Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Makalah Pencemaran Air yang diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam
matakuliah Toksikologi Lingkungan dan Produk Pertanian pada pendidikan strata
satu (S1) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh
karena itu, perkenankan penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Wahyu Daradjat N. MS selaku dosen matakuliah Toksikologi
Lingkungan dan Produk Pertanian
2. Teman-teman agroteknologi kelas B dan,
3. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan makalah.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna maka dari itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran membangun supaya makalah dan tugas
berikutnya akan lebih baik lagi.

Jatinangor, 22 Maret 2015


Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Alami di Perairan......................................................................4
2.2 Pengendalian Gulma............................................................................2
BAB III Metodologi Praktikum..........................................................................4
3.1 Tempat dan Waktu...............................................................................4
3.2 Alat dan Bahan.....................................................................................4
3.3 Langkah Kerja.....................................................................................4
BAB IV Hasil dan Pembahasan..........................................................................5
4.1 Hasil ....................................................................................................5
4.2 Pembahasan.........................................................................................6
BAB V PENUTUP..............................................................................................8
5.1 Kesimpulan..........................................................................................8
5.2 Saran....................................................................................................8
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus
kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi.
Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi
pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air
limbah. Air disebut tercemar ketika terganggu oleh kontaminan antropogenik dan
ketika tidak bisa mendukung kehidupan manusia, seperti air minum, dan/atau
mengalami pergeseran ditandai dalam kemampuannya untuk mendukung
penyusun biotik, seperti ikan. Fenomena alam seperti gunung berapi, ledakan
alga, kebinasaan ikan, badai, dan gempa bumi juga menyebabkan perubahan besar
dalam kualitas air dan status ekologi air.
Di sepanjang jalan raya Rancaekek-Cicalengka, telah berkembang kawasan
industri tekstil sejak tahun 1978. Kawasan yang merupakan bagian dari sub-DAS
Citarik tersebut sebenarnya merupakan daerah persawahan yang subur. Akan
tetapi, industrialisasi menyebabkan lahan sawah semakin berkurang. Menurut
Wahyunto dkk. (2001), antara tahun 1969 sampai 2000, lahan sawah di Sub DAS
Citarik menyusut dari 9.675 ha (36,7%) menjadi 9.240 ha (35,4%). Lahan sawah
ini telah dikonversi ke penggunaan non-pertanian seperti perkotaan dan kawasan
industri. Salah satu dampak negatif alih fungsi lahan sawah untuk kawasan
industri adalah terjadinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah
industri.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suganda dkk. (2002), di SubDAS Citarik, khususnya sentra produksi padi di Kabupaten Bandung dan
Kabupaten Sumedang, total area persawahan yang tercemar aliran limbah pabrik
tekstil langsung seluas 1.215 ha; terkena limbah saat banjir lebih dari satu
minggu seluas 254 ha; terkena limbah saat banjir kurang dari satu minggu seluas
474 ha; dan lahan tergenang banjir bulanan (Desember sampai Mei) seluas 520
ha. Hal ini mengakibatkan hasil gabah pada lahan sawah yang terkena limbah
pabrik tekstil berkurang antara 1 sampai 1,5 t/ha/panen dan kerugian di daerah ini
dapat mencapai Rp. 2.43 sampai Rp. 3.65 milyar/tahun (Suganda dkk., 2002).

Salah satu dampak negatif alih fungsi lahan sawah untuk kawasan industri
adalah terjadinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh buangan limbah
industri tersebut. Sehingga saluran irigasi lahan pertanian telah tercemar,
Pencemaran air adalah masuk/dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy dari
komponen/lain kedalam air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam menjadi
kurang/tidak dapat berfungsi lagi dengan peruntukkannya. Padahal menurut
ketentuan, limbah yang akan dibuang ke lingkungan harus aman bagi lingkungan
biofisik lahan, badan air maupun kesehatan manusia atau hewan. Limbah tersebut
harus diolah terlebih dahulu dalam instalasi pengolah air limbah (IPAL) dan
mengalami pemrosesan fisik, kimia, dan biologi sebelum dibuang ke lingkungan
atau badan air/sungai. Namun kenyataannya limbah buangan tersebut masih
sering dikeluhkan masyarakat, karena dampak negatif yang ditimbulkannya
seperti bau, warna, dan gangguan kesehatan. Selain itu juga berpengaruh pada air
irigasi yang telah tercemar.
Air irigasi yang ada di Kecamatan Rancaekek telah mengalami
pencemaran ini selain karena akibat limbah yang berasal dari limbah industri
tekstil juga disebabkan oleh limbah rumah tangga seperti busa sabun, detergent,
softener, dll.
1.2 Rumusan Masalah
Rancaekek, Kab. Bandung dahulu dikenal sebagai daerah lumbung padi
dan penghasil ikan. Namun, sejak industri tekstil mulai berkembang tahun 1990an, sebutan tersebut mulai luntur akibat daya produksinya menurun. Kini, luasan
lahan pertanian di kawasan tersebut nyaris punah. Berdasarkan data-data dan
pernyataan dari sejumlah petani, sebelum adanya pabrik tekstil, produksi padi bisa
mencapai 8 kg gabah kering giling (GKG) per bata (14 m2) atau setara 5,5 ton/ha.
Namun, setelah pabrik-pabrik membuang limbahnya dan mencemari sawah-sawah
petani, dengan jumlah luasan lahan yang sama, produksi padi paling tinggi hanya
4 kg gabah kering giling per bata (sekira 2,8 ton/ha). Produksi sebesar itu pun
jarang terjadi, karena petani seringkali mengalami gagal panen. Tidak hanya pada
tanaman padi pada tanaman mentimun pun mengalami hal yang sama yaitu
menurunnya produktivitas sehingga menyebabkan kualitas dan kuantitas tanaman
mentimun semakin menurun. Semua itu disebabkan karena pembuangan limbah

tersebut dialirkan ke sungai Citarik dan air sungai pun dijadikan air irigasi oleh
petani setempat.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memperoleh informasi dan
mengidentifikasi proses toksik bahan pencemar terhadap tanaman padi dan
mentimun yang diakibatkan oleh pemberian air irigasi yang berasal dari sungai
Citarik yang telah dicemari oleh limbah industri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Alami di Perairan


Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup PP no 82 tahun 2001 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran
adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen
lain kedalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh
kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air/udara turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi dengan peruntukannya. Oleh karena itu, apabila perkembangan
sektor industri dan jenis aktivitas manusia lainnya semakin meningkat, maka
tingkat pencemaran pada alam ini juga akan semakin meningkat.
Seperti yang telah diketahui bahwa pada badan air seperti danau telah
banyak yang tercemar. Pencemaran pada badan air ini dapat berasal dari polutan
organik maupun anorganik yang bersumber dari rumah tangga maupun industri.
Wujud polutan ini juga ada yang padat maupun cair.
Proses Proses Alami yang terjadi di perairan:
a. Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya
nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air yang berakibat tidak
terkontrolnya pertumbuhan tumbuhan air. Bahan organik dan senyawa nutrisi
yang muncul dalam badan air, kemudian didekomposisi oleh bakteri
menggunakan

oksigen

terlarut

untuk

proses

biokimia

maupun

proses

biodegradasi. Akibatnya terjadi penurunan kadar oksigen terlarut ( Dissolved


Oxygen = DO ) dalam badan air.
Pada badan air yang mengalami eutrofikasi, algae sebagai tumbuhan air
berukuran mikro memungkinkan untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat
akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai
sehingga berakibat terjadi peledakan populasi ganggang atau blooming. Setelah
alga mati dan tenggelam ke bagian bawah badan air, terjadi pembusukan oleh
dekomposer yang akhirnya terbentuk detritus yang berlebihan. Detritus yang
dibusukkan menggunakan konsentrasi DO sehingga menghabiskan suplai oksigen
di danau tersebut. Dengan demikian konsentrasi DO di dalam badan air akan

menurun

karena

polutan

organik

maupun

proses

eutrofikasi

sehingga

mempengaruhi spesies air seperti ikan dan hewan air lain yang membutuhkan
oksigen.
b. Fotosintesis
Fotosintesis adalah proses fisiologis dasar yang penting bagi nutrisi
tanaman termasuk fitoplankton. Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang
dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energy
terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya (matahari). Tumbuhan
menyerap karbondioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang
diperlukan sebagai makanannya.
Produktivitas primer menggambarkan jumlah pembentukan bahan organik
baru per satuan waktu. Senyawa organik yang baru akan terbentuk melalui proses
fotosintesis. Kegiatan fotosintesis di perairan waduk dilakukan oleh fitoplankton
dan tanaman air (Boyd 1979).
Produktivitas primer dalam bentuk plankton dianggap salah satu unsur
yang penting pada salah satu mata rantai perairan. Plankton-plankton yang ada
dalam perairan akan sangat berguna dalam menunjang sumberdaya ikan, terutama
dari golongan konsumen primer.
c. Sedimentasi
Arsyad (1989 dalam CRMP, 2001) mendefinisikan sedimentasi sebagai
suatu proses terangkutnya sedimen oleh suatu limpasan air yang diendapkan pada
suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti pada saluran
sungai, waduk, danau, maupun kawasan tepi teluk/laut.
Proses sedimentasi di perairan dapat menimbulkan pendangkalan dan
penurunan kualitas air. Banyaknya partikel sedimen yang dibawa oleh aliran
sungai ke laut akan diendapkan di sekitar muara sungai, sehingga potensial
menggangu alur pelayaran dan menyebabkan banjir apabila musim hujan tiba.
Selain itu, tingginya konsentrasi sedimen dalam badan air akan menyebabkan
kekeruhan yang tidak hanya membahayakan biota tetapi juga menyebabkan air
tidak produktif karena menghalangi matahari untuk fotosintesis (Hardjojo dan
Djokosetiyanto).

d. Urifikasi (Self Purification)


Secara alamiah sistem

perairan

mampu

melakukan

proses self

purification, namun apabila kandungan senyawa organik sudah melampaui batas


kemampuan self purification, rnaka akumulasi bahan organik dan pembentukan
senyawa-senyawa toksik di perairan tidak dapat dikendalikan, sehingga
menyebabkan menurunnya kondisi kualitas air (Garno, 2004).
Senyawa amonia dan nitrit bersifat toksik bila konsentrasinya sudah
melebihi ambang batas. Senyawa amonia atau amonium dan nitrit dalam batasbatas konsentrasi tertentu dapat menimbulkan dampak negatif. Tingginya
akumulasi bahan organik menimbulkan beberapa dampak yang merugikan yaitu,
1) Memacu pertumbuhan mikroorganisme heterotrof dan bakteri patogen, 2)
Eutrofikasi, 3) Terbentuknya senyawa toksik (amonia dan nitrit), dan 4)
Menurunnya konsentrasi oksigen terlarut (Devaraja, 2002).
2.2 Morfologi dan Fisiologi Padi
a. Morfologi
Pencemaran ini mengakibatkan tanaman padi tidak dapat tumbuh dengan
baik, kalaupun tumbuh, bulir-bulir padinya banyak yang tak berisi. Mengalami
nekrotik dan nekrosis pada ujung daunnya selain itu dapat menimbulkan tanaman
kerdil.
b. Fisiologi
Limbah-limbah yang sangat beracun umumnya merupakan limbah kimia,
baik berupa persenyawaan, unsur, ion, maupun gas. Polutan yang masuk ke dalam
sel mesofil, akan memberi pengaruh pada tingkat molekuler atau ultra struktural,
yang menyebabkan perubahan dalam respon stomata, struktur kloroplas, fiksasi
CO2, dan sistem transpor elektron fotosintetik (Anggarwulan & Solichatun,
2007). Tanaman bioindikator atau biomonitor dalam suatu ekosistem akan
berinteraksi dengan lingkungannya dengan menunjukkan perubahan pada
morfologi, anatomi, biokimia, maupun fisiologi. Perubahan yang terlihat dapat
berupa nekrosis, perubahan bentuk dan warna daun, atau dengan kata lain dapat
secara cepat terlihat dan terukur tanpa mendeteksi keberadaan polutan di dalam
jaringan tanaman.

BAB III
METODE PENGUJIAN
Air yang tercemar dapat dilihat dari: bau yang amis dan sebagainya, rasa
yang tidak sesegar air bersih, warna keruh atau tidak sejernih air sehat, tetapi air
yang jernih pun belum tentu bebas dari tercemar atau terkontaminasi, indikatornya
dapat dilihat dari ada atau tidaknya bakteri E.coli didalam air tesebut yang dapat

menyebabkan penyakit bagi konsumen. Uraian diatas sederhana dan dapat dilihat
dengan kasat mata atau bisa disebut dengan ciri-ciri fisik.
Kekeruhan
Mengukur kekeruhan berarti menghitung banyaknya bahan-bahan terlarut
di dalam air, misalnya lumpur, alga (ganggang), detritus dan bahan-bahan kotoran
lainnya. Sungai yang keruh menyebabkan cahaya matahari yang masuk
kepermukaan air berkurang mengakibatkan menurunnya proses fotosinstesis oleh
tumbuhan air sehingga suplai oksigen yang diberikan oleh tumbuhan dari proses
fotosintesis berkurang.
Bahan-bahan terlarut dalam air juga menyerap panas yang mengakibatkan
suhu air meningkat sehingga jumlah oksigen terlarut dalam air berkurang.
Pengukuran kekeruhan air sungai diukur dengan turbidity meter. Pengukuran ini
dapat langsung dilakukan di lapangan dan secara otomatis nilai kekeruhannya
dapat diketahui dalam satuan NTU (Nephlometer Turbidity Units).
Metode yang digunakan adalah visual dengan turbidimeter Hellige. Cara
uji adalah dengan membandingkan intensitas cahaya yang melalui contoh air
dengan intensitas cahaya yang melalui larutan baku silika. Langkah-langkah
pengukuran kekeruhan adalah :
Alat turbidimeter dikalibrasi dengan tujuan untuk menjamin tingkat ketelitian
dalam pengukuran
Cara pengoperasian alat
1. Ditekan tombol on/off untuk menghidupkan alat, ditunggu hingga layar
menyala dan tertera Rd.
2. Sampel dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian ditutup lalu read
ditekan dan ditunggu hingga muncul nilai pada layar, nilai tersebut
merupakan nilai kekeruhan sampel.
Daya Hantar Listrik (DHL)
Daya hantar listrik adalah kemampuan air untuk menghantarkan listrik.
Daya hantar listrik menunjukkan adanya bahan kimia terlarut seperti NaCl.
Konduktivitas air dapat meningkat dengan adanya ion-ion logam berat yang
dilepaskan oleh bahan-bahan polutan. Daya hantar listrik dinyatakan sebagai
umhos/cm adalah konduktan dari suatu konduktor dengan panjang 1 cm dan

mempunyai

penampang

cm2.

Peralatan

yang

dipergunakan

adalah

konduktometer. Konduktometer yang digunakan dikalibrasi terlebih dahulu


dengan cara alat dihidupkan kemudian tombol ditekan. Cara kerja untuk
pengukuran daya hantar listrik adalah :
a) Kalibrasi alat untu menjamin tingkat ketelitian hasil pengukuran.
b) Cara penggunaan
- Electrode dicelupkan ke dalam wadah yang berisi sampel lalu dilihat pada
-

nilai yang tertera pada alat, ditunggu hingga nilai pada layar stabil.
Nilai yang tertera pada layar merupakan nilai sampel.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut penelitian dari Pusat Penelitian Pengembangan Tanah dan
Agroklimat sejak 2001, yang dipaparkan tim dari BPLHD maupun PSDA, tanah
di persawahan Rancaekek mengandung natrium (Na) dengan konsentrasi tinggi
yaitu 2,03-12,97 me/100g tanah. Sebagai perbandingan, kadar Na dalam tanah
yang tidak tercemar limbah industri tekstil hanya 0,42 me/100g tanah. Selain Na,
unsur logam berat pencemar lainnya yang terdeteksi adalah Hg, Cd, Cr, Cu, Co,
dan Zn.
a) Methly mercuri

10

Sumber : Pabrik logam dan baja, zat warna, pabrik

kertas, batere,

pestisida, limbah rumah sakit, farmasi, tinta, pengawet, pelindung baja,


desinfektan, pabrik PVC
Absorpsi, Melalui system pernafasan, pencernaan, sedikit melalui kulit.
Eksresi , Urine, feses dan epitel
b) Cadmium (Cd)
Sumber: Elektroplating, pabrik tekstil, pabrik batere, pabrik plastik,
fotografi, keramik dan porselen.
Absorbsi: Sistem pernapasan, gastrointestinal, kecil sekali melalui kulit.
Jenis Cadmium : Ikatan valensi 2+, garam cadmium, oksida, hidroksida
dan karbamat
Ekskresi: Urine, feses
Toksisitas: Kasus itai-itai, gangguan paru-paru (iritasi), akut, dan diare
c) Timbal
Tersebar luas
Persistensi tinggi
Toksisitas tinggi
Sumber dari air, udara dan makanan
Digunakan oleh industri, pertanian
95% ditemukan pada tulanng
Organ target adalah ystem hematopoetic dan ystem syaraf
Proses toksik bahan pencemar terhadap tanaman padi dan mentimun (fase
eksposure, kinetic dan dinamik)

Fase Eksposure
Limbah berasal dari perusahaan bergerak di bidang produksi texstil di

bantaran sungai Citarik dan dalam memproduksi texstil khususnya di bidang


persiapan kain Filamen, persiapan kain katun / SPUN menggunakan bahan
Berbahaya Beracun (B3) yaitu bahan kimia berupa Caustic Soda / NaOH,
Desizing / penghilang kanji dan zat pewarna Dispers. Unsur logam berat
pencemar lainnya yang terdapat di sungai Citarik adalah Hg, Cd, Cr, Cu, Co, dan
Zn. Dan limbah industri tekstil tersebut dibuang ke sungai Citarik, di mana air
sungai Citarik tersebut digunakan untuk pengairan lahan pertanian.

Fase Kinetik

11

Pencemaran yang terjadi ini disebabkan oleh limbah industri tekstil yang
dibuang ke badan air atau sungai, sementara sungai merupakan sumber pengairan
lahan sawah yang ada di bagian hilir pabrik atau industri. Akibatnya unsur-unsur
kimia yang terbawa limbah, selanjutnya mengendap di dalam tanah. Proses ini
terus berlanjut sehingga terjadi akumulasi bahan berbahaya dan beracun (B3) serta
logam berat di dalam tanah.

Fase Dinamik
Pencemaran ini mengakibatkan tanaman padi tidak dapat tumbuh dengan

baik, kalaupun tumbuh, bulir-bulir padinya lebih banyak yang tak berisi. Selain
tanaman padi, tanaman mentimun mengalami hal yang sama. Tanaman-tanaman
tersebut mati setelah diberi pengairan yang airnya bersumber dari sungai Citarik.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran air dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Pemakaian pestisida sesuai dosis.
2. Sisa air buangan pabrik dinetralkan lebih dahulu atau melalui proses IPAL
sebelum dibuang ke sungai.
3. Pembuangan air limbah pabrik tidak boleh melalui daerah pemukiman
penduduk. Hal ini bertujuan untuk menghindari keracunan yang mungkin
terjadi karena penggunaan air sungai oleh penduduk.

12

4. Setiap rumah hendaknya membuat septi tank yang baik.


5. Pemakaian sabun maupun detergent dengan jumlah yang sedikit.
6. Adanya pengawasan limbah dan sampah yang tepat sehingga tidak
berdampak negative pada lingkungan.
7. Dilakukan rehabilitasi
8. Adanya udang-undang atau hukuman bagi perusahan-perusahaan yang
membuat limbah tanpa dinetralkan terlebih dahulu.
9. Mengetahui berbagai macam limbah dan sampah plastik
a. Limbah yang Dapat Diuraikan (Biodegradable)
Limbah jenis ini adalah limbah yang dapat diuraikan atau\ didekomposisi,
baik secara alamiah yang dilakukan oleh dekomposer (bakteri dan jamur) ataupun
yang disengaja oleh manusia, contohnya adalah limbah rumah tangga, kotoran
hewan, daun, dan ranting.
b. Limbah yang Tak Dapat Diuraikan (Nonbiodegradable)
Adalah limbah yang tidak dapat diuraikan secara alamiah oleh
dekomposer. Keberadaan limbah jenis ini di alam sangat membahayakan,
contohnya adalah timbal (Pb), merkuri, dan plastik. Untuk menanggulangi
menumpuknya

sampah

tersebut

maka

diperlukan

upaya

untuk

dapat

menanggulangi hal tersebut. Pemanfaatan limbah dapat ditempuh melalui dua


cara, yaitu dengan proses daur ulang menjadi produk tertentu yang bermanfaat
dan tanpa daur ulang.
Sehingga sampah atau limbah dapat diuraikan melalui daur ulang baik
limbah organik (yang berasal dari sisa makhluk hidup) maupun sampah anorganik
(dari bahan-bahan tak hidup atau bahan sintetis) dapat dimanfaatkan menjadi
suatu produk yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Limbah-limbah organik
seperti sisa-sisa kotoran hewan dan yang berasal dari tumbuhan dapat
dimanfaatkan menjadi pupuk kompos yang dapat digunakan untuk menyuburkan
tanaman. Limbah kertas juga dapat didaur ulang menjadi kertas baru. Limbah
pabrik tahu yang biasanya dibuang begitu saja juga dapat dimanfaatkan menjadi
makanan yang berserat tinggi yang baik untuk pencernaan. Limbah-limbah
anorganik, contohnya besi, aluminium, botol kaca, dan plastik dapat didaur ulang
menjadi produk-produk baru. Besi tua dan aluminium dapat dilebur dijadikan

13

bubur kemudian dicetak menjadi besi baja dan aluminium yang baru. Limbahlimbah plastik juga dapat dilebur dijadikan peralatan rumah tangga dan peralatan
lain dari plastik.2. Tanpa Daur UlangSelain melalui daur ulang, sampah juga bisa
langsung dimanfaatkan tanpa daur ulang. Contohnya adalah pemanfaatan ban-ban
bekas yang dijadikan perabot ( meja, kursi, dan pot ), serbuk gergaji sebagai
media\ penanaman jamur, botol, dan kaleng yang dapat digunakan untuk pot.
Selain dilakukan pada limbah tekstil, pengendalian juga dapat dilakukan
pada perairan. Secara garis besar sebenarnya ada dua cara yang bisa dilakukan
untuk mencegah dan mengatasi pencemaran perairan oleh logam berat, yaitu cara
kimia dan biologi. Cara kimia adalah dengan reaksi chelating dan cara biologi
misalnya dengan menggunakan tanaman eceng gondok

5.2 Saran
Perlu diadakan kajian terhadap kebijakan pemerintah dalam menempatkan
kawasan industri di daerah persawahan yang subur karena langkah tersebut
kurang tepat terutama di Sub DAS Citarik yang mengakibatkan terjadinya
penyusutan lahan sawah seluas 787 ha terhitung dari tahun 1991 sampai tahun
2000.
Selain itu, sejauh ini pengkajian dampak negatif dari konversi lahan sawah
lebih banyak dipandang dari nilai ekonomi komoditas yang hilang. Padahal
semestinya dilakukan pula kajian secara mendalam dari aspek lainnya, seperti
penurunan kualitas sumber daya tanah, air, udara, dan keragaman hayati.
Alihfungsi tersebut menyebabkan hilangnya beberapa keuntungan ekternal
(externalities) yang bisa didapatkan dari keberadaan lahan sawah. Oleh karena itu,
penting artinya untuk melakukan kuantifikasi berbagai peranan lahan sawah

14

(multifungsi), sehingga didapatkan justifikasi kuat dalam melakukan advokasi


untuk mempertahankan keberadaan lahan sawah.
https://akutresno.wordpress.com/2012/02/26/produktivitas-primer-perairan/
http://beranda-miti.com/purifikasi-alamiah-self-purification-limbah-perairandengan-agen-bioremediasi/
https://www.academia.edu/5498871/Penanggulangan_Pencemaran_Air_Sungai
(diakses pada hari minggu 22 Maret 2015 pukul 20.20 WIB)
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/buku/tanahsawah/tanahsa
wah9.pdf
http://eprints.undip.ac.id/36855/1/ISI%3DBAB_16_dan_DAFTAR_PUSTAKA.pdf

Anda mungkin juga menyukai