merupakan
kasus
yang
paling
12
Penurunan kesadaran,
bisa sampai
dalam atau
koma
Bingung
Penglihatan kabur
Mual
Susah bicara
Pusing
Berkeringat
Pucat
hebat
Keluar cairan darah
pupil ipsilateral
telinga.
menjadi melebar.
hemiparese
atau
serangan
epilepsi
fokal.
Pada
13
kematian.
Gejala-gejala
respirasi
yang
bisa
timbul
muntah.
pasien
masih
bisa
mengikuti/menuruti
perintah sederhana.
Cedera kepala berat.
GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau
tanpa disertai
14
tersebut diakibatkan oleh cedera otak dan bukan oleh sebab Lain.
Skala ini yang digunakan untuk menilai derajat gangguan
kesadaran, dikemukakan pertama kali oleh Jennet dan Teasdale
pada tahun 1974. Penilaiannya adalah berdasarkan respons
membuka mata (= E), respon motorik (= M) dan respon verbal (=
V). Pemeriksaan GCS tidak memerlukan alat bantu, mudah
dikerjakan sehingga dapat dilakukan dimana saja oleh siapa saja.
Daftar penilaian GCS selengkapnya adalah seperti terlihat pada
tabel di bawah ini:5
Eye
Obeys
opening
comm
(E)
ands
Verbal respons
(V)
Orient
Sp
ed
Confu
sed
To
li
conver
To
sation
Inappr
opriat
words
15
Incom
No
prehen
o
r
m
a
l
fl
e
x
i
o
n
(
w
it
h
d
r
a
w
a
l)
A
b
n
o
r
m
a
sible
sounds
None
16
l
fl
e
x
i
o
n
(
d
e
c
o
r
a
ti
c
a
t
e
)
E
x
t
e
n
si
o
n
(
d
e
17
c
e
r
e
b
r
a
t
e
)
N
o
n
e
(f
l
a
c
c
i
d
)
18
19
2. Hematoma Subarachnoid
Perdarahan
subarakhnoid
terjadi
karena
robeknya
20
2.1.9 Penatalaksanaan
Penanganan darurat :
Terapi medikamentosa
21
Terapi Operatif
Operasi dilakukan bila terdapat : 7
Volume hamatom 25 ml
22
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :7
Penurunan klinis
2.1.10 Prognosis
Prognosis tergantung pada :3
Besarnya
23
2.2
Primary Survey
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposure) ini disebutsurvei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 5 menit. Terapi dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa
akibat banyak sistem tubuh yang cedera.8
2.2.1
Airway8
bicara dan bernafas dengan bebas atau tidak. Jika ada obstruksi maka
lakukan :
Triple airway maneuver (Head tilt, chin lift, jaw thrust
Suction
Pemasangan oropharyngeal/ nasopharyngeal airway
Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi
netral
Sianosis
24
Apnea
Hipoksia
Trauma dada
2.2.2
Breathing8
. Sianosis
. Flail chest
. Sucking wounds
. Emfisema kulit
dan
atau
25
Tindakan Resusitasi
Catatan Khusus:
Jika dimungkinkan, berikan oksigen hingga pasien menjadi stabil.
Jika diduga ada tension pneumotoraks, dekompresi harus segera
dilakukan dengan jarum besar yang ditusukkan menembus rongga
pleura sisi yang cedera. Lakukan pada ruang sela iga kedua (ICS 2)
di garis yang melalui tengah klavikula. Pertahankan posisi jarum
hingga pemasangan drain toraks selesai.
Jika intubasi trakhea dicoba satu atau dua kali gagal, maka
kerjakan krikotiroidotomi. Tentu hal ini juga tergantung pada
kemampuan tenaga medis yang ada dan kelengkapan alat. Jangan
terlalu lama mencoba intubasi tanpa memberikan ventilasi.
2.2.3
Circulation8
apakah jalan nafas bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak
memadai maka lakukan :
Hentikan perdarahan eksternal
Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
Berikan infus cairan
Jenis-jenis syok :
26
Kontusioo miokard
Tamponade jantung
Pneumotoraks tension
Luka tembus jantung
Infark miokard
Penilaian tekanan vena jugularis sangat penting dan sebaiknya
ECG dapat direkam.
27
Urine
Transfusi darah
torniket
Cedera dada
28
Cedera abdomen
cairan,
penghangatan,
29
efisien jika pasien masih memiliki gag reflex dan tidak ada cedera perut.
Cairan yang diminum harus rendah gula dan garam. Cairan yang pekat
akan menyebabkan penarikan osmotik dari mukosa usus sehingga
timbullah efek negatif. Diluted cereal porridges yang menggunakan bahan
dasar lokal/setempat sangat dianjurkan.
2.2.4
Disability8
hanya respons terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak
dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale.
AWAKE = A
RESPONS NYERI = P
2.2.5
Eksposure8
semua cedera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau
tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus dikerjakan.19
2.3.1 Persiapan
Anestesi umum
30
kemungkinannya
Obat Resusitasi
Drug
Recom
mended
Dose
Avera
ge
Adult
Dose
31
Adrenalin
e
0.010.05
mg/kg
0.51mg
Atropine
0.02
mg/kg
0.6-1.2
mg
Calcium
Chloride
0.2
ml/kg
(10%)
5-10
mL
Lignocain
e
1 mg/kg
10 mL
1%
induksi berurutan secara cepat. Tindakan ini memiliki tiga tujuan, yaitu:4,5
1. Nitrogen dihilangkan, sehingga dapat meningkatkan cadangan O2 dan
memungkinkan periode apnea yang lebih panjang.
2. Tangan ahli anestesi tidak perlu memegang masker untuk memberi
ventilasi pada penderita setelah hambatan neuromuskular berhasil
dilaksanakan. Sehingga tidak akan terjadi penundaan sebelum intubasi
trakea, dan oksigen tidak perlu dipaksa masuk kedalam lambung, yang
dapat menimbulkan peninggian tekanan intra gastrik dan resiko
regurgitasi.
3. Pada waktu yang lebih lama, nitrogen yang terdapat dalam saluran cerna
yang dapat menurun sehingga tekanan abdomen berkurang.
Agen Intravena
Typic
al
Initial
Dose
Cl
in
ic
al
O
Clini
cal
Dura
tion
32
ns
et
4-5
mg/kg
20
30
se
c
5-10
min
1.52.5
mg/kg
12
mi
n
5-10
min
0.010.1
mg/kg
24
mi
n
1-2
hrs
0.020.2
mg/kg
36
mi
n
4-8
hrs
1-1.5
mcg/k
g
14
mi
n
2-3
hrs
0.050.15
mg/kg
310
mi
n
2-3
hrs
0.51.5
mg/kg
25
mi
n
2-3
hrs
1-2
mg/kg
20
30
se
5-10
min
33
Induksi
cepat
dengan
menggunakan
propofol
dan
yang vang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25%
gliserol. Dosis yang dianjurkan 1-2mg/KgBB untuk induksi secara
intravena. Propofol menurunkan tekanan darah sistemik kira-kira 80%
karena vasodilatasi perifer dan penurunan curah jantung, menurunkan
aliran darah ke otak, tekanan intrakranial serta metabolisme otot.
Keunggulannya, propofol tidak menimbulkan aritmia maupun iskemi otot
jantung, tidak merusak fungsi hati dan ginjal, mempercepat induksi dan
cepat recovery.4,5
Agen Inhalasi
C
o
n
ce
n
tr
at
io
n
U
se
Bloo
d/G
as
part
ition
Coef
ficie
nt
Oi
34
21
5
%
12
0.
53
%
2.3
16
%
1.9
12
14
%
1.4
12
16
%
0.69
53
7
0
%
0.47
2.
22
35
Muscle Relaxants
Dr
ug
Initial
Dose
mg/kg
Approximate
duration (min)
dTu
boc
ura
rin
e
0.5
25-30
Alc
uro
niu
m
0.3
20-25
Gal
la
mi
ne
1-2
20-30
Pa
ncu
ron
iu
m
0.1
30-45
Ve
cur
oni
um
0.1
15-20
Atr
acu
0.5
20-25
36
riu
m
Cis
atr
acu
riu
m
0.15
20-25
Mi
vac
uri
um
0.2
10-20
Ro
cur
oni
um
0.6
20-30
Su
xa
me
tho
niu
m
1-1.5
3-5
relaksan otot non depolarisasi, dan opioid aksi cepat. Agen inhalasi
diantaranya isofluran, sevofluran, dan desfluran. Semua agen volatile
menghasilkan penurunan tekanan darah yang tergantung dosis karena ia
mempengaruhi tonus vaskuler dan atau curah jantung. Agen yang dipilih
harus dititrasi untuk memelihara tekanan aterial rata-rata dan tekanan
perfusi serebral. Nitrous Oxide harus diberikan dengan sangat selektif dan
harus
dihindari
pada
kasus-kasus
dimana
terjadi
pneumotoraks,
37
pada ruang operasi, pasien harus dalam keadaan bangun dan bernapas
secara spontan, memililki refleks batuk yang adekuat, dan dapat mengikuti
perintah.4,5
pasien adalah tanda tanda vital, ukuran pupil, lakrimasi, kehilangan darah,
urin yang keluar, cairan yang masuk, dan lain-lain. Hal lain yang tak kalah
penting adalah perlunya pemasangan alat pulse oksimetri, monitoring end
tidal CO2, EKG, CVP dan Temperatur.Mengawasi Fungsi neuromuskular
juga sangat membantu untuk pasien tersebut yang tidak dapat bernafas
setelah pemberian muscle relaksan. Akhir dari pembedahan adalah
tantangan tersendiri untuk pihak anastesi,ini membutuhkkan perencanaan
yang matang,misalnya dengan pemberian atropine dan neostigmin supaya
mendapatkan nafas spontan, kemudian suction mulut hingga faring dan
lakukan ekstubasi dengan halus dari pasien.4,5
(RR). Di ruang inilah pemulihan dari anestesi umum atau anestesi regional
dilakukan. RR terletak berdekatan dengan ruang operasi sehingga apabila
terjadi suatu kondisi yang memerlukan pembedahan ulang tidak akan
mengalami kesulitan. Pada saat di RR, dilakukan monitoring seperti di
ruang operasi, yaitu meliputi tekanan darah, saturasi oksigen, EKG, denyut
nadi hingga kondisi stabil. Pasien yang sudah di recovery harus terus
mendapatkan suplai oksigen, harus terus di monitor airway, breathing dan
circulation-nya,dan diberikan analgesik yang dibutuhkan.4,5
38
LAMPIRAN 1
LAPORAN KASUS
3.1 Anamnesis
Identitas Pribadi
Nama
: BS
Jenis Kelamin: Laki-laki
Usia
: 8 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Nenas No.480 Kec Sidamanik
Status
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Pelajar
Tanggal Masuk :
1 April 2015
KeluhanUtama
Telaah
: Nyeri Kepala
jalan
pingsaan.
RPO
: tidak jelas
39
RPT
Inj.Novalgin
31 Maret 2015
31 Maret
2015
Pasien dibawa ke RS
Harapan
1 April 2015
(15.40)
ke RSUP HAM
Konsul Anastesi
Pasien dirujuk
40
1 April 2015
(20.15)
Oprasi
Craniectomy
+ Evakuasi
EDH
41
B1 (breathing)
- Pemasangan
1/
Airway : clear,
S/G/C : -/-/-,
RR = 28 x/i,
SP : vesikuler,
ST
-,
Malampati : I ,
Gerak leher :
terbatas,
Asma/ Sesak/
Batuk/ Alergi :
-/-/-/ B2 (Blood)
Akral : hangat,
merah, kering,
TD : 100/60
mmHg,
HR:
64 x/i, CRT :
<3, t/v cukup,
SpO2 : 96%
B3 (Brain)
Sensorium
CM , GCS : 15
(E4M5V6),
nasal canule
dengan
oxygen flow
10 L/menit.
- IVFD R Sol
10gtt/i
42
Pupil : isokor,
ka/ki
3mm/3mm,
Refleks
cahaya : +/+
B4 (Bladder)
UOP
(+)
tidak
terpasang
keteter.
B5 (Bowel)
Abdomen
soepel,
Peristaltik (+)
B6 (Bone)
Oedem
-,
Fraktur :
Rawat operasi
Head CT-Scan
Rontgen Schaedel AP/Lateral
Rontgen cervical lateral
Rontgen thorax AP/supine
Rontgen Pelvic AP
Cek darah lengkap, KGD, RFT, HST, elektrolit.
43
Penan
&
ganan
Tanda
A
(Airwa
Ai
y)
1. Memastikan jalan
nafas
dengan
triple
airway
maneuver
Airway
(jaw
thrust)
2. Mempertahankan
: clear
Ai
airway clear
Snorin
g (-)
Garglin
g (-)
Crowin
g (-)
SpO2 :
96%
B
(Breat
hing)
Napas
Ta
1. Dilakukan
pemasangan
nasal
canule
dengan
oxygen
flow 10 L/menit.
Pe
44
sponta
n (+)
RR
28
x/menit
Retraks
i dada
(-)
Jejas di
thoraks
(-)
SP / ST
:
Vesikul
er / -
C
(Circul
ation)
CRT
<3
Akral :
Hangat
,
Merah,
Kering
t/v
1. Memasang IV
Si
line 20 G 1
Si
buah di tangan
2. Diberi cairan
kristaloid
RL
(Ringer
Laktat) 20 gtt/i
45
cukup
TD
100/60
mmHg
HR
64 x/i
D
(Disab
1. Pertahankan
Sa
A-B-C clear
Sa
ility)
Sensori
um
Awake
E
(Expos
ure)
Luka
lecet
pada
ektstre
mitas
inferior
dextra
Secondary Survey
B1 (breathing)
1. Dilakukan
tindakan
debridement
46
-/-/-/B2 (Blood)
B3 (Brain)
Sensorium : Compos mentis, GCS : 15 (E4M5V6), Pupil : isokor,
ka/ki : 3mm/3mm, Refleks cahaya : +/+
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
Oedem : -, Fraktur :
3.6 Pemeriksaan Laboratorium
1. Hematologi
a. Hb
: 8,30 gr%
b. Leukosit
: 12.18 /mm3
c. Ht
: 26,00 %
d. PLT
: 370.000 /mm3
2. Metabolisme Karbohidrat
a. KGD Sewaktu : 82,4 mg/dL
3. Renal Function Test
a. Ureum : 25,10 mg/dL
b. Kreatinin : 0,35 mg/dL
4. Elektrolit
a. Natrium (Na) : 138 mEq/L
b. Kalium (K) : 4.4 mEq/L
c. Klorida (Cl) : 105 mEq/L
47
5. Hemostasis
a. PT : Pasien (15,5) Kontrol (14.00)
b. INR : 1.11
c. APTT : Pasien (31.5) Kontrol (34.7)
d. TT : Pasien (12.7) Kontrol (16.8)
dan pulmo
48
>30 cc
49
50
3.8
Masalah
Pre Operasi
Pembahasan
-
51
Masalah
Durante Operasi
Cegah Peningkatan TIK
Pembahasan
Pebahasahan
Masalah
Post Operasi
Pasien dengan lekositosis, Infeksi
Nyeri setelah operasi
Observasi GCS dan drainase post
operasi
Hitung osmolaritas
52
Pu
15.
20
78
10
21.
22
90
10
: BB: 24,5 kg
HR: 64 x/i
Hb : 8,3 mg/dL
Ht : 26 %
Jenis Pembedahan
Status Fisik
: ASA 2
Teknik Anestesi
: GA-ETT
Infus perifer
Posisi
: Supine
ETT
: no 6
Posisi
: Supine
53
MABL : 275,2 cc
Durante Operasi
-
Operasi
: 4 jam 30 menit
TD
HR
: 84 - 96 x/menit
SpO2
Perdarahan
: 500ml
Penguapan + maintenance
UOP = 50cc/jam
99%
: (4+2) x 60 = 360ml/jam
Cairan
Pre op
R Sol 500 cc
54
55
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. Pembahasan
Pada kasus ini, hal pertama yang perlu kita nilai adalah
kesadaran pasien. Penilaian kesadaran pada setingan kasus emergensi atau
kegawat daruratan dapat dilakukan dengan cara :
A : alert (sadar penuh)
V : verbal (respon bila dipanggil atau diajak bicara)
P : pain (respon bila diberikan rangsang nyeri)
U : unresponsive (tidak respon dengan rangsang apapun)
Airway (A)
(obstruksi) jalan nafas. Bila ada tentukan jenis obstruksinya apakah parsial
atau total. Pada obstruksi total, kita tidak dapat mendengar suara nafas,
tetapi kita dapat melihat gerakan dada dan perut naik turun dengan cepat
yang disebut pernafasan jungkat-jungkit (seasaw breathing). Pada
obstruksi parsial, terdapat suara nafas dan suara nafas tambahan seperti
56
bebaskan jalan nafas dengan cara triple airway maneuver, yaitu head tilt,
chin lift, dan jaw thrust. Akan tetapi pembebasan jalan nafas dengan cara
di
atas
hanya
bersifat
sementara,
oleh
sebab
itu
kita
dapat
Breathing (B)
pernafasan apakah teratur atau tidak, menilai laju pernafasan apakah cepat
atau tidak. Jika pasien tidak dapat bernafas spontan, maka kita bantu
memberikan nafas bantuan dengan menggunakan resusitasi bag. Apabila
terdapat peningkatan laju nafas (takipnu) maka dapat diberikan terapi
oksigen menggunakan nasal kanul, simple mask, reservoir mask sesuai
dengan kebutuhan pasien.
Circulation (C)
57
lesi
hiperdens
mengisi
sulcus
di
lobus
58
DAFTAR PUSTAKA
59
10 April 2015].