Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai

pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk publik saving yang merupakan sumber utama
untuk membiayai public investment.
Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian
sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga
keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain. Bagi
penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura maka ia diwajibkan melakukan
pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun.
Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau dari
hasil kekayaan alam yang ada dalam negara itu (natural resources). Dua sumber itu merupakan
sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan itu untuk
membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu
seperti kesehatan masyarakat, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi, dimana ada
kepentingan masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawa dengan
kepentingan umum.
Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan bernegara, khususnya didalam
pembangunan karena pajak merupakan sumber penghasilan negara untuk membiayai semua
pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan. Sistem pemungutan pajak di indonesia adalah
Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberikan kepercayaan untuk memperhitungkan,
menyetorkan, dan melaporkan sendiri atas pajak yang terhutang terhadap negara. Disamping cara
Self Assessment System terdapat cara lain yaitu sistem pemotongan (withholding system).
Withholding System merupakan cara yang paling mudah yang dilakukan pemerintah untuk
memungut pajak, yaitu dengan cara mewajibkan wajib pajak untuk melakukan pungutan dan
pemungutan pajaknya oleh pihak lain. Dengan cara ini maka pemerintah tidak perlu
mengeluarkan biaya yang besar untuk memungut pajak.
1

Dalam pemungutan pajak subjek dan objek pajak harus jelas. Oleh karena itu harus
dikelola dengan baik dan benar sehingga data wajib pajak sesuai. Selain itu, tarif pajak harus
ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku saat itu. Dengan demikian para wajib pajak dapat
rutin dan patuh membayar pajak. Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang
telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia.
Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif. Objek pajak
adalah apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan strategisnya objek pajak karena
menyangkut apa yang dikenakan atau tidak dikenakannya pajak atas objek dimaksud, sehingga
dalam UU perpajakan kita selalu dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi objek setiap jenis
pajak.
1.2

RUMUSAN MASALAH
Dalam

makalah ini terdapat permasalahan pajak yang harus dipecahkan. Adapun

masalah-masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:


1.Apa saja Hak dan Kewajiban Wajib Pajak?
2. Apa saja Hak dan Kewajiban Fiskus?
3. Apa itu Penghindaran Pajak?
4. Apa itu Rahasia Jabatan?
5. Apa itu Kuasa/Wakil Wajib Pajak
1.2

TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai beikut :
1. Mengetahui Hak dan Kewajiban Wajib Pajak.
2. Mengetahui Hak dan Kewajiban Fiskus.
3. Mengetahui tentang Penghindaran Pajak.
4. Mengetahui tentang Rahasia Jabatan.
5. Mengetahui tentang Kuasa/Wakil Wajib Pajak.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK


A. Hak-Hak Wajib Pajak
Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu antara

keseimbangan hak negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka Undang-Undang
Perpajakan yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
mengakomodir mengenai hak dan kewajiban WajibPajak. Dalam melaksanakan kewajiban pajak
akan terasa mudah jika Wajib Pajak (WP) memahami hak dan kewajiban Wajib Pajak. Hak-hak
Wajib Pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan adalah sebagai berikut.
1. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus.
Hak ini merupakan konsekuensi logis dari system self-assessment yang mewajibkan
Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
pajaknya sendiri. Untuk dapat melaksanakan system tersebut, hak Wajib Pajak untuk
mendapatkan pembinaaan dan pengarahan sesuai dengan ketentuan yang ada. Apabila
hak ini bias dimanfaatkan dengan baik oleh Wajib Pajak, berarti sosialisasi dan
penerapan atas ketentuan yang berlaku dapat berjalan dengan baik.
2. Hak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan.
Apabila Wajib Pajak dalm menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) terdapat
kekeliruan dalam pengisiannya, misalnya, karena ada data yang belum dilaporkan
atau terdapat kesalahan dalam menghitung, Wajib Pajak masih diberikan kesempatan
untuk membetulkannya dengan syarat fiskus belum melakukan tindak pemeriksaan.
Ketentuan Pasal 8 Ayat (1) UU KUP menegaskan bahwa pembetulan SPT tersebut
diberikan dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun
pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.
3. Hak memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan.

Pasal 3 ayat (3) dan (4) UU KUP menegaskan bahwa batas waktu penyampaian SPT
masa paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak dan untuk SPT tahunan paling
lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak. Batas waktu tersebut dapat diperpanjang
paling lama 6 bulan dengan mengjaukan permohonan secara tertulis.
4. Hak memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak.
Apabila Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajaknya mengalami kelebihan,
maka atas kelebihan tersebut dapat diminta kembali dengan suatu permohonan
tertulis, sesuai keetentuan pasal 11 UU KUP. Setelah fiskus melakukan pemeriksaan,
maka pengembaliannya dilakukan paling lama satu bulan sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehiubungan diterbitkannya
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
5. Hak mengajukan kebereratan.
Apabila wajib pajak merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang diterbitkan atau
pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan pihak ketiga, Wajib Pajak dapat
mengajukan upaya hukum keberatan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat,
tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa
jangka waktu tidak dapat dipenuhi karena keadaaan diluar kuasanya. Upaya keberatan
diajukan ke kepala KPP/KPPBB sesuai ketentuan Pasal 25 UU KUP.
6. Hak mengajukan banding.
Apabila Wajib Pajak sudah mendapat keputusan atas upaya keberatan yang diajukan
ke kantir pajak dan merasa keputusan tersebut tidak memuaskannya, maka Wajib
Pajak dapat mengajukan upaya hukum banding ke pengadilan pajak sesuia dengan
ketentuan Pasal 27 UU KUP. Permohonan banding diajukan dalam jangka waktu 3
bulan sejak keputusan diterima yang dilampiri dengan salinan dari surat keputusan
yang dimaksud.
7. Hak mengadukan pejabat yang membocorkan rahasia wajib pajak.
Dalam penjelasan Pasal 34 UU KUP ditegaskan bahwa setiap pejabat, petugas pajak
maupun mereka yang melakukan tugas dibidang perpajakan untuk tidak
mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan,
antara lain :
a. SPT, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak.
b. Data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan
c. Dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia
d. Dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkenaan.
4

Apabila pejabat tersebut membocorkan rahasia Wajib Pajak kepada pihak lain, maka
Wajib Pajak dapat mengadukan pejabat tersebut karena telah melakukan tindak
pidana perpajakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 UU KUP.
8. Hak mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
Dalam hal-hal tertentu, ada kalanya Wajib Pajak tidak dapat melunasi utang pajaknya
secara sekalius. Misalnya, Wajib Pajak mengalami kesullitan likuiditas atau
mengalami keadaan diluar kekuasaannya, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya. Hak yang
diberikan berdasarkannketentuan pasal 9 ayat (4) ini dimaksudkan untuk membantu
Wajib Pajak tetap dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik dan tetap dapat
menjalankan usahanya sesuai dengan kondisi nyata Wajib Pajak yang bersangkutan.
9. Hak meminta keterangan mengenai koreksi dalam penerbitan ketetapan pajak.
Pasal 25 ayat (6) UU KUP memberikan hak kepada Wajib Pajak agar Direktorat
Jendral Pajak memberiakn keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan pajak, penghitungan pajak, pemotongan atau pemungutan pajak. Hal
ini terkait dengan proses pengajuan hukumkeberatan yang akan disampaikan Wajib
Pajak.
10. Hak memberikan alasan tambahan.
Pasal 26 ayat (2) UU KUP menegaskan bahwa sebelum surat keputsan atas keberatan
diterbitkan, maka Wajib Pajak dapat menyampaikan alas an tambahan atau penjelasan
tertulis. Alasan tambahan atau penjelasan tertulis ini merupakan suatu hal yang sangat
baik dalam rangka memperoleh gambaran yang lebih objektif terlebih disebabkan
adanya pemeriksaan yang dilaksanakan secara terburu-buru yang umumnya atas dasar
batas waktu pemeriksaan yang harus segera selesai.
11. Hak mengajukan gugatan.
Pasal 23 ayat (2) UU KUP menegaskan adanya hak Wajib Pajak untuk mengajukan
gugatan atas:
a. Pelaksanaan surat paksa, Surat Perintah melaksanakan penyitaan, atau
pengumuman lelang.
b. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain
yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26.
c. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan
dengan Surat Tagihan Pajak.

d. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan dengan


Surat Tagihan Pajak.
Gugatan diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan terhadap satu pelaksanaan penagihan atau satu keputusan diajukan satu surat
gugatan.
12. Hak untuk menunda penagihan pajak.
Hak untuk menunda penagihan pajak adalah berkaitan dengan proses banding yang
sedang dilakukan Wajib Pajak. Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak
(UU PP) menegaskan bahwa penggugat dapat mengajukan permohonan agar tindak
lanjut penagihan pajak ditunda selama pemeriksaan sengketa pajak sedang berjalan,
sampai ada putusan pengadilan pajak.
13. Hak memperoleh imbalan bunga.
Hak Wajib Pajak untuk memperoleh imbalan bunga didasarkan pada pasal 27A UU
KUP bahwa apabila pengajuan keberatan atau banding diterima sebagian atau
seluruhnya, sepanjang utang pajak dalam SKPKB atau SKPKBT telah dibayarkan
yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak tersebut dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan dihitung
sejak tanggal pembayaaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai
dengan diterbitkannya keputusan keberatan atau putusan banding.
14. Hak mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
Hak ini timbul berdasarkan ketentuan Pasal 91 UU PP yang hanya dilakukan
berdasarkan alasan-alasan tertentu uang disebutkan dalam undang-undang. Misalnya,
adanya bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila
diketahui pada tahap persidangan, akan menghasilkan putusan yang berbeda.
15. Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak, Wajib Pajak dapat mengurangi
penghasilannya dengan segala pengeluaran-pengeluaran yang telah ditentukan dalam
undang-undang. Pasal 6 UU PPh menegaskan adanya pengeluaran atau biaya yang
dapat dikurangkan.
16. Hak pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Sesuai pasal 7 UU PPh, hak iin khusus diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi
dengan memberikan pengurangan sebesar PTKP yang telah ditentukan. Berdasarkan
peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 15/PJ/2006 tanggal 23 ferbruari 2006,
6

besarnya PTKP tersebut dihhitung berdasarkan penghasilan netonya dikurangi dengan


PTKP.
17. Hak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
Hak ini diberikan kepada Wajib Pajak yang mempunyai peredaran bruto usaha dalam
satu tahun kurang dari Rp.600 juta dengan syarat memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan sebagaimana diatur dalam pasal 14 UU PPh. Norma penghitungan
adalah suatu pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan netonya yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Wajib Pajak menghitung penghasilan
netonya dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, wajib
menyelenggarakan pencatatan. Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto, dianggap memilih menyelenggarakan
pembukuan.
18. Hak memperoleh fasilitas perpajakan.
Dalam pasal 31A UU PPh ditegaskan adanya fasilitas perpajakan yang diberikan
kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modalpada bidang usahatertentu
dan/atau daerah tertentu dalam bentuk:
a. Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30 % dari jumlah penanaman
yang dilakukan.
b. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat.
c. Kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
d. Pengenaan PPh atas dividen sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 sebesar 10
% kecuali apabila tariff menurut perjanjian perpajakan yang berlaku
menetapkan lebih rendah.
19. Hak untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
Dalam UU PPN ditegasakan bahwa apabila Wajib Pajak mempunyai Pajak Masukan
maka atas Pajak Masukan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran.
Apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka kondisi laporan
SPT masa PPn menjadi lebih bayar. Bila kondisi lebih bayar, atas lebih bayar tersebut
dapat dimintakan pengembaliannya atau dapat pula dikompensasikan ke utang pajak
masa pajak berikutnya. Sebaliknya, apabila Pajak Masukan lebih kecil daripada Pajak
keluaran, maka kondisi laporan SPT masa PPN menjadi kurang bayar. Bila kurang
bayar berarti PKP harus menyetor sebesar yang kurang bayar tersebut.

B. Kewajiban-Kewajiban Wajib Pajak


Kewajiban-kewajiban Wajib Pajak yang diatur dalam undang-undang adalah sebagai
berikut.
1. Kewajiban untuk mendaftarakan diri.
Ketentuan pasal 2 UU KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib
mendaftarkan diri pada Direktur Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sementara itu, khusus terhadap Wajib Pajak yang harus
menjadi pengusaha yang mempunyai kewajiban PPN berdasarkan UU PPn, wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).
2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan.
Ketentuan pasal 3 ayat (1) UU KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib
mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan mengguanakan huruf latin, angka arab,
satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor
pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
3. Kewajiban menyetor atau membayar pajak.
Kewajiban Wajib Pajak untuk membayar atau menyetor pajak yang terutang yang
dilakukan di kas Negara melalui kantor pos dan/atau Bank Usaha Milik Negara atau
Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh
menteri keuangan, sesuai dengan penjelasan pasal 10ayat (1) UU KUP.
4. Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan, sesuai dengan
ketentuan pasal 28 ayat (1) UU KUP. Sementara itu, pencatatan dilakukan oleh Wajib
Pajak orang pribadi yang yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
diperbolehkan

menghitung

penghasilan

neto

dengan

menggunakan

norma

penghitungan penghitungan penghasilan neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang
tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
5. Kewajiban menaati pemeriksaan pajak.
Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, sesuai dengan ketentuan pasal 29 ayat (3) UU
KUP, tentunya wajib menaati ketentuan pemeriksaan pajak. Misalnya, Wajib Pajak
memperlihatkan dan/atau meminjam buku atau catatan dan dokumen lain yang
8

berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberikan kesempatan untuk


memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna
kelancaran pemeriksaan, serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh
pemeriksa pajak.
6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.
Kewajiban pajak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak ini dilakukan Wajib
Pajak terhadap pihak lain dalam rangka melaksanakan perintah UU PPh, seperti pasal
21, 22, 23, 26, dan ketentuan UU PPN. Pajak yang telah dipotong atau dipungut
tersebut harus disetorkan ke kas Negara melalui bank.
7. Kewajiban membuat faktur pajak.
Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) waijb membuat Faktur Pajak untuk setiap
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), sesuai dengan
ketentuan pasal 13 UU PPN. Faktur pajak yang dibuat merupakan bukti adanya
pungutan pajak yang dilakukan oleh PKP. Faktur pajak tersebut bias berbentuk Faktur
Pajak Standar yang isi dan bentuknya dibuat sesuai dengan kebutuhan WP, anmun
tidak bertentangan dengan elemen yang diatur dalam UU.
8. Kewajiban melunasi Bea Materai.
Dalam UU Bea Materai Nomor 13 Tahun 1985 disebutkan bahwa Bea Materai
merupakan pajak yang dikenakan atas dokumen. Dokumen-dokumen yang wajib
pajak adalah dokumen yang berbentuk Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang
bertujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan
atau keadaan yang bersifat perdata. Bahkan juga untuk surat-surat yang digunakan di
muka pengadilan, seperti surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.

2.2

HAK DAN KEWAJIBAN FISKUS


A. Hak-Hak Fiskus
Hak-hak fiskus yang diatur dalam undang-undang perpajakan di Indonesia adalah sebagai

berikut.
1. Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan.
Hak untuk menerbitkan NPWP dan NPPKP dilakukan secara jabatan oleh karena
Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk
mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya ke kantor pajak, sesuai dengan
9

Pasal 2 ayat (4) UU KUP. Hal ini dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh
atau dimiliki kantor pajak ternyata Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak telah
memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan menjadi Pengusaha
Kena Pajak (PKP).
2. Hak menerbitkan surat ketetapan pajak.
Berbagai surat ketetapan pajak yang merupakan hak fiskus untuk menerbitkannya
adalah STP, SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN. Pengertian menerbitkan surat pjak
sekaligus juga dalam arti membetulkannya secara jabatan, sesuai dengan pasal 16
ayat (1) UU KUP.
3. Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak sebagaimana ditentukan dalam
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar setelah jatuh tempo pembayaran, maka fiskus
mempunyai hak untuk menerbitkan Surat Paksa agar Wajib Pajak dalam jangka waktu
yang ditentukan, yaitu 2 kali 24 jam harus melunasi utang pajaknya. Apabila dalam
jangka waktu tersebut Wajib Pajak tetap tidak melunasinya, maka fiskus dapat
menindaklanjutinya dengan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,
agar terhadap harta kekayaan Wajib Pajak dilakukan penyitaan guna sebagai jaminan
untuk melunasi utang pajaknya.
4. Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan.
Hak fiskus untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan perundang-undangan perpajakan diatur dalam pasal 29 UU KUP.
Sementara itu, terhadap penyegelan dilakukan fiskus terhadap tempat atau ruangan
tertentu apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajibannya, yaitu tidak memberikan
kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu guna kelancaran pemeriksaan. Penyegelan dimaksudkan untuk
mengamankan atau mencegah hilangnya pembukuan, catatan-catatan, dan dokumendokumen lain yang diperlukan.
5. Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi.
Dalam praktik penerbitan Surat Ketetapan Pajak ,tentu dapat terjadi adanya
ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah
atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal yang demikian, maka sanksi
administrasiberupa bunga, denda, dan kenaikan yang terdapat dalam ketetapan pajak
tersebut dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Bahkan,
10

karena jabatannya pula dan berlandaskan unsur keadilan, Direktur Jenderal Pajak
dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
6. Hak melakukan penyidikan.
Penyidikan terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) tertentu dilingkungan Direktoriat Jenderal Pajak yang diberi wewenang
khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana
diatur dalam Pasal 44 UU KUP.
7. Hak melakukan pencegahan.
Hak melakukan pencegahan terhadap Wajib Pajak untuk pergi ke luar negeri
didasarkan pada ketentuan pasal 29 UU tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(UU PPSP). Pencegahan dilakukan apabila Wajib Pajak atau penaggung pajak
mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp.100.000.000,00

dan diragukan

itikad baiknya dalam melunasi utang pajaknya.


8. Hak melakukan penyanderaan.
Hak melakukan penyederaan terhadap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
didasarkan pada ketentuan Pasal 33 ayat (1) UU PPSP, yaitu apabila mempunyai
utang pajak sekurang-kurangnya Rp.100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya
dalm melunasi utang pajaknya.
B. Kewajiban-Kewajiban Fiskus
Kewajiban fiskus yang diatur dalam undang-undang perpajakan adalah sebagai berikut:
1. Kewajiban untuk membina Wajib Pajak.
Kewajiban fiskus adalah membina Wajib Pajak merupakan satu kewajiban yang
sangat penting sekalipun system perpajakan yang dipakai adalah system selfassessment. Suksesnya penerimaan pajak antara lain juga ditentukan melalui
pembinaan yang dilakukan oleh fiskus. Pembinaan dapat dilakukan melalui berbagai
upaya antara lain memeberikan penyuluhan ketentuan perpajakan terbaru, pemberian
pengetahuan perpajakan, baik melaui media massa maupun penerangan langsung
kepada masyarakat.
2. Kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak atas adanya kelebihan pembayaran pajak dan
fiskus telah melakukan pemeriksaaan atas permohonan tersebut, maka sepanjang
proses pemeriksaan benar menghasilkan adanya kelebihan pembayaran pajak, fiskus
berkewajiban menerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) paling lambat
11

12 bulan sejak surat permohonan diterima kantor pajak sesuai dengan ketentuan pasal
17B dan 17C UU KUP.
3. Kewajiban merahasiakan data Wajib Pajak.
Setiap petugas pajak, sesuai dengan ketentuan pasal 34 UU KUP, dilarang
mengungkapakan kerahasiaan Wajib Pajak kepad pihak lain atas segala sesuatu yang
menyangkut data perpajakan. Masalah kerahasiaan data di bidang perpajakan
merupakan hal yang sangat penting, karena adanya data yang disampaikan oleh Wajib
Pajak kepad pihak fiskus bertalian erat dengan masalah data perusahaan, penghasilan,
kekayaan, pekerjaan dan data-data lain yang tidak boleh diketahui oleh pihak lain.
4. Kewajiban melaksanakan Putusan.
Putusan Pengadilan Pajakharus diucapkan dalam siding yang terbuka untuk umum.
Putusan pengadilan pajak tersebut langsung dapat dilaksanakan dengan tidak
memerlukan lagi keputusan pejabat pajakyang berwenang kecuali peraturan
perundang-undangan yang mengatur lain. Salinan putusan atau sakinan penetapan
tersebut akan dikirim kepada pihak dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal putusan
pengadilan pajak yang diucapkan dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal putusan
sela diucapkan. Sesuai dengan ketentuan pasal 88 ayat (2) UU Pengadilan Pajak,
Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam
jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal diterimanya putusan.

2.3

PENGHINDARAN PAJAK
Dalam penjelasan Undang-unang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

(UU KUP) telah dinyatakan bahwa pajak merupakan salah satu sarana dan hak tiap wajib pajak
untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Namun bagi pelaku
bisnis pajak dianggap sebagai beban investasi. Oleh karena itu, adalah wajar bila perusahaan /
pengusaha berusaha untuk menghindari beban pajak dengan melakukan perencanaan pajak yang
efektif. Menurut Arnold dan McIntyre (1995), penghindaran pajak merupakan upaya
penghindaran atau penghematan pajak yang masih dalam kerangka memenuhi ketentuan
perundangan (lawful fashion).
Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1. Menahan Diri
12

Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang
bisa dikenai pajak. Contoh:
-

Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau


Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari pajak atas
pemakaian barang tersebut. Sebagai gantinya, menggunakan ikat pinggang dari plastik.

Secara moral, hal ini tidak tercela karena tidak ada orang yang akan menganggap perbuatan
seorang perokok yang mengurangi kebiasaan merokoknya sebagai orang yang menghindari
pajak. Malah, orang yang mengurangi, atau malah tidak merokok sama sekali dianggap sebagai
tindakan terpuji.
2. Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi
yang tarif pajaknya rendah. Contoh: Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin
menanamkan modalnya di Indonesia Timur. Namun, pindah lokasi tidak semudah itu dilakukan
oleh wajib pajak. Mereka harus memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta
fasilitas-fasilitar yang menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan kentungan yang
akan mereka dapatkan dan keringanan pajak yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini jarang
terjadi. Yang terjadi hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan yang
akan membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif pajaknya lebih
rendah. Hal ini tidak tercela karena merupakan hak asasi setiap orang untuk memilih tempat atau
lokasi usaha/domisilinya.
3. Penghindaran Pajak Secara Yuridis
Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan
tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak jelasan
undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.
Contoh:
-

Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut undang-undang
yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Penghindarannya dengan
13

cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini.


Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai
dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan sebagai biaya
sehingga pajaknya berkurang.
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah yang dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum (secara
keseluruhan). Optimal disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang
semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang paling sedikit namun
tetap dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.

2.4

RAHASIA JABATAN

RAHASIA JABATAN ( Pasal 34 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007)


Pihak-pihak yang wajib merahasiakan keadaaan Wajib Pajak
a. Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka
jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, kecuali sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.
b. tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pihak-pihak yang dikecualikan merahasiakan keadaan Wajib Pajak
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang
pengadilan.
b. Pjabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

14

c. Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis


kepada

pejabat

dan

tenaga-tenaga

ahli

supaya

memberikan

keterangan,

memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang
ditunjuknya. Dalam surat izin menteri keuangan harus dicantumkan nama Wajib
Pajak, nama pihak yang ditunjuk dan nama pejabat atau ahli atau tenaga ahli yang
diizinkan untuk memberi keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau
tentang Wajib Pajak.
d. Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas
permintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata,
Menteri Keuangan dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat dan
tenaga ahli , bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. Permintaan
Hakim sebagaimana dimaksud, harus menyebutkan nama tersangka atau nama
tergugat, keterangan-ketera.ngan yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau
perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut
Pihak-pihak yang dapat diberikan Keterangan oleh Pejabat dan Tenaga Ahli yang Ditunjuk
( Pasal 34 ayat 2a a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 )
Pihak lain yang kepadanya dapat diberikan keterangn oleh pejabat dan tenaga ahli mengenai
segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau
pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan adalah
pejabat dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan
pemeriksaan di bidang keuangan negara yang sedang menjalankan tugas sesuai dengan surat
tugas yang diterima dan ditunjukan kepada pejabat atau tenaga ahli tersebut. Surat tugas ini
harus menyebutkan nama Wajib Pajak dan keterangan yang ingin diketahui tentang Wajib
Pajak yang bersangkutan
a. Lembaga negara atau instnasi tersebut adalah:
1) Badan Pemeriksa Keuangan

15

2) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

2.5

KUASA/WAKIL WAJIB PAJAK


Untuk WP Badan, tidak mungkin perusahaan jalan sendiri ke kantor pajak untuk

mlaksanakan keajiban perpajakannya, sehingga dia butuh adanya wakil. Dalam melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya, Wajib Pajak diwakili, dalam hal:
a. Badan oleh pengurus
b. Warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau yang
mengurus harta peninggalannya
c. Anak yang belum dewasa /berada dalam pengampuan oleh wali/pengampunya.
Termasuk pengertian Pengurus adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut
menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dalam bisnis. Hal ini berarti tidak hanya
direktur dan komisaris sebagaimana tercantum dalam akte notaris, tetapi juga bisa stingkat
General Manager.
Wakil WP bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali secara
meyakinkan dapat dibuktikan bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin
untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.
Kuasa WP dapat menunjuk seorang kuasa yang bukan pegawainya dengan suatu Surat Kuasa
Khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya, dengan syarat:
a. menyerahkan Surat Kuasa Khusus asli, satu Surat Kuasa untuk satu jenis pajak dan
satu masa/tahun pajak
b. memiliki ijin praktek sebaghai Konsultan Pajak

16

c. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau
keuangan negara lainnya.

BAB III
PENUTUP
3.1

KESIMPULAN
Pajak

merupakan

iuran

kepada

Negara

yang

siftanya

dapat

dipaksakan. Pengertian ini menunjukan adanya kewajiban yang harus


dilaksanakan oleh masyarakat untuk membayar pajak. Apabila masyarakat
kewajibannya, pemerintah bisa melaksanakannya. Sementara itu, pengertian
hak tidak ada unsur pemaksa yang bisa dilakukan dari pihak lain. Jadi, jika
Wajib

Pajak

dan

Fiskus

melaksanakan

hak

dan

kewajibannya

maka

pelaksanaan pembayaran pajak akan berlangsung dengan baik.


Penghindaran pajak merupakan upaya penghindaran atau penghematan pajak yang masih
dalam kerangka memenuhi ketentuan perundangan. Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu menahan diri, pindah lokasi dan penghindaran pajak dari yuridis. Sementara itu,
untuk rahasia jabatan dilakukan untuk tujuan tertentu yang diatur dalam Pasal 34 UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007.
Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, Wajib Pajak diwakili, dalam hal
badan oleh pengurus, warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli waris, pelaksana
wasiat, atau yang mengurus harta peninggalannya, anak yang belum dewasa /berada dalam
pengampuan oleh wali/pengampunya. Wakil WP bertanggung jawab secara pribadi atas
pembayaran pajak yang terutang, kecuali secara meyakinkan dapat dibuktikan bahwa mereka

17

dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang
terutang tersebut.
3.2

SARAN
Jadi, masyarakat harus melaksanakan Hak dan Kewajibannya agar pelaksanaan

pembayaran pajak dapat berjalan dengan baik. Sehingga iuran dari pajak dapat dimanfaatkan
dengan maksimal oleh pemerintah dalam membangun bangsa.

DAFTAR PUSTAKA
Richard Burton dan Wirawan B. Ilyas. 2001. Hukum Pajak. Edisi Pertama. Jakarta:
Salemba Empat.
http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=191

18

Anda mungkin juga menyukai