Anda di halaman 1dari 7

Andi Abdoel Aziz, ia terlahir dari pasangan Andi Djuanna Daeng Maliungan dan Becce Pesse.

Anak tertua dari 11 bersaudara. Ia menyandang gelar pemberontak akibat perjuangannya untuk
mempertahankan existensi Negara Indonesia Timur. Ia mengambil alih kekuasaan militer di
Makassar pada 5 April 1950 ketika umurnya baru 24 tahun. Ia adalah korban politik Belanda
divide et impera, di pengadilan militer ia mengakui menyesal bahwa ia buta politik. Sejak umur
10 tahun, Andi Aziz sudah dikirim oleh orang tuanya ke negeri Belanda untuk sekolah dan
menyelesaikan sekolah lanjutannya disana.

Tahun 1939-1940 pecah Perang Dunia ke 2. Belanda kena getahnya akibat serangan oleh Jerman.
Andi Aziz bersama dengan rekan rekan sekolahnya turut ikut berjuang bergerak di bawah tanah
melawan Jerman. Pada saat itu kedudukan Andi Aiziz cukup terdesak sehingga ia memutuskan
untuk hijrah ke Inggris. Karena Inggris adalah sekutu Belanda maka hal ini sangat
mempermudah ruang geraknya. Disana ia di didik oleh Inggris di akademi militer. Ia adalah
kawan sebangku Jendral Moshe Dayan mantan Menteri Pertahanan Israel dan juga Raja Hussein
dari Yordania. Ia tamat pendidikan para-militer payung pada tahun 1943 dengan pangkat Letnan
muda dan bertugas di Inggris.

Pada akhir tahun 1943 ia meminta kepada Inggris untuk diterjunkan di Belanda dan membantu
melawan Jerman. Niat sebetulnya adalah untuk mengunjungi Ayah angkatnya yang berada
Belanda waktu itu, yang mana adalah juga seorang pejabat tinggi Belanda di Pare Pare, Sulawesi
Selatan. Pada tahun 1944 ia kembali ke Inggris setelah sempat membantu Belanda melawan
Jerman. Sebagai tentara Inggris ia di kirim ke Calcutta, India yang mana adalah salah satu
Negara jajahan Inggris. Disana ia mengikuti latihan perang di dalam hutan, setelah 3 bulan
mengikuti latihan perang gerilya ia kemudian dikirim oleh Inggris ke Singapura pada tahun 1945
untuk melawan Jepang.. Belum sempat melawan Jepang ternyata Negara matahari terbit itu
sudah bertekuk lutut pada 15 Agustus 1945.

Selama di Singapura itulah ia mendengar nama Soekarno dan Hatta yang mana keduanya
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Nama Indonesia belum pernah di dengar oleh Andi

Aziz sebelumnya. Sejak saat itulah timbul rasa kerinduannya untuk kembali ke tanah air
Sulawesi Selatan.

Kepada komandannya di Singapura ia mengajukan permohonan pengunduran dirinya dari dinas


militer Inggris. Tetapi keinginannya tersebut ditolak oleh komandannya dan ia diharuskan untuk
menghadap langsung kepada petinggi petinggi angkatan perang Inggris di London mengenai
pengunduran dirinya. Di Singapura ia sempat dipertemukan dengan Panglima Belanda oleh
sahabat sahabatnya tentara Belanda. Kerinduan akan kampung halamannya membuat ia berdusta
dan mengaku kepada Panglima Belanda di Singapura bahwa ia telah keluar dari angkatan perang
Inggris. Ia mengajukan keinginannya untuk bergabung di militer Belanda, maklumlah karena
sistem kemiliteran pada waktu itu masih kurang ketat terlebih karena keadaan perang maka
Belanda tidak mengecek ke absahan pengakuannya dan ia diterima kembali aktif di angkatan
perang Belanda atau KNIL. Tetapi setelah ia di terjunkan di Plaju, Sumatera Selatan ia melarikan
diri dan masuk kembali ke Singapura secara diam-diam untuk menumpang kapal laut menuju ke
Makassar. Pada tahun 1946 ia tiba di Makassar dan menyamar sebagai terntara Inggris.
Sebetulnya NICA sedang mencari cari keberadaan Andi Aziz yang desersi tersebut untuk di
adilkan di pengadilan militer. Tetapi kembali mengingat keadaan yang simpang siur dan kacau
maka NICA tidak berhasil membawa Andi Aziz untuk di adili. Pada tahun yang sama ia diterima
bekerja di kepolisian atas dasar pendidikan militer dan pengalaman perang gerilyanya yang
bagus.

Ketika Negara Indonesia Timur di bentuk ia di angkat sebagai adjudan Presiden Sukawati dan
pangkatnya di kembalikan menjadi Letnan Dua KNIL. Pada tahun 1947 ia dikirim ke Bandung
untuk menjadi instruktur pendidikan militer disana dan kembali ke Makassar pada tahun 1948.
Sekembalinya di Makassar ia di angkat menjadi Komandan Divisi 7 Desember, anak buahnya
adalah asli orang Belanda. Menjelang penyerahan kedaulatan pada tahun 1949 ia dipercayai
untuk membentuk satu kompi pasukan KNIL dan memilih langsung anak buahnya yang mana
berasal dari Toraja, Sunda dan Ambon. Kompi inilah yang kemudian di resmikan oleh Panglima
Teritorial Indonesia Timur, Letnan Kolonel Akhmad Junus Mokoginta dan dilebur menjadi
bagian dari APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Pada tanggal 5 April 1950
kompi ini jugalah yang diandalkan Andi Aziz untuk melakukan pemberontakan.

Sebetulnya pemberontakan Kapten Andi Aziz adalah dikarenakan hasutan Dr. Soumokil Menteri
Kehakiman Indonesia Timur. Tokoh ini jugalah yang memprakarsai adanya pemberontakan
Republik Maluku Selatan. Kapten Andi Aziz mempunyai pertimbangan lain. Ia khawatir akan
tindakan membabi buta dari Dr. Soumokil yang dapat mengakibatkan pertumpahan darah
diantara saudara sebangsa. Atas dasar pertimbangan untuk menghindari pertumpahan darah
tersebutlah ia bersedia memimpin pemberontakan. Ia merasa sanggup memimpin anak buahnya
tanpa harus merenggut korban jiwa. Ternyata memang pemberontakan yang di pimpin olehnya
berjalan sesuai dengan lancar dan tanpa merenggut korban jiwa. Hanya dalam waktu kurang
lebih 30 menit semua perwira Tentara Nasional Indonesia dapat ia tahan dan Makassar
dikuasainya.

Atas tindakannya tersebut Presiden Soekarno memberikan ultimatum kepada Andi Aziz untuk
menyerahkan diri dalam tempo 24 jam, kemudian diperpanjang lagi menjadi 3 x 24 jam.
Panggilan tersebut tidak dipenuhinya karena waktu itu Andi Aziz menganggap keadaan atau
situasi di kota Makassar masih belum stabil karena masih ada pergerakan disana sini di dalam
kota Makassar. Setelah ia merasa Makassar telah aman maka semua tawanannya termasuk
Letnan Kolonel Akhmad Junus Mokoginta dilepaskannya.

Pada akhir tahun 1950 ia di undang kembali oleh Presiden Soekarno untuk datang menghadap di
Jakarta. Ia ditemani oleh seorang pamannya yaitu Almarhum Andi Patoppoi, lalu seorang
Menteri Dalam Negeri Negara Indonesia Timur yaitu Anak Agung Gde Agung serta seorang
wakil dari Komisi Tiga Negara. Ternyata undangan tersebut hanyalah jebakan Presiden
Soekarno, sesampainya ia di pelabuhan udara kemayoran ia langsung ditangkap oleh Polisi
Militer untuk di bawa ke pengadilan. Ia kemudian di tahan dan di adili di pengadilan Wirogunan
Yogyakarta. Oleh pengadilan ia di jatuhi hukuman penjara 14 tahun, tetapi hanya delapan tahun
saja yang ia jalani. Tahun 1958 ia di bebaskan tetapi tidak pernah kembali ke Sulawesi Selatan
sampai masa orde baru. Sekitar tahun 1970-an ia kembali ke Sulawesi Selatan sebanyak 4 kali
dan terakhir pada tahun 1983. Setelah keluar dari tahanan ia terjun ke dunia bisnis dan bergabung
bersama Soedarpo Sastrosatomo di perusahaan pelayaran Samudra Indonesia hingga akhir
khayatnya. Andi Abdoel Aziz meninggal pada 30 Januari 1984 di Rumah Sakit Husada Jakarta
akibat serangan jantung dengan umur 61 tahun. Ia meninggalkan seorang Istri dan tidak ada anak
kandung. Jenasahnya diterbangkan dan dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna
Daeng Maliungan di desa Tuwung kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Turut hadir sewaktu

melayat di rumah duka yaitu mantan Presiden RI, BJ. Habibie beserta Istri, Mantan Wakil
Presiden RI, Try Sutrisno dan perwira perwira TNI lainnya.

Sebelum meninggalnya, ia pernah beberapa kali diminta aktif kembali ke dinas militer TNI oleh
Presiden Soekarno dan diminta untuk membentuk pasukan pengaman Presiden yaitu
Cakrabirawa. Tetapi atas nasehat orang tua dan juga saudara saudaranya maka ia menolak ajakan
Presiden Soekarno tersebut. Pihak keluarga merasa bahwa Andi Aziz adalah seoarang buta
politik yang sudah cukup merasakan akibatnya. Pihak keluarga tidak menginginkan hal tersebut
terjadi untuk kedua kalinya. Beryuskur karena Andi Aziz menolak ajakan tersebut, ternyata
pasukan Cakrabirawa ini jugalah yang di kemudian harinya terlibat membantu pemberontakan
Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.

Kapten Andi Aziz adalah seorang pemberontak yang tidak pernah membunuh dan menyakiti
orang. Ia adalah korban kambing hitamnya Belanda karena kebutaannya mengenai dunia politik.
Ia adalah seorang militer sejati yang mencoba untuk mempertahankan Negara Indonesia Timur
yang menurutnya adalah telah melalui kesepakatan dengan Republik Indonesia Serikat. Dalam
kesehariannya Andi Aziz cukup dipandang oleh masyarakat suku Bugis Makassar yang
bermukim di Tanjung Priok, Jakarta dimana ia dulu menetap. Disana ia diakui sebagai salah satu
sesepuh suku Bugis Makassar yang mana selalui dimintai nasehat-nasehat, dan pikiranpikirannya untuk kelangsungan kerukunan suku Bugis Makassar. Ia juga seorang yang murah
hati dan suka meonolong, pernah suatu waktu pada tahun 1983, ia menampung 71 warga Palang
Merah Indonesia yang kesasar ke Jakarta dari Cibubur. Ia selalu berpesan kepada anak anak
angkatnya bahwa siapapun boleh dibawa masuk ke rumahnya terkecuali 3 jenis manusia yaitu
pemabuk, penjudi dan pemain perempuan.

Profil Andi Aziz dapat kita jadikan bahan pembelajaran bahwa kita hidup di dunia ini jangan
terlalu percaya kepada banyak orang. Untuk itu kita agar senantiasa selalu waspada dan bisa
membaca kecendrungan.

ANDI AZIS 1 DARI 9 ORANG YANG MENGUKUHKAN "PERMESTA". Andi Azis, dan ada yang
menyebutnya Andi Abdoel Aziz,lahir di Barru (Soppeng Riaja) Sulawesi Selatan, merupakan 1 dari 9
orang yang namanya tercantum sebagai Pendiri PERMESTA, Pada masa masa pendudukan tentara
jepang, Andi Azis adalah salah seorang Pejuang Merah Putih di Sulawesi Selatan, bersama dengan
Para Pejuang Merah Putih lainya, dan juga bersama dengan Andi Bahtiar yang kemudian menjadi
Kepala Daerah Swapraja Sopppeng tahun 1950-1957. Andi Azis merupakan Pejuang Gerilyawan
Merah Putih untuk Indonesia Timur pada masa masa Perang Dunia II yang setia sampai akhir
(berahirnya Negara Indonesia Timur) yang dikatakan berakhir secara The Fakto pada tahun 1957,
dan secara The Jure berahir pada tahun 1961. Andi Azis merupakan Perwira Angkatan Bersenjata
yang berjuang untuk Eksistensi Indonesia Timur pada masa Pendudukan Tentara Jepang, dan pada
masa masa terjadi Gejolak dengan antara Indonesia Timur dengan Indonesia Barat (19461949),Andi Azis bersama Para Pejuang Gerilyawan Merah Putih, tentu saja yang menjadi musuhnya
adalah Angkatan Bersenjata Indonesia Barat. Situasi ketegangan antara Indonesia Timur dengan
Indonesia Barat, menyebabkan Pasukan Angkatan Bersenjata Kerajaan Inggris datang di Sulawesi
dan di Jawa pada tahun 1948. Misi Pasukan Inggris pada tahun 1948, dapat dikatakan berhasil, dan
itu terbukti dengan berdirinya Federasi Malaya tahun 1948, dan lahirnya Komprensi Meja Bundar
(KMB) pada tahun 1949 di Kindom of the Nederland. Pasca KMB, pada Tahun 1950 Indonesia Barat
lalu memperingati 17 Agustus di Jawa, dan segaligus dikukuhkannya sebagai Negara Indonesia
Barat. Sementara Indonesia Timur pada tanggal 17 Agustis 1945, Pengukuhanya di Kanre Api Apie,
di Malino. Pada tahun 1950, hal yang menyebabkan Andi Azis, dan Para Gerilyawan Merah Putih
Indonesia Timur lainya pada masa masa Perang Dunia II kembali masuk hutan untuk bergerilya,itu
karena pada tahun 1950, Indonesia Barat melanggar Kesepakan Internasional dengan melakukan
Penyerangan di Wilaya Indonesia Timur yaitu di kalimantan, dibawa Pimpinan Suharto. Untuk
menghadapi Ekspansi Militer Indonesia Barat yang akan menyerang ke Sulawesi, khususnya di
Sulawesi Selatan, maka dikukuhkanlah PERMESTA sebagai Organisasi Militer yang diharapkan
dapat menyatukan Perjuangan Indonesia Timur. Maka dari itu, tahun 1950, Batalion Andi Mattalata
yang sebelumnya merupakan Pejuang Gerilyawan Merah Putih Indonesia Timur yang berjuang di
Jawa, menyeberang ke Sulawesi untuk bergabung dengan Pasukan Indonesia Timur, dan sekaligus
mengukuhkan PERMESTA sebagai wadah Perjuangan, namun sayang, Eksistensi PERMESTA
ternyata tidak mampu menyatukan misi Gerakan Perjuangan Indonesia Timur. Kegagalan misi
PERMESTA Pasca Perang Dunia II, itu tidak terlepas karena tidak adanya seorang Figur yang dapat
menyatukan misi Para Pejuang Merah Putih di Wilaya Indonesia Timur pada satu sisi, dan pada sisi
lain, adanya seorang Pemimpin Besar dari Sulawesi Selatan yang ditunggu tunggu kedatanganya,
Pempimpin Sulawesi yang meninggalkan Sulawesi, dan bergabung dengan salah satu kubu
Pasukan Internasional di Luar Negeri, sebelum masa masa konflik Internasional tahun 1939. Karena
tidak adanya Figur yang dapat menyatukan misi Perjuangan Para Gerilyawan indonesia Timur,
khususnya di Sulawesi, maka Kelompok Kelompok yang dulu pernah berpihak pada Tentara

Pendudukan Jepang, lebih memilih untuk kembali menyokong Perjuangan "Kesatuan" Indonesia
yang di Pelopori oleh Indonesia Barat. Kondisi tersebut melahirkan situasi yang sangat kacau balau
di Sulawesi Selatan khususnya. Sementara Angkatan Bersenjata Indonesia Barat yang
mendapatkan bantuan pembiayaan entah dari Negara mana, semakin dapat mengukuhkan
Integritasnya untuk menggalang "Kesatuan" di Wilaya Indonesia untuk menyatukan Indonesia
dengan Pemerintahan yang berpusat di Jakarta. Tidak ada Gerakan Makar Andi Azis di Sulawsi
Selatan, dan Gerakan Andi Azis hanya merupakan bagian dari Gerakan PERMESTA untuk tetap
berdirinya Indonesia Timur, dan oleh karena itu pula Andi Mattalatta yang sebelumnya berjuang di
Jawa, dan masih sepupu dengan Andi Azis, datang ke Sulawesi Selatan untuk bergabung dengan
Para Pejuang Indonesia Timur, dan menjadi salah satu yang bertanda tangan pada pengukukan
PERMESTA. Andi Azis merupakan 1 dari 9 orang yang namanya tercantum dalam Daftar
Pengukuhan PERMESTA yang Les Tanda Tangannya di jalankan oleh M Jusuf. Yang bertanda
tangan pada waktu itu hanya 8 orang, antara lain yaitu Andi Mattalatta, dan orang yang menjadi Raja
Petama di Malaysia (Abdul Rahman). M Jusuf sendiri yang menjalankan Les untuk mendapatkan
Tanda Tanga pada waktu itu, dan merupakan 1 dari 9 nama dalam daftar pengukuhan PERMESTA,
tidak bertanda tangan, dan oleh karena itu, muncul cerita bahwa M Jusuf menolak bantuan Amerika
Serikat dan Eks NATO untuk mendirikan Pangkalan Militer di Sulawesi Selatan, yaitu di Pare Pare.
Andi Azis, atas Kesetiaanya pada Perjuangan Indonesia Timur, Andi Azis kemudian di Hadiahkan
Perusahan Pelayaran yang bernama Samadura Indonesia oleh Pemerintahan Kindom of Nederland,
dan pada tahun 1960/1970, dapat dipastikan bahwa Andi Azis beralamat di Tanjung Priok,
mengelolah Perusahaan Pelayaran Samudera Indonesia. Saat ini, ada beberapa versi cerita tentang
Andi Azis, selain dari Andi Azis yang merupakan 1 dari 9 orang yang namanya tercantum dalam
daftar sebagai 1 dari 9 orang yang mengukuhkan PERMESTA. Sebanyak apapun versi cerita Andi
Azis, yang jelas, hanya satu orang saja Andi Azis yang namanya tercantum sebagai 1 dari 9 orang
yang mengukuhkan PERMESTA.

Anda mungkin juga menyukai