PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada mulanya filsafat adalah induk dari segala cabang ilmu pengetahuan yang ada,
namun karena banyak permasalahan yang tidak dapat dijawab lagi oleh filsafat sendiri, maka
lahirlah cabang ilmu yang lain untuk menjawab segala macam permasalahan yang timbul.
Diantara permasalahan-permasalahan yang timbul dan tidak dapat dijawab lagi oleh filsafat
sendiri, yaitu permasalahan yang timbul/terjadi di lingkungan pendidikan. Oleh karena itu
lahirlah filsafat pendidikan yang merupakan cabang filsafat sebagai pembantu dalam
memecahkan masalah-masalah yang tidak dapat terpecahkan sendiri oleh filsafat, khususnya
dalam lapangan pendidikan.
Pendidikan adalah sebuah proses yang tidak pernah berujung, artinya tidak ada akhir
dan tidak akan selesai. Praktek-praktek pendidikan pun terus berkembang seiring berjalannya
zaman seperti yang terjadi pada masa-masa dewasa ini. Filsafat dianggap sebagai father of
science dan hampir seluruh umat manusia di dunia ini setuju dengannya. Karena filsafat pula
banyak aliran-aliran filsafat pendidikan hadir di antara kita untuk dijadikan acuan atau bahan
sebagai cerminan dalam proses belajar-mengajar. Namun, dalam proses tersebut kadang kala
ditemukannya kekurangan-kekurangan yang membutuhkan revisi pada bagian-bagian
tertentu, maka di sana pula hadir aliran rekonstruksionisme yang melakukan perubahanperubahan yang menurutnya kurang efisien untuk kebutuhan manusia saat ini.
Pendidikan memerlukan filsafat , karena masalah-massalah pendidikan tidak hanya
menyangkut masalah pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman saja,
melainkan masalah-masalah baru yang lebih luas, dalam dan lebih kompleks. Dalam kata
lain, filsafat mempengaruhi ilmu pengetahuan, yang tersimpul dalam filsafat ilmu
pengetahuan tertentu seperti filsafat hukum, filsafat ekonomi, filsafat pendidikan dan
sebagainya. Filsafat telah mewarisi faham filsafat baik sadar maupun tidak, langsung ataupun
tidak langsung. Perbedaan pemikiran para ahli mengenai filsafat pendidikan telah melahirkan
konsep aliran- aliran dalam dunia pendidikan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang melatarbelakangi munculnya
filsafat pendidikan adalah banyaknya perubahan-perubahan dan permasalahan-permasalahan
yang timbul di lapangan pendidikan yang tidak mampu dijawab sendiri oleh filsafat. Selain
itu, yang melatarbelakangi munculnya filsafat pendidikan adalah banyaknya ide-ide baru
dalam dunia pendidikan. Adapun datangnya ide-ide tersebut diantaranya berasal dari tokohtokoh filsafat Yunani. Filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli filsafat telah melahirkan
berbagai macam pandangan/ide yang salah satunya ialah lahirnya pandangan tentang filsafat
pendidikan. Begitu pula halnya dengan filsafat pendidikan bahwa dalam sejarahnya telah
melahirkan berbagai pandangan atau aliran.
Ada banyak
1.
2.
3.
4.
5.
1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
diberikan
5. Untuk mejelaskan metode pelaksanaan pendidikan/pengajaran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian filsafat pendidikan rekonstruksionisme
a.
Tujuan Pendidikan
d. Pelajar
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia
pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyurinsinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
e. Pengajar
Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang
dihadapi umat manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah
tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi
dan perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara
untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan
keberhasilannya.
Kajian epistemologi aliran ini lebih merujuk pada pendapat aliran pragmatisme
(progressive) dan perennialisme. Berpijak dari pola pemikiran bahwa untuk memahami
realita alam nyata memerlukan suatu azas tahu dalam arti bahwa tidak mungkin memahami
realita ini tanpa melalui proses pengalaman dan hubungan dengan realita terlebih dahulu
melalui penemuan suatu pintu gerbang ilmu pengetahuan. Karenanya, baik indera maupun
rasio sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan, dan akal dibawa oleh panca indera
menjadi pengetahuan dalam yang sesungguhnya. Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar
dari suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan self evidence, yakni bukti yang ada pada diri
sendiri, realita dan eksistensinya. Pemahamannya bahwa pengetahuan yang benar buktinya
ada di dalam pengetahuan ilmu itu sendiri. Sebagai ilustrasi, adanya Tuhan tidak perlu
dibuktikan dengan bukti-bukti lain atas eksistensi Tuhan (self evidence). Kajian tentang
kebenaran itu diperlukan suatu pemikiran, metode yang diperlukan guna menuntun agar
sampai kepada pemikiran yang hakiki. Penalaran-penalaran memiliki hukum-huku tersendiri
agar dijadikan pegangan ke arah penemuan definisi atau pengertiam yang logis. Ajaran yang
dijadikan pedoman berasal dari Aristoteles yang membicarakan dua hal pokok, yakni pikiran
(ratio) dan bukti (evidence), dengan jalan pemikirannya adalah silogisme. Silogisme
menunjukkan hubungan logis antara pemis mayor, premis minor dan kesimpulan
(conclusion), dengan memakai cara pengambilan kesimpulan deduktif dan induktif.
c. Pandangan Aksiologi
Dalam proses interaksi sesama manusia, diperlukan nilai-nilai. Begitu juga halnya
dalam hubungan manusia dengan sesamanya dan alam semesta tidak mungkin melakukan
sikap netral, akan tetapi manusia sadar ataupun tidak sadar telah melakukan proses penilaian
yang merupakan kecenderungan manusia. Tetapi, secara umum ruang lingkup (scope) tentang
pengertian nilai tidak terbatas. Barnadib (1992: 69) mengungkapkan bahwa aliran
rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural yakni
menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat
manusia adalah emanasi (pancaran) yang potensial yang berasal dari dan dipimpin oleh
Tuhan dan atas dasar inilah tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahuinya.
Kemudian, manusia sebagai subjek telah memiliki potensi-potensi kebaikan dan keburukan
sesuai dengan kodratnya. Kebaikan itu akan tetap tinggi nilainya bila tidak dikuasai oleh
hawa nafsu belaka, karena itu akal mempunyai peran untuk memberi penentuan.
2.4 Pandangan Rekonstruksionisme Mengenai Pendidikan
ekonomi dalam masyarakat dengan membuat peserta didik sadar akan persoalan-persoalan
yang dihadapi umat manusia, memiliki kesadaran untuk memecahkan problem tersebut dan
akhirnya membangun tantanan masyarakat yang baru.
Dalam proses belajar mengajar seharusnya guru menemukan minat siswa dalam
menyelesaikan masalah sosial, dengan mengajarka metode bagaimana cara memecahkan
masalah sosial yang dimulai dari pribadinya sendiri hingga akirnya ke masalah sosial secara
global. Maka kurikulum haruslah berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada
kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi masalah-masalah
sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia yang termasuk di dalamnya
masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri dan program-program perbaikannya.
Kurikulum tersebut ialah berisi tentang ilmu sosial yang berguna sebagai alat melakukan
rekonstruksi masyarakat.
Contoh saat seorang guru menjelaskan mata pelajaran yang berhubunga tentang sosial maka
saat menjelaskan dia harus mengaitkan penjelasannya itu dengan masalah yang telah terjadi
atau yang terjadi sekarang ini. Misalnya tentang politik dapat dikaitkan dengan masalah
pemilu atau korupsi.
Penyuluhan sosial seorang guru harus lebih banyak mengetahui masalah-masalah sosial
yang terjadi mungkin dengan menghadiri seminar, baca koran, menonton tv masalah sosial
yang menyangkut pendidikan, atau yang lainnya.
Komponen komponnen kurikulum rekonstruksi
1. Tujuan dan isi kurikulum
Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah.[6] Misalnya dalam
pendidikan ekonomi politik, pada tahun pertama tujuannya membangun
kembali dunia ekonomi politik. Maka kegiatan yang dilakukan adalah;
a. Mengadakan survai secara kritis terhadap masyarakat
b.
Mengadakan
study
tentang
hubungan
antara
keadaan
ekonomi
Mengevaluasi
semua
rencana
dengan
kriteria
apakah
telah
tersebut
terutama
menyangkut
perkembangan
aksi perbaikan masyarakat, karena pada hakekatnya pendidikan dituntut untuk dapat
mewujudkan generasi yang mampu mengatasi setiap permasalahan kehidupan secara
menyeluruh, bukan hanya sekedar pendidikan yang bertujuan secara pragmatis.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Aliran Rekonstruksionisme
Filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli telah melahirkan berbagai macam
pandangan/ide yang salah satunya ialah lahirnya pandangan tentang filsafat pendidikan.
Begitu pula halnya dengan filsafat pendidikan bahwa dalam sejarahnya telah melahirkan
berbagai pandangan atau aliran. Salah satunya adalah aliran rekonstruksionisme.
Pendidikan harus menciptakan tatanan social yang baru sesuai dengan nilai-nilai dan
2.
3.
4.
Pendidikan harus dilaksanakan disini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial
baru yang akan mengisi nilai- nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari
kekuatankekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern. sekarang peradaban menghadapi
kemungkinan penghancuran diri. Pendidikan harus meseponsori perubahan yang benar dalam
nurani manusia.oleh karena itu, kekuatan tehnologi yang sangat kuat harus dimamfaatkan
untuk membangun ummat manusia ,bukan untuk menghancurkannya. Masyarakat harus
diubah bukan melalui tidakan politik, melainkan dengan cara yang sangat mendasar, yaitu
melalui pendidikan bagi warganya, menuju suatu pandangan baru tentang hidup dan
kehidupan mereka bersama.
2. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, dimana sumber dan
lembaga
utama
dalam
masyarakat
dikontrol
oleh
warganya
sendiri.semua
yang
mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan,
industri dan sebagainya, semuanya akan menjadi tanggung jawab rakyat, melalui wakil-wakil
yang dipilih. Masyarakat ideal adalah masyarakat yang demokrasi. struktur, tujuan, dan
kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan tata aturan baru harus diakui merupakan bagian
dari pendapat masyarakat.
3.
Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan
sosial. Menurut rekonstruksionisme, hidup beradap adalah hidup berkelompok, sehingga
kelompok akan memainkan peran yang penting disekolah. Pendidikan merupakan realisasi
dari sosial (social self realization). Melalui pendidikan indifidu tidak hanya mengembangkan
aspek-aspek sifat sosialnya melaikan juga belajar bagaimana keterlibatannya dalam
perencanaan sosial. Sehingga dari sini kita bisa lihat bahwa rekontruksi tidak mengabaikan
masyarakat yang sangat berperan dalam membentuk individu.
4.
Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana yaitu
dengan memperhatikan prosedur yang demokratis.guru harus mengadakan pengujian secara
terbuka terhadap fakta- fakta, walaupun bertentangan dengan pandangannya. Guru
mendatangkan beberapa pemecahan alternative dengan jelas, dan ia memperkenankan siswasiswanya untuk memprtahankan pandangan-pandangan mereka sendiri.
5. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk
menemukan kebutuhan kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan
untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah
mendorong kita untuk menemukan nilai- nilai, dimana manusia peercaya atau tidak bahwa
nilai- nilai itu bersifat universal.
6.
Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isis pelajaran, metode yang
dipakai,struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.semua itu harus dibangun
kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan
ilmiah. Kita harus menyusun kurikulum dimana pokok- pokok dan bagiannya dihubungkan
secara integral, tidak disajikan sebagai suatu sekuensi komponen pengetahuan
3.3 Ide Sentral rekonstruksionisme tentang Pendidikan
Aliran ini yakin bahwa pendidikan tidak lain adalah tanggung jawab sosial, karena
memang eksistensinya untuk pengembangan masyarakat. Rekonstruksionisme tidak saja
berkonsentrasi tentang hal-hal yang berkenan dengan manusia, tetapi juga terhadap teori
belajar yang dikaitkan dengan pembentukan kepribadian subjek didik yang berorientasi pada
masa depan. Oleh karena itu pula, maka idealitasnya terletak pada filsafat pendidikannya.
Aliran Rekonstruksionisme berkeyakinan juga bahwa tugas penyelamatan dunia
merupakan tugas semua umat manusia dan bangsa, karena pembinaan kembali daya
intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang
tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan
datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.[7]
Rekonstruksionisme percaya bahwa manusia memiliki potensi fleksibel dan kukuh baik
dalam sikap maupun dalam tindakan. Suatu hal yang paling berharga dalam kehidupan
manusia itu, jika ia memiliki kesempatan yang cukup untuk mengembangkan potensi
naturalnya secara sempurna. Pendidikan dalam hal ini adalah jawaban atas keinginan
potensial manusia itu.
Rekonstruksionisme percaya juga bahwa pendidikan sebagai suatu lembaga masyarakat
tentulah di arahkan pada upaya rekayasa sosial, sehingga segala aktivitasnya pun senantiasa
merupakan solusi bagi berbagai problem kehidupan dalam masyarakat. Dalam bidang
pendidikan, bukan berarti semua subjek didik dianggap mempunyai kapasitas yang sama
dalam intelektual dan kreativitas, sehingga sekolah tidak mesti harus diorganisasikan secara
politis seperti pada masyarakat demokrasi, sebab kendatipun kodrat manusia bebas belajar
dan mengembangkan diri, bukan berarti ia boleh berbuat apa saja tanpa dapat dibatasi dan
diarahkan.
M. Iqbal dalam hal ini mengungkapkan bahwa pendidikan terbaik yang sesuai dengan
watak manusia adalah pendidikan yang mengaksentuasikan aktivitasnya pada pemberian
pengetahuan kepada subjek didik melalui metode problem solving, yakni suatu cara yang
efektif untuk melatih berfikir kreatif, kritis, dan inovatif. [8]
Guru menurut aliran ini bertugas menggantikan subjek didiknya tentang urgensi
rekonstruksi dalam memajukan kehidupan sosial kemasyarakatan dan membiasakan mereka
untuk sensitif terhadap berbagai problem yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
serta mencarikan solusi yang diperlukan menuju perbaikan dan perubahan-perubahan. Untuk
itu, seorang guru dituntut untuk memiliki keterampilan dalam membantu dan menyediakan
kondisi kepada subjek didik agar subjek didiknya mampu dan terampil dalam memberikan
solusi terhadap berbagai masalah sosial, ekonomi, dan politik yang tumbuh dalam
masyarakat. Seorang guru mesti berani berbeda pandangan sebagai lambang dari suatu
kreativitas dalam memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang dipikirkan.
Rekonstruksionisme percaya, bahwa pengembangan watak manusia mesti selalu
berinteraksi dengan kondisi-kondisi yang mengelilinginya. Suatu kebudayaan lahir
berdasarkan pada pola adaptasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan
lingkungan masyarakatnya. Mengingat manusia adalah bagian terpenting dalam sebuah
masyarakat, maka apapun yang ia lakukan selalu berkenaan dengan pembentukan
kebudayaannya. Pembentukan kebudayaan ini sangat tergantung pada aspek kebebasan yang
memang merupakan hak esensial manusia. Untuk itu demokrasi mestilah menjadi asas
penting dalam kehidupan sosial dalam skala apapun.
Mengingat manusia adalah bagian masyarakat, maka pendidikan secara efisiensi mesti
mengacu kepada kepentingan rekonstruksi masyarakat. Pendidikan bagi rekonstruksionime
mesti diarahkan untuk memampukan subjek-subjek didik membangun dunia bagi masyarakat
melalui pendayagunaan kemampuan akal, indera, dan intuisi, sehingga pendidikan harus
menjadikan subjek didiknya mampu menggunakan ilmu pengetahuan yang diperolehnya
sebagai wahana bagi perealisasian nilai-nilai spiritual. Untuk itu perlu adanya upaya integrasi
intelektual dan cinta, sebab hidup bukanlah rutinitas, tetapi seni yang kreatif, konstruktif, dan
inovatif.
Rekonstruksionisme percaya bahwa pendidikan sebagai suatu lembaga masyarakat
tentulah diarahkan pada upaya rekayasa sosial, sehingga segala aktivitasnya pun senantiasa
merupakan solusi bagi berbagai problem kehidupan dalam masyarakat. Pendidikan dalam hal
ini mesti diarahkan pada perubahan pola pikir masyarakat, sehingga teknologi-teknologi yang
begitu besar lebih dijadikan sebagai sumber kreativitas daripada untuk menghancurkan nilainilai dalam suatu masyarakat
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa
bergantung pada ilmu pengetahuan.Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang
ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafat lebih tinggi
dibandingkan ilmu pendidikan. Yang mana pendidikan sebagai alat untuk memproses dan
merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada
akhirnya akan dapat memberikan warna dan corak dari output/anak didik yang dihasilkan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Keseimpulan
Filsafat pendidikan aliran rekontruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha
merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak
modern. Adapun tujuan pendidikan dari aliran rekonstruksionisme salah satunya yaitu untuk
membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik
yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Melalui
lembaga dan proses pendidikan berupaya merombak tata susunan masyarakat lama dan
membangun tata susunan hidup yang baru sama sekali. Kurikulum pendidikan haruslah berisi
tentang ilmu sosial yang berguna sebagai alat melakukan rekonstruksi masyarakat. Untuk
melaksanakan hal tersebut dibutuhkan metode-metode yang menuntut keaktifan peserta didik
dan keterampilan serta kecakapan peserta didik dalam memecahkan masalah, menganalisis
kebutuhan hidup, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat. Dalam penerapannya,
pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah
dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan dapat memberikan warna
dan corak dari output/anak didik yang dihasilkan.