Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
masih perlu dibenahi dan mendapat perhatian khusus di Indonesia. Penurunan
angka kematian ibu telah cukup signifikan dari tahun 1994 hingga tahun 2007,
tetapi AKI di Indonesia tetap menjadi nomor satu di Asia. Salah satu penyebab
kematian dari ibu melahirkan adalah pre-eklampsia berat (PEB) yang berlanjut
menjadi eklampsia bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat.
Pre-eklampsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan
peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan
kejang (eklampsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada
janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrupsio plasenta.1 Pre-eklampsia
adalah peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia kehamilan
mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat badan ibu yang tepat
akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai protein
didalam urine (proteinuri).1,2
Penyebab terjadinya pre-eklampsia hingga saat ini belum diketahui. Ada
banyak spekulasi mengenai penyebab terjadi pre-eklampsia sehingga disebut
penyakit teori. Banyak teori yang diungkapkan para ahli tetapi tiga hipotesis yang
saat ini menempati penyelidikan utama, yaitu faktor imunologi, sindroma
prostaglandin dan iskemia uteroplasenta. Pre-eklampsia berat pada ibu hamil tidak
terjadi dengan sendirinya. Ada banyak faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kejadian pre-eklampsia berat seperti: usia ibu, paritas, usia kehamilan, jumlah
janin, jumlah kunjungan ANC dan riwayat hipertensi.

BAB II
ANALISIS JURNAL
2.1. Definisi Pre-eklampsia
Pre-eklampsia merupakan suatu sindrom spesifik pada kehamilan
dimana terjadi hipoperfusi ke organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.
Pre-eklampsia adalah peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah
usia kehamilan mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat
badan ibu yang tepat akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan
laboratorium dijumpai protein didalam urine (proteinuri). Pre-eklampsia
diklasifikasikan menjadi pre-eklampsia ringan dan pre-eklampsia berat.
2.2. Klasifikasi Pre-eklampsia
2.2.1.

Pre-eklampsia Ringan

Pre-eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria


dan/atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
pada penyakit trofoblas.
Gejala klinis pre-eklampsia ringan meliputi :
1. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg
atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu
atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90
mmHg sampai kurang 110 mmHg.
2. Proteinuria: secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara
kualitatif positif 2 (+2).
3. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.
4. Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali
berturut-turut.
5. Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre-eklampsia berat.

2.2.2.

Pre-eklampsia Berat

Pre-eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai


dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Gejala klinis pre-eklampsia berat
1. Tekanan darah 160/110 mmHg.
2. Oligouria, urin kurang dari 400 cc/24 jam.
3. Proteinuria lebih dari 3 gr/liter.
4. Keluhan subjektif:
a.
b.
c.
d.
e.

Nyeri epigastrium
Gangguan penglihatan
Nyeri kepala
Edema paru dan sianosis
Gangguan kesadaran.

2.3. Faktor Risiko


1. Faktor usia
Usia 20-30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil atau
melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi
dilahirkan dari ibu yang usianya tergolong remaja. Dari penelitian
didapatkan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang
wanita masih sangat mungkin terjadinya hipertensi dan kejang di
karenakan mengalami tekanan yang baru dirasakan saat pertama kali
melahirkan sehingga menyebabkan pre-eklampsia dan eklampsia.
Usia wanita remaja pada kehamilan pertama atau nulipara umur
belasan tahun (usia muda kurang dari 20 tahun) juga masih sangat
mungkin terjadinya hipertensi pada kehamilannya dikarenakan organ
reproduksi didalam tubuhnya masih belum matang secara sempurna dan
terjadi peningkatan hubungan usia terhadap pre-eklampsia dan eklampsia
pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun, hal ini dikarenakan
organ reproduksi sudah mengalami penurunan, sehingga rentan
terjadinya hipertensi dalam kehamilannya. Maka faktor usia berpengaruh
terhadap terjadinya pre-eklampsia dan eklampsia.
2. Paritas

Dari penelitian didapatkan bahwa primigravida mengalami


kejadian pre-eklampsia dan eklampsia sebesar 3-8 % dari semua kasus
hipertensi pada kehamilan. Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia
dan eklampsia lebih tinggi frekuensinya pada primigravida dibandingkan
dengan multigravida, terutama pada primigravida dengan usia muda. Hal
tersebut dikarenakan wanita dengan pre-eklampsia dan eklampsia dapat
mengalami kelainan aktivasi imun dan hal ini dapat menghambat invasi
trovoblas pada pembuluh darah ibu. Sehingga pre-eklampsia dan
eklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang terpajan antigen paternal
untuk yang pertama kali seperti kehamilan pertama kali atau kehamilan
pertama dengan pasangan baru.
3. Riwayat hipertensi
Salah satu faktor risiko terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia
adalah riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi
sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan
hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kirakira sepertiga diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi
setelah kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20%
menunjukkan kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu
gejala preeklampsia atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala,
nyeri

epigastrium,

muntah,

gangguan

visus

(Supperimposed

preeklampsia), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan otak.


4. Kehamilan ganda
Pre-eklampsia dan eklampsia mempunyai risiko 3 kali lebih
sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua
didapatkan 28,6% kejadian pre-eklampsia dan didapatkan satu kasus
kematian ibu karena eklampsia. Dari hasil yang tercantum diatas, sebagai
faktor penyebabnya adalah dislensia uterus.
5. Faktor genetika
Pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, preeklampsia dan eklampsia lebih sering ditemukan pada anak wanita dari
ibu yang menderita pre-eklampsia. Pre-eklampsia juga lebih sering
ditemukan pada anak wanita yang mempunyai riwayat pre-eklampsia dan
eklampsia dalam keluarga. Karena faktor ras dan genetika merupakan
4

unsur yang penting sebagai faktor risiko yang mendasari terjadinya


hipertensi kronis.
6. Obesitas
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam
darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, karena jumlah darah
yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, semakin gemuk
seseorang maka semakin banyak pula jumlah darah yang terdapat
didalam tubuh yang berarti semakin berat juga fungsi pemompaan
jantung, sehingga dapat menimbulkan terjadinya pre-eklampsia.

BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasmawati (2014) dalam
jurnal yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Kehamilan di RSUD Embung Fatimah Kota Batam Tahun 2012,
didapatkan bahwa kejadian pre-eklampsia pada ibu hamil yang tertinggi terdapat
pada usia ibu 20-35 tahun sebanyak 75,4%. Penelitian lain juga menunjukkan hal
serupa, sebanyak 74,3% pada usia ibu 20-35 tahun mengalami pre-eklampsia
(Karima, et al., 2015). Hal ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
kejadian pre-eklampsia eklampsia berdasarkan umur banyak ditemukan pada
kelompok usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35

tahun, penelitian lain menunjukkan bahwa resiko pre-eklampsia meningkat pada


nulipara (degrd, et al., 2000). Pada ibu hamil usia kurang dari 20 tahun belum
matang dalam menghadapi kehamilan baik pada organ reproduksi maupun mental.
Pada usia ibu lebih dari 35 tahun, dalam tubuh telah terjadi perubahan-perubahan
akibat penuaan organ-organ. Dengan begitu, kemungkinan untuk mendapatkan
penyakit-penyakit dalam masa kehamilan yang berhubungan dengan umur akan
meningkat,

seperti

penyakit

darah

tinggi,

keracunan

kehamilan

(pre-

eklampsia/eklampsia), diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah. Hal ini


sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karima, et al (2015) yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian preeklampsia berat dengan usia ibu >35 tahun.
Berdasarkan paritas, menurut Hasmawati (2014) paritas terbanyak terdapat
pada multigravida sebanyak 64,5% dan menurut Karima, et.al (2015) sebanyak
65,5%. Tetapi jika multigravida dihubungkan dengan kejadian pre-eklampsia berat
dengan menggunakan rumus chi-square didapatkan nilai p = 0,1 yang
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian preeklampsia berat dengan multigravida, atau memiliki makna bahwa pre-eklampsia
dapat terjadi pada primigravida maupun multigravida.
Berdasarkan penyakit penyerta (hipertensi dan gamely) sebanyak 93,9%
mengalami pre eklampsia (Hasmawati, 2014). Hal serupa juga didapatkan oleh
penelitian yang dilakukan oleh Karima, et al (2015) yang menyatakan bahwa pada
seluruh responden yang menmpunyai riwayat hipertensi seluruhnya mengalami
PEB. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa wanita yang pada kehamilan
sebelumnya mengalami PEB memiliki risiko yang sangat tinggi untuk mengalami
PEB di kehamilan selanjutnya (degrd, et al., 2000).
Berdasarkan usia kehamilan dapat dilihat bahwa didapatkan nilai peluang
Odd Ratio (OR) dengan Confidence Interval 95% sebesar 1,375 yang artinya ibu
dengan usia kehamilan 37 minggu memiliki peluang sebesar 1,375 kali lebih
besar mengalami PEB dibanding ibu dengan usia kehamilan 20-36 minggu. Dari
hasil uji chi-square didapatkan nilai p = 0,298, yang artinya tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara usia kehamilan dengan kejadian PEB.

Maknanya, kejadian PEB dapat terjadi pada semua kategori usia kehamilan di atas
20 minggu (Karima, et al., 2015).
Berdasarkan jumlah kunjungan ANC dapat dilihat bahwa didapatkan nilai
peluang Odd Ratio (OR) dengan Confidence Interval 95% sebesar 0,545 yang
artinya ibu dengan jumlah kunjungan ANC <4 kali memiliki peluang sebesar
0,545 kali lebih besar mengalami PEB dibanding ibu dengan jumlah kunjungan
ANC 4 kali. Hasil uji chi-square didapatkan nilai p = 0,161, yang artinya tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah kunjungan ANC dengan
kejadian PEB. Maknanya, kejadian PEB tidak dipengaruhi oleh jumlah kunjungan
ANC (Karima, et al., 2015). Padahal kunjungan ANC (Ante Natal Care)
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan awal dari
pre-eklampsia berat. Data atau informasi awal terkait dengan tekanan darah
sebelum hamil akan sangat membantu petugas kesehatan untuk membedakan
antara hipertensi kronis dengan pre-eklampsia. Hal ini masih simpang siur karena
beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah
kunjungan ANC dengan kejadian PEB dan beberapa penelitian lain menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah kunjungan ANC terhadap PEB.
Berdasarkan berat badan, wanita yang memiliki berat badan 80kg
memiliki risiko 3 kali lebih tinggi mengalami PEB dibandingkan dengan wanita
yang memiliki berat badan 60kg (degrd, et al., 2000). Kegemukan disamping
menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih
berat, karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan,
semakin gemuk seseorang maka semakin banyak pula jumlah darah yang terdapat
didalam tubuh yang berarti semakin berat juga fungsi pemompaan jantung,
sehingga dapat menimbulkan terjadinya pre-eklampsia.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1.

Simpulan
Frekuensi kejadian pre-eklampsia mayoritas terjadi pada usia ibu
20-35 tahun. Tetapi jika dihubungkan antara usia ibu dengan kejadia preeklampsia maka ibu yang berusia <20 tahun dan >35 tahun merupakan
faktor risiko terhadap kejadian PEB. Selain usia, riwayat hipertensi,
kehamilan gamely, dan obesitas juga merupakan faktor risiko terjadinya
PEB. Sedangkan paritas, usia kehamilan, dan jumlah kunjungan ANC
tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian PEB.

4.2.

Saran
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan harus bisa memberikan
asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien dengan cara melakukan
pengkajian secara holistik agar dapat menetapkan intervensi keperawatan
secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Hasmawati Dessy Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Kehamilan di RSUD Embung Fatimah Kota Batam Tahun
2012 [Jurnal]. - Padang : Jurnal Kesehatan Andalas, 2014. - Vol. (3)1, 2731.
Karima Nurulia Muthi, Machmud Rizanda dan Yusrawati Hubungan Faktor
Risiko dengan Kejadian Pre-eklampsia Berat di RSUP Dr. M. Djamil
Padang [Jurnal]. - Padang : Jurnal Kesehatan Andalas, 2015. - Vol. 4(2),
556-551.
degrd Rnnaug A. [et al.] Risk Factors and Clinical Manifestations of PreEclampsia [Jurnal]. - Norway : British Journal of Obstetrics and
Gynaecology, 2000. - Vol. Vol 107, pp. 1410-1416.

10

Anda mungkin juga menyukai