DIARE
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Kepaniteraan Klinik di Bagian Anak dan Perinatologi
Rumah Sakit Jogja
Diajukan Kepada:
dr. Fita Wirastuti, M.Sc, Sp.A
Disusun oleh :
Lidya Daniati, S.Ked
2009 0310 217
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare adalah buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan
konsistensi lembek atau cair. Diare merupakan salah satu penyebab angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak di bawah umur lima tahun di
seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar kesakitan dan 3 juta kematian per tahun.1
Menurut WHO (World Health Organization) dan UNICEF, setiap
tahun ada sekitar dua miliar kasus penyakit diare di seluruh dunia dan terdapat 1.9
juta anak-anak usia kurang dari 5 tahun meninggal karena diare yang sebagian
besar terjadi pada negara berkembang. Berdasarkan jumlah tersebut, terdapat 18%
dari semua kematian anak di bawah usia lima tahun yang berarti bahwa lebih dari
5000 anak yang meninggal setiap hari akibat penyakit diare. Dari semua kematian
anak akibat diare, 78% terjadi di wilayah Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia,
penyebab kematian akibat diare pada semua kelompok umur, dari SKRT tahun
2001 (17%) menduduki urutan ke-2; dari SKRT tahun 2003 (19%) menduduki
urutan pertama dan dari Riskesdas 2007 pada penyakit menular (13.2%)
menduduki urutan ke-4. Namun penyebab kematian akibat diare pada balita di
SKRT 2003 (19%), angka ini ditemukan lebih tinggi pada Riskesdas 2007 yaitu
25.2% dan menduduki urutan pertama/tertinggi. Demikian pula kelompok umur
29 hari sampai 11 bulan (31.4%), juga menduduki urutan pertama/tertinggi.2,3
Setiap anak di bawah usia 5 tahun mengalami rata-rata tiga episode
tahunan diare akut. Secara umum dalam kelompok usia ini, diare akut adalah
penyebab kedua kematian (setelah pneumonia) karena insiden dan risiko kematian
dari penyakit diare terbesar di antara anak-anak dalam kelompok usia ini
khususnya pada bayi. Dampak lain dari diare pada anak-anak yaitu gangguan
pertumbuhan, kekurangan gizi, dan gangguan kognitif pada negara berkembang.
Selama tiga dekade, faktor-faktor dari masa lalu seperti ketersediaan dan
penggunaan garam rehidrasi oral (oralit), ASI, peningkatan gizi, sanitasi dan
kebersihan yang lebih baik, serta peningkatan cakupan imunisasi campak yang
2
diyakini telah memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kematian di
negara berkembang.2
Berdasarkan data diatas, diare merupakan suatu penyakit yang harus
diperhatikan dengan serius karena merupakan penyebab kedua kematian pada bayi
dan anak setelah pneumonia. Oleh sebab itu, penulis akan membahasnya dalam
kesempatan ini agar dapat menambah wawasan masyarakat tentang diare.
B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari diare.
C. Manfaat Penulisan
Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai diare pada pediatrik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (lebih dari 3 kali dalam 24 jam). Konsistensi tinja
lebih penting dari pada jumlah tinjanya. Bayi yang hanya diberi ASI saja
dengan tinja terlihat berwarna pucat bukan termasuk diare. Ibu biasanya tahu
ketika anak mereka terkena diare dan dapat membantu memberikan
keterangan berguna tentang situasi yang terjadi.4,5
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat
kesakitan dan kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara
berkembang, dan sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka
kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum, diperkirakan lebih dari
10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya, sekitar
20% meninggal karena infeksi diare. Kematian yang disebabkan diare di
antara anak-anak terlihat menurun dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun.
Meskipun mortalitas
merupakan
penyakit
yang
disebabkan
oleh
infeksi
insidens diare pada semua kelompok umur terlihat cenderung menurun pada
tahun 2002, kemudian terjadi peningkatan dan penurunan yang bervariasi.
Fluktuasi angka insidens ini disebabkan persentasi kelengkapan laporan dari
puskesmas dan rumah sakit (RS) yang bervariasi pula dari tahun ke tahun.
Perbedaan ini disebabkan data tidak dikirim ke pusat atau data yang dikirim
kurang lengkap, mungkin karena adanya kebijakan desentralisasi dari pusat
termasuk bidang kesehatan pada tahun 2002. Dilaporkan oleh Ditjen PPM
dan PL, persentase kelengkapan laporan dari puskesmas dari tahun 20012004 berkisar 13.6% - 24.4%, dan dari RS berkisar 15.4% - 14.7%. Pada
tahun 2008, tiga provinsi tidak mengirimkan laporan/data. Dari data STP
Puskesmas yang diterima, kasus yang terbanyak adalah pada kelompok umur
1- 4 tahun.4,8,10
Mortalitas
WHO (2003) melaporkan bahwa penyebab utama kematian pada
balita adalah Diare (post neonatal) 14% dan Pneumonia (post neonatal) 12%
kemudian Malaria 8%, penyakit tidak menular (post neonatal) 4% injuri (post
neonatal) 3%, HIVAIDS 2%, campak 1%, dan lainnya 13%, dan kematian
bayi <1 bulan (newborns death) 41%. Kematian pada bayi umur <1 bulan
akibat diare yaitu 2%. Terlihat bahwa diare sebagai salah satu penyebab
utama tingginya angka kematian anak di dunia.7
Di Indonesia, penyebab kematian akibat diare pada semua
kelompok umur, dari SKRT tahun 2001 (17%) menduduki urutan ke-2; dari
SKRT tahun 2003 (19%) menduduki urutan pertama dan dari Riskesdas 2007
pada penyakit menular (13.2%) menduduki urutan ke-4. Namun penyebab
kematian akibat diare pada balita di SKRT 2003 (19%), angka ini ditemukan
lebih tinggi pada Riskesdas 2007 yaitu 25.2% dan menduduki urutan
pertama/tertinggi. Demikian pula kelompok umur 29 hari sampai 11 bulan
(31.4%), juga menduduki urutan pertama/tertinggi. Dalam hal ini ditemukan
adanya peningkatan yang cukup tinggi proporsi kematian balita akibat diare.
Peningkatan proporsi dapat dikatakan masih kurangnya pemanfaatan sarana
pelayanan kesehatan (RS, puskesmas, puskesmas pembantu, dokter praktek
dan bidan praktek) oleh masyarakat karena jaraknya jauh dan waktu tempuh
yang lama yaitu masih besarnya proporsi rumah tangga dengan jarak >5 km
ke sarana pelayanan kesehatan di pedesaan, demikian pula proporsi rumah
tangga dengan >30 menit. Meskipun di pedesaan proporsi jarak rumah tangga
ke Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) jauh lebih besar yaitu
78.9%, yang memanfaatkan posyandu hanya 27,3%. Terlihat masih
kurangnya pengetahuan dan perhatian masyarakat terhadap kesehatan.4,9,10,11
C. ETIOLOGI
Secara klinis, terjadinya diare tergantung dari penyebab dan orang
yang terkena (host), sehingga dapat ditentukan sumber/penyebabnya yaitu
sebagai berikut:12
Campylobacter,
Shigella,
Giardia,
and
spesies
Cryptosporidium).
Adanya paparan terhadap air (seperti: kolam renang dan air laut).
10
12
makan
tidak
dilakukan.
Patogen
yang
umumnya
14
E. PATOGENESIS
brush
border
(sel
luminal)
menghasilkan
difusi
pasif
16
sekitar 10 mL/kg/d pada bayi dan anak kecil, serta 200 g/d pada remaja dan
dewasa. Hal tersebut terjadi karena ketidakseimbangan fisiologi usus kecil
dan besar yang terlibat dalam penyerapan ion, substrat organik, serta air,
sehingga terjadi peningkatan tekanan osmotic yang berkerja pada lumen
dengan mendorong air ke dalam usus atau hasil dari sekresi aktif yang
diinduksi dalam enterosit. Peningkatan tekanan osmotik dalam ruang
intraselular mempertahankan absorpsi kalium dan bikarbonat. Dengan cara
ini, asidosis metabolik yang biasanya terdapat dalam dehidrasi dapat
membaik tanpa komplikasi.12,14
Diare osmolar secara alami terjadi setelah mengkonsumsi gula
yang bersifat nonabsorbable seperti laktulosa atau laktosa pada gangguan
absorpsi laktosa. Jumlah tinja yang keluar saat diare sesuai dengan asupan
laktosa dan biasanya tidak banyak. Diare akan berkurang dengan
dihentikannya asupan laktosa. Osmolaritas tinja saat diare tidak hanya
melalui gangguan elektrolit tetapi juga nutrisi yang diserap.
Pada diare
Anamnesis
Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan
tatalaksana anak dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:15
Diare
Frekuensi buang air besar (BAB) anak
18
Pemeriksaan Fisik
Cari:15
Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat
Rewel atau gelisah
Letargis/kesadaran berkurang
Mata cekung
Cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
Haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa
minum
Darah dalam tinja
Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan
darah)
Tanda-tanda gizi buruk
Perut kembung
20
22
Pemeriksaan Penunjang
Tidak perlu kultur tinja rutin pada anak dengan diare.1 Berikut ini
interpretasi dari pemeriksaan penunjang feses rutin yaitu:12
Pada pasien diare, PH tinja menjadi menurun (PH <5.5) yang
menunjukkan adanya intoleransi karbohidrat yang biasanya karena
pathogen virus.
Infeksi entero-invasif menyebabkan leukosit dalam usus terutama
netrofil terdapat dalam tinja. Tidak adanya leukosit dalam tinja tidak
menghilangkan kemungkinan organisme entero-invasif. Namun
terdapatnya leukosit dalam tinja dapat dipertimbangankan adanya
enterotoksigenik E. Coli, spesies Vibrio, dan virus.
Periksa adanya leukosit dari setiap eksudat yang ditemukan dalam
tinja. Eksudat tersebut menunjukkan terjadinya kolitis (nilai prediksi
positif 80%). Kolitis dapat infeksius, alergi, atau bagian dari
inflammatory bowel disease (Crohn, ulcerative colitis).
Berbagai media kultur digunakan untuk mengisolasi bakteri. Jika
terdapat kecurigaan yang tinggi diperlukan memilih media yang
tepat.
Tinja tidak bisa dikultur setelah 2 jam dari pengambilan. Jika
dilakukan pengiriman, dinginkan tinja pada suhu 4 C atau tempat
media kultur selama dikirimkan.
Selalu biakan tinja untuk
organisme
Salmonella, Shigella,
24
berdarah
dari
riwayat
konsumsi
daging
sapi
harus
Terapi rehidrasi
Pemberian zinc
26
Tabel 2.3. Pemberian Cairan Intravena bagi Anak dengan Dehidrasi Berat
(WHO, 2009)
Jika jumlah cairan intravena seluruhnya telah diberikan, nilai kembali
status hidrasi anak 15 30 menit hingga denyut nadi radial anak
teraba.
Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan
intravena.
Jika kondisi anak membaik walupun masih menunjukkan tanda
dehidrasi ringan, hentikan infuse dan berikan cairan oralit
selama 3-4 jam.
Jika tidak terdapat tanda dehidrasi lakukan rencana terapi tanpa
dehidrasi dan observasi anak setidaknya setiap 6 jam sebelum
pulang dari rumah sakit.
28
30
32
34
Sari buah segar seperti apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan
untuk penambahan kalium.
36
PEMBERIAN PROBIOTIK
Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang bila
dikonsumsi dalam dosis yang sesuai akan memberikan manfaat tehadap host,
dan baik untuk diare akut. Strain probiotik yang digunakan dalam pengobatan
diare akut sebagian besar yaitu Lactobacillus GG dan Saccharomyces
Boulardii dan juga Lactobacillus reuteri (terutama rotavirus) pada bayi dan
anak-anak di negara-negara maju. Efek menguntungkan dari probiotik yaitu
mengurangi durasi diare (terutama diare rotavirus). Efeknya tergantung pada
dosis penggunaan, dengan dosis minimal 5 miliar/d. Selain itu, probiotik juga
dapat mengurangi risiko penyebaran infeksi rotavirus dengan memperpendek
durasi diare dan volume keluarnya tinja cair dengan mengurangi terbuangnya
tinja yang terdapat rotavirus, dan juga berguna dalam mencegah penyebaran
diare di rumah sakit.16
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada diare, yaitu: 15
38
negara
berkembang
dengan
manajement
yang
baik
A. BAB III
B. DAFTAR PUSTAKA
C.
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis IDAI : Diare
Persisten. IDAI Jakarta. 2010; Jilid 2: 53-58.
2. Farting, Salam, Linberg, Dite, Khalif, et al. Acute diarrhea in adults and
children: a global perspective. WGO (World Gastroenterology Organisation).
2012; 1-24.
3. Kementerian Kesehatan RI. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan:
Situasi Diare di Indonesia. Kemenkes RI. 2011; Vol 2: 26-32.
4. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan: Lintas Diare.
DepKes RI. 2011; 2.
5. Bhan, Mahalanabis, Pierce, Rollins, Sack, et al. The Treatment of Diarrhoea:
A manual for physicians and other senior health workers. WHO (World
Health Organization). 2005; 1-50.
6. Kosek M., Bern C., and Guerrant R. The global burden of diarrhoeal disease,
as estimated from studies published between 1992 and 2000. Bull World
Health Organ. 2003; 81: 197-204.
7. Parashar U., Hummelman G., Bresee S., Miller A., and Glass I. Global illness
and deaths caused by rotavirus disease in children. Emerg Infect Dis. 2003; 9:
565-572.
8. Badan penelitian dan pengembangan. Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun
2001. Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2001.
9. Laporan SKRT. Studi Morbiditas dan Disabilitas. Kesehatan Rumah Tangga.
2002.
10. Badan penelitian dan pengembangan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007. Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. 2007.
11. Magdarina D., Rooswanti S., Murad L., et al. The burden of diarrhoea,
shigellosis, and cholera in North Jakarta, Indonesia: findings from 24 months
surveillance. BMC Infectious Diseases. 2005; 5: 89.
12. Guandalini,
Stefano
MD.
Diarrhea.
Medscape
2013.
39
13. Johansson, Wardlaw, Binkin, et al. Diarrhoea : Why children are still dying
and what can be done. WHO (World Health Organization). 2011; 1-68.
14. Clifton MD, Lougee MD, and Murno. Diarrhea and Dehydration. IMCI
guidelines. 2011; 1-30.
15. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit: Diare. WHO Jakarta 2009; 3: 131-155.
16. Guandalini S. Probiotics for prevention and treatment of diarrhea. J Clin
Gastroenterol. 2011; 149.
40