Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN

TUTORIAL SKENARIO B BLOK 27

Disusun oleh :
Kelompok B5
Anggota
1.M.Randi Akbar
2.Ghea Duandiza
3. Satria Marrantiza
4. Mutiara Khalida
5. Renal Yusuf
6. Nur Suci Trendy Asih
7. Frandi Wirajaya
8. Retno Tharra
9. Ni Made Restianing Rimadhanti
10. Muthiah Hasnah Suri
11. Gina Sonia Fenisilia Yolanda

04111401006
04111401008
04111401012
04111401013
04111401015
04111401016
04111401019
04111401029
04111401064
04111401073
04101401182

Tutor :dr. Anita Masidin,MS,SpOK

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
1

KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial
ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini berisikan hasil kegiatan yang telah dilakukan dalam menjalankan kegiatan
tutorial. Di sini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok
berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis,
meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik
pembelajaran. Dalam tutorial ini pula ditunjuk moderator serta notulis.Bahan laporan ini
kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan ajar dari dosen-dosen
pembimbing.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, orang
tua, tutor pembimbing; ;dr Anita Masidin,MS,SpOK.; dan para anggota kelompok yang telah
mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam
penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu, kami memohon maaf dan
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di
kesempatan mendatang.Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Palembang, 4 Oktober 2014

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................................2
Daftar Isi...............................................................................................................................3
BAB I
: Pendahuluan
1.1 Latar Belakang......................................................................................4
1.2 Maksud dan Tujuan..............................................................................4
BAB II : Pembahasan
2.1 Data Tutorial.........................................................................................5
2.2 Skenario Kasus......................................................................................6
2.3 Paparan
I KLARIFIKASI ISTILAH.................................................................7
II ANALISIS MASALAH......................................................................8
III KERANGKA KONSEP...................................................................40
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan..............................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................42

BAB I
3

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas mengenai yang berada dalam blok
27 pada semester 7 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario
ini.

BAB II
PEMBAHASAN
4

2.1 Data Tutorial


Tutor
Moderator
Sekretaris Meja
Hari, Tanggal
Peraturan

: dr Anita Masidin,MS,SpOK
: Gina Sonia Fenisilia Yolanda
: Muhammad Randi Akbar
: Senin, 29 September 2014
Rabu , 1 Oktober 2014
: 1. Alat komunikasi di nonaktifkan.
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif).

2.2 SKENARIO B BLOK 27 (2014)


1 jam sebelum masuk RS bujang dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong
kayu. Bujang pngsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian
5

ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et
repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri
kepala hebat dan muntah,
Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/ menit, tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi : 50x/ menit; GCS: E4 M6 V5, pupil
isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding(-)
Regio Temporal Dextra : Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata,sudut tumpul dengan
dasar fraktur tulang
Regio Nasal: Tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.
Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x / menit, nadi 50x / menit, tekanan darah 140/90 mmHg,
Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri , melokalisir nyeri, dan mengerang dalam
bentuk kata kata. Pupil anisokor dekstra, reflek cahaya pupil kanan negatif, reflek cahaya
pupil kiri reaktif / normal.
Pada saat itu Anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu 3 orang perawat.
2.3 Paparan
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Memar
:
jejas pada suatu bagian tanpa pemecahan
1
kulit
2. Pupil isokor :
kesamaan
ukuran
pupil
(tempat
1
masuknya cahaya pada mata) pada kedua mata
3. Nyeri kepala hebat :
nyeri
kepala
yang
tidak
terhankan.
4. Pingsan
:
hilangnya kesadaran sementara waktu
yang disebabkan oleh iskemia serebral umum.1
5. Muntah
:
pengeluaran isi lambung melalui mulut 1
6. Pupil anisokor
:
perbedaan diameter pupil lebih
1
dari 1 mm.
7. Regio temporal dextra
: daerah pelipis kanan
8. Reflex cahaya pupil:
refleks
pupil
yang
miosis/mengecil jika diberi cahaya dari jarak dekat.
9. Ngorok
:
pernafasan kasar biasanya karena lidah
jatuh ke posterior menutupi jalan nafas.

II. ANALISIS MASALAH

1. Bagaimana mekanisme trauma ?


Berdasarkan scenario, trauma yang dialami oleh Bujang adalah trauma mekanik tumpul
dengan jenis luka yang dialami adalah luka memar dan luka robek.
Pukulan di kepala dari arah samping dan depan penekanan kuat dan tiba-tiba pada pada
kulit kepala kulit kepala pecah atau robek luka
Pukulan di kepala dari arah samping dan depan penekanan kuat dan tiba-tiba pada pada
tulang tengkorak fraktur dan adanya pergeseran sementara pada otak robeknya arteri
meningea media pada daerah epidural darah mengisi daerah epidural darah membeku
hematom (memar)
2. Kemungkinan apa saja cedera yang terjadi akibat trauma ? (klasifikasi cedera
kepala)
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah
cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera
kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera
kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor,
jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau
tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk
cedera tembus atau cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala.
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau
mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio
cerebral maupun hematoma.
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma
intracranial.

No RESPON
1

NILAI

Membuka Mata:
Spontan
Terhadap rangsangan suara 4
Terhadap nyeri
7

Tidak ada
3
2
1
2

Verbal :
Orientasi baik
Orientasi terganggu
Kata-kata tidak jelas
Suara tidak jelas
Tidak ada respon
Motorik :
Mampu bergerak
Melokalisasi nyeri
Fleksi menarik
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tidak ada respon

Total

5
4
3
2
1

6
5
4
3
2
1
3-15

3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk
garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak
biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya.
Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan
untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
-Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
-Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
-Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
-Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih
tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi
sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
-Perdarahan Epidural
-Perdarahan Subdural
8

-Kontusio (perdarahan intra cerebral)


Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan
klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan
pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut
kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
1) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon
temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998).
Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval
lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai
kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif
berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika
terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia
serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau
menyerupai lensa cembung

2) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari
cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan
yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun
dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan
subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak
dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.

3) Kontusio dan perdarahan intracerebral


Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga
pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat
saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk
perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih
lanjut.
4) Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi,
dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.

Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun
terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini
sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling
ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd,
amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera)
Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya
kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia
ini merupakan ukuran beratnya cedera.
Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible.
Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam.
Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist,
namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu.
Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi
serta gejala lainnya.
Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera
Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma
pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau
serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma
selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi
dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup.
Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis
dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.
Klasifikasi Cedera Kepala secara umum
a. Komosio Serebri (geger otak)
Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran keras atau
menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat pada fungsi otak , termasuk
kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10 menit yang disebabkan cedera pada
kepala. Tanda-tanda/gejala geger otak, yaitu : hilang kesadaran, sakit kepala berat,
hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening, lemah, pandangan ganda.
b. Kontusio serebri (memar otak)
Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat diakibatkan oleh
pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak menimbulkan memar dan
pembengkakan pada otak, dengan pembuluh darah dalam otak pecah dan perdarahan
pasien pingsan, pada keadaan berat dapat berlangsung berhari-hari hingga bermingguminggu. Terdapat amnesia retrograde, amnesia pascatraumatik, dan terdapat kelainan
neurologis, tergantung pada daerah yang luka dan luasnya lesi:
1. Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan intracranialyang dapat
menyebabkan kematian.
2. Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat Cheyne-Stokes, pupil mengecil,
reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas dekortikal (kedua tungkai kaku dalam sikap
ekstensi dan kedua lengan kaku dalamsikap fleksi)

10

3. Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun hingga koma,
pernafasan hiperventilasi, pupil melebar, refleks cahaya tidak ada, gerakan mata diskonjugat
(tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai dan lengan kaku dalam sikap ekstensi).
4. Hematoma epidural
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan ini terjadi karena
terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningeamedia, robeknya sinus venosus
durameter atau robeknya arteria diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur
tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar
setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi
yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat, hemiparesis, dan
terjadi anisokori pupil.
5. Hematoma subdural
Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat
robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan
sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya arakhnoid. Gejala yang dapat tampak
adalah penderita mengeluh tentang sakit kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan
psikis, kesadaran penderita semakin menurun, terdapat kelainan neurologisseperti
hemiparesis, epilepsy, dan edema papil.
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis
a. Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan dapat kurang dari
5mm tebalnya tetapi melebar luas.
b. Hematoma Subdural Sub-Akut
Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma. Perdarahan dapat lebih
tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul disekitarnya.
c. Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma. Kapsula jaringan
ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung pembuluh-pembuluh darah yang tipis
dindingnya terutama di sisi durameter. Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk
perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam
kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang dapat mengisap cairan dari ruangan
subarakhnoid. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti tumor serebri.
d. Hematoma intraserebral
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam jaringan otak,
sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat.
Gejala-gejala yang ditemukan adalah :
a. Hemiplegi
b. Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat.
c. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri perikalosa ke
sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang tidak normal.
e. Fraktura basis kranii
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat menimbulkan fraktur pada
dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah sakit dengan kesadaran yang menurun,
bahkan tidak jarang dalam keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat
tampak amnesia retrigad dan amnesia pascatraumatik.
11

Gejala tergantung letak frakturnya :


a. Fraktur fossa anterior
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata dikelilingi
lingkaran biru (Brill Hematoma atau Racoons Eyes), rusaknya Nervus Olfactorius
sehingga terjadi hyposmia sampai anosmia.
b. Fraktur fossa media
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur memecahkan arteri carotis
interna yang berjalan di dalam sinus cavernous sehingga terjadi hubungan antara darah
arteri dan darah vena (A-V shunt).
c. Fraktur fossa posterior
Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat melintas foramen
magnum dan merusak medula oblongata sehingga penderita dapat mati seketika.
Akibat Jangka Panjang Cedera Kepala
1. Kerusakan saraf cranial
a. .Anosmia
Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan yang jika total
disebut dengan anosmia dan bila parsial disebut hiposmia. Tidak ada pengobatan khusus
bagi penderita anosmia.
b. Gangguan penglihatan
Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah mengalami cedera (trauma).
Biasanya disertai hematoma di sekitar mata, proptosis akibat adanya perdarahan, dan
edema di dalam orbita. Gejala klinik berupa penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil
dengan reaksi cahaya negative, atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu
setelah cedera yang mengakibatkan kebutaan, tarjadi atrofi papil yang difus,
menunjukkan bahwa kebutaan pada mata tersebut bersifat irreversible.
c. Oftalmoplegi
Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, umumnya disertai
proptosis dan pupil yang midriatik. Tidak ada pengobatan khusus untuk oftalmoplegi,
tetapi bisa diusahakan dengan latihan ortoptik dini.
d. Paresis fasialis
Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan pengecapan pada lidah,
hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut moncong, semuanya pada sisi
yang mengalami kerusakan.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai vertigo dan nistagmus
karena ada hubungan yang erat antara koklea, vestibula dansaraf. Dengan demikian
adanya cedera yang berat pada salah satu organtersebut umumnya juga menimbulkan
kerusakan pada organ lain.
2. Disfasia
Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan untuk memahami atau
memproduksi bahasa disebabkan oleh penyakit system saraf pusat. Penderita disfasia

12

membutuhkan perawatan yang lebih lama, rehabilitasinya juga lebih sulit karena masalah
komunikasi. Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk disfasia kecuali speech therapy.
3. Hemiparesis
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau kanan) merupakan
manifestasi klinik dari kerusakan jaras pyramidal di korteks, subkorteks, atau di batang otak.
Penyebabnya berkaitan dengan cedera kepala adalah perdarahan otak, empiema subdural, dan
herniasi transtentorial.
4. Sindrom pasca trauma kepala
Sindrom pascatrauma kepala (postconcussional syndrome) merupakan kumpulan gejala yang
kompleks yang sering dijumpai pada penderita cedera kepala. Gejala klinisnya meliputi nyeri
kepala, vertigo gugup, mudah tersinggung, gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat,
mudah terasa lelah, sulit tidur, dan gangguan fungsi seksual.
5. Fistula karotiko-kavernosus
Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara arteri karotis interna
dengan sinus kavernosus, umumnya disebabkan oleh cedera pada dasar tengkorak. Gejala
klinik berupa bising pembuluh darah (bruit) yang dapat didengar penderita atau pemeriksa
dengan menggunakan stetoskop, proptosis disertai hyperemia dan pembengkakan
konjungtiva, diplopia dan penurunan visus, nyeri kepala dan nyeri pada orbita, dan
kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata.
6. Epilepsi
Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam minggu pertama
pascatrauma (early posttrauma epilepsy) dan epilepsy yang muncul lebih dari satu minggu
pascatrauma (late posttraumatic epilepsy) yang pada umumnya muncul dalam tahun pertama
meskipun ada beberapa kasus yang mengalami epilepsi setelah 4 tahun kemudian.
3. Apa yang dimaksud dengan penganiayaan ?
Penganiayaan Adalah Perbuatan Yang Dilakukan Dengan Sengaja Untuk Merusak
Kesehatan Orang Lain (Pasal 351 Ayat (4) ).
4. Apa yang dimaksud visum et repertum ?
Visum et repertum adalah keterangan atau laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas
permintaan penyidik tentang apa yang dilihat dan ditemukan terhadap manusia baik hidup
maupun mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia berdasarkan
keilmuannya untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum adalah salah satu alat bukti
yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP
5. Apa saja Klasifikasi visum ?
Visum orang hidup :
Visum perlukaan :
langsung (pada korban dengan luka ringan)
sementara (korban dengan perawatan lebih lanjut)
lanjutan (setelah korban sembuh/meninggal)

visum kejahatan kesusilaan


Visum psikiatri
Visum keracunan
13

Visum jenazah
6. Bagaimana cara membuat visum ?
Prinsip Pembuatan Visum Perlukaan
Pro Justitia
Pendahuluan

Pemeriksa

Yang meminta pemeriksa

Tempat dan saat pemeriksaan

Identitas yang diperiksa


Hasil Pemeriksaan

Anamnesis

Tanda vital

Identifikasi luka

Pengobatan/perawatan
Kesimpulan

Jenis luka /kekerasan

Kualifikasi dari luka


Penutup
-demikianlah keterangan ini saya buat dengan sebenarnya dengan mengingat sumpah dan
menggunakan pengetahuan sebaik-baiknya.
Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
Bernomor dan bertanggal
Mencantumkan kata Pro Justitia di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan pemeriksaan
Tidak menggunakan istilah asing
Ditandatangani dan diberi nama jelas
Berstempel instansi pemeriksa tersebut
Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum . Apabila ada lebih dari satu
instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya berwenang
untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum masing-masing
asli
11 Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan
sebaiknya hingga 20 tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

7. Apa saja persyaratan yang diperlukan untuk membuat visum ?


Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum
Pihak yang berhak meminta Ver:
a. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat
negara untuk menjalankan undang-undang.
b. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
c. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
d. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.
Syarat pembuat:
14

- Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
- Di wilayah sendiri
- Memiliki SIP
- Kesehatan baik
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat
VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat
VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas
waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila
belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.
8. Apa kebijakan yang mengatur pembuatan visum ?
1. Lembaran negara no 350 tahun 1973
visum et repertum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas
sumpah jabatan atau janji tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya yang
mempunyai daya bukti dalam perkara pidana
2. KUHAP Pasal 133
(1) dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

15

(2) permintaan keterangan ahli sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat atau pemeriksaan benda mayat.
(3) mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, di lak dengan diberi cap
jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain dari badan
3. KUHAP pasal 179
(1) setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan
4. KUHAP pasal 184
(1) alat bukti yang sah adalah
a. keterangan saksi
b. keterangan ahli
c. surat
d. petunjuk
e. keterangan terdakwa
5. KUHAP Pasal 187
a. surat sebagimana tersebut pada pasal 184 (1) huruf c dibuat/dikuatkan dengan
sumpah jabatan.
b. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai suatu hal atau sesuatu keadaaan yang diminta secara resmi pada nya.
9. Apa penyebab nyeri kepala hebat dan muntah ?
Nyeri kepala dan muntah pada kasus ini disebabkan oleh peningkatan tekanan
intracranial. Mekanisme peningkatan intracranial : Pukulan dari arah samping fraktur di
os temporalruptur a. meningea mediahematoma epiduralketika kompensasi tidak
bisa terjadi lagiTIK terjadi penekanan pada pusat muntahterjadi reflex muntah.
10. Bagaimana mekanisme timbulnya nyeri kepala hebat dan muntah ?
Mekanisme peningkatan intracranial : Pukulan dari arah sampingfraktur di os
temporalruptur a. meningea mediahematoma epiduralketika kompensasi tidak bisa
terjadi lagiTIK terjadi penekanan pada pusat muntahterjadi reflex muntah.

11. Apa penyebab dan mekanisme TD naik, RR naik, Nadi menurun ?


N
o
1

Pemeriksaan fisik

Normal

Interpretasi

RR : 28 x/mnt

16-24
x/menit

Takipneu, merupakan kompensasi dari


perfusi otak untuk menjaga perfusi otak
16

TD 130/90 mmHg

120/80
mmHg

Nadi 50 x/mnt

60-100
mmHg

4
5
6

GCS E4M6V5
pupil isokor
reflex cahaya : pupil
kanan reaktif, pupil
kiri reaktif
Regio
temporal
dextra :
tampak luka ukuran
6x1 cm, tepi tidak
rata, sudut tumpul
dengan dasar fraktur
tulang
Region
nasal
:
tampak darah segar
mengalir dari kedua
lubang hidung

E4M6V5
Isokor
Reaktif

Tidak
jejas

adekuat.
Hipertensi, kompensasi iskemik otak.
Dengan rumus :
CPP = MAP - ICP
Jika tekanan intracranial meningkat
maka MAP juga harus meningkat agar
perfusi otak tetap adekuat. Peningkatan
MAP menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
TIK (ICP) kompensasi untuk
mempertahankan
CPPpeningkatan
MAPhipertensi
Bradikardi, akibat penekanan pada
medulla oblongata yang selanjutnya
merangsang pusat inhibisi jantung.
Normal
Normal, N. III normal
Normal, N. III normal

ada Ada trauma tumpul (dayung kayu)

Epistaksis anterior

12. Bagaimana anatomi kepala ?


Anatomi Tengkorak
A. Kulit Kepala (SCALP)
1. Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:

Skin atau kulit

Connective Tissue atau jaringan penyambung

Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat berhubungan


langsung dengan tengkorak

17

Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. Merupakan tempat


terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).

Perikranium

B. Tulang Tengkorak
1. Terdiri Kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi 3 fosa :
a) Anterior : tempat lobus frontalis
b) Media : tempat lobus temporalis
c) Posterior : tempat batang otak bawah dan serebelum

18

C. Meningen
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :
1. Duramater
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan tabula
interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput arachnoid
dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut

ruang subdural yang

terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala pembuluh vena yang
berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior digaris tengah disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan serta menyebabkan perdarahan subdural.
Durameter membelah membentuk 2 sinus yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu
: sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus
sigmoideus. Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior diligasi aman, tetapi 2/3
posterior berbahaya karena dapat menyebabkan infark vena dan kenaikan tekanan
intracranial.
Arteri-arteri meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis dapat
menimbulkan perdarahan epidural.

19

2. Arachnoid
Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut kolagen.
Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan yang berhubungan
dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang menghubungkan lapisan tersebut
dengan pia mater. Ruangan di antara trabekula membentuk ruang subarachnoid yang
berisi cairan serebrospinal dan sama sekali dipisahkan dari ruang subdural. Pada
beberapa daerah, arachnoid melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan
yang membentuk trabekula di dalam sinus venous dura mater. Bagian ini dikenal
dengan vilus arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan serebrospinal ke
darah sinus venous. Arachnoid merupakan selaput yang tipis dan transparan.
Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara Arachnoid dan piameter terdapat
ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila terjadi benturan. Baik
arachnoid dan piameter kadang-kadang disebut sebagai leptomeninges.

3. Piamater

20

Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro spinal
bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang subarahnoid. Perdarahan
ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial.

D. Otak
1. Serebrum
Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan
durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer kiri terdapat pusat
bicara.
2. Serebelum
Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa posterior
berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.
3. Batang otak
Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla spinalis
Hemisfer sendiri menurut pembagian fungsinya masih dibagi kedalam lobus-lobus
yang dibatasi oleh gyrus dan sulkus, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini :

21

E. Cairan Serebrospinalis

22

Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau sekitar
500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus koroideus yang
terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari ventrikel lateralis dan
ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total volume cairan serebrospinal
pada orang dewasa sekitar 120 mL Cairan serebrospinal setelah diproduksi oleh
pleksus koroideus akan mengalir ke ventrikel lateralis, kemudian melalui foramen
interventrikuler Monro masuk ke ventrikel III , kemudian masuk ke dalam ventrikel
IV melalui akuaduktus Sylvii, setelah itu melalui 2 foramen Luschka di sebelah lateral
dan 1 foramen Magendie di sebelah medial masuk kedalam ruangan subaraknoid,
melalui granulasi araknoidea masuk ke dalam sinus duramater kemudian masuk ke
aliran vena.
Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal melebihi
jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan serebrospinal yang
berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan tekanan dari venous sinus.
Mekanisme kompensasi yang terjadi

adalah transventricular absorption, dural

absorption, nerve root sleeves absorption dan unrepaired meningocoeles. Pelebaran


ventrikel pertama biasanya terjadi pada frontal dan temporal horns, seringkali
asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi dari corpus callosum, penegangan atau
perforasi dari septum pellucidum, penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran
ventrikel III ke arah bawah hingga fossa pituitary (menyebabkan pituitary disfunction)
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :

Supratentorial : terdiri fosa kranii anterior dan media

Infratentorial : berisi fosa kranii posterior

23

Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak


(pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut
insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang tentorium, bila
tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi. Serabut-serabut
parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada permukaan n. okulomotorius.
Paralisis serabut ini disebabkan penekanan mengakibatkan dilatasi pupil. Bila
penekanan berlanjut menimbulkan deviasi bola mata kelateral dan bawah.
Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom
klasik herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi yang
sama dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.
G. Sistem Sirkulasi Otak
Kebutuhan energy oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena itu
aliran darah ke otak absolute harus selalu berjalan mulus . suplai darah ke otak seperti
organ lain pada umumnya disusun oleh arteriarteri dan vena-vena.
Arteri karotis
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis kita-kira setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung
bercabang dari arkus aorta ,tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri
brakiosefalika.Arteri karotis eksterna mendarahi wajah,tiroid,lidah dan faring. Cabang
dari arteri karotis eksterna yaitu arteria meningea media,mendarahi struktur-struktur
dalam didaerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah
duramater.Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang
dinamakan sinus karotikus.Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf
24

khususyang berespon terhadap perubahan tekanan darah arteria,yang secara reflex


mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma
optikum,menjadi arteria serebri anterior dan media.Arteri serebri media adalah lanjutan
langsung dari arteri karotis interna. Segera setelah masuk ke ruang subaraknoid dan
sebelum bercabang-cabang,arteri karotis interna mempercabangkan arteri oftalmika
yang masuk kedalam orbita dan mendarahi mata dan isi orbita lainnya.Arteri serebri
anterior

member

suplai

darah

pada

struktur-struktur

seperti

nucleus

kaudatus,putamen,bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagianbagian lobus frontalis dan parietalis serebri.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,parietalis,dan
frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada permukaan lateral yang
menyerupai kipas. Arteri ini merupakan sumber darah utama girus prasentralis dan
postsentralis.
Arteri verebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang sama. Arteri
subklavia kanan merupakan cabang dari arteri arteri inomata ,sedangkan arteri
subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta.Arteri vertebralis memasuki
tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata.
Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi
sebahagian diensefalon,sebahagian lobus oksifitalis dan temporalis ,apparatus
koklearis,dan organ-organ vestibular.
Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris merupakan dua system
arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak,tetapi keduanya disatukan oleh
pembuluh pembuluh darah anastomosis yang sirkulus arteriosus willisi .
Gambar persarafan dan arteri otak.

25

13. Kemungkinan apa saja yang terjadi di intracranial ?


Epidural hematoma
Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara dura mater dan tabula
interna karena trauma. Pada penderita traumatik hematoma epidural, 85-96% disertai
fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan berasal dari pembuluh darah -pembuluh darah
di dekat lokasi fraktur.
Lokasi
Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah temporoparietal,
di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya arteri meningea
media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal maupun
oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya beberapa
menit setelah trauma, tetapi pada 9% penderita ditemukan progresifitas perdarahan
sampai 24 jam pertama.

26

Herniasi tentorial
Peningkatan tekanan intrakranial yang progresif karena hematoma supratentorial,
menyebabkan pergeseran garis tengah (mid line). Herniasi dari lobus temporal medial
sampai hiatus tentorial juga terjadi (herniasi tentorial lateral), menyebabkan kompresi dan
kerusakan otak tengah..Herniasi tentorial lateral yang tidak terkontrol atau pembengkakan
hemispheric bilateral difus akan mengakibatkan herniasi tentrorial central.Herniasi dari
tonsil serebellar melalui foramen magnum (herniasi tonsillar) dan berikut kompresi
batang otak bawah bisa diikuti herniasi tentorial central atau yang jarang terjadi, yaitu
traumatik posterior dari fossa hematom.
sorces http://sanirachman.blogspot.com/2009/10/cederakepala_29.html#ixzz3EtsJ8ath
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial
14. Apakah pasien ini terindikasi rawat ?
Iya pasien terindikasi rawat inap.
Indikasi Rawat Inap :
1. Perubahan kesadaran saat diperiksa.
2. Fraktur tulang tengkorak.
3. Terdapat defisit neurologik.
4. Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya pada anak-anak, riwayat minum alkohol,
pasien tidak kooperatif.
27

5. Adanya faktor sosial seperti :


a. Kurangnya pengawasan orang tua/keluarga bila dipulangkan.
b. Kurangnya pendidikan orang tua/keluarga.
c. Sulitnya transportasi ke rumah sakit.
Pasien yang diperbolehkan pulang harus dipesan agar segera kembali ke rumah sakit bila
timbul gejala sebagai berikut :
1. Mengantuk berat atau sulit dibangunkan. Penderita harus dibangunkan tiap 2 jam
selama periode tidur.
2. Disorientasi, kacau, perubahan tingkah laku
3. Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.
4. Rasa lemah atau rasa baal pada lengan atau tungkai, kelumpuhan, penglihatan kabur.
5. Kejang, pingsan.
6. Keluar darah/cairan dari hidung atau telinga
7. Salah satu pupil lebih besar dari yang lain, gerakan-gerakan aneh bola mata, melihat
dobel, atau gangguan penglihatan lain
8. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat atau pola nafas yang tidak biasa
Rawat inap mempunyai dua tujuan, yakni observasi (pemantauan) dan perawatan.
Observasi ialah usaha untuk menemukan sedini mungkin kemungkinan terjadinya
penyulit atau kelainan lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala.
1. Penurunan kesadaran kedua setelah penurunan kesadaran pertama dengan adanya
keadaan sadar di antaranya, lucid interval.
a. Apa yang dimaksud lucid interval ?
Lucid interval yaitu tenggang waktu antara kejadian trauma kapitis dan mulai timbulnya
penurunan kesadaran. Lucid interval merupakan gejala khas pada epidural hematoma
(EDH).
15. bagaimana patofisiologi lucid interval ?
Mekanisme pingsan 5 menit lalu sadar :
Benturan kepalagoncangan pada batang
meregangperfusi

ke

ascending

reticulo

otakpons
activation

turun,

a.

system

basilaris
(ARAS)

terganggupenurunan kesadaranpingsan selama 5 menitstabil (ARAS kembali


berfungsi) sadar kembali
Mekanisme pingsan kembali :
28

Trauma kepala frakturpecahnya arteri meningea media di antara duramater dan


tengkorak pembentukan hematoma di epidural TIK kompresi lobus temporalis
ke arah bawah dan dalam herniasi uncus melalui incisura tentorii menekan batang
otak (ARAS) penurunan kesadaran (pingsan) kembali
16. Apa penyebabnya ?
Epidural hematom adalah Perdarahan yang terletak antara durameter dan tulang,
biasanya sumber pendarahannya adalah robeknya Arteri meningica media (paling sering),
Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), Vena emmisaria, Sinus venosus
duralis.
17. Apa dampak kedepannya ?
Gelaja paling menonjol yaitu penurunan kesadaran secara progresif
o Bingung
o Penglihatan kabur
o Susah bicara
o Nyeri kepala yang hebat
o Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
o Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala
o Mual
o Pusing
o Berkeringat
o Pucat
o Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan
epilepsi fokal. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi
cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi
tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir,
kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran
sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan
tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan
adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.
Jika EDH di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan
terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.
18. Bagaimana patofisiologi pupil anisokor ?
29

Mekanismenya adalah :
Trauma tumpul temporal a. meningea media robek perdarahan epidural (perlu
pemeriksaan CT scan untuk memastikan) volume intracranial compliance pertama
oleh otak mengeluarkan CSF ke ruang spinal perdarahan masih berlangsung
compliance pertama tidak adekuat Tekanan intracranial terus pergeseran jaringan
dari lobus temporal ke pinggiran tentorium herniasi unkus menekan saraf
parasimpatis n. III tidak terjadi vasokonstriksi pupil tidak ada hambatan terhadap
saraf simpatis midriasis ipsilateral (mata kanan) pupil anisokor dextra dan reflex
cahaya pupil kanan negatif
19. bagaimana tanda-tanda fraktur basis kranii ?
1
Otorrhea --> atau keluarnya cairan otak melalui telinga menunjukan terjadi fraktur
pada petrous pyramid yang merusak kanal auditory eksternal dan merobek membrane
timpani mengakibatkan bocornya cairan otak atau darah terkumpul disamping
membrane timpani (tidak robek)
2
Battle Sign (warna kehitaman di belakang telinga) : Fraktur meluas ke posterior dan
merusak sinus sigmoid.
3
Racoon atau pandabear: fraktur dasar tengkorak dari bagian anterior menyebabkan
darah bocor masuk ke jaringan periorbital.
Selain tanda diatas fraktur basal juga diindikasikan dengan tanda tanda
kerusakan saraf cranial:
-

Saraf olfaktorius, fasial dan auditori yang lebih sering terganggu. Anosmia dan
kehilangan dari rasa akibat trauma kepala terutama jatuh pada bagian belakang kepala.
Sebagian besar anosmia bersifat permanen
Fraktur mendekati sella mungkin merobek bagian kelenjar pituitary hal ini dapat
mengakibatkan diabetes insipidus
Fraktur pada tulang sphenoid mungkin dapat menimbulkan laserasi saraf optic dan
dapat menimbulkan kebutaan, pupil tidak bereaksi terhadap cahaya. Cedera sebagian
pada saraf optic dapat menimbulkan pasien mengalami penglihatan kabur .
Kerusakan pada saraf okulomotorius dapat dikarakteriskan dengan ptosis dan diplopia
Kerusakan pada saraf optalmic dan trigeminus yang diakibatkan fraktur dasar
tengkorak menyebrang ke bagian tengah fossa cranial atau cabang saraf ekstrakranial
dapat mengakibatkan mati rasa atau Paresthesia
Kerusakan pada saraf fasial dapat diakibatkan karena fraktur tranversal melalui tulang
petrous dapat mengakibatkan facial palsy segera ,sedangkan jika fraktur longitudinal
dari tulang petrous dapat menimbulkan fasial palsy tertunda dalam beberapa hari.
Kerusakan saraf delapan atau auditorius disebabkan oleh fraktur petrous
mengakibatkan hilang pendengaran atau vertigo postural dan nystagmus segera setelah
trauma.
Fraktur dasar melalui tulang sphenoid dapat mengakibatkan laserasi pada arteri karotis
internal atau cabang dari intracavernous dalam hitungan jam atau hari akan didapat
exopthalmus berkembang karena darah arteri masuk kes sinus dan bagian superior
mengembung dan bagian inferior menjadi kosong dapat mengakibatkan nyeri
Jika fraktur menimbulkan ke bagian meningen atau jika fraktur melalui dinding sinus
paranasal dapat mengakibatkan bakteri masuk kedalam cranial cavity dan
30

mengakibatkan meningitis dan pembentukan abses, dan cairan otak bocor kedalam
sinus dan keluar melalui hidung atau disebut rinorhea. Untuk menguji bahwa cairan
yang keluar dari hidung merupakan cairan otak dapat menggunakan glukotest dm
(karena mucus tidak mengandung glukosa). Untuk mencegah terjadinya meningitis
pasien propilaksis diberikan antibiotik.
Penimbunan udara pada ruang cranial (aerocele) sering terjadi pada fraktur tengkorak
atau prosedur dapat menimbulakn pneumocranium

20. Apa saja DD ?


Hematoma epidural.
Epistaksis.
subdural hematoma.
intracerebral hematoma.
21. Bagaimana cara mendiagnosis ?
Cara menegakkan diagnosis :
Hematoma epidural
a. Anamnesis
Adanya riwayat trauma kepala yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang

tengkorak dan laserasi pembuluh darah.


Terdapat lucid phase
Terdapat keluhan terjadinya peningkatan intracranial pressure seperti sakit kepala yang
berat dan muntah.

b. Gambaran Klinis
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan
kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga.
Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini
harus di observasi dengan teliti.
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala.
Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.
Gejala yang sering tampak :

Penurunan kesadaran, bisa sampai koma


Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Nyeri kepala yang hebat
Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.
Mual
Pusing
Berkeringat
Pucat
31

Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.


Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau
serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan
reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi
herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir,
kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran
sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan
tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan

adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.


Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak,
interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.

c. Gambaran Radiologi
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah
dikenali.
1. Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami
trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria
meningea media.
2. Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat
pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline
terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma,
Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 90 HU), ditandai dengan adanya
peregangan dari pembuluh darah.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi
duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan
yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.
Epistaksis
a. Anamnesis
apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya sudah pernah
32

kapan terakhir terjadinya.


jumlah perdarahan
Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan panik dan cenderung
mengatakan bahwa darah yang keluar adalah banyak. Tanyakan apakah darah yang
keluar kira-kira satu sendok alau satu cangkir Sisi mana yang berdarah jjga perlu

dilanyakan,
Apakah satu sisi yang sama atau keduanya;
Apakah ada trauma, infeksi sinus, operas hidung atau sinus
apakah ada hipertensi
keadaan mudah berdarah
Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis; apakah
sering makan obat-obatan seperti aspirin atau produk antikoagulansia

b. Pemeriksaan keadaan umum


Tanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika ada penurunan tanda vital,
adanya riwayat perdarahan profus, baru mengalami sakit berat misalnya serangan jantung,
stroke atau pada orang tua.
c. Pemeriksaan hidung
1. Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum,mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha inferior
harus diperiksa dengan cermat
2. Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis
dan secret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma
3. Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi
dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang
4. Rontgen sinus
Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi
5. Skrinning terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum,waktu tromboplastin parsial, jumlah
platlet dan waktu perdarahan
6. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang
mendasari epistaksis

22. Apa diagnosis kerja ?


33

Bujang menderita cedera kepala sedangdisertai lucid interval dengan tanda-tanda


herniasi disertai fraktur basis kranii anterior disebabkan trauma tumpul
23. Apa saja pemeriksaan penunjang ?
Pemeriksaan darah rutin
CT Scan untuk mengetahui ada tidaknya fraktur, pendarahan, hematoma,
udem dan kelainan otak lainnya & dapat ditentukan seberapa luas lesi,

pendarahan dan perubahan jaringan di otak.


X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis

(perdarahan / edema), fragmen tulang.


Analisa Gas Darah medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
o Menilai kadar PCO2 dan PO2 yang penting dalam patofisiologi perdarahan
otak
o PCO2 yang tinggi menyebabkan vasodilatasi vaskular otak yang

memperparah perdarahan.
Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrakranial.


Rinoskopi atau nasoendoskopi (bila tersedia )Pemeriksaan trauma hidung dan

sumber perdarahan
Ophthalmoscopymenilai adanya perdarahan intraocular, edema, foreign body,

retinal detachment, edema papil nervus II atau tidak.


Factor pembekuan, clotting time, bleeding time

24. Bagaimana tatalaksana ?

Bersihkan luka pada kepala dan tutup luka dengan kasa atau perban yang bersih.

Lakukan dan amankan ABC pada pasien.

Airway dengan kontrol servikal


Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi

Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid.

Pasang tampon pada hidung untuk menghentikan epistaksis.

Breathing
Pemasangan airway orofaringeal

34

Prosedur ini digunakan untuk ventilasi sementara pada penderita yang tidak

sadar sementara intubasi penderita sedang dipersiapkan.


Pilih airway yang cocok ukurannya. Ukuran yang cocok sesuai dengan jarak

dari sudut mulut penderita sampai kanalis auditivus eksterna.


Buka mulut penderita dengan manuver chin lift atau teknik cross-finger

(scissors technique).
Sisipkan spatula lidah diatas lidah penderita, cukup jauh untuk menekan lidah,

hati-hati jangan merangsang penderita sampai muntah.


Masukkan airway ke posterior, dengan lembut diluncurkan diatas lengkungan

lidah sampai sayap penahan berhenti pada bibir penderita.


Airway tidak boleh mendorong lidah sehingga menyumbat airway.
Tarik spatula lidah.
Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.

Ventilasi bag-valve-mask- teknik dua orang

Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita.


Hubungkan selang oksigen dengan alat bag-valve-mask, dan atur aliran oksigen

sampai 12 L/ menit.
Pastikan airway penderita terbuka dan dipertahankan dengan teknik-teknik yang

telah dijelaskan sebelumnya.


Orang pertama memegang masker pada wajah penderita, dan menjaga agar

rapat dengan dua tangan.


Orang kedua memberikan ventilasi dengan memompa kantong dengan dua

tangan.
Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dada penderita.
Penderita diberi ventilasi dengan cara seperti ini tiap 5 detik.

Intubasi orotrakeal dewasa

Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan
peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan bila
penderita muntah.
Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak

bocor, kemudian kempiskan balon.


Sambungkan daun laryngoskop pada pemegangnya, dan periksa terangnya

lampu.
Minta seorang asisten mempertahankan kepala dan leher dengan tangan.
Leher penderita tidak boleh di-hiperekstensi atau di-hiperfleksi selama prosedur

ini.
Pegang laringoskop dengan tangan kiri.

35

Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut penderita , dan menggeser

lidah kesebelah kiri.


Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara.
Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa menekan

gigi atau jaringan-jaringan di mulut.


Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor. Jangan

mengembangkan balon secara berlebihan.


Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi dengan

bag valve tube.


Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi.
Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa.
Amankan pipa (dengan plester). Apabila penderita dipindahkan, letak pipa harus

dinilai ulang.
Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa detik atau
selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi,
hentikan percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-

mask, dan coba lagi.


Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk

menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.


Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan
alat ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat
diandalkan untuk memastikan bahwa letak pipa endotrakeal berada dalam

airway.
Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus

masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.
Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus
menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.

Pemantauan oksimetri pulsa/pulse oxymetri


Pulse oxymeter didesain untuk mengukur saturasi oksigen dan laju nadi pada sirkulasi
perifer. Apabila menilai hasil pulse oxymeter, nilailah pembacaan pembacaan awal:

Apakah laju nadi sesuai dengan monitor EKG?


Apakah saturasi oksigen cocok/sesuai?
Apabila pulse oxymeter memberikan hasil yang rendah atau sangat sulit
membaca penderita, carilah penyebab fisiologisnya, jangan menyalahkan
alatnya.

Circulation
36

Akses vena perifer

Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya pembuluh di
sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena).
Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih.
Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis.
Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan plastik di atas

jarum, dan amatilah kembalinya darah.


Masukkan kateter ke dalam pembuluh di atas jarum kemudian keluarkan jarum

dan buka torniketnya.


Pada saat ini boleh ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium.
Sambunglah kateter dengan pipa infus intravena dan mulailah infusi larutan RL

atau normal saline.


Amatilah infiltrasi yang mungkin terjadi dari cairan ke jaringan.
Tambatkan kateter dan pipa ke kulit anggota badan.
Pasang kateter untuk pengeluaran cairan pada alat urogenital pasien

Obat-obatan

Mannitol, 0,25 sampai 1 g/kg secara bolus intravena, untuk mengurangan


peningkatan ICP.

Jika ABC pasien tidak ada masalah langsung rujuk ke dokter bedah, agar dilakukan
operasi untuk mengurangi tekanan intracranial.
Algoritme
Penatalaksanaan Cedera Kepala Sedang

isi : penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk; namun masih mampu menuruti peri
9-13
riksaan awal :
a dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhana
riksaan CT scan kepala pada semua kasus
wat untuk observasi
ah dirawat
Penatalaksanaan trauma kepala sedang (GCS 9-13)
riksaan neurologis periodic
riksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita akan dipulangkan.

ondisi memburuk (10%)


enderita tidak mampu melakukan perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksa
Bila kondisi membaik (90%)
37
Pulang bila memungkinkan
Kontrol di poliklinik

25. Bagaimana prognosis ?


Vitam : Dubia at bonam
Fungsionam : Dubia
26. Apa komplikasi ?
Cedera kepala :
Luka kepala :
Herniasi otak lanjutan
Infeksi
Penekanan
pusat
Perdarahan
vegetatif
Edema cerebri
Koma
Deficit neurologis
Kematian

Epistaksis :

Aspirasi
Perdarahan

(anemia,

syok)

27. SKDI ?
3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan
memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat
darurat).
III. Kerangka Konsep

38

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bujang menderita cedera kepala sedangdisertai lucid interval dengan tanda-tanda herniasi
disertai fraktur basis kranii anterior disebabkan trauma tumpul

39

DAFTAR PUSTAKA

1. J Langham, C Goldfrad, G Teasdale, D Shaw, K Rowan. Calcium channel blockers


for acute traumatic brain injury. The Cochrane Database of Syst Rev 2003;
(4):CD000565.
2. Johnson, M. Maas, M and Moorhead, S. 2007. Nursing Outcomes Classifications
(NOC). Second Edition. IOWA Outcomes Project. Mosby-Year Book, Inc. St.Louis,
Missouri.
3. Newton T, Krawczyk J, Lavine S. Subarachnoid hemorrhage [monograh on the
Internet]. eMedicine; c 2005 [updated 2011 Nov 11; cited 2011 DESEMBER 31].
Available from: http://www.emedicine.com/htm.
4. North American Nursing Diagnosis Association. 2007. Nursing Diagnosis :
Definition and Classification 2007-2009. NANDA International. Philadelphia.
5. McCloskey, J.C and Bulechek, G.M. 2007. Nursing Intervention Classifications
(NIC). Second Edition. IOWA Interventions Project. Mosby-Year Book, Inc. St.Louis,
Missouri.
6. Clinically Oriented Anatomy 5 Edition, Keith L. Moore & Arthur F. Dalley,
Lippincott Williams & Wilkins

40

Anda mungkin juga menyukai