Chapter II - 2 PDF
Chapter II - 2 PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Makanan
Makanan adalah hasil dari proses pengolahan suatu bahan pangan yang dapat
diperoleh dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan adanya teknologi
(Moertjipto, 1993). Makanan dalam ilmu kesehatan adalah setiap substrat yang dapat
dipergunakan untuk proses di dalam tubuh. Terutama untuk membangun dan
memperoleh tenaga bagi kesehatan sel tubuh (Irianto, 2004).
Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi tiga bagian
yaitu (Saparinto dan Hidayati, 2006):
1. Makanan segar, yaitu makanan yang belum mengalami pengolahan yang dapat
dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung (bahan baku pengolahan pangan),
contoh: pisang dan lain-lain.
2. Makanan olahan, yaitu makanan hasil proses pengolahan dengan cara atau metode
tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Makanan olahan bisa dibedakan lagi
menjadi makanan olahan siap saji dan tidak siap saji.
a. Makanan olahan siap saji adalah makanan yang sudah diolah dan siap disajikan
di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan, contoh: pisang
goreng dan lain-lain.
b. Makanan olahan tidak siap saji adalah makanan yang sudah mengalami proses
pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk
dapat dimakan atau diminum, contoh: makanan kaleng dan lain-lain.
makanan
merupakan
suatu
bahan
untuk
mempermudah
yang tidak mengetahui penggunaannya secara tepat dan resiko yang ditimbulkan bagi
kesehatan (Koswara, 2006).
Menurut Buckle (1987), ada resiko-resiko tertentu sehubungan dengan bahanbahan pengemas, proses dan juga pendistribusian makanan yang telah dikemas.
Selain bahaya mikroorganisme yang kemungkinan terdapat pada bahan pengemas
makanan, resiko lain yang mungkin muncul adalah masuknya komponen beracun
yang berasal dari bahan pengemas ke dalam bahan makanan, seperti bahan-bahan
kimia dan bau yang berasal dari bahan pengemas tersebut.
Mutu dan keamanan makanan yang dikemas sangat tergantung dari mutu
kemasan yang digunakan, baik kemasan primer, sekunder maupun tertier. Oleh
karena itu diperlukan adanya peraturan-peraturan mengenai kemasan makanan, yang
bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen (Suyitno, 1990).
Menurut UU RI No.7 Tentang Pangan Tahun 1996, Pasal 16 ayat (1) Setiap
orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa
pun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang dapat
melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia dan
ayat (3) Pemerintah menetapkan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan
pangan dan tata cara pengemasan pangan tertentu yang diperdagangkan dan menurut
Peringatan Publik BPOM Nomor: KH.00.02.1.55.2890 Tahun 2009 tentang Plastik
Kresek dan Keterangan Pers BPOM Nomor: KH.00.02.1.55.2888 Tahun 2009
tentang Kemasan Makanan Styrofoam (lampiran) ditambah dengan penelitianpenelitian yang pernah dilakukan terhadap bahaya palstik dan styrofoam, semakin
memperjelas bahwa kemasan makanan plastik kresek dan styrofoam perlu diwaspadai
penggunaannya.
2.3. Kemasan Plastik
Plastik merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi
pilihan favorit penjual makanan. Tidak sedikit penjual makanan yang menggunakan
plastik sebagai pengemas makanan, namun tidak sedikit juga penjual makanan yang
khawatir akan dampak penggunaan plastik terutama plastik kresek hitam dan
kemudian beralih menggunakan kertas cokelat sebagai pengemas makanan. Tapi
tanpa disadari, kertas cokelat tersebut juga sudah dilapisi plastik dan ini menunjukkan
betapa populernya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Kelebihan dari
kemasan plastik yang ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak bereaksi, tidak
berkarat, dapat diberi warna dan harganya yang murah seakan membutakan
masyarakat tentang dampak yang ditimbulkan, seperti terjadinya perpindahan zat-zat
penyusun dari plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tidak cocok
dengan plastik yang mengemasnya. Zat-zat penyusun tersebut cukup tinggi
potensinya untuk menimbulkan penyakit kanker pada manusia (Koswara, 2006).
2.3.1. J enis dan Sifat Fisiko Kimia Plastik
A. Termoset
Plastik termoset adalah jenis plastik yang tidak bisa didaur-ulang atau dicetak,
contohnya: saran atau poliviniliden klorida (PVdC), akrilik yang sering digunakan
untuk botol-botol minuman, politetra fluoroetilen (PTFE) yang terdapat pada
peralatan dapur seperti Teflon dan Ediblefilm dari amilosa pati jagung untuk kemasan
permen dan sosis yang dapat dimakan (Wikipedia, 2009).
B. Termoplastik
Plastik termoplastik adalah jenis plastik yang dipakai untuk mengemas atau
kontak dengan bahan makanan dan dapat didaur-ulang/dicetak kembali, contoh:
plastik kresek dan plastik lainnya (Wikipedia, 2009).
Untuk melindungi konsumen dari bahaya yang ditimbulkan oleh proses daur
ulang plastik ini, maka diciptakanlah sebuah standar penggunaan kemasan plastik.
Standar penggunaan ini telah dikembangkan oleh asosiasi industri plastik di Amerika
Serikat dengan melakukan pengkodean jenis plastik. Kode yang mengacu pada
standar penggunaan plastik tersebut biasanya ada di bagian bawah wadah plastik
berupa cetakan timbul bergambar panah yang membentuk segitiga dengan sebuah
angka di dalamnya (simbol daur ulang). Angka ini menunjukkan jenis plastik dan
keamanan penggunaannya (lampiran gambar.1) (2009).
1. Poliester atau Polietilen Treptalat (PET)
PET biasa terdapat pada botol plastik transparan seperti pada kemasan air
mineral atau minuman yang siap untuk diminum seperti minuman ringan yang
bersoda (terkarbonasi). Namun demi keamanan, plastik jenis ini tidak boleh
digunakan berulang-ulang (hanya sekali pakai) dan tidak boleh diisi dengan air panas,
karena hal ini dapat mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut meleleh dan
mengeluarkan zat karsinogenik yang bisa memicu penyakit kanker dan sangat
berbahaya untuk kesehatan. Oleh karena itu, dalam penggunaan botol berbahan PET
disarankan untuk segera menghabiskan isi botol sesudah tutupnya dibuka, karena
semakin lama wadah dibuka, maka kandungan kimia yang terlarut juga semakin
banyak dan kebersihan botol juga semakin berkurang (Anonimous, 2008).
2. Polietilen (PE)
Plastik PE dengan ketebalan 0.001 0.01 inchi banyak digunakan unttuk
mengemas bahan pangan. Plastik ini lunak dan cair pada suhu 110C sehingga dapat
dibentuk menjadi kantong plastik dengan derajat kerapatan yang baik. PE termasuk
jenis termoplastik yang digunakan secara luas oleh konsumen dan produknya sering
disebut sebagai kantong plastik (Wikipedia, 2009).
Kantong plastik atau plastik kresek adalah kantong pembungkus yang dibuat
dari plastik HDPE. Kantong plastik memiliki berbagai jenis sesuai dengan
kegunaannya, diantaranya kantong plastik untuk kemasan (makanan dan nonmakanan), kantong belanja, kantong sampah, kantong besar untuk keperluan industri
dan lain-lain (2009).
Berdasarkan densitasnya (derajat kerapatan), maka plastik PE dibedakan atas:
a. Polietilen densitas tinggi (HDPE = High Density Polyethylene)
HDPE merupakan kantong plastik berwarna yang sering digunakan sebagai
kemasan makanan. Namun demi keamanannya, BPOM menyarankan untuk tidak
menggunakan kantong plastik atau plastik kresek berwarna (terutama hitam) sebagai
bahan pengemas makanan siap saji, karena tidak diketahui pasti riwayat penggunaan
plastik sebelumnya dan bahan kimia yang digunakan ketika proses daur ulang.
Dikhawatirkan penggunaan kantung plastik tersebut sebelum didaur ulang adalah
sebagai pengemas bahan kimia beracun, seperti pestisida, logam berat dan lain-lain
(BPOM, 2009).
2.
3.
4.
Simbol Non-Microwave
Gambar garis bergelombang dicoret, artinya wadah tidak boleh digunakan
untuk menghangatkan makanan di dalam microwave karena tidak tahan suhu
yang tinggi atau panas.
5.
6.
Simbol Non-Oven
Gambar dua garis horizontal dicoret, artinya wadah tidak tahan suhu tinggi.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
berbalut lemak. Hal tersebut bisa memicu kanker pada darah atau leukemia (Koswara,
2006).
2. Timbal (Pb) merupakan racun bagi ginjal dan kadmium (Cd) yang merupakan
pemicu kanker dan racun bagi ginjal dimana keduanya merupakan bahan aditif untuk
mencegah kerusakan pada plastik.
3. Senyawa nitrosamine, yang timbul akibat reaksi antara komponen dalam plastik
yang bersifat karsinogenik (Winarno, 1994).
4. Ester ptalat, yang digunakan untuk melenturkan ternyata dapat menggangu sistem
endokrin (Anonimous, 2009).
5. Bisphenol A (BPA) yang terdapat pada plastik polikarbonat (PC) merupakan zat
aditif yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker dan memperbesar resiko pada
kehamilan (Anonimous, 2008).
6. Bahan aditif senyawa penta kloro bifenil (PCB) yang ditambahkan sebagai bahan
untuk membuat plastik tahan panas. PCB berfungsi sebagai satic agent dan ikut
menentukan kualitas plastik. Plastik tahan panas sangat dimungkinkan mengandung
PCB lebih banyak. Tanda dan gejala keracunan PCB ini berupa pigmentasi pada kulit
dab benjolan-benjolan, gangguan pencernaan, serta tangan dan kaki lemas. Pada
wanita hamil PCB dapat mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi
lahir cacat. Pada keracunan menahun, PCB dapat menyebabkan kematian jaringan
hati dan kanker hati (Anonimous, 2009).
7. Ancaman lain kemasan plastik adalah pigmen warna pada kantong plastik kresek
yang bisa bermigrasi ke dalam makanan. Pada kantong plastik yang berwarna-warni
sering tidak diketahui bahan pewarna yang digunakan. Begitu juga dengan plastik
yang tidak berwarna, perlu diwaspadai penggunaanya. Semakin jernih, bening dan
bersih plastik tersebut, semakin sering terdapat kandungan zat kimia yang berbahaya
dan tidak aman bagi kesehatan manusia (Koswara, 2006).
2.4. Kemasan Styrofoam
Kemasan styrofoam adalah kemasan makanan dari merek dagang Dow
Chemichals yang berbahan dasar expandable polystyrene atau foamed polystyrene
(FPS) yang tergolong dalam plastik polistiren (PS) atau yang memiliki kode-6 dalam
pengkodean plastik (BPOM, 2009).
Styrofoam terbuat dari polystyrene yaitu polimer yang tersusun dari banyak
monomer (styrene). Untuk menjadi styrofoam, maka ditiupkan udara ke dalam
polystyrene dengan menggunakan blowing agents yang disebut khloroflourokarbon
(CFC) sehingga membentuk buih (foam) (Khomsan, 2003).
Dalam penggunaannya sebagai kemasan makanan, styrofoam memiliki
beberapa sifat yang menjadi keunggulannya, diantaranya relatif tahan bocor, praktis
dan mampu menjaga suhu makanan dengan baik, jadi makanan panas akan tetap
panas di dalam styrofoam (Khomsan, 2003).
2.4.1. Dampak dan Bahaya Styrofoam Terhadap Kesehatan
Menurut
Khomsan (2003),
masyarakat
beranggapan bahwa bila sesuatu itu sudah ada dimana-mana dan dipakai oleh banyak
orang, maka sesuatu tersebut pasti aman. Demikian pula dengan penggunaan
styrofoam yang semakin meluas saat ini, sedikitpun tidak memunculkan kekhawatiran
apakah penggunaan styrofoam aman atau tidak untuk kesehatan.
Studi di New Jersey (AS) menemukan bahwa 75% air susu ibu (ASI) telah
terkontaminasi styrene dan dapat dibayangkan bahwa bayi-bayi yang belum pernah
makan atau minum menggunakan wadah styrofoam ternyata dapat mengkonsumsi
(terpapar) styrene melalui ASI ibunya. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa
pada ibu-ibu yang sedang mengandung, styrene dapat bermigrasi ke janin melalui
plasenta, sedangkan pada anak-anak, styrene dapat mengakibatkan kehilangan
kreativitas (pasif) dan karsinogenik (2003).
Sifat styrene yang memiliki titik lebur rendah dan lunak pada suhu 90-95C
menyebabkan styrofoam dapat lunak pada suhu 102-106C. Penggunaan styrofoam
sebagai wadah untuk memanaskan makanan yang mengandung vitamin A akan
melarutkan styrene yang ada di dalamnya. Pemanasan akan memecah vitamin A
menjadi toluene dan toluene ini adalah pelarut styrene (2003).
Keterpaparan benzena dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan
penyakit pada kelenjar tiroid, kerusakan sum-sum tulang belakang, anemia,
penurunan sistem imun tubuh, kehilangan kesadaran bahkan kematian. Pada wanita,
zat ini dapat berakibat buruk terhadap siklus menstruasi, mengancam kehamilan, dan
menyebabkan kanker payudara juga kanker prostat (Anonimous, 2009).
2.5. Kesehatan
Menurut WHO yang dikutip oleh Mukono (2006), yang dikatakan sehat
adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesempurnaan fisik, mental dan sosial,
bukan semata-mata bebas dari penyakit dan cacat atau kelemahan.
seperti makan, minum, perlindungan diri dan jenis kelamin. Sedangkan kebutuhan
yang lainnya hanyalah kebutuhan tambahan.
Menurut Skiner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), perilaku adalah
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan
demikian perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus Organisme Respon,
sehingga teori Skiner ini disebut teori S-O-R
Berdasarkan teori ini, maka perilaku manusia dikelompokkan menjadi dua,
yaitu (Notoatmodjo, 2005):
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi apabila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat
diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa
tindakan atau praktik yang dapat diamati oleh orang lain dari luar atau observable
behavior.
Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Notoatmodjo,
2003):
1. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan,
misalnya: tingkat kecerdasan, emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, politik dan sebagainya.
Beberapa ahli lain juga membedakan bentuk-bentuk perilaku. Misalnya
Bloom yang membedakan antara perilaku kognitif (yang menyangkut kesadaran atau
saja, melainkan demikian mutlaknya, hingga manusia tidak ragu-ragu lagi dalam
bertindak (Poedjawijatna, 1998).
Penelitian
Rogers
(1974)
mengungkapkan
bahwa
sebelum
manusia
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi
proses berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran), adalah ketika orang tersebut (subjek) menyadari atau
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut dan sikap subjek
sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap subjek sudah lebih baik lagi.
d. Trial, adalah ketika subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan
yang berbeda-beda. Secara garis besarnya pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan
pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2005):
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comperhension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi mengenai
objek tersebut secara benar.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau mengaplikasikan
prinsip atau materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi lain atau
sebenarnya (real condition).
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan dan atau memisahkan
materi/objek ke dalam komponen-komponen lain tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi atau masalah/objek yang diketahui dan masih ada kaitannya
satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan denegan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu.
2.6.3. Sikap
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk
berespons (baik secara positif atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi
tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional/afektif (senang, benci, sedih
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap itu terdiri dari beberapa tingkatan,
yaitu:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Merespon berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah dan merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
yang merupakan indikasi sikap yang paling tinggi.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
(Notoatmodjo, 2003)
2.6.4. Tindakan atau Praktik
Suatu sikap belum tentu secara otomatis dapat terwujud menjadi suatu bentuk
tindakan (overt behavior). Oleh karena itu untuk mewujudkan sikap menjadi tindakan
atau suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau faktor lain, yaitu adanya
fasilitas atau saran dan prasarana. Namun di samping faktor fasilitas, juga diperlukan
faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Tindakan atau praktik dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut
kualitasnya, yaitu (Notoatmodjo, 2005):
1. Praktik terpimpin (guided response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung
pada tuntunan atau menggunakan panduan.
2. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal
secara otomatis.
3. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa
yang dilakukan tidak sekadar runitinas saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi,
atau tindakan/prilaku yang berkualitas.
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Tingkat Pendidikan
Penjual Makanan
Paparan Informasi:
- Media Cetak
- Media Elektronik
Gambar 1:
Pengetahuan
Tindakan / Penggunaan
Plastik dan Styrofoam
Sikap
Keterangan :
Tingkat pendidikan dan paparan informasi yang merupakan faktor-faktor pendukung
dalam pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh penjual makanan sangat menentukan
dalam tindakannya/penggunaan plastik dan styrofoam.