Pendahuluan:
Berpikir kritis adalah proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas mental seperti
dalam pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making),
analisis asumsi (analyzing asumption), dan inkuiri sains (scientific inquiry) (Krulik, S. and
Rudnik, J. A.,1996). Cara berpikir ini mengembangkan penalaran yang kohesif, logis, dapat
dipercaya, ringkas, dan meyakinkan (Ennis, 1985).
Pada kenyataan di lapangan berbicara lain, berdasarkan hasil observasi yang
dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2015 di SMA Al Islam Surakarta, dapat diketahui bahwa
implemntasi ketermpilan berfikir kritis belum dikembangkan secara optimal. Hal ini ditandai
dengan bukti-bukti yang
pembelajaran yang berlangsung di SMA ini belum optimal karena siswa masih belum aktif
dalam mengikuti pembelajaran. Lembar Kerja Siswa (LKS) dan jawaban siswa kurang
mendorong kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan hasil observasi, Guru hanya meminta
siswa mendeskripsikan hewan Molusca melalui gambar yang ada didalam LKS. Siswa
menjawab pertanyaan dalam LKS dengan merangkum bacaan yang ada didalam buku paket.
Sepanjang diskusi tercatat 2 siswa yang bertanya kepada guru dengan tipe pertanyaan dasar
(C1-C2). Dari gejala-gejala yang ada menandakan bahwa siswa memiliki kemampun berpikir
kritis yang rendah .(Krulik, 1996)
Berdasarkan latar belakang tersebut kami berupaya memberikan solusi untuk
mengimplementasikan model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan karakteristik
Kurikulum 2013 serta paradigma pembelajaran saat ini. Model pembelajaran tersebut yaitu
melalui Discovery Learning.
Discovery Learning merupakan
hakikatnya merupakan proses penemuan personal oleh setiap individu siswa. Menurut
Joolingen (1999), Discovery Learning is a type of learning where learners construct their
own knowledge by experimenting, arti-nya bahwa Discovery Learning merupakan tipe
pembelajaran dimana peserta didik dapat membangun pengetahuan mereka sendiri dengan
bereksperimen. Diperkuat oleh Balim (2009) dalam penelitiannya di Kota Izhmir Turki pada
tahun ajaran 2006/2007, diperoleh hasil bahwa prestasi akademik kelompok ekseprimen yang
menggunakan Discovery Learning jauh lebih baik dibandingkan kelompok kontrol yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
Pertimbangan selanjutnya, mengenai pemilihan model Discovery Learning adalah:
1. Karakteristik materi yang menuntut siswa agar mampu mengidentifikasi ciri dan
klasifikasi hewan Moluska. Berdasarkan teori, Medel Discovery Learning adalah salah
karakteristi, dll melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005:43). Hal ini diperkuat dengan teori yang mengatakan bahwa model
pembelajaran diskoveri sangat cocok dilakukan melalaui observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219)
2. Memperhatikan psikologis siswa yang semula menerima pembelajaran dengan model
tradisional(ceramah-diskusi), sehingga tingkatan model paling sederhanalah yang cocok
digunakan untuk menghindari perasaan shock siswa adalah model pembelajaran diskoveri.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, model pembelajaran
yang diutamakan dalam