Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

DIARE
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Kepaniteraan Klinik di Bagian Anak dan Perinatologi
Rumah Sakit Jogja

Diajukan Kepada:
dr. Fita Wirastuti, M.Sc, Sp.A

Disusun oleh :
Lidya Daniati, S.Ked
2009 0310 217

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL REFERAT..............................................................................i


DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................2
D. Manfaat Penelitian........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
A. Definisi..........................................................................................................3
B. Epidemiologi.................................................................................................3
C. Etiologi..........................................................................................................6
C. Klasifikasi.....................................................................................................8
C. Patogenesis....................................................................................................9
C. Diagnosis.....................................................................................................10
C. Penatalaksanaan..........................................................................................14
C. Komplikasi..................................................................................................19
C. Prognosis.....................................................................................................20
BAB III DAFTAR PUSTAKA...............................................................................21

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Bentuk Klinis Diare .. 11


Tabel 3.1 Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare ....... 12
Tabel 3.1 Pemberian Cairan Intravena bagi Anak dengan Dehidrasi Berat.. 14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme absorpsi air pada mucosa usus.....9


Gambar 2.2 Rencana Terapi C...............15
Gambar 2.3 Rencana Terapi B...... 16
Gambar 2.4 Rencana Terapi A ..... 17

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare adalah buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan
konsistensi lembek atau cair. Diare merupakan salah satu penyebab angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak di bawah umur lima tahun di
seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar kesakitan dan 3 juta kematian per tahun.1
Menurut WHO (World Health Organization) dan UNICEF, setiap
tahun ada sekitar dua miliar kasus penyakit diare di seluruh dunia dan terdapat 1.9
juta anak-anak usia kurang dari 5 tahun meninggal karena diare yang sebagian
besar terjadi pada negara berkembang. Berdasarkan jumlah tersebut, terdapat 18%
dari semua kematian anak di bawah usia lima tahun yang berarti bahwa lebih dari
5000 anak yang meninggal setiap hari akibat penyakit diare. Dari semua kematian
anak akibat diare, 78% terjadi di wilayah Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia,
penyebab kematian akibat diare pada semua kelompok umur, dari SKRT tahun
2001 (17%) menduduki urutan ke-2; dari SKRT tahun 2003 (19%) menduduki
urutan pertama dan dari Riskesdas 2007 pada penyakit menular (13.2%)
menduduki urutan ke-4. Namun penyebab kematian akibat diare pada balita di
SKRT 2003 (19%), angka ini ditemukan lebih tinggi pada Riskesdas 2007 yaitu
25.2% dan menduduki urutan pertama/tertinggi. Demikian pula kelompok umur
29 hari sampai 11 bulan (31.4%), juga menduduki urutan pertama/tertinggi.2,3
Setiap anak di bawah usia 5 tahun mengalami rata-rata tiga episode
tahunan diare akut. Secara umum dalam kelompok usia ini, diare akut adalah
penyebab kedua kematian (setelah pneumonia) karena insiden dan risiko kematian
dari penyakit diare terbesar di antara anak-anak dalam kelompok usia ini
khususnya pada bayi. Dampak lain dari diare pada anak-anak yaitu gangguan
pertumbuhan, kekurangan gizi, dan gangguan kognitif pada negara berkembang.
Selama tiga dekade, faktor-faktor dari masa lalu seperti ketersediaan dan
penggunaan garam rehidrasi oral (oralit), ASI, peningkatan gizi, sanitasi dan
kebersihan yang lebih baik, serta peningkatan cakupan imunisasi campak yang

2
diyakini telah memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kematian di
negara berkembang.2
Berdasarkan data diatas, diare merupakan suatu penyakit yang harus
diperhatikan dengan serius karena merupakan penyebab kedua kematian pada bayi
dan anak setelah pneumonia. Oleh sebab itu, penulis akan membahasnya dalam
kesempatan ini agar dapat menambah wawasan masyarakat tentang diare.
B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari diare.
C. Manfaat Penulisan
Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai diare pada pediatrik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (lebih dari 3 kali dalam 24 jam). Konsistensi tinja
lebih penting dari pada jumlah tinjanya. Bayi yang hanya diberi ASI saja
dengan tinja terlihat berwarna pucat bukan termasuk diare. Ibu biasanya tahu
ketika anak mereka terkena diare dan dapat membantu memberikan
keterangan berguna tentang situasi yang terjadi.4,5
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat
kesakitan dan kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara
berkembang, dan sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka
kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum, diperkirakan lebih dari
10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya, sekitar
20% meninggal karena infeksi diare. Kematian yang disebabkan diare di
antara anak-anak terlihat menurun dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun.
Meskipun mortalitas

dari diare dapat diturunkan dengan program

rehidrasi/terapi cairan namun angka kesakitannya masih tetap tinggi. Diare


pada balita lebih dari separohnya terjadi di Afrika dan Asia Selatan, dapat
mengakibatkan kematian atau keadaan berat lainnya. Insidens diare bervariasi
menurut musim dan umur. Anak-anak adalah kelompok usia rentan terhadap
diare, insiden diare tertinggi pada kelompok anak usia dibawah 5 tahun, dan
menurun dengan bertambahnya usia anak.6,7
The Millenium Development Goals (MDGs) menargetkan untuk
menurunkan dua per tiga kematian anak dalam periode 1990-2015. Diare
menduduki urutan kedua penyebab kematian pada anak dan sebagai salah
satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia.7

Di Indonesia berdasarkan data laporan Surveilan Terpadu Penyakit


(STP) puskesmas dan Rumah Sakit (RS) secara keseluruhan angka insidens
diare selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2002 sampai tahun 2006
cenderung meningkat dari 6.7 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 9.6 per
1000 pada tahun 2006. Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 penyakit diare menduduki urutan ke dua dari penyakit infeksi dengan
angka morbiditas sebesar 4% dan mortalitas 3.8%. Dilaporkan pula bahwa
penyakit diare menempati urutan tertinggi penyebab kematian (9.4%) dari
seluruh kematian bayi. Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Balitbangkes tahun 2007, dilaporkan bahwa prevalensi diare 9.0%, dan
diantara 33 provinsi bervariasi antara 4.2% - 18.9%. 8,9,10
Adanya kesepakatan Internasional pada tahun 1970 dan 1980 untuk
menurunkan angka kematian anak akibat diare menggunakan Oral
Rehydration Salts (ORS), merupakan solusi yang efektif dan harga
terjangkau. Saat ini hanya 39% anak-anak dengan diare di negara
berkembang yang menerima ORS, diteruskan dengan tetap mendapatkan
asupan ASI/makanan. Demikian pula pencapaian MDGs dalam menurunkan
angka kematian anak, dimana dilaporkan bahwa diare merupakan salah satu
penyebab tingginya angka kematian pada anak. Meskipun mortalitas dari
diare dapat diturunkan dengan program rehidrasi/terapi cairan namun angka
kesakitannya masih tetap tinggi, serta adanya tujuh rancangan pengendalian
diare dari UNICEF dan WHO.4
Morbiditas
Diare

merupakan

penyakit

yang

disebabkan

oleh

infeksi

mikroorganisme meliputi bakteri, virus, parasit, protozoa, dan penularannya


secara fekal-oral. Diare dapat mengenai semua kelompok umur dan berbagai
golongan sosial, baik di negara maju maupun di negara berkembang, dan erat
hubungannya dengan kemiskinan serta lingkungan yang tidak higienis.11
Di Indonesia, diare merupakan penyakit endemis terdapat
disepanjang tahun, dan puncak tertinggi pada peralihan musim peghujan dan
kemarau. Berdasarkan data berbasis pelayanan kesehatan, setelah tahun 2000

insidens diare pada semua kelompok umur terlihat cenderung menurun pada
tahun 2002, kemudian terjadi peningkatan dan penurunan yang bervariasi.
Fluktuasi angka insidens ini disebabkan persentasi kelengkapan laporan dari
puskesmas dan rumah sakit (RS) yang bervariasi pula dari tahun ke tahun.
Perbedaan ini disebabkan data tidak dikirim ke pusat atau data yang dikirim
kurang lengkap, mungkin karena adanya kebijakan desentralisasi dari pusat
termasuk bidang kesehatan pada tahun 2002. Dilaporkan oleh Ditjen PPM
dan PL, persentase kelengkapan laporan dari puskesmas dari tahun 20012004 berkisar 13.6% - 24.4%, dan dari RS berkisar 15.4% - 14.7%. Pada
tahun 2008, tiga provinsi tidak mengirimkan laporan/data. Dari data STP
Puskesmas yang diterima, kasus yang terbanyak adalah pada kelompok umur
1- 4 tahun.4,8,10
Mortalitas
WHO (2003) melaporkan bahwa penyebab utama kematian pada
balita adalah Diare (post neonatal) 14% dan Pneumonia (post neonatal) 12%
kemudian Malaria 8%, penyakit tidak menular (post neonatal) 4% injuri (post
neonatal) 3%, HIVAIDS 2%, campak 1%, dan lainnya 13%, dan kematian
bayi <1 bulan (newborns death) 41%. Kematian pada bayi umur <1 bulan
akibat diare yaitu 2%. Terlihat bahwa diare sebagai salah satu penyebab
utama tingginya angka kematian anak di dunia.7
Di Indonesia, penyebab kematian akibat diare pada semua
kelompok umur, dari SKRT tahun 2001 (17%) menduduki urutan ke-2; dari
SKRT tahun 2003 (19%) menduduki urutan pertama dan dari Riskesdas 2007
pada penyakit menular (13.2%) menduduki urutan ke-4. Namun penyebab
kematian akibat diare pada balita di SKRT 2003 (19%), angka ini ditemukan
lebih tinggi pada Riskesdas 2007 yaitu 25.2% dan menduduki urutan
pertama/tertinggi. Demikian pula kelompok umur 29 hari sampai 11 bulan
(31.4%), juga menduduki urutan pertama/tertinggi. Dalam hal ini ditemukan
adanya peningkatan yang cukup tinggi proporsi kematian balita akibat diare.
Peningkatan proporsi dapat dikatakan masih kurangnya pemanfaatan sarana
pelayanan kesehatan (RS, puskesmas, puskesmas pembantu, dokter praktek

dan bidan praktek) oleh masyarakat karena jaraknya jauh dan waktu tempuh
yang lama yaitu masih besarnya proporsi rumah tangga dengan jarak >5 km
ke sarana pelayanan kesehatan di pedesaan, demikian pula proporsi rumah
tangga dengan >30 menit. Meskipun di pedesaan proporsi jarak rumah tangga
ke Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) jauh lebih besar yaitu
78.9%, yang memanfaatkan posyandu hanya 27,3%. Terlihat masih
kurangnya pengetahuan dan perhatian masyarakat terhadap kesehatan.4,9,10,11
C. ETIOLOGI
Secara klinis, terjadinya diare tergantung dari penyebab dan orang
yang terkena (host), sehingga dapat ditentukan sumber/penyebabnya yaitu
sebagai berikut:12

Karakteristik dari tinja (seperti: konsistensi, warna, volume, frekuensi).

Adanya gejala enteric yang terkait (seperti: mual/muntah, demam, nyeri


perut).

Penggunaan penitipan anak (patogen umum: rotavirus, astrovirus,


calicivirus;

Campylobacter,

Shigella,

Giardia,

and

spesies

Cryptosporidium).

Adanya riwayat konsumsi makanan sebelumnya (seperti: makanan yang


mentah/terkontaminasi dan keracunan makanan).

Adanya paparan terhadap air (seperti: kolam renang dan air laut).

Adanya riwayat berkemah (mungkin terdapat paparan terhadap sumber


air yang terkontaminasi).

Adanya riwayat berwisata (patogen umum yang mempengaruhi daerahdaerah tertentu).

Adanya paparan terhadap hewan (seperti: anjing/kucing contoh


Campylobacter dan kura-kura contoh Salmonella).

Terdapat predisposisi (seperti: rawat inap, penggunaan antibiotik, daerah


dengan immunocompromised).

10

Penyebab lain yang dapat menyebabkan endemik diare akut,


yaitu:12

Penyebab diare pada onset akut, seperti:


Infeksi (infeksi enterik dan infeksi ekstraintestinal).

Induksi obat (Drug-induced)


Golongan antibiotik
Laxatif
Antasida yang mengandung magnesium
Opiate withdrawal
Obat lain
Alergi makanan atau intoleransi
Alergi protein susu sapi
Alergi susu kedelai
Alergi beberapa makanan
Olestra
Metilxantin (cafein, theobromin, theophilin)
Gangguan pencernaan/proses penyerapan
Gangguan absorpsi galactosa
Defisiensi sukrase isomaltase
Late onset dari hipolaktasia yang menghasilkan intoleransi
laktosa

Kemoterapi dan radiasi yang menyebabkan enteritis


Kondisi bedah (apendiksitis akut dan intususepsi)
Defisiensi vitamin (defisiensi niasin dan defisiensi folat)
Keracunan vitamin (vitamin C, niasin dan vitamin B3)
Menelan logam berat atau racun (misalnya: tembaga, besi, timah)
Menelan tanaman (misalnya: hyacinths, daffodils, azalea, mistletoe,
spesies jamur Amanita)

Infeksi yang menyebabkan diare akut pada negara berkembang

12

Virus (Rotavirus, Norovirus, Calicivirus, Astrovirus, dan enterik tipe


adenovirus)
Bakteri (Campylobacter Jejuni, Salmonella, E. Coli, Shigella, Y.
Enterocolitica, C. Difficile, Vibrio Parahaemolyticus, V. Cholera,
dan Aeromonas Hydrophila)
Parasit (Cryptosporidium dan G. Lamblia)
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan gambaran fisiologis dan patologis, terdapat empat
macam klinis diare, yaitu: 13,14
1. Diare cair akut (termasuk Cholera), berlangsung beberapa jam atau hari
dengan bahaya utama yaitu dehidrasi dan penurunan berat badan jika
pemberian

makan

tidak

dilakukan.

Patogen

yang

umumnya

menyebabkan diare cair akut termasuk bakteri V. Cholerae atau bakteri


E. Coli dan rotavirus.
2. Diare darah akut (disentri), membahayakan mukosa usus, sepsis dan
kekurangan gizi, dan komplikasi lain serta dapat juga terjadi dehidrasi.
Penyebab paling umum diare berdarah adalah Shigella dan menyebabkan
kasus yang parah.
3. Diare persisten, yaitu episode diare dengan atau tanpa darah dan
berlangsung 14 hari atau lebih dengan bahaya utama yaitu kekurangan
gizi, masalah serius di luar dari intestinal (misalnya AIDS), serta dapat
juga terjadi dehidrasi.
4. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor), bahaya
utamanya yaitu infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, serta
kekurangan vitamin dan mineral.

14

E. PATOGENESIS

Gambar 2.1. Mekanisme absorpsi air pada mucosa usus


(Clifton, et al., 2011)
Gambar diatas menjelaskan tentang mekanisme penyerapan air
pada mukosa usus yang terjadi secara fisiologis. Air diserap dengan bantuan
tekanan osmotic pada sel-sel epitel usus kecil. Natrium di absorpsi pada
membran

brush

border

(sel

luminal)

menghasilkan

difusi

pasif

natrium/kalium dan mengaktifkan ko-transpor natrium bersama dengan


monosakarida seperti glukosa menghasilkan natrium intraselular. Hasil
tersebut diangkut secara aktif dengan bantuan enzim ATPase ke ruang
intraselular, sehingga terjadi peningkatan tekanan osmotik antara ruang
intraselular dan luminal, yang memungkinkan untuk air berdifusi secara
bebas.14
Pada penyakit diare, mekanisme penyerapan natrium dan klorida
secara pasif terganggu, tetapi penyerapan glukosa sebagian besar masih
normal. Oleh sebab itu, penyerapan air yang cukup dan natrium untuk
mengkompensasi kehilangan cairan. Diare disebabkan karena terganggunya
absorpsi air dan elektrolit secara normal dalam sekresi di usus, sehingga
kadar air yang ditambahkan dalam tinja saat diare di atas nilai normal, yaitu

16

sekitar 10 mL/kg/d pada bayi dan anak kecil, serta 200 g/d pada remaja dan
dewasa. Hal tersebut terjadi karena ketidakseimbangan fisiologi usus kecil
dan besar yang terlibat dalam penyerapan ion, substrat organik, serta air,
sehingga terjadi peningkatan tekanan osmotic yang berkerja pada lumen
dengan mendorong air ke dalam usus atau hasil dari sekresi aktif yang
diinduksi dalam enterosit. Peningkatan tekanan osmotik dalam ruang
intraselular mempertahankan absorpsi kalium dan bikarbonat. Dengan cara
ini, asidosis metabolik yang biasanya terdapat dalam dehidrasi dapat
membaik tanpa komplikasi.12,14
Diare osmolar secara alami terjadi setelah mengkonsumsi gula
yang bersifat nonabsorbable seperti laktulosa atau laktosa pada gangguan
absorpsi laktosa. Jumlah tinja yang keluar saat diare sesuai dengan asupan
laktosa dan biasanya tidak banyak. Diare akan berkurang dengan
dihentikannya asupan laktosa. Osmolaritas tinja saat diare tidak hanya
melalui gangguan elektrolit tetapi juga nutrisi yang diserap.

Pada diare

sekretori, proses pengangkutan ion pada sel-sel epitel diubah menjadi


keadaan sekresi aktif dengan terjadinya peningkatan anion (kebanyakan
terjadi pada kompartemen crypt) contohnya oleh enterotoksin dari infeksi
bakteri usus yang menginduksi diare. Patogen enterik dapat menempel atau
menginvasi epitel dan menghasilkan enterotoksin (eksotoksin yang
menimbulkan sekresi dengan meningkatkan proses intraselular) atau
sitotoksis. Patogen tersebut juga memicu pelepasan sitokin sehingga
mengaktikan sekresi sel-sel inflamasi yang menginduksi pelepasan agen
seperti prostaglandin atau platelet-activating factor.12
F. DIAGNOSIS

Anamnesis
Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan
tatalaksana anak dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:15
Diare
Frekuensi buang air besar (BAB) anak

18

Lamanya diare terjadi (berapa hari)


Apakah ada darah dalam tinja
Apakah ada muntah
Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera
Pengobatan antibiotic yang baru diminum anak atau pengobatan
lainnya
Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi)

Pemeriksaan Fisik
Cari:15
Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat
Rewel atau gelisah
Letargis/kesadaran berkurang
Mata cekung
Cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
Haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa
minum
Darah dalam tinja
Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan
darah)
Tanda-tanda gizi buruk
Perut kembung

20

Tabel 2.1. Bentuk Klinis Diare (WHO, 2009)


Tabel 2.1 menjelaskan tentang pembagian diare secara klinis
dengan cirri khas gejala masing-masing.

Tabel 2.2. Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare


(WHO, 2009)

22

Semua anak diare harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan


klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi
ringan/sedang atau tanpa dehidrasi agar dapat memberikan pengobatan
yang sesuai.15

Pemeriksaan Penunjang
Tidak perlu kultur tinja rutin pada anak dengan diare.1 Berikut ini
interpretasi dari pemeriksaan penunjang feses rutin yaitu:12
Pada pasien diare, PH tinja menjadi menurun (PH <5.5) yang
menunjukkan adanya intoleransi karbohidrat yang biasanya karena
pathogen virus.
Infeksi entero-invasif menyebabkan leukosit dalam usus terutama
netrofil terdapat dalam tinja. Tidak adanya leukosit dalam tinja tidak
menghilangkan kemungkinan organisme entero-invasif. Namun
terdapatnya leukosit dalam tinja dapat dipertimbangankan adanya
enterotoksigenik E. Coli, spesies Vibrio, dan virus.
Periksa adanya leukosit dari setiap eksudat yang ditemukan dalam
tinja. Eksudat tersebut menunjukkan terjadinya kolitis (nilai prediksi
positif 80%). Kolitis dapat infeksius, alergi, atau bagian dari
inflammatory bowel disease (Crohn, ulcerative colitis).
Berbagai media kultur digunakan untuk mengisolasi bakteri. Jika
terdapat kecurigaan yang tinggi diperlukan memilih media yang
tepat.
Tinja tidak bisa dikultur setelah 2 jam dari pengambilan. Jika
dilakukan pengiriman, dinginkan tinja pada suhu 4 C atau tempat
media kultur selama dikirimkan.
Selalu biakan tinja untuk

organisme

Salmonella, Shigella,

Campylobacter dan Y. Enterocolitica, disertai tanda-tanda klinis


kolitis atau jika leukosit ditemukan dalam tinja.

24

Carilah C. difficile pada anak dengan episode diare yang ditandai


dengan radang usus besar dan/atau darah dalam tinja. Ingat bahwa
episode onset diare akut terkait dengan C. difficile juga dapat terjadi
tanpa riwayat penggunaan antibiotik.
Diare

berdarah

dari

riwayat

konsumsi

daging

sapi

harus

meningkatkan kecurigaan untuk enterohemorrhagic E. Coli.


Riwayat makan seafood mentah atau bepergian ke luar negeri harus
dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendeteksi spesies Vibrio
dan Plesiomonas.
Media kultur dapat dilakukan dengan mengisolasi bakteri yaitu: agar
darah (semua bakteri aerob dan jamur dengan mendeteksi dari
produksi oksidasi sitokrom), MacConkey EMB agar (menghambat
organism gram positif, menghasilkan fermentasi laktosa), XLD agar
(menghambat organism gram positif, menghasilkan H2S fermentasi
laktosa), Skirrow agar (seletif pada Campylobacter species), SM
agar (seletif pada enterohemorrhagic E. Coli), CIN agar (seletif pada
Y. Enterocolitica), TCBS agar (seletif pada species Vibrio), dan
CCFE agar (seletif pada C. Difficile).
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum tatalaksana diare terdiri dari 3 elemen utama yaitu
sebagai berikut: 1

Terapi rehidrasi

Pemberian zinc

Lanjutkan pemberian makan


Terapi antibiotik diindikasikan untuk beberapa diare non-viral

karena sebagian besar dan tidak memerlukan terapi antibiotik.


TERAPI REHIDRASI

26

Berdasarkan tingkat dehidrasi anak dengan diare, dilakukan


tatalaksana sebagai berikut:15
Diare dengan Dehidrasi Berat
Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri
larutan oralit jika anak bisa minum. Larutan Intravena terbaik adalah
Larutan Ringer Laktat dan larutan garam normal (NaCl 0,9%), larutan
glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak efektif dan jangan digunakan.
Beri 100ml/kg larutan yang dipilih

Tabel 2.3. Pemberian Cairan Intravena bagi Anak dengan Dehidrasi Berat
(WHO, 2009)
Jika jumlah cairan intravena seluruhnya telah diberikan, nilai kembali
status hidrasi anak 15 30 menit hingga denyut nadi radial anak
teraba.
Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan
intravena.
Jika kondisi anak membaik walupun masih menunjukkan tanda
dehidrasi ringan, hentikan infuse dan berikan cairan oralit
selama 3-4 jam.
Jika tidak terdapat tanda dehidrasi lakukan rencana terapi tanpa
dehidrasi dan observasi anak setidaknya setiap 6 jam sebelum
pulang dari rumah sakit.

28

Gambar 2.2. Rencana Terapi C


Penanganan Dehidrasi Berat dengan Cepat (WHO, 2009)

Diare dengan Dehidrasi Sedang/Ringan


Meskipun belum terjadi dehirasi berat tetapi bila anak sama sekali
tidak bisa minum oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat
diberikan infus dengan cara: beri cairn intravena secepatnya, berikan
70 ml/kgBB cairan Ringer Laktat atau Ringer Asetat atau larutan
NaCl.
Bayi (dibawah umur 12 bulan) => berikan 70 ml/kgBB selama 5 jam.
Anak (12 bulan 5 tahun) => berikan 70 ml/kgBB selama 2 jam.
Periksa kembali anak setiap 1-2 jam dan berikan oralit (kira-kira 5
ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum

30

Gambar 2.3. Rencana Terapi A


Penanganan Dehidrasi Ringan/sedang dengan Oralit (WHO, 2009)
Diare tanpa Dehidrasi
Anak yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus
mendapatkan cairan tambahan di rumah guna mencegah terjadinya
dehidrasi. Anak harus tetap mendapatkan diet yang sesuai dengan umur
mereka, termasuk meneruskan pemberian ASI.

32

Gambar 2.4. Rencana Terapi A


Penanganan tanpa Dehidrasi Ringan/sedang dengan Oralit
(WHO, 2009)
Kapan ibu harus kembali ke Rumah Sakit:
Bila ada tanda-tanda:
Anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu
Kondisi anak memburuk
Terdapat darah dalam tinja anak
PEMBERIAN ZINC
Zinc merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan
perkembangan anak. Zink hilang dalam jumlah banyak saat diare.
Penggantian zinc yang hilang ini penting untuk membantu kesembuhan anak
dan menjaga anak tetap sehat di bulan-bulan berikutnya.

34

Telah terbukti bahwa pemberian zinc selama episode diare,


mengurangi lamanya dan tingkat keparahan episode diare, dan menurunkan
kejadian diare pada 2-3 bulan berikutnya. Anak diberikan zinc segera setelah
anak tidak muntah.
Pemberian tablet zinc (selama 10 hari), sebagai berikut:
Dibawah umur 6 bulan: tablet (10 mg) per hari
Umur 6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari
PEMBERIAN MAKAN
Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan suatu
elemen yang penting dalam tatalaksana diare.1,15
ASI tetap diberikan.
Meskipun nafsu makan anak belum membaik, pemberian makan tetap
diupayakan pada anak berumur 6 bulan atau lebih.
Jika anak tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk relaktasi
(memulai lagi pemberian ASI setelah dihentikan), atau diberi susu formula
yang biasa diberikan. Jika anak berumur 6 bulan atau lebih atau sudah makan
makanan padat, beri makanan yang disajikan secara segar dan dimasak.,
ditumbuk atau digiling. Berikut makanan yang direkomendasikan:

Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung di campur


dengan kacang-kacangan, sayuran dan daging/ikan, jika mungkin,
dengan 1-2 sendok the minyak sayur yang ditambahkan ke dalam setiap
sajian.

Makanan Pendamping ASI lokal yang di rekomendasikan dalam


pedoman MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) di daerah tersebut.

Sari buah segar seperti apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan
untuk penambahan kalium.

Bujuk anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali


sehari. Beri makanan yang sama setelah diare berhenti dan beri makanan
tambahan per harinya selama 2 minggu.

36

PEMBERIAN PROBIOTIK
Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang bila
dikonsumsi dalam dosis yang sesuai akan memberikan manfaat tehadap host,
dan baik untuk diare akut. Strain probiotik yang digunakan dalam pengobatan
diare akut sebagian besar yaitu Lactobacillus GG dan Saccharomyces
Boulardii dan juga Lactobacillus reuteri (terutama rotavirus) pada bayi dan
anak-anak di negara-negara maju. Efek menguntungkan dari probiotik yaitu
mengurangi durasi diare (terutama diare rotavirus). Efeknya tergantung pada
dosis penggunaan, dengan dosis minimal 5 miliar/d. Selain itu, probiotik juga
dapat mengurangi risiko penyebaran infeksi rotavirus dengan memperpendek
durasi diare dan volume keluarnya tinja cair dengan mengurangi terbuangnya
tinja yang terdapat rotavirus, dan juga berguna dalam mencegah penyebaran
diare di rumah sakit.16
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada diare, yaitu: 15

Demam enterik disebabkan oleh S. Typhi mulai dari malaise, demam,


sakit perut, dan bradikardi. Diare dan ruam muncul setelah 1 minggu
gejala. Bakteri mungkin telah menyebar saat itu, dan pengobatan
diperlukan untuk mencegah komplikasi sistemik seperti hepatitis,
miokarditis, kolesistitis, atau perdarahan GI.

Hemolytic-Uremic Syndrome (HUS) disebabkan oleh kerusakan sel-sel


endotel vaskular oleh verotoxin (dihasilkan oleh enterohemorrhagic E.
Coli dan oleh organisme Shigella). Terdapat juga trombositopenia,
anemia hemolitik, mikroangiopati, dan gagal ginjal akut yang mencirikan
adanya HUS . Gejala biasanya berkembang satu minggu setelah onset
diare, ketika organisme sudah tidak ada.

Reiter Syndrome (RS) pada Y. Enterocolitica dapat memperberat infeksi


akut dan ditandai oleh arthritis, uretritis, konjungtivitis, dan lesi

38

mukokutan. Anak dengan RS biasanya tidak menunjukkan semua gejala


tersebut.
I. PROGNOSIS
Pada

negara

berkembang

dengan

manajement

yang

baik

menghasilkan prognosis yang bagus. Kematian terutama disebabkan oleh


dehidrasi dan malnutrisi sekunder. Dehidrasi berat harus dikelola dengan
cairan parenteral. Jika terjadi malnutrisi dari malabsorpsi sekunder, prognosis
akan menjadi buruk kecuali pasien dirawat di rumah sakit dengan tambahan
nutrisi parenteral. Neonatus dan bayi muda berada pada risiko tertentu dari
sindrom dehidrasi, malnutrisi, dan malabsorpsi. Meskipun angka kematian
rendah di negara maju, anak-anak dapat meninggal karena komplikasi.
Namun, prognosis untuk anak-anak di negara-negara tanpa perawatan medis
modern dan anak-anak dengan kondisi komorbiditas harus lebih dijaga.14

A. BAB III
B. DAFTAR PUSTAKA
C.
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis IDAI : Diare
Persisten. IDAI Jakarta. 2010; Jilid 2: 53-58.
2. Farting, Salam, Linberg, Dite, Khalif, et al. Acute diarrhea in adults and
children: a global perspective. WGO (World Gastroenterology Organisation).
2012; 1-24.
3. Kementerian Kesehatan RI. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan:
Situasi Diare di Indonesia. Kemenkes RI. 2011; Vol 2: 26-32.
4. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan: Lintas Diare.
DepKes RI. 2011; 2.
5. Bhan, Mahalanabis, Pierce, Rollins, Sack, et al. The Treatment of Diarrhoea:
A manual for physicians and other senior health workers. WHO (World
Health Organization). 2005; 1-50.
6. Kosek M., Bern C., and Guerrant R. The global burden of diarrhoeal disease,
as estimated from studies published between 1992 and 2000. Bull World
Health Organ. 2003; 81: 197-204.
7. Parashar U., Hummelman G., Bresee S., Miller A., and Glass I. Global illness
and deaths caused by rotavirus disease in children. Emerg Infect Dis. 2003; 9:
565-572.
8. Badan penelitian dan pengembangan. Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun
2001. Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2001.
9. Laporan SKRT. Studi Morbiditas dan Disabilitas. Kesehatan Rumah Tangga.
2002.
10. Badan penelitian dan pengembangan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007. Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. 2007.
11. Magdarina D., Rooswanti S., Murad L., et al. The burden of diarrhoea,
shigellosis, and cholera in North Jakarta, Indonesia: findings from 24 months
surveillance. BMC Infectious Diseases. 2005; 5: 89.
12. Guandalini,
Stefano
MD.
Diarrhea.

Medscape

2013.

http://emedicine.medscape.com/article/928598-overview (diunduh tanggal


25 Februari 2014).

39

13. Johansson, Wardlaw, Binkin, et al. Diarrhoea : Why children are still dying
and what can be done. WHO (World Health Organization). 2011; 1-68.
14. Clifton MD, Lougee MD, and Murno. Diarrhea and Dehydration. IMCI
guidelines. 2011; 1-30.
15. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit: Diare. WHO Jakarta 2009; 3: 131-155.
16. Guandalini S. Probiotics for prevention and treatment of diarrhea. J Clin
Gastroenterol. 2011; 149.

40

Anda mungkin juga menyukai