Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Hirschpung Disease (HD) merupakan kelainan kongenital dimana tidak ditemukannya


pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Penyakit ini 90% terletak pada rectosigmoid,
tetapi juga dapat mengenai seluruh bagian kolon bahkan seluruh bagian usus yang dapat disebut
Total Colonic Aganglionois (TCA). Tidak adanya ganglion sel ini menyebabkan hambatan pada
gerakan peristaltic usus sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi
yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.
Pasien dengan penyakit Hirschprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada
tahun 1961, tetapi baru dipublikasikan oleh Harald Hirscprung pada tahun 1886 yang
mendeskripsikan mengenai megakolon kongenital. Namun patofisiologi penyakit ini tidak dapat
diketahui hingga tahun 1938, dimana pada akhirnya Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa
megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik bagian distal
usus akibat defisiensi ganglion.
Pada tahun 1888, Hirschprung melaporkan dua kasus bayi yang meniggal dengan perut
gembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa feses. Penyakit ini disebut
megakolon kongenitum dan merupakan kelainan yang tersering dijumpai sebagai penyebab
obstruksi usus pada neonatus. Pada penyakit ini, pleksus mienterikus tidak ada, sehingga bagian
usus yang bersangkutan tidak dapat mengembang.
HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup. Insidensi penyakit Hirschsprung di
Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap
tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung.
Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade dapat dikurangi dengan peningkatan
diagnosis, perawatan intensif neonatus, teknik pembedahan, dan diagnosis serta penatalaksanaan
HD dengan enterokolitis.
1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hirschprung Disease adalah suatu penyumbatan pada usus besar yang terjadi
akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak
memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Hirschprung terjadi karena
adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga
usus diatasnya. Saraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar
menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalaupun ada sedikit sekali. Namun
yang jelas, kelainan ini dikarenakan tidak adanya saraf yang dapat mendorong
kotoran keluar dari anus.
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan di sepanjang
usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi
ritmis ini disebut gerakan peristaltic). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh
sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada
penyakit Hirschprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa
sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat
mendorong bahan-bahan yang dicerna dan tejadi penyumbatan. Penyakit Hirschprung
lima kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit ini kadang disertai
dengan kelainan bawaan lainnya, misalnya Down Syndrome.
B. Epidemiologi
Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi
terjadinya penyakit Hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat
keluarga penyakit Hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome.
Sekitar 75% kasus paling sering terkena pada rectosigmoid dan sekitar 17% kasus
dapat terjadi pada flexura lienalis atau colon transversum.
Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1,5 sampai 17,6% dengan 130 kali
lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit
hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding
oleh ayah.
C. Etiologi
2

Penyakit

Hirschsprung

disebabkan

karena

kegagalan

migrasi

sel-sel

saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu
tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.
1. Ketiadaan sel-sel ganglion
Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan
pleksus myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis
untuk Hirschsprungs disease. Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa hal ini
disebabkan oleh karena kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal
dari esofagus ke anus pada minggu ke 5 smpai 12 kehamilan. Teori terbaru
mengajukan bahwa neuroblasts mungkin bisa ada namun gagal unutk berkembang
menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau mereka mengalami hambatan
sewaktu bermigrasi atau mengalami kerusakan karena elemen-elemen didalam
lingkungan mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor yang dapat mengganggu
migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi darisel-sel ini mungkin terletak
pada genetik, immunologis, vascular, atau mekanisme lainnya.
2. Mutasi pada RET Proto-oncogene
Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom
10q11.2, telah ditemukan dalam kaitannya dengan Hirschsprungs disease segmen
panjang dan familial. Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya sinyal pada
tingkat molekular yang diperlukan dalam pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia
enterik. Gen lainnya yang rentan untuk Hirschsprungs disease adalah endothelinB receptor gene (EDNRB) yang berlokasi pada kromososm 13q22. Sinyal dari
gen ini diperlukan untuk perkembangan dan pematangan sel-sel neural crest yang
mempersarafi colon. Mutasi pada gen ini paling sering ditemukan pada penyakit
non-familial dan short-segment. Endothelian-3 gene baru-baru ini telah diajukan
sebagai gen yang rentan juga. Defek dari mutasi genetic ini adalah mengganggu
atau menghambat persinyalan yang penting untuk perkembangan normal dari
sistem saraf enterik. Mutasi pada proto-oncogene RET adalah diwariskan dengan
pola dominan autosom dengan 50-70% penetrasi dan ditemukan dalam sekitar
50% kasus familial dan padahanya 15-20% kasus spordis. Mutasi pada gen
EDNRB diwariskan dengan pola pseudodominan dan ditemukan hanya pada 5%
dari kasus, biasanya yang sporadic.
3. Kelainan dalam lingkungan
3

Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah


migrasi sel-sel neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan
bermakna dari antigen major histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah
terbukti

terdapat

Hirschsprungs

pada

segmen

aganglionik

disease,

namun

tidak

dari

ditemukan

usus
pada

pasien

dengan

usus

dengan

ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu mekanisme autoimun pada


perkembangan penyakit ini.
4. Matriks Protein Ekstraseluler
Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan
pergerakan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin dan
kolagen tipe IV yang tinggi dalam matriks telah ditemukan dalam segmen usus
aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini didalam usus dapat
mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki peranan dalam
etiologi dari Hirschsprungs disease.
D. Anatomi Fisiologi Colon dan Rektum
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani, diameter usus besar
rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya
semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rectum. Pada sekum
terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menepati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ilosekal mengontrol
aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens,
transversum, desendens, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan
tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura
hepatica dan fleksura lienalis.
Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan seperti
huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu
dengan rectum. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan
terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci
terakhir dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfinter ani eksternus
dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm).

Mukosa dinding usus besar permukaannya sangat halus, berbentuk sebagai


lipatan semisirkuler, plica semilunares. Mukosa terdiri dari sel epitel kolumnar yang
tinggi berlapis tunggal. Tidak ada vili di kolon, tapi ada kripti-kripti dimana epitel
terdiri dari banyak sel goblet yang memproduksi mucus, seperti di usus halus ada
kelenjar limfatik. Dinding otot di bentuk sebagai lapisan dalam sirkuler dan luar
longitudinal, merupakan lapisan yang tidak sirkumferensial di kolon tapi sebaliknya
dibentuk kedalam tiga ikatan grup yang disebut taenia coli. Lapisan serosa kolon
asendens dan kolon desendens berada sebagian dibawah peritoneum, menyambung
dengan peritoneum pada bagian depan saja.

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan dengan
suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan
bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dua per tiga proksimal kolon transversum),
dan arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rectum). Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteri sakralis media dan
artera hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna
dan aorta abdominalis. Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena
mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari
systemportal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga
peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini
dan mengakibatkan hemoroid.

Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan


perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control voluntar. Serabut
parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum,dan
saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai bagian distal. Serabut
simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus untuk mencapai
kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi,
serta

perangsangan

sfingter

rectum,

sedangkan

perangsangan

parasimpatis

mempunyai efek yang berlawanan. Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus
terdiri dari 3 pleksus : (1) Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler
dan longitudinal, (2) Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler,
(3) Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa. Pada penderita penyakit Hirschsprung,
tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus,
berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proximal, dikelilingi oleh
7

sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum
ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.
Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis (N.
hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis (N.
splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh N.
sakralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan
m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi
sepenuhnya dikontrol oleh N. splanknikus (parasimpatis). Akibatnya kontinensia
sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus pelvik (saraf
parasimpatis).
Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk
membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan.
Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan proksimal kolon,
sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorpsi, sedangkan kolon bagian distal
pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sampai waktu yang
tepat untuk ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon penyimpanan. Banyak
bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon
pengabsorpsi. Bakteri-bakteri ini mampu mencernakan sejumlah kecil selulosa,
dengan cara ini menyediakan beberapa kalori nutrisi tambahan untuk tubuh.
.
E. Patofisiologi Hirschprung Disease
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan
sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang
normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu
terdapat dibagian distal rectum.
Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive dan
abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan
aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar.

1. Hipoganglionosis
Pada proximal

segmen

dari

bagian

aganglion

terdapat

area

hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga terisolasi. Hipoganglionosis adalah


keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan
kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah
plexus myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang
mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon.
2. Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki
sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase. Sehingga tidak terjadi
diferensiasi menjadi sel Schwanns dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel
ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH).
Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel
ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh
selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan
hipoganglionosis.
3. Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari
vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi
Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis
seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah

yang inadekuat pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson,
Duhamel, atau Soave.
Tipe Hirschsprungs Disease
Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe
Hirschsprung disease meliputi:
1. Ultra short segment (Rectosigmoid aganglionis) : Ganglion tidak ada pada bagian
yang sangat kecil dari rectum (75% kasus).
2. Short segment : Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon.
3. Long segment : Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
4. Very long segment (Total colonic aganglionis) : Ganglion tidak ada pada seluruh
colon dan rectum .
5. Aganglionosis : Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum serta mencapai
usus kecil (sangat jarang terjadi).

F. Gejala Klinik
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak
keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang
signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat
timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis. Pada anak yang lebih besar, pada
10

beberapa kasus dapat mengalami kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada
riwayat konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti
adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis.
Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi
intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu
gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan
muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat
individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal
komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan
pertama kehidupan.
Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola
makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat.
Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat konstipasi,
kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan sering dengan
enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun
beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur
sphincter ani teraba hipertonus dan saat jari ditarik keluar, maka feces akan
menyemprot dalam jumlah banyak.
Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang
berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis dimana
merupakan komplikasi serius dari aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara
penyakit hirschsprung dan enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana beberapa
ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan.
Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit hirschsprung.
Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan invasi bakteri juga
translokasi. Disertai perubahan komponen musin dan pertahanan mukosa, perubahan
sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas prostaglandin E, infeksi oleh Clostridium
difficile atau Rotavirus. Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih
bergejala walaupun telah dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat berupa
toxic megacolon yang mengancam jiwa. Yang ditandai dengan demam, muntah berisi
empedu, diare yang menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi
11

dan nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan
perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis
necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit hirschsprung.
Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion dengan perforasi.

G. Anamnesis
1. Muntah hijau
2. Mekonium terlambat keluar lebih dari 24 jam
3. Distensi abdomen
4. Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam
5. Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi
semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan terhambat
6. Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah mnderita keluhan serupa.
Apabila pada masa neonatus tidak ditemukan gejala akan bertambah berat
dengan bertambahnya usia pada masa anak-anak dengan gejala :
1.
2.
3.
4.

Konstipasi berat
Pertumbuhan terhambat
Anoreksia
Berat badan tidak bertambah
12

H. Pemeriksaan Fisik
1. Pada neonatus biasanya ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi
2. Bila dilakukan colok dubur, maka sewaktu jari ditarik keluar maka feces akan
menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian tampak perut anak
sudah kemps lagi.
I. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit
Hirschprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak
rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Pemeriksaan standar dalam menegakkan diagnosa Hirschprung adalah barium enema,
dimana akan dijumpai 3 tanda khas :
1 Tampak daerah penyempitan di daerah rectum ke proksimal yang panjangnya
2

bervariasi
Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah

dilatasi
Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit

Hirschprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah
24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces kearah proksimal kolon.
Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschprung namun disertai dengan obstipasi
kronis, maka barium terlihat menggumpal didaerah rectum dan sigmoid.

13

Biopsi Rectal
Metode definitif untuk mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah
dengan biopsy rectal full-thickness. Spesimen yang harus diambil minimal berjarang
1,5 cm diatas garis dentate karena aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat
tersebut. Kekurangan pemeriksaan ini yaitu kemungkinan terjadinya perdarahan dan
pembentukan jaringan parut dan penggunaan anastesia umum selama prosedur ini
dilakukan.
Simple Suction Rectal Biopsy
Lebih terkini, simple suction rectal bipsy telah digunakan sebagai teknik
mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologis. Mukosa dan submukosa rektal
disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus memotong jaringan yang
diinginkan.

J. Penatalaksanaan
Pengobatan Medis
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 4 hal utama :
1

Penanganan komplikasi dari penyakit Hirschprung yang tidak terdeteksi.


14

Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan


elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik,
seperti sepsis. Maka dari itu, hidrasi intravena, dekompresi nasogastric, dan jika
diindikasikan, pemberian antibiotic intravena memiliki peranan utama dalam
2

penatalaksanaan medis awal.


Penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitive dilakukan.
Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube
berlubang besar dan cairan elektrolit. Irigasi colon secara rutin dan terapi
antibiotic prophylaksis telah menjadi prosedur untuk mengurangi resiko

terjadinya enterocolitis.
Diet
Pada periode preoperative, neonatus dengan HD terutama menderita gizi
buruk disebabkan buruknya pemberian makanan dan keadaan kesehatan yang
disebabkan oleh obstruksi gastrointestinal. Sebagian besar memerlukan resusitasi
cairan dan nutrisi parenteral. Meskipun demikian bayi dengan HD yang
didiagnosis melalui suction rectal biopsy dapat diberikan larutan dehidrasi oral
sebanyak 15mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperative dan irigasi

rectal.
Untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi
Injeksi botox pada sphincter interna terbukti memicu poa pergerakan usus
yang normal pada pasien post-operatif.

Operatif
1

Prosedur Swenson
Prosedur Swenson merupakan teknik definitive pertama yang digunakan
untuk menangani HD. Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian

anastomosis oblique dilakukan antara kolon normal dengan rectum bagian distal.
Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai
modifikasi prosedur Swenson. Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal
digunakan dan beberapa bagian rectum yang aganglionik dipertahankan. Usus
aganglionik direseksi hingga ke bagian rectum dan rectum dijahit. Usus bagian
proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rectum dan sacrum),
kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rectum yang tersisa.
15

Prosedur Soave
Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang
mukosa dan submukosa dari rectum dan menarik usus ganglionic kearah ujung
muskuler rectum aganglionik. Awalnya operasi ini tidak termasuk anastomosis
formal, tergantung dari pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik an
usus yang aganglionik. Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan

menbuat anastomosis primer pada anus.


Tindakan Bedah Sementara
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa
kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini
dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai
salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah
menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan
mengecilkan kaliber usus pada penderita penyakit Hirschsprung yang telah besar
sehingga memungkinkan dilakukan anastomosis.

Post Operatif
Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary Endorectal pullthrough), pemberian makanan peroral dimulai sedangkan pada bentuk short segmen,
tipikal, dan long segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan beberapa bulan
kemudian baru dilakukan operasi definitif dengan metode Pull Though Soave, Duhamel
maupun Swenson. Apabila keadaan memungkinkan, dapat dilakukan Pull Though satu
tahap tanpa kolostomi sesegera mungkin untuk memfasilitasi adaptasi usus dan
penyembuhan anastomosis. Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua
sesudah operasi dan pemberian nutisi enteral secara penuh dimulai pada pertengahan hari
ke empat pada pasien yang sering muntah pada pemberian makanan. Intolerasi protein
dapat terjadi selama periode ini dan memerlukan perubahan formula. ASI tidak dikurangi
atau dihentikan.
K. Komplikasi
Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis postoperatif,
konstipasi dan striktur anastomosis. Ketiga prosedur operasi tersebut juga dapat
dilakukan pada aganglionik kolon total dimana ileum digunakan sebagai segmen yang
16

di pull-through. Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya


berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi
adalah gejala tersering pada pascaoperasi.

L. Prognosis
Terdapat perbedaan hasil yang didapatkan pada pasien setelah melalui proses
perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitive. Beberapa peneliti melaporkan
tingkat kepuasan tinggi, sementara yang lain melaporkan kejadian yang signifikan
dalam konstipasi dan inkontinensia. Belum ada penelitian prospektif yang
membandingkan antara masing-masing jenis operasi yang dilakukan. Kurang lebih
1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung membutuhkan kolostomi permanen
untuk memperbaiki inkontinensia. Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari
90% pasien yang mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan.
Kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.

BAB III
KESIMPULAN
1

Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus
auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Sembilan puluh persen (90%) terletak pada

rectosigmoid.
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis
myentericus dari cephalo ke caudal.

17

Dasar patofisiologi karena tidak adanya gelombang propulsive dan abnormalitas atau
hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yangdisebabkan aganglionosis,

hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar


Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena meliputi:

Ultra short segment, Short segment, Long segment, Very long segment
Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan,

distensi abdomen dan muntah


Pemeriksaan penunjang diantaranya Barium enema, Anorectal manometry dan Biopsy

rectal sebagai gold standard


Tatalaksana operatif dengan cara tindakan bedah sementara dan bedah definitive

8
9

(Prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave)


Komplikasi utama adalah enterokolitis post operatif, konstipasi dan striktur anastomosis
Prognosis baik. Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari 90%pasien yang
mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in : Schwartzs
Principles of Surgery. 8th edition. New York : McGraw-Hill, 1496-1498
Hansen, T.J., Koeppen, B.M. 2006. Chapter 35 Digestive System in NettersAtlas of Humans
Anatomy. New York : McGraw-Hill, 617-640
Holschneider A., Ure B.M. 2000. Chapter 34 Hirschsprungs Disease in : Ashcraft Pediatric
Surgery 3rd edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company, 453-468
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung.. Jakarta : Sagung Seto, 3-82
Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of The
Gastrointestinal Tract In : Caffeys Pediatric Diagnostic Imaging 10th edition.
Philadelphia : Elsevier-Mosby, 148-153
Lindseth, Glenda N. 2005. Gangguan Usus Besar. Hartanto Huriawati. Dalam : Patofisiologi
18

Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6. Jakarta : EGC, 456-468


Mansjoer Arief, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Wahyu Ika, Setiowulan Wiwiek.
2000. Penyakit Hirschprung. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta
: Penerbit Media Aesculapius FK UI, 380-381
Pieter, John. 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi II. Jakarta : EGC, 646-647
Sadler, T. W. 2000. Sistem Pencernaan. Dalam : Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 7.
Jakarta : EGC, 243-271
Taylo,Clive R. 2005. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi, Obstruksi Usus.
Dalam: Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta : EGC, 532-538
Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in Town Send Sabiston Textbook of Surgery.
17th edition. Philadelphia : Elsevier-Saunders, 2113-2114
Wyllie, Robert, 2000. Megakolon Aganglionik Bawaan (Penyakit Hirschprung). Dalam : Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Jilid II. Jakarta : EGC, 1316-1319
Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease In :
Operative Pediatric Surgery. New York : McGraw-Hill, 617-640

19

Anda mungkin juga menyukai