TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI DEMAM BERDARAH
a. Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dandewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanyamemburuk setelah
dua hari pertama. (Mansjoer, 2001)
b. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
c. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).
d. Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat
serotype virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam
yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan
sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari
kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian. (Rohim dkk, 2002 ; 45)
2. KLASIFIKASI DEMAM BERDARAH
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4
tingkat (UPF IKA, 1994) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 7 hari , gejala umum tidak khas, uji tourniquet hasilnya positif
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala pendarahan spontan
seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan
gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah
dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun
(120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
1. Derajat I (Ringan)
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II (Sedang)
perdarahan lain.
c. Derajat III
: Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien
menjadi gelisah.
d. Derajat IV
: Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diukur.
Menurut WHO, klasifikasi kasus Dengue yang disepakati sekarang adalah
(Kementerian Kesehatan RI, 2010) :
1) Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs)
2) Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs)
3) Dengue berat (severe Dengue)
Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :
Dengue probable :
Bertempat tinggal/bepergian ke daerah endemic dengue
Demam disertai 2 dari hal berikut :
- Mual, muntah
- Ruam
- Sakit dan nyeri
- Uji torniket positif
- Leukopenia
- Adanya tanda bahaya
Tanda bahaya adalah :
- Nyeri perut atau kelembutannya
- Muntah berkepanjangan
- Terdapat akumulasi cairan
- Perdarahan mukosa
- Letargi, lemah
- Pembesaran hati >2 cm
- Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak
jelas)
Kriteria dengue berat :
Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DDS), akumulasi
cairan dengan distress pernapasan. Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit
yang tinggi atau meningkat secara progresif, adanya efusi pleura atau asites,
gangguan sirkulasi atau syok (takikardi, ekstremitas dingin, CRT >3 detik, nadi
lemah atau tidak terdeteksi, tekanan nadi yang menyempit atau pada syok lanjut
a. Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan
satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus
flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel sel mamalia misalnya
sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus. (Suharso, 1994)
b. Vector
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies
lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Mansjoer & Suprohaita; 2000).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes
Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah
pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana bejana yang
terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di
lubang lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap
darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari
(Suharso, 1994).
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk
kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta. (Suharso, 1994)
d. Lingkungan
1. Kepadatan penduduk
Semakin padat penduduk, semakin mudah nyamuk Aedes menularkan
virusnya dari satu orang ke orang lainnya. Pertumbuhan penduduk yang
tidak memiliki pola tertentu dan urbanisasi yang tidak terencana serta
tidak terkontrol merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
munculnya kembali kejadian luar biasa penyakit DBD (WHO, 2000).
2. Sanitasi lingkungan
Kondisi sanitasi lingkungan berperan besar dalam perkembangbiakan
nyamuk
Aedes,
terutama
apabila
terdapat
banyak
kontainer
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan
suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus
Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue hemmorrhagic
fever dan dengue shock syndrome (Depkes RI, 2006)
a. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri
tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Suharso,
1994)
b. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak
yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati
teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .
(Suharso, 1994)
c. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada
tempat fungsi vena, petekia dan purpura (Suharso, 1994; 39). Perdarahan ringan
hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di
dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995)
d. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (Suharso, 1994)
e. Trombositopenia
Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila dibawah
150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai ketujuh sakit.
f.
Kebocoran plasma
Hipovolemi
Renjatan hipovolemi (syok),hipotensi
Hepar
efusi pleura
kekurangan
volume cairan
masuk hipotalamus
Mengacaukan termoregulasi
Hipertermi
peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2o
Ke ekstravaskuler
Paru-paru
Abdomen
Hepatomegali
Agregasi Trombosit
Resiko
Ketidakefektifan
pola nafas
Acites
Mual,muntah
Trombositipeni
Koagulopati
Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
Perdarahan
Perdarahan
GI
Gusi
Kapiler
Hematemesis
Kulit
Petekie
Ekimosis
Resiko
ketidakseimbanga
n elektrolit
Hipoxia jaringan
Mimisan
Metabolisme anaerob
Melena
Penimbunan asam laktat
Anemia
Keletihan, malaise, nyeri otot,
sendi, nyeri kepala
Nyeri
Akut
6. Pemeriksaan Diagnosis Demam Berdarah
Pemeriksaan diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) yang dapat dilakukan untuk
menegakkan
DHF
yaitu
dengan
melakukan
pemeriksaan
laboratorium
yang
(mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994).
Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI
(Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah:
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20
dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi pada
infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut > 1/20 dan
akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium
Laboratorium:
Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.
Trombosit menurun.
HB meningkat lebih 20 %
HT meningkat lebih 20 %
Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
Protein darah rendah
Ureum PH bisa meningkat
NA dan CL rendah
20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan
mikro.
Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml darah
dan disebut dengan % dari volume darah itu (Gandasoebrata R, 2004).
4. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien
didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan
pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun.
Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /l atau kurangdari 1-2 trombosit/ lapang
pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang pada pemeriksaan
hapusan darah tepi.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua
sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung dengan
menggunakan faktor konversi jumlah trombosit per /l darah (Gandasoebrata R,
2004).
5. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai
lekopenia ringan.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua
sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan faktor konversi
jumlah lekosit per /l darah (Gandasoebrata R, 2004).
6. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup
kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam darah
berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan menyebabkan
terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu
menjadi memanjang.
Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah
dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya perdarahan tersebut
secara spontan. (Gandasoebrata R, 2004).
7. Pemeriksaan Clothing time (CT )
Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan hemostatis.
Prinsip : Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur waktunya mulai dari
keluarnya darah sampai membeku. (Gandasoebrata R, 2004).
8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma biru 4
% dengan berbagai macam bentuk :monositoid,plasmositoid dan blastoid. Terdapat
limfosit Monositoid mempunyai hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan IgG
positif, dan limfosit non monositoid (plasmositoid dan blastoid) dengan derajat
penyakit I dan IgM positif. (Kosasih,E.N, 1984).
Prinsip: Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100 sel jenis-jenis lekosit.
9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM positif
menandakan infeksi primer.Tes ini mempunyai kelemahan karena sensitifitas pada
infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer lebih rendah, dan harganya
relatif lebih mahal.
Prinsip : Antibodi dengue baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat oleh anti-human
IgM dan IgG yang dilapiskan pada dua garis silang di strip nitrosellulosa (Suroso dan
Torry Chrishantoro,2004).
10. Uji neutralisasi ( Neutralization test = N test)
Uji neutralisasi ( NT) adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Redustion
Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang
terjadi saat antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalm serum hampir bersamaan
dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan
lama (>4-8 th). Uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga tidak dipakai secara rutin.
7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponendarah bilamana diperlukan.
a. Penanganan pada fase demam
Pada fase ini untuk membedakan apakah anak menderita DF atau DHF. Maka pada
fase ini penanganan dari keduanya adalah sama yaitu mengobati gejalanya. Dapat
diberikan parasetamol (4 kali dalam 24 jam). Jangan memberikan aspirin dan
ibuprofen karena akan menyebabkan gastritis dan perdarahan. Parasetamol yang
diberikan menurut umurnya jika suhunya diatas 39C.
b. Penanganan DBD derajad 1 dan II
Gejala klinis: demam 2-7 hr, uji tourniquet (+) Atau perdarahan spontan
Lab:Ht tdk meningkat, trombositopenia (ringan).
-
minum
banyak
1-2L/hari
atau
pasien
muntah
terus
menerus
1sendok makan tiap 5 menit. Jenis minuman:air putih, teh manis, sirup, jus buah,
susu, oralit. Bila suhu >38,5C beri parasetamol pasang infuse NaCl0.9%. Bila
kejang beri obat antikonvulsif dextrose 5% (1:3), tetesan rumatan sesuai berat
badan, px Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam
-
Pulang
Evaluasi 15menit
O2 2-4l/menit
Penggantian
vol
plasma
segeracairan
kristaloid
(RL atau
NaCl
0.9%
penetapan diagnosis, dan manajemen penanganan DHF secara tepat (World Health
D
engue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic Fever
(DHF) sedang kadang kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat
diikutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya
syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk, 1995 ; 571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203) yaitu:
-
Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau
kejangkejang.
Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif,
kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV meningkat.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994
; 203 206 adalah:
Hiperpireksia (suhu 4000C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan surface cooling.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh
diberikan
Umur 6 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari
Umur 1 5 tahun : 50 100 mg, 4 sehari
Umur 5 10 tahun : 100 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
a. Oral ad libitum atau
b.1.Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB <
10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama
sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
2. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak
banyaknya dan sesering mungkin.
3.
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang
harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu
24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
Obat-obatan lain :
-
Dengan renjatan:
2. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat III
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994
; 203 206 adalah.
a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba
dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer
Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam
24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang
lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB
dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membaik dilanjutkan cairan RL
sebanyak kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk
dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang
maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membaik
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ;
203 206 adalah.
a. Berikan cairan RL sebanyak 30 ml/Kg BB/1 jam, bila keadaan baik (T > 80 mmHg dan
nadi < 120 x/menit, akral hangat lanjutkan dengan RL sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam.
Jika keadaan umum tidak stabil infus RL dilanjutkan sampai perhitungan sebagai
berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu
setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
b. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk. Tensi
tak terukur dan nadi tak teraba maka klien harus dipasang infus 2 tempat dengan
maksud satu tempat untuk RL 10ml/Kg BB/1 jam dan tempat lain untuk pemberian
plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam
selama 1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL dengan
perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu
setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk. Tensi
tak terukur secara palpasi dan nadi teraba cepat lemah, akral dingin maka klien ini
sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak
20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL dengan
perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu
setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
d. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum membaik tetapi tensi
terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120 x/menit akral hangat atau akral dingin
maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai 30 ml/Kg
BB/24 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan
sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu
setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
e. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 10 ml/Kg BB/1 jam tidak
menunjukkan perbaikan T = 0, N = 0 maka klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian
anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan yang dibutuhkan apabila sudah sesuai
dengan yang masuk. Dalam hal ini perlu monitor dengan pemasangan CVP, gunakan
obat Dopamin, Kortikosteroid dan perbaiki kelainan yang lain.
f. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1 jam belum
menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80, N > 120 x/menit), maka klien ini perlu
diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10
ml/Kg BB/1 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu
dikonsultasikan ke bagian anestesi.
g. Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1 jam belum
menunjukkan perbaikan yang optimal (T > 80, N < 120 x/menit), akral dingin maka klien
ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai 30 ml/Kg BB/24 jam.
Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian
anestesi.
Untuk kasus kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2 jam pikirkan
bahaya overload dan kemampuan kontraksi yang kurang. Dalam hal ini klien perlu
diberikan Lasix 1 mg/Kg BB/kali dan Dopamin.
Penatalaksanaan Untuk Pasien Dewasa
Protokol 1 Pasien Tersangka DBD
Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikanpertolongan pertama
pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmasatau Istalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit dan tempat perawatan lainnya untukdipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan
indikasi rujuk atau rawat.Manifestasi perdarahan pada pasien DBD pada fase awal mungkin
masihbelum
tampak,
lekositdantrombosit)
demikian
mungkin
pula
masih
hasil
pemeriksaan
dalam
darah
Batas-Batas
tepi
normal,
(Hb,
Ht,
sehingga
banyak, serta diberikan infus ringer laktat sebanyak 500cc dalamempat jam. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan ulang Hb, Ht dan trombosit.
Pasien di rujuk apabila didapatkan hasil sebagai berikut.
1. Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari100.000/pl atau
2. Hb, Ht yang meningkat dengan jumlah trombosit kurang dari150.000/pl
Pasien dipulangkan apabila didapatkan nilai Hb, Ht dalam batas normaldengan jumlah
trombosit lebih dari 100.000/pl dandalam waktu 24 jamkemudian diminta kontrol ke
Puskesmas/poliklinik atau kembali ke IGD apabilakeadaan menjadi memburuk. Apabila
masih meragukan, pasien tetapdiobservasi dantetap diberikan infus ringer laktat 500cc
dalam waktu empatjam berikutnya. Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang Hb. Ht
danjumlahtrombosit.
Pasien dirawat bila didapatkan hasil laboratorium sebagai berikut.
1. Nilai Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari100.000/ul
2. Nilai Hb, Ht tetap/meningkat dibanding nilai sebelumnya denganjumlah trombosit normal
atau menurun
Selama diobservasi perlu dimonitor tekanan darah, frekwensi nadidanpernafasan serta
jumlah urin minimal setiap 4 jam.
Catatan :
epilepsi.
Padapasien
dengan
usia
40
tahun
atau
lebih
pemeriksaan
dari0,5ml/kgBB/jam.
Gejala-gejala
diatas
merupakan
tanda-tanda
1. Catatan : Pulang
spontan
dan
perdarahanhidung/epistaksis
hidung,perdarahan
masif
yang
saluran
hematoskesia),perdarahan
perdarahantersembunyi,
tidak
cerna
saluran
dengan
pada
terkendali
DBD
walaupun
(hematemesis
kencing
jumlah
pasien
(hematuria),
perdarahan
dewasa
telah
dan
diberi
tampon
melena
atau
perdarahan
sebanyak
misalnya
4-5
otak
dan
ml/kgBB/jam.
Padakeadaan seperti inijumlah dan kecepatan pemberian cairan ringer laktat tetapseperti
keadaan DBD tanpa renjatan lainnya 500 ml setiap 4 jam. Pemeriksaantekanan darah, nadi,
pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkindengan kewaspadaan terhadap
tanda-tanda syok sedini mungkin.Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit serta hemostase harus
segera dilakukandan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6
jam.Heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tandaKID.
Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen Plasma(FFP) diberikan
bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan
PTT yang memanjang), Packed Red Cell (PRC) diberikan bila nilai Hb kurangdari 10 g%.
Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD denganperdarahan spontan dan masif
dengan jumlah trombosit kurang dari100.000 ipldisertai atau tanpa KID.
Pada kasus dengan KID pemeriksaan hemostase diuiang 24 jam kemudian,sedangkan
pada kasus tanpa KID pemeriksaan hemostase dikerjakan bilamasih ada perdarahan.
Penderita DBD dengan gejaia-gejala tersebut diatas,apabila dijumpai di Puskesmas perlu
dirujuk dengan infus. Idealnyamenggunakan plasma expander (dextran) 1-1,5 liter/24jam.
Bila tidaktersedia, dapat digunakan cairan kristaloid.
terjadinya
syok,
oleh
karena
selain
proses
patogenesis
penyakit
masihberlangsung, juga sifat cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetapdalam
pembuluh darah setelah 1 jam dari saat pemberiannya. Oleh karena ituapabila hemodinamik
masih belum stabil dengan nilai Ht lebih dari 30/odianjurkan untuk memakai kombinasi
kristaloid dan koloid denganperbandingan 4:1 atau 3:1, sedangkan bila nilai Ht kurang dari
30 vol %hendaknya diberikan transfusi sel darah merah (packed red cells)
Apabila pasien SSD sejak awal pertolongan cairan diberikan kristaloid danternyata syok
masih tetap belum dapat diatasi, maka sebaiknya segeradiberikan cairan koloid. Bila
hematokrit kurang dari 30 vol% dianjurkandiberikan juga sel darah merah. Cairan koloid
diberikan
dalam
tetesan
cepat
10-20
ml/kgBB/jam
dan
sebaiknya
yang
didapatkantanda-tanda
menunjukkanadanya
KID,
perdarahan,
maka
perkembangankearah perdarahan.
waiaupun
heparin
tidak
hasil
pemeriksaan
diberikan,
kecuali
hemostasis
bila
ada
Komplikasi
5. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit.Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
6. Ensepalopati.
Pada ensepalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apati atau
somnolen, dapat disertai kejang, dan dapat DBD/SSd. Apabila pada pasien syok
dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensepalopati,
syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok teratasi, maka perlu dievaluasi
kembali mengenai kesadaran pasien. Pungsi lumbal dikerjakan bila syok telah
taratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-hati bila jumlah trombosit <50.000/l.
Pada ensepalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar transminase
(SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis
pada analisa gas darah, dan hiponatremia (bila mungkin periksa kadar amoniak
darah).
7. Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
8. Disorientasi, prognosa buruk
9. Dengue Syok Syndrome (DSS) merupakan kegagalan peredarah darah pada
pasien DHF karena kehilangan plasma dalam darah akibat peningkatan
permeabilitas kapiler darah. Syok terjadi apabila darah sudah semakin mengental
karena plasma darah merembes keluar dari pembuluh darah. DSS dapat terjadi
pada DHF derajat III dan derajat IV. Pasien DHF derajat III mengalami syok, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, pasien gelisah, sianosis di sekitar
mulut, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan, dan
kaki. Pada pasien DHF derajat IV pasien menagalami syok dengan tanda yaitu
penurunan tingkat kesadaran, denyut nadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak
terukur (Departemen Kesehatan RI, 2005).
10. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
11. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungandengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler.Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besardan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau kompleks virusantibodi.
12. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 7, disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi
cairan
serosa
ke
rongga
pleura
dan
peritoneum,
hipoproteinemia,
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok teratasi . Diuresis diusahakan >1
ml/kgBB/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok
berat seringkali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin,
dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
14. Oedem Paru
Oedem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima
sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedem paru
oleh karena pembesaran plasma masih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat
terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, cairan masih diberikan
(kesalahan memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalami distres pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran oedem paru
pada foto dada. Gambaran oedem paru harus dibedakan dengan perdarahan
paru.
Line of resistance
(garis paling dalam)
Agregat klien dalam model community as partner ini meliputi intrasistem dan
ekstrasistem. Intrasistem terkait adalah sekelompok orang-orang yang memiliki satu
atau lebih karakteristik (Stanhope & Lancaster, 2004). Agregat ekstrasistem meliputi
delapan subsistem yaitu komunikasi, transportasi dan keselamatan, ekonomi,
pendidikan, politik dan pemerintahan, layanan kesehatan dan sosial, lingkungan fisik
dan rekreasi (Helvie, 1998; Anderson & McFarlane, 2000; Ervin, 2002; Hitchcock,
Schubert, Thomas,1999; Stanhope & Lancaster, 2004; Allender & Spradley, 2005).
Delapan subsistem dipisahkan dengan garis putus-putus artinya sistem satu dengan
yang lainnya saling mempengaruhi. Di dalam komunitas ada lines of resistance,
merupakan mekanisme internal untuk bertahan dari stressor. Rasa kebersamaan
dalam komunitas untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan anak-anak adalah
contoh dari line of resistance.
Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan bahwa dengan menggunakan model
community as partner terdapat dua komponen utama yaitu roda pengkajian
komunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri dari dua
bagian utama yaitu inti dan delapan subsistem yang mengelilingi inti yang
merupakan bagian dari pengkajian keperawatan, sedangkan proses keperawatan
terdiri dari beberapa tahap mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.