Anda di halaman 1dari 30

HALAMAN PENGESAHAN

Judul

: Diagnosis dan Tata Laksana Batu Saluran Kemih

Nama

: Ida Ayu Padmita Utami

NIM

: H1A008010

Referat ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan Klinik
Madya pada Bagian/SMF Bedah Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat/Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram.

Mataram, Desember 2013


Supervisor,

dr. Akhada Maulana, Sp.U


1

REFERAT
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA
BATU SALURAN KEMIH

Oleh:
Ida Ayu Padmita
H1A 008 010
Pembimbing:
dr. Akhada Maulana, Sp.U

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
MATARAM - 2013

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna, baik di
Indonesia maupun di dunia. Prevalensi penyakit batu diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki
dewasa dan 7% pada perempuan dewasa. Prevalensi batu ginjal di Amerika bervariasi tergantung
pada ras, jenis kelamin dan lokasi geografis. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan
usia puncak adalah dekade ketiga sampai keempat. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia tahun
2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar
37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien
yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang
(HTA,2005)
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah
pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini diIndonesia belum
dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan
peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien padatahun 1997 menjadi 847 pasien pada
tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu
ginjal non-invasif ESWL( Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup
86% dari seluruhtindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka) (HTA,2005).
Dalam memilih pendekatan terapi optimal untuk pasien urolitiasis, berbagai faktor harus
dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor batu (ukuran, jumlah, komposisi dan
lokasi), faktor anatomi ginjal (derajat obstruksi, hidronefrosis, obstruksi uretero-pelvic junction,
divertikel kaliks, ginjal tapal kuda), dan faktor pasien (adanya infeksi, obesitas, deformitas
habitus tubuh, koagulopati, anak-anak, orang tua, hipertensi dan gagal ginjal) (Nugroho, 2011)
Kemajuan dalam bidang endourologi telah secara drastis mengubah tatalaksana pasien
dengan batu simtomatik yang membutuhkan operasi terbuka untuk pengangkatan batu.
Perkembangan terapi invasif minimal mutakhir, yaitu retrograde ureteroscopic intrarenal
surgery (RIRS), percutaneus nephrolithotomy (PNL), ureteroskopi (URS) dan extracorporeal
3

shock wave lithotripsy (ESWL) telah memicu kontroversi mengenai teknik mana yang paling
efektif (Menon, 2003).
Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul pada semua
jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan medis pada pasien dengan batu
saluran kemih. Dengan perkembangan teknologi kedokteranterdapat banyak pilihan tindakan
yang tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya variabilitas
dalam ketersediaan sarana di masing-masingrumah sakit maupun daerah (Jenkin,2002).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diagnosis Batu Saluran Kemih


2.1.1. Anamnesis
Pasien dengan batu saluran kemih mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa
keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria, hematuria, retensio urin, anuria.
Keluhan ini dapat disertai dengan penyulit berupa demam, tanda-tanda gagal ginjal. Berikut
gejala-gejala yang muncul pada pasien BSK (Purnomo, Basuki B. 2009)
2.1.1.1Nyeri Lokal dan Nyeri Alih pada traktus genitourinarius
Terdapat dua tipe nyeri yang berasal dari organ genitourinarius yaitu nyeri lokal dan nyeri
alih. Nyeri lokal dirasakan pada atau dekat organ yang mengalami kelainan. Jadi, nyeri yang
muncul akibat kelianan pada ginjal ( T10-12, L1) akan dirasakan pada costovertebral angle dan
pada pinggang serta di bawah vertebra torakal 12. Nyeri alih berasal dari organ tertentu tetapi
dirasakan jauh dari lokasi organ tersebut. Kolik ureter yang disebabkan oleh batu dari traktur
urinarius bagian atas dapat muncul pada testis ipsilateral oleh karena inervasi saraf yang sama
pada kedua struktur ini (T11-12). Batu pada ureter bagian bawah dapat menyebabkan nyeri alih
ke dinding skrotum (Tanagho, Emil dan Jack WM. 2008).
A. Nyeri Ginjal
Nyeri pada ginjal bersifat tumpul dan menetap di sudut kostovertebra, di sebelah
lateral otot sacrospinalis dan dibawah costa ke-12. Nyeri ini sering menyebar ke area
subkosta hingga ke umbilikus atau bagian abdomen bawah. Nyeri ini muncul pada
penyakit ginjal yang mengakibatkan distensi mendadak dari kapsula renalis. Akut
pielonefritis dan obstruksi akut ureter (dengan peningkatan tekanan ginjal secara tibatiba) dapat menimbulkan jenis nyeri ini. Namun, banyak kelainan renal yang tidak
menimbulkan nyeri akut. Nyeri muncul perlahan sehingga tidak terjadi distensi kapsul
renal secara tiba-tiba. Nyeri progresif lambat ini muncul pada kanker, pielonefritis kronis,
5

batu staghorn, ginjal polikistik, dan hidronefrosis oleh karena obstruksi kronik ureter
(Tanagho, Emil dan Jack WM. 2008).
Terdapat dua tipe nyeri yang berasal dari ginjal yaitu nyeri kolik dan non-kolik. Kolik
renal biasanya disebabkan oleh peregangan dari sistem kolektivus ginjal atau ureter,
sementara itu nyeri non-kolik disebabkan distensi dari kapsula renalis. Obstruksi
merupakan mekanisme utama penyebab renal kolik. Nyeri ini muncul akibat peningkatan
tekanan intraluminal yang langsung meregangkan ujung-ujung saraf. Mekanisme lokal
seperti inflamasi, edema, hiperperistaltik, dan iritasi mukosa menimbulkan persepsi nyeri
pada pasien dengan kalkulus renal. Derajat keparahan dan lokasi nyeri bervariasi
tergantung dari ukuran batu, lokasi, serta derajat obstruksi. Pasien-pasien dengan nyeri
kolik akan berusaha mengurangi nyerinya dengan banyak bergerak, berbeda dengan
peritonitis yang akan diam, tidak banyak bergerak (Tanagho, Emil dan Jack WM. 2008).
Gejala dari kolik renal akut tergantung dari lokasi kalkulus, berikut beberapa
daerah di ginjal yang dapat meimbulkan nyeri kolik.
a) Kaliks Renalis
Kalkulus atau benda asing di kaliks renal atau divertikel dapat menyebabkan
obstruksi dan kolik renal. Secara umum batu-batu yang tidak meyumbat total
dapat menimbulkan nyeri yang periodek. Sifat nyeri yang muncul adalah nyeri
dalam dan tumpul pada pinggang bawah. Nyeri ini dapat dieksaserbasi setelah
konsumsi air dalam jumlah besar. Kalkulus pada kaliks sering kali menyebabkan
oleh perforasi spontan, fistula, dan abses. Kalkulus pada kaliks lebih sering kecil
dan banyak dan biasanya dapat melewati sistem tersebut. Nyeri dilaporkan hilang
setelah dilakukannya ESWL untuk batu kaliks kecil yang simptomatik (Tanagho,
Emil dan Jack WM. 2008).
b) Pelvis Renalis
Batu di pelvis renalis dengan diameter > 1 cm dapat menyumbat ureteropelvic
junction , yang akan menimbulkan nyeri berat di sudut costovertebra, sebelah
lateral muskulus sakrospinalis dan di bawah costa 12. Nyeri sering menyebar ke
pinggang dan ke arah anterior menuju kuadran abdomen ipsilateral atas, sehingga
sering dibingungkan dengan kolik bilier atau kolesistitis di sisi kanan dan dengan
gastritis, pankreatitis akut, atau peptik ulser jika di sebelah kiri (Tanagho, Emil
dan Jack WM. 2008).
6

B. Nyeri Ureter
Nyeri ureter distimulasi oleh obstruksi akut misalnya oleh kalkuli atau bekuan darah.
Pada kondisi ini, akan muncul nyeri punggung akibat distensi kapsula renal dan nyeri kolik
akibat spasme otot pelvis renalis dan ureter. Nyeri tersebut menyebar dari sudut kostovertebra
turun ke kuadran anterior bawah abdomen, sesuai dengan lokasi anatomi ureter. Pada laki-laki,
nyeri ini dapat dirasakan pada vesika urinaria, skrotum, atau testis. Pada wanita nyeri dapat
dirasakan hingga ke vulva (Tanagho, Emil dan Jack WM. 2008).

Posisi batu ureter dapat diketahui dari riwayat nyeri dan lokasi penyebaran nyerinya. Bila
batu terdapat pada bagian proksimal ureter, nyeri akan meyebar hingga testid, karena
testis memiliki persarafan yang sama dengan ginjal dan ureter proksimal ( T11-12). Pada
batu di bagian media ureter sisi kanan,
nyeri akan menyebar ke titik Mc Burney.
Pada sisi kiri, akan mirip dengan gejala
divertikulitis atau kelainan pada kolon
deskenden

dan

sigmoid.

Saat

batu

mendekati vesika urinaria, inflamasi dan


edema akan terjadi pada orifisium ureter
dan gejala iritasi seperti frequency dan
urgency akan muncul (Tanagho, Emil dan
Jack WM. 2008).
Batu

ureteropelvis

akan

menimbulkan nyeri sudut costovertebra


yang berasal dari distensi kapsula renal dan
distensi pelvis renalis; nyeri kolik ureter

akibat hiperperistaltik dari otot-otot polos kaliks, pelvis, dan ureter, dengan nyeri yang
menyebar hingga ke testis.
Batu ureter medial akan menimbulkan nyeri lebih
berat pada kuadran abdomen bawah.

Batu ureter distal akan menimbulkan nyeri menyebar hingga ke vesika urinaria, vulva,
atau skrotum. Saat batu mendekati vesika urinaria, keluhan urgensi dan frekuensi dengan
disuria

Batu saluran kemih selalu menyebabkan


nyeri.

Karakter

nyeri

tergantung

pada

lokasi.

Kalkulus yang cukup kecil dapat turun di


ureter, tetapi dapat mengalami kesulitan
melewati ureteropelvic junction, iliac vessels, dan ureterovesical junction (Schwartz BF, Stoller
ML.2000).
C. Nyeri Vesika
Vesika urinaria yang distensi pada pasien-pasien dengan retensi urin akan
memunculkan nyeri pada regio suprapubis. Pasien-pasien dengan retensi urin kronik
oleh karena obstruksi bladder neck dan neurogenic bladder akan merasakan nyeri yang
tidak terlalu berat. Oleh karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher
kandung kemihaliran yang mula mula lancar tiba tiba akan berhenti dan menetes disertai
dengan nyeri, pada anak nyeri mengakibatkan anak yang kesakitan menarik penisnya
sehingga tidak jarang ditemukan penis yang agak panjang. Bila pada saat sakit tersebut
penderita berubah posisi suatu saat air kemih akan bias keluar karena letak batu yang
berpindah.Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder selain nyeri sewaktu miksi juga
akanditemukan nyeri yang menetap di supra pubik.(Sjamsuhidajat,2011)
D. Batu Prostat
Pada umumnya batu prostat juga berasal dari kemih

yang

secara

retrogradeterdorong kedalam saluran prostat dan mengendap yang akhirnya menjadi batu
10

yangkecil. Pada umumnya batu ini tidak meninggalkan gejala sama sekali, karena tidak
mengakibatkan gangguan pasase kemih.(Sjamsuhidajat,2011)
E. Batu Uretra
Batu uretra umumnya merupakan batu yang bersasal dari ureter atau
kandungkemih yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra tetapi
menyangkutditempat yang agak lebar. Tempat uretra yang melebar ini adalah di pars
prostatika, bagian permulaan parsbulbosa dan difosa naviculare. Bukan tidak mungkin
ditemukanditempat lain.Gejala yang ditimbulkan umumnya miksi yang tiba tiba terhanti
menjadi menetesdan nyeri.Penyulitnya dpaat berupa terjadinya diverticulum, abses, fistel,
dan uremia karenaobstruksi urin.(Sjamsuhidajat,2011).
2.1.1.2 Infeksi
Batu magnesium, amonium dan fosfat sering disebut batu infeksi. Batu ini sering
disebabkan

oleh

infeksi

Proteus,

Pseudomonas,

Providencia,

Klebsiella

dan

Staphylococcus. Batu kalsium fosfat merupakan jenis batu kedua yang disebabkan
infeksi. Bakteri uropatogenik dapat mengganggu peristaltic ureter dengan memproduksi
eksotoksin dan endotoksin. Inflamasi akibat infeksi dapat mengaktivasi kemoreseptor
dan menimbulkan nyeri.
a. Pionefrosis kalkuli yang menyumbat dapat menimbulkan pionefrosis. Tidak
seperti pielonefritis,pada pionefrosis terdapat pus dalam jumlah cukup banyak
yang menyumbat sistem kolektivus ginjal.
b. Xanthogranulomatous pyelonefritis
Penyakit ini berhubungan dengan obstruksi saluran atas dan infeksi. 1/3 pasien
disertai kalkulus dan 2/3 mengalami nyeri pinggang, demam, dan menggigil. (
Schwartz BF, Stoller ML.2000).
2.1.13 Demam
Jika batu saluran kemih disertai dengan demam, patut diwaspadai adanya
kegawatan. Tanda klinis sepsis harus dicari, antara lain demam, takikardi, hipotensi, dan
vasodilatasi kutaneus (Tanagho, Emil dan Jack WM. 2008).
2.1.1.4 Hematuria
11

Hematuria seringkali dikeluhkan akibat trauma pada mukosa saluran kencing, yang
terkadang

didapatkan

dari

pemeriksaaan

urinalisis

berupa

hematuria

mikroskopik.Kencing darah yang diawali atau disertai dengan nyeri, lebih banyak
disebabkan karena ada sumbatan yang melukai dinding saluran kemih tersebut. Sumbatan
ini lebih banyak oleh struktur batu saluran kemih Ada 3 tipe hematuria, yaitu:
1) Initial hematuria, jika darah yang keluar saat awal kencing.
2) Terminal hematuria, jika darah yang keluar saat akhir kencing. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh adanya tekanan pada akhir kencing yang membuat
pembuluh darah kecil melebar.
3) Total hematuria, jika darah keluar dari awal hingga akhir kencing. Hal ini
kemungkinan akibat darah sudah berkumpul dari salah satu organ seperti ureter
atau ginjal (Tanagho, Emil dan Jack WM. 2008).
2.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai
tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan (Purnomo,
Basuki B. 2009).
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok

Pemeriksan fisik khusus urologi


Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual) ( Purnomo, Basuki B.
2009)

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


Selain

pemeriksaan

melalui

anamnesa

dan

pemeriksaan

fisik

untuk

menegakkandiagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologi,


laboratorium, dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi
saluran kemih, infeksidan gangguan faal ginjal. Secara radiologi dapat berupa radiopak
atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat
12

ini dapat diduga jenis batu yangdihadapi. Yang radiolusen umumnya adalah jenis asam
urat murni.Pada yang radio opak pada pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk
menduga batu saluran kemih bila diambil foto dua arah. Pada keadaan yang
istimewatidak jarang batu terletak di depan bayangan tulan, sehingga dapat luput dari
pengamatan.Oleh karena itu foto polos perlu ditambah dengan foto pyelografi intravena
(BNO-IVP)(Sjamsuhidajat,2011).
Pada

batu

yang

radiolusen

foto

dengan

pemberian

kontras

akan

menyebabkanterrdapatnya defek pada pengisian pada batu sehingga memberikan


gambaran kosong pada daerah batu. (Sjamsuhidajat,2011).
Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi
lagi,sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal seperti ini perlu dilakukan pemeriksaan
pyelografi retrogad yang dilaksakan pemasangan kateter ureter melalui sistoskopi
padaureter

ginjal

yang

tidak

dapat

berfungsi

untuk

memasukkan

kontras.

(Sjamsuhidajat,2011).
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapatmenunjang adanya batu disaluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan sifatterjadinya batu. (Sjamsuhidajat,2011). Pemeriksaan renogram berguna
untuk menentukan faal kedua ginjal secaraterpisah pada batu ginjal bilateral, atau bila
kedua ureter tersumbat total, cara ini dipakaiuntuk memastikan ginjal yang masih
mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindakan bedah pada
ginjal yang sakit. Pemeriksaan Ultrasonografidapat melihat semua jenis batu, baik yang
radiolusen maupun yang radioopak. Selain itu,dapat ditentukan ruang dan lumen saluran
kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai untuk menetukan batu selama tindakan pembedahan
untuk mencegah tertinggalnya batu.(Sjamsuhidajat,2011). Berdasarkan hal tersebut kita
dapat mendiagnosa batu saluran kemih dengan pemeriksaan penunjang :
1.Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
baturadioopak disaluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat
bersifatradioopak dan paling sering dijumpai pada batu jenis lain, sedangkan batu asam
urat bersifat nonopak (radiolusen).
2.Pielografi Intravena (BNO-IVP)

13

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomis dan fungsi


ginjal.Selain itu PIV mendeteksi adanya batu semiopak atau nonopak yang tidak dapat
terlihatoleh foto polos perut. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan system saluran
kemihakibat adanya penurunan fungsi ginjal sebagai penggantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrogad.(Basuki,2009)
3.Ultrasonografi
USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV yaitu
padakeadaan-keadaan :-Alergi terhadap barang kontras-Faal ginjal yang menurun-Wanita
yang sedang hamilPemeriksaan USG dapat menilai adanya batu diginjal atau dibuli-buli
(Yang ditunjukkandengan echoic shadow), hidronefrasis, pionefrosis, atau pengkerutan
ginjal.(Basuki,2009)

2.2 Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih


1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi
nyeri, memperlancar aliran urin dengan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar
dari saluran kemih (Purnomo, 2009). Selain itu juga dilakukan pembatasan diet kalsium,
oksalat, natrium, fosfat dan protein tergantung pada penyebab batu. Beberapa jenis obat
yang diberikan antara lain spasmolitika yang dicampur dengan analgesik untuk mengatasi
nyeri, kalium sitrat untuk meningkatkan pH urin, antibiotika untuk mencegah infeksi dan
sebagainya (IAUI,2005).
14

2. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK
yang terdiri atas memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau
melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara atau energi
laser(Purnomo, 2009).
Batu yang berukuran <4mm>7 mm kemungkinannya hanya 20%. Batu-batu
dengan diameter yang kecil serta belum terjadi komplikasi akibat sumbatan,
dipertimbangkan untuk terapi konservatif dengan cara Force diuretic (minum banyak)
Sedangkan untuk batu yang berukuran >5mm atau sudah ada komplikasi dipertimbangkan
untuk melakukan intervensi dapat berupa tindakan yang noninvasive, minimal invasive
ataupun invasive.
a. Non-invasive, tidak ada luka operasi, seperti Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy (ESWL).
ESWL merupakan suatu tindakan noninvasive dengan cara memecahkan
batu saluran kemih dengan gelombang kejut dari luar tubuh, sehingga batu pecah
menjadi serpihan-serpihan halus yang dapat keluar dengan mudah bersama urin.
Tindakan ini sangat ringan karena tidak perlu dibuat luka operasi ataupun
15

pembiusan, serta dapat dikerjakan dari rawat jalan (ambulatory). Tindakan ini
dapat dilakukan pada batu ginjal atau ureter berukuran 5 mm hingga 30 mm
dengan fungsi ginjal masih baik. Untuk batu yang berukuran lebih besar
diperlukan tindakan tambahan (IAUI,2005).
Batu berukuran diameter <10mm paling sering dijumpai dari semua batu
ginjal tunggal. Terapi ESWL untuk batu ini memberikan hasil memuaskan dan
tidak bergantung pada lokasi ataupun komposisi batu. Batu berukuran 10-20 mm
pada umumnya masih diterapi dengan ESWL sebagai lini pertama (HTA,2005).
Kontradindikasi ESWL
A. Kontraindikasi Absolut
Kontra indikasi absolut adalah : infeksi saluran kemih akut, gangguan
perdarahan yang tidak terkoreksi, kehamilan, sepsis serta obstruksi batu distal.
B. Kontraindikasi Relatif
Kontra indikasi relatif untuk terapi ESWL adalah :
1. Status mental, meliputi kemampuan untuk bekerja sama dan mengerti
prosedur.
2. Berat badan > 300 lb (150 kg) tidak memungkinkan gelombang kejut
3.

mencapai batu
Pasien dengan deformitas spinal atau orthopedik, ginjal ektopik dan
atau malformasi ginjal (meliputi ginjal tapal kuda) mungkin mengalami
kesulitan dalam pengaturan posisi yang sesuai untuk ESWL. Selain itu,
abnormalitas drainase intrarenal dapat menghambat pengeluaran

4.

fragmen yang dihasilkan oleh ESWL.


Pasien dengan pacemaker aman diterapi dengan ESWL, tetapi dengan

perhatian dan pertimbangan khusus.


5. Pasien dengan riwayat hipertensi, karena telah ditemukan peningkatan
insidens hematom perirenal pasca terapi.
Pasien harus menghentikan terapi antikoagulan, seperti coumarin,
sehingga cukup waktu untuk faktor pembekuan kembali normal. Produk aspirin
16

dan anti inflamasi non- steroid dihentikan 7-10 hari sebelum terapi untuk
menormalkan fungsi platelet (HTA,2005).
b. Minimal invasive
Terapi minimal invasif sebagai pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi
bidang kedokteran semakin menjadi pilihan pengobatan dalam dua dekade
terakhir. Teknik ini dinilai unggul dalam meminimalkan sobekan dan
memaksimalkan hasil operasi. Terapi minimal invasif merupakan semua
tindakan/prosedur bedah yang dilakukan dengan membuat sayatan kecil sebagai
pembuka jalan masuk operasi. Pembedahan dilakukan dengan peneropongan ke
dalam rongga tubuh menggunakan kamera yang dihubungkan ke layar monitor
untuk kemudian dilakukan tindakan operasi dengan alat-alat khusus (IAUI,2005).
Dengan alat serba mikro, panjang torehan bekas operasi dengan teknik ini
hanya 0,5 sentimeter atau kurang. Adapun operasi terbuka (konvensional) panjang
sobekan bisa 20 sentimeter. Beberapa keunggulan terapi minimal invasif:
Berkurangnya ukuran luka
Berkurangnya rasa nyeri setelah operasi
Berkurangnya perdarahan yang keluar
Bekas luka/jaringan parut yang lebih kecil
Meningkatkan keakuratan tindakan bedah
Mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi
Masa pemulihan setelah sakit dan rawat inap lebih singkat yaitu 1-2 hari
pada pasien tanpa penyulit (IAUI,2005).
1. URS (Uretero Reno Scoopy)
Suatu tindakan minimal invasive dengan cara memasukkan alat optik
atau scoop yang berdiameter kurang lebih 3 mm kedalam saluran kemih guna
melihat ureter atau system pielo-kaliks ginjal (ureter). Tindakan ini dapat
dikerjakan dengan pembiusan umum ataupun regional, tetapi tidak diperlukan
tindakan pembedahan. Keuntungan tindakan ini selain tidak memerlukan
pembedahan, juga dapat merupakan salah satu alat diagnostik yang pada sarana
diagnostik sebelumnya baik secara radiologis maupun ultrasonografi tidak jelas,
karena pada URS biasanya didahului dengan tindakan RPG dilanjutkan dengan
menilai saluran secara visual sehingga dapat diketahui ada batu, penyempitan
17

ataupun tumor. Setelah batu tampak, maka batu dapat dipecahkan dengan
lithotriptor menjadi serpihan halus yang akan keluar bersamaan dengan urin
ataupun diambil dengan forceps (untu serpihan yang agak besar). Berkat alat
ini, maka keadaan di sepanjang saluran kemih sampai ke arah ginjal bisa dilihat
dan diketahui kondisinya, apakah terdapat gangguan, permasalahan, atau suatu
penyakit tertentu. Keistimewaan berikutnya tentang alat URS ini adalah : tidak
adanya luka operasi. Hal ini dikarenakan tindakan yang dilakukan terhadap
pasien hanya memasukkan alat URS melalui sepanjang saluran kemih atau yang
lazim disebut sebagai metoda tindakan minimal invasive (tanpa sayatan).
Karena tidak ada tindakan operasi, maka juga tidak terjadi luka irisan / sayatan
pada organ tubuh pasien
2. PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy)
Untuk batu - batu ginjal atau Uretero pelvic ukuran >2,5 cm, yang
kemungkinan gagal dilakukan tindakan ESWL atau perlu lebih dari 1 kali
tindakan ESWL, maka PCNL dapat menjadi pilihan. Tindakan ini dilakukan
dengan cara membuat sayatan kecil dikulit (kurang lebih 1 cm) sebagai akses
masuknya optik kedalam system pelvio kalises, dengan menggunakan optik
akan tampak batu di ginjal yang kemudian dipecahkan dengan lithotriptor
menjadi serpihan-serpihan kecil. Sebagian serpihan diambil dengan forceps
sedangkan serpihan yang halus akan ikut keluar bersama air kemih. Selesai
tindakan akan dipasang kateter nefrostomi di bekas luka sayatan, yang akan
dipertahankan selama 1 2 hari pasca operasi. Sekitar 84 persen pasien
mendapatkan angka bersih batu 100 persen melalui satu kali tindakan.(Nugroho,
2011).
Batu besar ini akan dihancurkan dengan alat semacam logam panjang
yang disertai energi ultrasonik atau elektrohidrolik menjadi serpihan batu, dan
termasuk teknik dengan minimal invasif (luka minimal). Pasien yang
melakukan PCNL tidak perlu dilakukan bius umum, cukup bius separuh badan
saja dengan waktu pembedahan sekitar 2-3 jam, tergantung dari ukuran batu.
18

Teknik ini sudah diterima secara luas sebagai salah satu prosedur yang relatif
aman, efektif, nyaman dengan angak morbidiats (kesakitan) yang rendah dalam
mengangkat batu, serta masa pemulihan yang lebih singkat.Bila masih ada batu
sisa (yang tidak terjangkau dengan optik) dapat dikerjakan tindakan tambahan
berupa ESWL (Nugroho, 2011; Sjamsuhidajat. 2005; Syahputra. 2011 ) .
c. Invasive
Tindakan pembedahan untuk batu-batu saluran dikerjakan bila gagal dilakukan
tindakan dengan cara noninvasive maupun yang minimal invasive. Tindakan ini
dapat berupa vesicolithotomy untuk batu kandung kemih, ureterolithotomi untuk
batu ureter, pielolithotomi untuk batu pielum, atau ekstended pielolithotomy untuk
batu cetak ginjal. Untuk batu yang lebih kompleks kadang diperlukan tindakan
berupa anatropik nefrolithotomy (ginjal akan dibelah memanjang untuk
dikeluarkan batunya) (IAUI,2005).
3. Tindakan Operasi (Purnomo, 2009; Sjamsuhidajat, 2005).
a. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil BSK saat ini sedang berkembang. Cara ini
banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
b. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakantindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan
melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitomi
atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk
batu di ureter. (IAUI,2005).
2.3 Terapi Minimal Invasive Pada Batu Saluran Kemih
2. 3.1 Batu Ginjal
Indikasi untuk melakukan tindakan aktif ditentukan berdasarkan ukuran, letak dan bentuk
dari batu. Kemungkinan batu dapat keluar spontan juga merupakan bahan pertimbangan. Batu
berukuran kurang dari 5 mm mempunyai kemungkinan keluar spontan 80%. Tindakan aktif
umumnya dianjurkan pada batu berukuran lebih dari 5 mm terutama bila disertai (IAUI, 2005):
a. Nyeri yang persisten meski dengan pemberian medikasi yang adekuat
b. Obtruksi yang persisten dengan risiko kerusakan ginjal
19

c. Adanya infeksi traktus urinarius


d. Risiko pionefrosis atau urosepsis
e. Obstruksi bilateral
A. Pedoman Penatalaksanaan Batu Ginjal Nonstaghorn
A.1. Ukuran Batu < 20 mm
Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal < 20 mm,
yaitu:
- Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL)
- Percutaneus nephrolithotomy (PNL)
- Operasi terbuka
PNL mempunyai efektivitas yang sama baiknya dengan ESWL untuk batu ginjal < 20 mm.
Namun, PNL merupakan prosedur yang lebih invasif dibanding ESWL. Karena itu, ESWL lebih
direkomendasikan daripada PNL untuk batu < 20 mm, kecuali pada kasus khusus, seperti batu
pada kaliks inferior dengan infundibulum yang panjang dan sudut infundibulopelvis yang tajam
ataupun pada kaliks yang obstruktif.
Kemolisis oral dianjurkan untuk batu dengan komposisi asam urat.
Pedoman pilihan terapi (IAUI, 2005)
Jika alat, prasarana, dan sarana lengkap dan kemampuan operator memungkinkan untuk
melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka berikut adalah pedoman prosedur yang
dianjurkan:
1. ESWL monoterapi
2. PNL untuk kaliks inferior ukuran 10 20 mm
3. Operasi terbuka
A.2. Ukuran Batu > 20 mm
1. Latar Belakang
20

Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal > 20 mm,
yaitu:
- ESWL pemasangan stent
- PNL
- Terapi kombinasi (PNL + ESWL)
- RIRS atau laparoskopi
- Operasi terbuka
ESWL memberikan hasil yang cukup baik pada batu kalsium atau struvite. Sekitar 1%
batu mengandung sistin, tiga perempatnya berukuran kurang dari 25 mm. Batu sistin besar
memerlukan penembakan tambahan hingga 66% kasus. Pada batu sistin, khususnya yang
berukuran > 15 mm, terapi dengan PNL atau kombinasi PNL dan ESWL lebih efektif ketimbang
ESWL yang berulang kali.
Kemolisis oral merupakan terapi lini pertama untuk batu asam urat. Pada batu yang besar,
disolusi dapat dipercepat dengan ESWL.
Pedoman pilihan terapi
Jika alat, prasarana, dan sarana lengkap dan kemampuan operator memungkinkan untuk
melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka berikut adalah prioritas pilihan prosedur
yang dianjurkan:
1. PNL atau ESWL (dengan atau tanpa pemasangan DJ stent)
2. Operasi terbuka
B.

Pedoman Penatalaksanaan Batu Cetak Ginjal/ Staghorn


Komposisi tersering batu staghorn adalah kombinasi magnesium amonium fosfat (struvit)

dan/ atau kalsium karbonat apatit. Komposisi lain dapat berupa sistin dan asam urat, sedangkan
kalsium oksalat dan batu fosfat jarang dijumpai. Komposisi struvite/ kalsium karbonat apatit erat
berkaitan dengan infeksi traktus urinarius yang disebabkan oleh organisme spesifik yang
memproduksi enzim urease yang menghasilkan amonia dan hidroksida dari urea. Akibatnya,
21

lingkungan urin menjadi alkali dan mengandung konsentrasi amonia yang tinggi, menyebabkan
kristalisasi magnesium amonium fosfat (struvit) sehingga menyebabkan batu besar dan
bercabang. Terjadi infeksi saluran kemih berulang oleh organisme pemecah urea selama batu
masih ada. (IAUI,2005).
Jika tidak diterapi, batu cetak ginjal terbukti akan menyebabkan kerusakan ginjal. Pasien
dapat mengalami infeksi saluran kemih berulang, sepsis dan nyeri. Selain itu, batu akan
mengakibatkan kematian. Terapi nonbedah, seperti terapi antibiotik, inhibitor urease, dan terapi
suportif lainnya, bukan merupakan alternatif terapi kecuali pada pasien yang tidak dapat
menjalani prosedur tindakan pengangkatan batu. Pada analisis retrospektif 200 pasien dengan
batu cetak ginjal yang menjalani terapi konservatif, 28% mengalami gangguan fungsi ginjal
(IAUI,2005).
Pedoman pemilihan modalitas terapi
Pasien yang didiagnosis batu cetak ginjal dianjurkan untuk diterapi secara aktif.
Terapi standar, rekomendasi dan optional pada pasien batu cetak ginjal berlaku untuk pasien
dewasa dengan batu cetak ginjal (bukan batu sistin dan bukan batu asam urat) yang kedua
ginjalnya berfungsi (fungsi keduanya relatif sama) atau ginjal soliter dengan fungsi normal dan
kondisi kesehatan yang secara umum, habitus, dan anatomi memungkinkan untuk menjalani
keempat modalitas terapi, termasuk pemberian anestesi. Pedoman pilihan terapi meliputi :
1. PNL (dengan atau tanpa kombinasi ESWL)
2. Operasi terbuka (dengan atau tanpa kombinasi ESWL)
2.3.2 Batu Ureter
Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik ginjal, yang
turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat
berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter
dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding buli. Batu ureter dengan ukuran < 4 mm,
biasanya cukup kecil untuk bisa keluar spontan. Karena itu ukuran batu juga menentukan
alternatif terapi yang akan kita pilih. Komposisi batu menentukan pilihan terapi karena batu
dengan komposisi tertentu mempunyai derajat kekerasaan tertentu pula, misalnya batu kalsium
oksolat monohidrat dan sistin adalah batu yang keras, sedang batu kalsium oksolat dihidrat
22

biasanya kurang keras dan mudah pecah (IAUI, 2005):. Secara garis besar terdapat beberapa
alternatif penanganan batu ureter yaitu observasi, SWL, URS, PNL, dan bedah terbuka
(IAUI,2005).
Pedoman Pilihan Terapi (IAUI, 2005):
Pedoman pilihan terapi ini dibagi dalam beberapa kategori. Pencantuman angka
berdasarkan konsensus yang dicapau oleh tim penyusun guidelines ini dan diformulasikan dalam
berbagai tingkatan sesuai urutan rekomendasi. Berikut ini untuk tiga pedoman pertama
digunakan pada batu ureter proksimal dan distal, sedang pedoman selanjutnya dibedakan antara
batu ureter proksimal dan distal :

Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan kecil keluar spontan :


Batu ureter yang kemungkinan kecil bisa keluar spontan harus diberitahu kepada pasiennya
tentang perlunya tindakan aktif dengan berbagai modalitas terapi yang sesuai, termasuk juga
keuntungan dan risiko dari masing-masing modalitas terapi.

Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan besar keluar spontan :


Batu ureter yang baru terdiagnosis dan kemungkinan besar keluar spontan, yang
keluhan/gejalanya dapat diatasi, direkomendasikan untuk dilakukan terapi konservatif
dengan observasi secara periodik sebagai penanganan awal.

Penanganan batu ureter dengan SWL.


Stenting rutin untuk meningkatkan efisiensi pemecahan tidak direkomendasi sebagai bagian
dari SWL.

Untuk batu 1 cm di ureter proksimal


Pilihan terapi :

1.

SWL

2.

URS + litotripsi

3.

Ureterolitotomi
Untuk batu 1 cm di ureter proksimal

Pilihan terapi :
23

1.

Ureterolitotomi

2.

SWL, PNL dan URS + litotripsi

Untuk batu 1 cm di ureter distal


Pilihan terapi :
1.

SWL atau URS + litotripsi

2.

Ureterolitotomi

Untuk batu 1 cm di ureter distal


Pilihan terapi :
1.

URS + litotripsi

2.

Ureterolitotomi

3.

SWL

2.3.3 Batu Buli


Kasus batu kandung kemih pada orang dewasa di Negara barat sekitar 5% dan terutama
diderita oleh pria, sedangkan pada anak-anak insidensinya sekitar 2-3%. Beberapa faktor risiko
terjadinya batu kandung kemih : obstruksi infravesika, neurogenic bladder, infeksi saluran kemih
(urea-splitting bacteria), adanya benda asing, divertikel kandung kemih (IAUI,2005).
Pada saat ini ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menangani kasus batu
kandung kemih. Diantaranya : vesikolitolapaksi, vesikolitotripsi dengan berbagai sumber energi
(elektrohidrolik, gelombang suara, laser, pneumatik), vesikolitotomi perkutan, vesikolitotomi
terbuka dan ESWL (IAUI,2005).

Vesikolitolapaksi :
Merupakan salah satu jenis tindakan yang telah lama dipergunakan dalam menangani kasus
batu kandung kemih selain operasi terbuka. Indikasi kontra untuk tindakan ini adalah
kapasitas kandung kemih yang kecil, batu multiple, batu ukuran lebih dari 20mm, batu keras,
batu kandung kemih pada anak dan akses uretra yang tidak memungkinkan.
Teknik ini dapat dipergunakan bersamaan dengan tindakan TUR-P, dengan tidak menambah
risiko seperti halnya sebagai tindakan tunggal.

24

Angka bebas batu : tinggi (angka ?).


Penyulit : 9-25%, berupa cedera pada kandung kemih.
Vesikolitotripsi :

a.

Elektrohidrolik (EHL);
Merupakan salah satu sumber energi yang cukup kuat untuk menghancurkan batu kandung
kemih. Dapat digunakan bersamaan dengan TUR-P.
Masalah timbul bila batu keras maka akan memerlukan waktu yang lebih lama dan
fragmentasinya inkomplit.
EHL tidak dianjurkan pada kasus batu besar dan keras.
Angka bebas batu : 63-92%.
Penyulit : sekitar 8%, kasus ruptur kandung kemih 1,8%.
Waktu yang dibutuhkan : 26 menit.

b.

Ultrasound ;
Litotripsi ultrasound cukup aman digunakan pada kasus batu kandung kemih, dapat
digunakan pada batu besar, dapat menghindarkan dari tindakan ulangan dan biaya tidak
tinggi.
Angka bebas batu : 88% (ukuran batu 12-50 mm).
Penyulit : minimal (2 kasus di konversi).
Waktu yang dibutuhkan : 56 menit.

c.

Laser ;
Yang digunakan adalah Holmium YAG. Hasilnya sangat baik pada kasus batu besar, tidak
tergantung jenis batu.
Kelebihan yang lain adalah masa rawat singkat dan tidak ada penyulit.
Angka bebas batu : 100%.
25

Penyulit : tidak ada.


Waktu yang dibutuhkan : 57 menit.
d.

Pneumatik;
Litotripsi pneumatik hasilnya cukup baik digunakan sebagai terapi batu kandung kemih.
Lebih efisien dibandingkan litotripsi ultrasound dan EHL pada kasus batu besar dan keras.
Angka bebas batu : 85%.
Penyulit : tidak ada.
Waktu yang dibutuhkan : 57 menit

Vesikolitotomi perkutan :
Merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak atau pada penderita dengan
kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu mltipel. Tindakan ini indikasi kontra
pada adanya riwayat keganasan kandung kemih, riwayat operasi daerah pelvis, radioterapi,
infeksi aktif pada saluran kemih atau dinding abdomen.
Angka bebas batu : 85-100%.
Penyulit : tidak ada.
Waktu yang dibutuhkan : 40-100 menit.

Vesikolitotomi terbuka :
Diindikasikan pada batu dengan stone burden besar, batu keras, kesulitan akses melalui
uretra, tindakan bersamaan dengan prostatektomi atau divertikelektomi.
Angka bebas batu : 100%.

ESWL :
Merupakan salah satu pilihan pada penderita yang tidak memungkinkan untuk operasi.
Masalah yang dihadapi adalah migrasi batu saat tindakan. Adanya obstruksi infravesikal serta
residu urin pasca miksi akan menurunkan angka keberhasilan dan membutuhkan tindakan
tambahan per endoskopi sekitar 10% kasus untuk mengeluarkan pecahan batu. Dari
26

kepustakaan, tindakan ESWL umumnya dikerjakan lebih dari satu kali untuk terapi batu
kandung kemih.
Angka bebas batu : elektromagnetik; 66% pada kasus dengan obstruksi dan 96% pada kasus
non obstruksi. Bila menggunakan piezoelektrik didapatkan hanya 50% yang berhasil.
Pedoman pilihan terapi :
Dari sekian banyak pilihan untuk terapi batu kandung kemih yang dikerjakan oleh para ahli
di luar negeri maka di Indonesia hanya beberapa tindakan saja yang bisa dikerjakan, dengan
alasan masalah ketersediaan alat dan sumber daya manusia.
Pedoman untuk batu ukuran kurang dari 20 mm.
1. Litotripsi endoskopik
2. Operasi terbuka
Pedoman untuk batu ukuran lebih dari 20 mm.
1. Operasi terbuka
2. Litotripsi endoskopik
Pedoman untuk batu buli-buli pada anak.
1. Operasi terbuka
2. Litotripsi endoskopik
2.3.4 Batu Uretra
Pada umumnya batu uretra berasal dari batu kandung kemih yang turun ke uretra. Sangat
jarang batu uretra primer kecuali pada keadaan stasis urin yang kronis dan infeksi seperti pada
striktur uretra atau divertikel uretra. Insidensi terjadinya batu uretra hanya 1-2% dari keseluruhan
kasus batu saluran kemih. Komposisi batu uretra tidak berbeda dengan batu kandung kemih. Dua
pertiga batu uretra terletak di uretra posterior dan sisanya di uretra anterior (IAUI,2005).
Keluhan bervariasi dari tidak bergejala, disuria, aliran mengecil atau retensi urin. Beberapa
cara yang dikenal untuk menangani batu uretra antara lain; batu uretra posterior didorong ke
kandung kemih, operasi terbuka (uretrotomi/meatotomi), Laser holmium, pneumatik litotripsi
(IAUI,2005).
27

Operasi per endoskopik :

Dengan berkembangnya teknologi, beberapa alat dapat digunakan untuk batu uretra.
Laser Holmium merupakan salah satu modalitas yang paling sering digunakan untuk
menangani kasus batu uretra khususnya yang impacted diluar operasi terbuka. Angka
bebas batu 100%, tanpa penyulit. Modalitas lain yang digunakan adalah litrotripsi
pneumatik, angka bebas batu 100%, penyulit tidak disebutkan.

Operasi terbuka :
Pada kasus-kasus batu uretra impacted, adanya striktur uretra, divertikel uretra, batu di
uretra anterior/fossa navikularis, merupakan indikasi untuk operasi terbuka. Angka bebas
batu 100%, penyulit berupa infeksi, fistel uretrokutan.

Pedoman pilihan terapi :


Pedoman untuk batu uretra posterior

Push-back, lalu diterapi seperti batu kandung kemih.

Pedoman untuk batu uretra anterior.


1. Lubrikasi anterior
2. Push-back, lalu diterapi seperti batu kandung kemih
3. Uretrotomi terbuka

28

DAFTAR PUSTAKA

Health Technology Assessment Indonesia. 2005. Penggunaan Extracorporeal Shockwave


Lithotripsy

pada

Batu

Saluran

Kemih.

Accessed

on

20

Februari

2013

in

http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gid=269&Itemid=142
Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2005. Guidelines Batu Saluran Kemih. Accessed on 20 Februari
2013 in http://www.iaui.or.id/ast/file/batu_saluran_kemih.doc
Jenkin AD. Urethral calculi. In : Gillenwater JY, Grayhack JT, Howards SS., eds. Adult and pediatric
urology. Philadelphia: Lippincott. 2002: 383.

Marberger, et al. 1991. Stone Surgery. Churchill Livingstone Inc ; New York.

29

Menon M, Resnick MI.In : Walsh PC.,eds. Campbells urology. Saunders. 2002:3288-3289.


Nugroho, dkk. 2011. Percutaneous Nephrolithotomy sebagai Terapi Batu Ginjal. Majalah
Kedokteran Indonesia, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011. Accessed on 20 Februari 2013 in
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/344/342
Purnomo, Basuki B. 2009. Dasardasar Urologi. Edisi 2. EGC, Jakarta, hal 57-68.
Schwartz BF, Stoller ML.: The vesical calculus. Urol Clin North Am 2000;27(2):333-346.
Sjamsuhidajat, dkk. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC, Jakarta
Syahputra. 2011. Terapi Batu Ginjal: Dari Era Hippocrates ke Era Minimal Invasif. Majalah
Kedokteran Indonesia, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011. Accessed on 20 Februari 2013 in
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/516/514
Tanagho, Emil dan Jack WM. 2008. Smiths Genral Urology. Mc Graw Hill. New York.

30

Anda mungkin juga menyukai