NEONATAL SEIZURE
OLEH :
Fita Nirma Listya
H1A 011 022
Harvey Alvin Hartono
H1A 011 028
Meita Religia Putri
H1A 011 044
PEMBIMBING :
dr. I Wayan Gede Sugiharta, SpA
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat
darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali
kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis.
Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti
sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari
penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus.1
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat
berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. Kejang demam ialah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur
6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi yang
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang
dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atau kejang berulang lebih
dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran.2
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada
8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di
antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang
mengalami kejang demam. Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah 3:
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.Faktor
risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah
3
:
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
2. Kejang umum
-
Absens
Mioklonik
Klonik
Tonik
Tonik-klonik
Atonik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pada umumnya kejang pada neonatus terjadi hanya beberapa hari, dan hanya beberapa
yang berulang atau mempengaruhi di masa mendatang. Kejang pada neonatus tidak bisa
disebut epilepsi karena hanya merupakan gejala akut. Kejang pada neonatus merupakan hal
yang umum dengan berbagai macam manifestasi klinis. Kebanyakan kejang pada neonates
fokal meskipun ada juga yang kejang umum, tetapi sangat jarang. Kejang subtle paling umum
terjadi pada bayi cukup bulan daripada bayi premature. Berdasarkan studi kejang subtle
termasuk mengunyah, mengayuh sepeda, dan pergerakan mata1.
Kejang pada neonatus merupakan manifestasi disfungsi neurologis. Pada umumnya
aktivitas kejang neonatus yang direkam menggunakan EEG paroksismal yang sering diikuti
dengan manifestasi motoric dan kadang-kadang autonomic atau manifestasi klinis behaviour
yang mempengaruhi respirasi, denyut jantung dan tekanan darah. Kejang yang terlalu lama
dapat menyebabkan kerusakan otak. Kejang neonatus dapat berupa elektroklinikal dengan
kedua tanda dan kejang EEG atau kejang EEG tanpa manifestasi klinis5.
2.2
Insidensi pada bayi baru lahir adalah sebesar 1.5-3.5 per 1000 aterm kelahiran hidup, 10-130
per 1000 preterm kelahiran hidup. Kejang sangat sering terjadi hamper 70% bayi preterm
dengan intraventricular hemoragik atau periventricular leukomalasia. Insidensi kejang
neonatus di Amerika Serikat belum dapat dipastikan jumlahnya, meskipun frekuensinya
diperkirakan sekitar 80-120 kasus per 100.000 neonatus per tahun1, 5.
2.3
Etiologi
Kejang terjadi ketika sekelompok besar neuron terus berdepolarisasi terus
bersinkronisasi. Depolarisasi dapat terjadi sebagai hasil pelepasan sejumlah besar asam
amino seperti glutamate atau defisiensi neurotransmitter penghinhibisi seperti GABA 1. Selain
itu kejang dapat disebabkan oleh:
a. Hipoksia-iskemik ensefalopati
Penyebab lain adalah terganggunya membran potensial ATP-dependent yang
menyebabkan sodium mengalir kedalam neuoron dan potassium keluar dari neuron.
Hipoksia-iskemik
menyebabkan
ensefalopati
depolarisasi
mengganggu
berlebihan
yang
pompa
sodium-potassium
mengakibatkan
kejang
yang
pada
2.4
Patofisiologi
Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari
perpindahan natrium ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya kalium. Kejang
terjadi apabila timbul depolarisasi yang berlebihan, sehingga terbentuk gelombang listrik
yang berlebihan. Volpe (2001) menjelaskan 4 kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi
berlebihan1 :
energi.
Terjadinya kelebihan relatif dari neurotransmiter eksitatorik melawan
inhibitorik
Adanya kekurangan relatif dari neurotransmiter inhibitorik melawan
eksitatorik
Perubahan dari membran neuron, menyebabkan inhibisi dari pergerakan
natrium.
Perubahan fisiologis pada saat kejang berupa penurunan kadar glukosa otak yang
tajam dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat disertai
peningkatan laktat. Hal ini merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang tidak dapat dipenuhi
secara adekuat. Kebutuhan oksigen dan aliran darah ke otak sangat esensial untuk mencukup
kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Laktat terkumpul dan berakumulasi selama terjadi
kejang, sehingga PH arteri menurun dengan cepat. Hal ini menyebabkan tekanan darah
sistemik meningkat dan aliran darah ke otak naik.
3. Konfigurasi kanal ion lebih mengarah ke depolarisasi pada fase awal kehidupan
Regulasi kanal ion juga mengatur eksitabilitas neuron dan seperti reseptor
neurotransmiter, regulasinya terbentuk dan berkembang perlahan-lahan. Seperti yang
terjadi padamutasi kanal ion K+ (KCNQ2 dan KCNQ3) yang berhubungan dengan
Diagnosis
Diagnosis kejang pada neonatus harus dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh
terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik. Data-data penting seperti riwayat penyalahgunaan
narkotika dan pemakaian obat yang salah pada saat kehamilan, infeksi intrauterus, dan
kondisi metabolik harus dicatat dengan baik dan didapat langsung dari ibu sedetail mungkin.
Adapun yang penting dicari melalui anamnesis adalah3 :
2.6
Manifestasi klinik
Kejang neonatus bisa timbul dalam beberapa tipe yang mungkin terlihat
bersamaan selama beberapa jam. Kejang diklasifikasikan menurut manifestasi klinis
yang timbul
Proporsi dari kejang
Tipe kejang
Subtle
neonatus
10-35% tergantung
maturitas4
Lebih sering pada
bayi cukup bulan
Terjadi pada bayi
dengan
Tanda klinis
o
gangguan
o
Klonik
50%
Lebih sering pada
bayi cukup umur
o
o
o
melotot,
mengedip,
deviasi horizontal
Oral- Mencucu, mengunyah,
menghisap, menjulurkan lidah
Ekstremitas- memukul, gerak
seperti
SSP berat
Mata-
berenang,
mengayuh
pedal
Otonomik- apneu, takikardia,
tekanan darah tidak stabil
Biasanya dalam keadaan sadar
Gerak ritmik (1-3/detik)
Fokus organ lokal atau 1 sisi
wajah atau tubuh. Mungkin
merupakan fokal neuropathy
Tonik
20%
Lebih sering pada
bayi preterm
yang tersembunyi
Multifokal
irregular,
terpotong-potong
Mungkin meliatkan 1 bagian
ekstremitas atau seluruh tubuh
Ekstensi
generalisata
dari
bagian tubuh atas dan bawah
Mioklonik
5%
neonatus jinak)
Fokal (1 bagian ekstremitas)
atau
multifokal
(beberapa
bagian tubuh)
Ditemukan pada putus obat
2.7
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologis, dilakukan
secara sistematik dan berurutan. Kadang pemeriksaan neurologi saat kejang dalam batas
normal, namun demikian bergantung penyakit yang mendasarinya sehingga neonatus yang
mengalami kejang perlu pemeriksaan fisis legkap secara sistematis dan berurutan :
1. Identifikasi manifestasi kejang yang terjadi, bila mungkin melihat sendiri
manifestasi kejang yang terjadi. Dengan mengetahui bentuk kejang,
kemungkinan penyebab dapat ditemukan
2. Neonatus yang mengalami kejang biasanya tampak sakit. Kesadaran yang
tiba-tiba
menurun
berlanjut
dengan
hipoventilasi
dan
berhentinya
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan prioritas pada pemeriksaan laboratorium, harus digunakan
informasi yang didapatkan dari riwayat dan pemeriksaan jasmani dengan baik untuk
mencari penyebab yang lebih spesifik
Kimia darah
Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium pada darah
2. Pemeriksaan radiologis
a. USG kepala dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama untuk mencari adanya
perdarahan intraventrikular atau periventrikular. Perdarahan subarakhnoid atau
lesi kortikal sulit dinilai dengan pemeriksaan ini.
b. CT-scan kranium
Merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail mengenai adanya penyakit
intrakranial. CT scan sangat membantu dalam menentukan bukti-bukti adanya
infark, perdaraham, kalsifikasi dan malformasi serebral.Melalui catatan
sebelumnya, pemeriksaan ini memberikan hasil yang penting pada kasus
kejang neonatus, terutama bila kejang terjadi asimetris.
c. MRI
Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui adanya malformasi subtle yang
kadang tidak terdeteksi dengan CT-scan kranium.
3. Pemeriksaan lain
EEG(electroencephalography)
EEG yang dilakukan selama kejang akan memperlhiatkan tanda abnormal. EEG
interiktal mungkin memperlihatkan tanda normal. Pemeriksaan EEG akan jauh lebih
bernilai pabila dilakukan pada 1-2 hari awal terjadinya kejang, untuk mencegah
kehilangan tanda-tanda diagnostik yang penting untuk menentukan prognosis di masa
depan bayi. EEG sangat signifikan dalam menentukan prognosis pada bayi cukup
bulan dengan gejala kejang yang jelas. EEG sangat penting untuk memeastikan
adanya kejang di saat manifestasi klinis yang timbul subtle atau apabila obat-obatan
penenang neuromuscular telah diberikan. Untuk menginterpretasikan hasil EEG
dengan benar, sangatlah penting untuk mengetahui status klinis bayi (termasuk
keadaan tidur) dan obat-obatan yabg diberikan.
The International League Against Epilepsy mempertimbangkan kriteria sebagai
berikut :
o Non epileptikus
o Epileptikus
klinis mungkin tidak terlihat kejang, namun dari gambaran EEG masih
mengalami kejang.
Kejang elektrografik
Kejang pada neonatus mempunyai tipe dan lokasi onset, morfologi dan
perambatan yang bervariasi. Bayi preterm maupun aterm, keduanya
mempunyai kemampuan menciptakan peristiwa ictal yang sangat bervariasi,
lokasi asal kejang yang paling umum adalah lobus temporal. Beberapa
penelitian telah menghitung durasi kejang pada neonatus. Umumnya
digunakan batasan 5 detik, namun Clancy dan Ledigo menggunakan
pembatasan menurut mereka sendiri yaitu 10 detik sebagai durasi minimal dan
definisi ini juga diadopsi oleh Sher dkk.
Disosiasi elektroklinik
Terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis klinis dan gambaran EEG, hanya
sepertiga dari kasus yang dipelajari dengan rekaman video yang manifestasi
klinis dan gelombang listriknya sesuai. Pada 349 neonatus yang diteliti oleh
Mizrahi, ditemukan 415 kejang pada 71 neonatus secara klinis, sedangkan 11
neonatus lain ditemukan secra elektrografis walaupun secara klinis tidak
kejang. Manifestasi klinis timbul karena adanya gelombang dari batang otak
dan medula spinalis dilepaskan dan kurangnya inhibisi dari pusat yang lebih
tinggi.
2.9
Tatalaksana
Penatalaksanaan kejang pada BBL meliputi stabilisasi keadaan umum bayi,
menghentikan kejang dan identifikasi dan pengobatan faktor etiologi serta suportif untuk
mencegah kejang berulang. Penanganan kejang pada akut neonatal akut harus diterapi secara
agresif. Ketika terdapat kejang klinis yang harus dilakukan adalah pemeriksaan yang ketat
untuk menentukan penyebab etiologi harus dimulai dengan cepat. Pertahankan homeostasis
sistemik (pertahankan jalan nafas, usaha nafas dan sirkulasi).5
Prosedur terapi anti kejang pada neonatus meliputi pengobatan awal dengan
fenobarbital harus dipertimbangkan. Jika kejang terus berlanjut, fenitoin harus ditambahkan.
Kejang persisten mungkin memerlukan penggunaan benzodiazepin intravena, seperti
lorazepam atau midazolam. Fenobarbital dengan loading dose 10-20 mg/kg BB
intramuskuler dalam 5 menit, jika tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB
sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin:
loading dose 15-20 mg/kg BB intra vena dalam 30 menit5.
Kebanyakan bayi diterapi hanya berdasarkan diagnosis klinis saja, dan monitoring
terapinya juga dilakukan dengan mengamati perubahan klinisnya saja. Penelitian dengan
EEG yang kontinyu menunjukkan bahwa masalah pada kejang elektrografik adalah sering
menetapnya kejang setelah dimulai terapi antikonvulsan. Pada beberapa neonatologist akan
menterapi bayi yang mengalami kejang lebih dari tiga kali dalam satu jam, atau kejang
tunggal yang berlangsung lebih dari 3 menit.
Manajemen awal kejang 4
menit.
Bila jalur IV belum terpasang, beri injeksi fenobarbital 20mg/kgBB dosis tunggal
secara IM atau dosis dapat ditingkatkan 10-15 % disbanding dosis IV.
o Bila kejang tidak berhenti dalam waktu 30 menit, beri ulangan fenobarbital 10
mg/kgBB secara IV atau IM. Dapat diulangi sekali lagi 30 menit kemudian
bila perlu. Dosis maksimal 40 mg/kgBB/hari.
o Fenitoin hanya boleh diberikan secara IV. Campur dosis fenitoin ke dalam 15
ml garam fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 0,5 ml/menit selama 30
menit.
o Monitor denyut jantung selama pemberian fenitoin IV.
Terapi suportif
1. Pemantuan ketat : pasang monitor jantung dan pernafasan serta pulse oxymeter
pemberian infuse.
Dosis rumat hanya dengan jalur intravena (karena pemberian oral tidak
mg/L
3. Lorazepam : biasanya diberikan pada BBL yang tidak memberi respon terhadap
pemberian fenobarbital dan fenitoin secara berurutan.
Dosis efektif : 0.05 0.10 mg/kgBB diberikan intravena dimulai dengan 0.05
Benzodiazepin
Benzodiazepin meningkatkan inhibisi GABA-mediated melalui aktifasi reseptor GABA-A.
Benzodiazepin adalah antikonvulsan yang efektif pada anak dan dewasa namun kurang
berperan pada bayi baru lahir karena GABA bersifat eksitatorik. Benzodiazepin mempunyai
profil keamanan yang baik.
Midazolam
Midazolam larut dalam air, benzodiazepine bekerja cepat dan terbukti efektif untuk terapi
status epileptikus pada populasi anak. Telah di evaluasi perbandingan antara midazolam
dengan lidokain sebagai terapi lini kedua pada bayi dengan kejang yang gagal merespon
fenobarbital. Kejang di monitor dengan menggunakan video EEG secara kontinyu. Enam
bayi menerima klonazepam atau midazolam namun tidak ada yang berespon. Didapatkan
adanya gerakan abnormal pada bayi preterm yang menerima infuse midazolam , meski EEG
tetap normal. Kelanjutan dari perkembangan sarafnya lebih baik pada bayi yang disedasi oleh
morfin daripada dengan menggunakan midazolam.
Diazepam
Diazepam mempunyai efek antikonvulsan hanya bersifat sementara ketidakstabilan
kardiorespiratorik dapat terjadi jika obat ini digunakan bersama dengan fenobarbital dan
metabolit utamanya yang memiliki waktu paruh panjang. Diazepam bukanlah pilihan terbaik
dari golongan benzodiazepine untuk digunakan pada bayi baru lahir.
Anti Kejang Rumatan
Jika kejang telah teratasi maka dilanjutkan dengan pemberian antikejang rumatan,
fenobarbital 5mg/kg/hari adalah pilihan pertama. Kasus yang resisten harus di terapi dengan
kombinasi fenobarbital dan karbamazepin, meski sodium valproat dapat berhasil pada
beberapa kasus.
Lamanya pemberian dosis rumatan pada kejang BBL masih belum terdapat kata sepakat.
Beberapa penulis segera menghentikan dosis rumatan setelah ternyata tidak ada kelainan
neurologis. Sedangkan yang lain menggunakan patokan gambaran klinis dan gambaran EEG.
2.11
Prognosis
Kejang pada bayi baru lahir dapat mengakibatkan kematian, atau jika hidup dapat menderita
gejala sisa atau sekuel4.
Keluaran bayi yang pernah mengalami kejang
Etiologi
HIE sedang dan berat
Bayi Kurang Bulan
Meningitis
Malformasi otak
Hipokalsemi
Hipoglikemi
Meninggal (%)
50
58
20
60
Cacat (%)
25
23
40
40
50
Normal (%)
25
18
40
100
50
Prognosis ditentukan dari penyebab kejang pada neonatus itu sendiri. Jika hasil pemeriksaan
EEG normal, prognosis sempurna untuk kejang dapat sembuh kembali dan berkembang
normal. Pemeriksaan EEG yang tampak tidak abnormal (berat) mengindikasikan prognosis
yang buruk. Adanya gelombang memuncak pada EEG berkaitan dengan resiko terjadinya
epilepsy sekitar 30%.4
Adanya kejang pada neonatus adalah prediktor jangka panjang untuk terjadinya deficit fisik
dan kognitif. Komplikasi kejang pada neonatus adalah beberapa hal dibawah ini :
Cerebral palsy
Cerebral atrophy
Hydrocephalus ex-vacuo
Epilepsy
Spasticity
Feeding difficulties
Prevalensi untuk terjadinya retardasi mental dan ketidakmampuan belajar dilaporkan terjadi
sekitar 2.5 %.5
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
Usia
: By Elna Susanti
: 5 hari
Jenis kelamin
Alamat
Suku
Agama
No. RM
MRS
Tanggal pemeriksaan
:
:
:
:
:
:
:
Perempuan
Janapria
Sasak
Islam
11 Mei 2015
12 Mei 2015
SUBJECTIVE (HETEROANAMNESIS)
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Pengobatan
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Riwayat Imunisasi:
Riwayat Nutrisi
Riwayat Pribadi dan Sosial-Ekonomi
OBJECTIVE
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
BB/U =
PB/U =
BB/PB =
Vital Signs:
Denyut Jantung
Frekuensi nafas
Suhu
: 129 x/menit,
: 42 x/menit, retraksi subcostal
: 37,3 C, aksiler.
Status Lokalis
Kepala
Mata
Simetris.
Alis : normal.
Edema palpebra (-/-).
Konjungtiva: anemis (-/-), hiperemia (-/-).
Sclera: icterus (+/+), hiperemia (-/-), bintik bitot (-)
Pupil : isokor, bulat, miosis (+/+), midriasis (-/-).
Sekret berlebih dan lengket (-)
Telinga
Hidung
Mulut
Simetris.
Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (+), pursed lips breathing (-), deskuamasi (+)
Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
Lidah: glositis (-), kemerahan di pinggir (-), lidah kotor (-).
Gigi : -
Mukosa : basah, tampak bercak-bercak putih di seluruh mukosa bukal, perdarahan (-),
stomatitis (+).
Tonsil : sulit dievaluasi
Leher
Simetris (-).
Kaku kuduk (-).
Pembesaran KGB (-).
Otot bantu nafas sternocleidomastoideus tidak aktif.
Pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thorax
1. Inspeksi:
Bentuk & ukuran: simetris
Permukaan dada: petechiae (-), massa (-).
Penggunaan otot bantu nafas: otot sternocleidomastoideus tidak aktif
Tipe pernapasan: abdominal
Ictus cordis: tampak.
2. Palpasi:
Trakea: deviasi (-)
Benjolan (-), edema (-), krepitasi (-),
Gerakan dinding dada: simetris
Ictus cordis teraba di linea midclavicula sinistra.
3. Perkusi : sde
4. Auskultasi :
Cor: S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo:
Bronkovesikuler (+/+)
Suara napas tambahan: rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
1. Inspeksi:
Distensi (-)
Umbilicus: perdarahan (-)
Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-),ikterik (-), massa (-), tampak
deskuamasi pada daerah perut.
2. Auskultasi:
Bising usus (+) normal
Metallic sound (-)
Bising aorta (-)
3. Perkusi:
Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)
4. Palpasi:
Massa (-)
Nyeri tekan (-)
Hepar, lien dan ginjal tidak teraba
Ekstremitas
- Akral hangat
+
+
+
+
- Edema
- Sianosis
: -
Vertebrae
-
Kelainan (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
Pemeriksaan darah
Parameter
Tanggal Pemeriksaan
Satuan
11/05/15
HGB
16.3
g/dl
RBC
4.61
10^6/uL
HCT
49.1
MCV
106
fL
MCH
35.4
pg
MCHC
33.3
g/dl
WBC
26.4
10^3
PLT
290
10^3
PT
17.8
detik
APTT
25.0
detik
RESUME
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : somnolen
Kesan Sakit : berat
Status gizi:
Vital Signs:
ASSESSMENT
-
Neonatal Seizure
PLANNING
Diagnostik
Terapi
Non medikamentosa
-
Medikamentosa
-
D10 % 15 tpm
Benutrion 30 cc
Pct Infus 3x75 mg IV
Fenitoin 2x7,5 mg
DAFTAR PUSTAKA
1. Sheth RD. 2011. Neonatal Seizures. University of Florida Collge of Medicine:
Pediatric Neurology. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1177069overview#showall (Akses: 10 Mei 2015).
2. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S, et al. 2006.Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Jakarta: IDAI
3. Kania N. 2007. Penanganan kejang pada anak. Bandung: AMC Hospital. Available
from:
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf
Neonatal
seizures.
Available
from:
http://www.ilae.org/visitors/centre/documents/Guide-Neonate-WHO.pdf (Akses 10
Mei 2015).
6. Ghomela, Tricia.Lange Neonatology : Management, Procedures, On-Call Problems,
Diseases, Drugs.2004. edisi 5. New York : The Mcgraw-Hills
7. Gordon B. Avery, Mhairi G. MacDonald, Mary M. K. Seshia, Martha D. Mullett,
M.D.Averys neonatology : Pathophysiology And Management Of The Newborn.2005.
edisi 6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
8. Queensland
Maternity
and
Neonatal
Clinical
Guideline.2001-