Anda di halaman 1dari 6

LATIHAN KEGEL DENGAN PENURUNAN GEJALA

INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA


Angellita Intan Septiastri*, CholinaTrisa Siregar**
*Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
**Dosen Departemen Keperawatan Medikal Bedah Dan Keperawatan Dasar
Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara
Phone/Fax: 085261161836
E-mail: intanseptias3@yahoo.co.id

Abstrak
Inkontinensia urin merupakan keluhan yang sering dialami lansia. Tingginya angka kejadian
inkontinensia urin menyebabkan perlunya penanganan dengan latihan kegel yang bertujuan untuk
membangun kembali kekuatan otot dasar panggul. Tujuan penelitian ini untuk melihat efektivitas
latihan kegel terhadap penurunan gejala inkontinensia urin pada lansia. Desain penelitian adalah
quasy-experiment. Penetapan sampel menggunakan teknik purposiv sampling diperoleh 13 orang
intervensi dan 13 orang kontrol. Hasil analisa data menunjukkan bahwa gejala inkontinensia urin
sebelum latihan kegel pada kelompok intervensi sebanyak 53,8% ringan dan 46,2% sedang.
Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 61,5% ringan dan 38,5% sedang. Setelah dilakukan
intervensi, gejala inkontinensia urin pada kelompok intervensi sebanyak 100% ringan sedangkan pada
kelompok kontrol 61,5% ringan dan 38,5% sedang. Hasil uji paired t-test pada kelompok intervensi
menunjukkan bahwa gejala inkontinensia urin berbeda antara pre-post latihan kegel ( t= 17,725, p=
0,000). Selanjutnya dengan uji independent t-test, penelitian ini juga menunjukkan bahwa penurunan
gejala inkontinensia urin pada kelompok intervensi berbeda dengan kelompok kontrol (t= -3,215,
p=0,004). Penelitian ini menunjukkan bahwa latihan kegel efektif terhadap penurunan gejala
inkontinensia urin pada lansia. Dengan demikian perawat dapat mengajarkan latihan kegel sebagai
intervensi nonfarmakologis untuk mengatasi inkontinensia urin.

Kata Kunci : Inkontinensia Urin, Lansia, Latihan Kegel


PENDAHULUAN
Inkontinensia urin merupakan salah
satu keluhan yang sering dialami oleh
lansia, yang biasanya disebabkan oleh
penurunan kapasitas kandung kemih dan
berkurangnya kemampuan tahanan otot
lurik pada uretra
karena perubahan
fisiologis pada lansia (Darmojo &
Soetojo, 2006). Inkontinensia urin
menurut International Continence Society
didefenisikan sebagai keluarnya urin
secara involunter yang menimbulkan
masalah sosial dan higiene serta secara
objektif tampak nyata (Vitriana, 2002).
Inkontinensia urin merupakan keluarnya
urin yang tidak terkontrol yang
mengakibatkan gangguan hygiene dan
sosial dan dapat dibuktikan secara
objektif.
Survei yang dilakukan Divisi
Geriatri
Bagian
Penyakit
Dalam
RSUP Dr. Ciptomangunkusumo tahun

2002 pada 208 Manula di Lingkungan


Pusat Santunan Keluarga di Jakarta,
mendapatkan
angka
kejadian
inkontinensia urin tipe stress sebesar
32,3%, sedangkan survei yang dilakukan
di Poliklinik Geriatri RSUP Dr.
Ciptomangunkusumo tahun 2003 terhadap
179 lansia didapatkan angka kejadian
Inkontinensia Urin tipe stress pada lakilaki sebesar 20,5% dan pada wanita
sebesar 32,5%. Pada tahun 2008 survei
inkontinensia urin yang dilakukan oleh
Departemen Urologi FK Unair-RSU Dr.
Soetomo
terhadap 793 penderita,
didapatkan
hasil
angka
kejadian
inkontinensia urin pada pria 3,02%
sedangkan pada wanita 6,79% (Soetojo,
2006).
Tingginya
angka
kejadian
inkotinensia urin menyebabkan perlunya
penanganan yang sesuai, karena jika tidak
segera ditangani inkontinensia
dapat
menyebabkan berbagai komplikasi seperti

37

infeksi saluran kemih, infeksi kulit daerah


kemaluan, gangguan tidur, dekubitus, dan
gejala ruam. Selain itu, masalah
psikososial seperti dijauhi orang lain
karena berbau pesing, minder, tidak
percaya diri, mudah marah juga sering
terjadi dan hal ini berakibat pada depresi
dan isolasi sosial. Menurut Stanley 2007
dan Soetojo 2006 penanganan yang dapat
dilakukan pada pasien yang mengalami
inkontinensia urin meliputi Kegel
exercise, manuver crede, bladder
training, toiletting secara terjadwal,
kateterisasi, pengobatan dan pembedahan.
Terapi non operatif yang populer
adalah Kegel exercise, Kegel exercise
adalah latihan kontraksi otot dasar
panggul secara aktif yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot dasar
panggul (Pujiastuti, 2003). Latihan kegel
sangat bermanfaat untuk menguatkan otot
rangka pada dasar panggul, sehingga
memperkuat fungsi sfingter eksternal pada
kandung kemih (Widiastuti, 2011).
Penelitian terkait yang pernah dilakukan
oleh Flynn pada tahun 1994 keefektifan
latihan otot pelvis dalam mengurangi
inkontinensia urgensi dan inkontinensia
stres yang diujikan kepada 37 orang lansia
yang bertempat tinggal di komunitas
dengan rentang usia 58 sampai 92 tahun
didapatkan
hasil
jumlah
episode
inkontinensia telah berkurang 82%.
Latihan-latihan tersebut efektif untuk
kedua jenis inkontinensia tersebut baik
tipe urgensi maupun tipe stres. Interval
berkemih meningkat dari rata-rata 2,13
jam menjadi 3,44 jam (Stanley,2007).
Sedangkan penelitian terhadap lansia di
Panti Wreda Sindang Asih Semarang
tahun 2009 Kegel Exercise yang
dilakukan sebanyak 10 kali dalam 3
minggu
menyebabkan
terjadinya
penurunan frekuensi inkontinensia urin
sebesar 18,3 % dari 9,86 kali menjadi 6,19
kali (Hidayati, 2009).
Tujua dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektivitas latihan kegel
terhadap penurunan gejala inkontinensia
urin pada lansia.
Adapun hipotesa alternatif dalam
penelitian ini adalah ada pengaruh latihan
kegel
terhadap
penurunan
gejala

inkontinensia urin pada lansia di UPT


Pelayanan Sosial Lansia dan Balita
Wilayah Binjai dan Medan.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode
quasi eksperimen yang dilakukan dengan
membagi
responden
menjadi
dua
kelompok yaitu (kelompok perlakuan)
yang diajarkan latihan kegel dan
kelompok kontrol yang tidak diberikan
intervensi. Pada kedua kelompok sebelum
dan sesudah
intervensi diberikan
kuesioner yang telah ditetapkan yang
disebut pretest dan post test. Populasi
pada penelitian in adalah sebanyak 162
lansia sedangkan sampel pada penelitian
ini adalah lansia dengan kriteria inklusi
lansia berusia minimal 60 tahun, tidak
demensia, dapat mendengar dan melihat,
mengalami inkontinensia urin fisiologis
dan bersedia menjadi responden dan
mengikuti prosedur penelitian sampai
dengan tahap akhir. Berdasarkan survei
yang dilakukan diperoleh jumlah sampel
sebanyak 26 orang. Sampel ini dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu 13 orang
intervensi dan 13 orang kontrol.
Untuk
mengetahui
penurunan
inkontinensia urin pre dan post dilakukan
intervensi latihan kegel, maka uji yang
digunakan dalam penelitian ini adalah uji
statistik paired t-test (t-test dependen).
Sedangkan untuk perbedaan penurunan
gejala inkontinensia urin pada kelompok
intervensi dan kontrol diuji dengan
menggunakan uji statistik independent ttest.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Tabel 1. Klasifikasi Gejala Inkontinensia
Urin Pre Latihan Kegel pada
Kelompok Intervensi dan
Kontrol Mei 2012
Klasifikasi gejala
inkontinensia
urin pre
intervensi
Ringan
Sedang
Berat

Kelompok
intervensi

Kelompok
kontrol

7
6
0

53,8
46,2
0

8
5
0

61,5
38,5
0

38

Hasil penelitian menunjukkan


bahwa klasifikasi gejala inkontinensia
urin pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sebagian besar adalah
ringan.
Tabel 2. Klasifikasi Gejala Inkontinensia
Urin Post Latihan Kegel pada
Kelompok Intervensi dan
Kontrol Mei 2012
Klasifikasi
gejala
inkontinensia
urin post
intervensi
Ringan
Sedang
Berat

Kelompok
intervensi
f
%

Kelompok
kontrol
f
%

13
0
0

8
5
0

100
0
0

61,5
38,5
0

Hasil penelitian menunjukkan


bahwa klasifikasi gejala inkontinensia
urin pada kelompok intervensi post
latihan kegel sebanyak 100% ringan
sementara pada kelompok kontrol sebesar
38,5% responden masih berada pada
kategori gejala inontinensia sedang.
Tabel 3. Perbedaan Penurunan Gejala
Inkontinensia Urin Pre dengan
Post Latihan Kegel pada
Kelompok Intervensi dan
kelompok kontrol Mei 2012
Kelompok
Intervensi
Kontrol

Mean
difference
5,538
0,385

17,725
1,806

0,000*
0,096

Hasil penelitian menunjukkan


bahwa terdapat beda rata-rata antara pre
dan post intervensi latihan kegel pada
kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.

Tabel 4. Perbedaan Penurunan Gejala


Inkontinensia Urin pada
Kelompok Intervensi dan
Kontrol Mei 2012
Inter
vensi

Kont
rol

Mean
Differe
nce

pre

Mean
24,62

Mean
22,46

2,154

2,038

0,054

post

19,08

22,08

-3,000

-3,215

0,004*

Hasil penelitian menunjukkan


bahwa beda rata-rata gejala inkontinensia
urin pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol pre intervensi latihan
kegel adalah sebesar 2,154 sedangkan
gejala inkontinensia urin post intervensi
latihan kegel pada kelompok intervensi
dan kontrol adalah sebesar -3,000
Pembahasan
Klasifikasi gejala inkontinensia urin
pre intervensi latihan kegel pada
kelompok intervensi dan kelompok
kontrol
Penelitian ini memperoleh data
awal klasifikasi gejala inkontinensia urin
pada kelompok intervensi sebanyak
53,8% mengalami inkontinensia ringan
dan 46,2% mengalami inkontinensia
sedang. Sedangkan pada kelompok
kontrol
sebanyak 61,5% responden
mengalami inkontinensia ringan dan
38,5%
responden
mengalami
inkontinensia sedang. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa jumlah responden
dengan kondisi gejala inkontinensia
ringan lebih banyak daripada gejala
inkontinensia sedang. Hal ini dapat
dihubungkan dengan usia lansia yang
menjadi responden masih dalam rentang
60-74 sehingga masih dapat mengontrol
kognitifnya dalam hal berkemih. Selain
itu juga menurut Hidayat (2007)
inkontinensia dapat terjadi dengan derajat
ringan berupa keluarnya urin hanya

39

beberapa tetes sampai dengan keadaan


berat dan sangat mengganggu penderita.
Inkontinensia urin dapat mengenai
perempuan pada semua usia dengan
derajat dan perjalanan yang bervariasi.
Inkontinensia urin dapat memberikan
dampak serius pada kesehatan fisik,
psikologi, dan sosial pasien, serta dapat
berdampak buruk bagi keluarga dan karier
pasien.
Klasifikasi gejala inkontinensia urin
post intervensi latihan kegel pada
kelompok intervensi dan kelompok
kontrol
Hasil analisa data diperoleh bahwa
klasifikasi gejala inkontinensia urin pada
kelompok intervensi post intervensi
latihan kegel diperoleh bahwa klasifikasi
inkontinensia urin ringan (100%).
Persentase ini menunjukkan bahwa terjadi
penurunan gejala inkontinensia urin pada
kelompok intervensi post intervensi
latihan kegel. Hal ini sesuai dengan
pendapat seorang
dokter
kandungan
bernama Kegel pada tahun 1940 yang
sangat bermanfaat untuk menguatkan otot
rangka pada dasar panggul, sehingga
memperkuat fungsi sfingter eksternal pada
kandung kemih. Latihan otot dasar
panggul ini diperkenalkan oleh Kegel
untuk pasca melahirkan. Latihan ini terus
dikembangkan dan dilakukan pada lansia
yang mengalami masalah inkotinensia
stress yaitu pengeluaran urine tidak
terkontrol akibat bersin, batuk, tertawa
atau melakukan latihan jasmani dan
inkontinensia urgensi. Latihan Kegel bisa
memperbaiki fungsi otot dasar panggul
yaitu rangkaian otot dari tulang panggul
sampai tulang ekor. Latihan kegel
merupakan latihan dalam bentuk seri
untuk membangun kembali kekuatan otot
dasar panggul, memberikan bantuan yang
signifikan dari rasa sakit vestibulitis
vulva, dan, dalam banyak kasus,
memungkinkan pasien untuk terlibat
dalam aktivitas seksual yang normal
(Widiastuti, 2011).
Hasil post test pada kelompok
menunjukkan bahwa klasifikasi gejala
inkontinensia urin berada pada rentang,

inkontinensia
urin
sedang
38,5%
sedangkan gejala inkontinensia ringan
sebanyak
61,5%.
Persentase
ini
menunjukkan bahwa klasifikasi gejala
inkontinensia urin pada kelompok kontrol
tidak mengalami penurunan, hal ini terjadi
karena pada kelompok kontrol tidak
diberikan intervensi apapun seperti
intervesi latihan kegel yang dilakukan
pada kelompok intervensi. Hal ini
menunjukkan bahwa inkontinensia urin
yang tidak diatasi dapat membuat kondisi
inkontinensia
tidak
berubah
atau
mengalami
juga
akan
mengalami
peningkatan gejala.
Perbedaan
klasifikasi
gejala
inkontinensia urin pre dan post pada
kelompok intervensi dan kelompok
kontrol
Hasil uji statistik paired sample t
test diperoleh nilai mean pada klasifikasi
gejala inkontinensia urin pre dan post
intervensi latihan kegel adalah 5,538, nilai
t ebesar 17,725 dan p = 0,000 (p<0,05)
artinya terdapat perbedaan klasifikasi
gejala inkontinensia urin sebelum dan
sesudah diberikan intervensi latihan kegel
pada kelompok intervensi. Hasil ini
didukung oleh pendapat Pujiastuti (2003)
yang menjelaskan bahwa Kegel exercise
adalah latihan kontraksi otot dasar
panggul secara aktif yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot dasar
panggul. Sedangkan menurut Nursalam
(2007), latihan kegel merupakan aktivitas
fisik yang tersusun dalam suatu program
yang dilakukan secara berulang-ulang
guna meningkatkan kebugaran tubuh.
Latihan kegel sangat bermanfaat
untuk menguatkan otot rangka pada dasar
panggul, sehingga memperkuat fungsi
sfingter eksternal pada kandung kemih.
Latihan
otot
dasar
panggul
ini
diperkenalkan oleh Kegel untuk pasca
melahirkan.
Latihan
ini
terus
dikembangkan dan dilakukan pada lansia
yang mengalami masalah inkotinensia
stress dan inkontinensia urgensi. Latihan
Kegel bisa memperbaiki fungsi otot
panggul, memberikan bantuan yang
signifikan dari rasa sakit vestibulitis

40

vulva, dan, dalam banyak kasus,


memungkinkan pasien untuk terlibat
dalam aktivitas seksual yang normal
(Widiastuti,
2011).
Penelitian
ini
memperoleh hasil nilai p = 0,000
(p<0,05), maka disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang sigifikan antara
pre dan post intervensi latihan kegel pada
kelompok intervensi.
Hasil
analisa
data
dengan
menggunakan sample pair t test pada
kelompok kontrol diperoleh bahwa
klasifikasi gejala inkontinensia urin pre
dan post test memiliki nilai rata-rata
sebesar 0,385, nilai t sebesar 1,806 dan
nilai p = 0,096 (p>0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara pre dan
post test pada kelompok kontrol, hal ini
dipengaruhi karena pada kelompok
kontrol tidak diberikan intervensi apapun.
Perbedaan
penurunan
gejala
inkontinensia urin pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
Perbedaan
klasifikasi
gejala
inkontinensia urin pada kelompok
intervensi
dan
kelompok
kontrol
berdasarkan hasil penelitian dengan
menggunakan uji statistik t test
independent diketahui bahwa perbedaan
nilai
rata-rata
klasifikasi
gejala
inkontinensia urin antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol adalah
sebesar -3,000, nilai t sebesar -3,125 dan
nilai p sebesar 0,004 (p<0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak yang
artinya ada pengaruh latihan kegel
terhadap penurunan inkontinensia urin
pada lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah
Binjai dan Medan. Hasil ini didukung
oleh penelitian terkait yang pernah
dilakukan oleh Flynn pada tahun 1994
tentang keefektifan latihan otot pelvis
dalam mengurangi inkontinensia urgensi
dan inkontinensia stres yang diujikan
kepada 37 orang lansia yang bertempat
tinggal di komunitas dengan rentang usia
58 sampai 92 tahun didapatkan hasil
jumlah episode inkontinensia telah
berkurang 82%. Latihan-latihan tersebut

efektif untuk kedua jenis inkontinensia


tersebut baik tipe urgensi maupun tipe
stres. Interval berkemih meningkat dari
rata-rata 2,13 jam menjadi 3,44 jam
(Stanley,2007). Sedangkan penelitian
terhadap lansia di Panti Wreda Sindang
Asih Semarang tahun 2009 Kegel
Exercise yang dilakukan sebanyak 10 kali
dalam 3 minggu menyebabkan terjadinya
penurunan frekuensi inkontinensia urin
sebesar 18,3 % dari 9,86 kali menjadi 6,19
kali (Hidayati, 2009). Penelitian lain juga
pernah dilakukan oleh
Widyaningsih
(2009) dengan judul Pengaruh latihan
Kegel Terhadap Frekuensi lnkontinensia
Urine Pada Lansia di Panti Wreda Pucang
Gading Semarang Hasil penelitian
menunjukkan, bahwa setelah dilakukan
latihan kegel terjadi penurunan frekuensi
inkotinensia urine sebesar 21,6 % dari
10,043 kali menjadi 7,871 kali. Dari hasil
uji T-dependent test didapatkan nilai p
sebesar 0,000 sehingga ada pengaruh
latihan
kegel
terhadap
frekuensi
inkontinensia urin pada lansia di
PantiWreda Pucang Gading Semarang.
Hasil penelitian tersebut mengindikasikan
perlunya latihan kegel secara teratur
dalam waktu yang relatif lama untuk
mengetahui pengaruh latihan kegel
terhadap
penurunan
frekuensi
inkontinensia urin.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari penelitian ini
menunjukkan bahwa latihan kegel efektif
dalam menurunkan gejala inkontinensia
urin pada lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lansia dan Balita Wilayah Binjai dan
Medan. Oleh sebab itu, hasil penelitian ini
diharapkan menjadi masukan bagi
perawat untuk lebih memperkenalkan dan
mengajarkan latihan kegel sebagai
intervensi
dalam
menurunkan
inkontinensia urine pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, B. (2006). Buku Ajar Geriatri
Ilmu Kesehatan Usia Lanjut
.(Edisi 3) Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

41

Nursalam (2007). Asuhan Keperawatan


pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika
Nurwidiyanti (2008). Pengaruh Kegel
Exercise Terhadap Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
Urin (Inkontinensia urin) pada
Lansia di Posyandu Lansia Dusun
Mangir
Tengah
Kelurahan
Sendang
Sari
Kecamatan
Pajangan Kabupaten Bantul.
Dibuka Tanggal 5 Oktober 2011
dari
http://publikasi.umy.ac.id/index.p
hp/psik/article/view/499.
Pudjiastuti (2003). Fisioterapi pada
Lansia. Jakarta: EGC
Pujihidayati (2009). Pengaruh Latihan
Kegel terhadap Frekuensi
Inkontinensia Urin pada Lanjut
Usia di Panti Werda Rindang
Asih II Semarang. Dibuka tanggal
5 Oktober 2011 dari
http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php
?mod=browse&op=read&id=jtpt
unimus-gdl-pujihidaya5313&PHPSESSID=1e67af6fa4b
dd962b254ed311c991538
Soetojo (2006). Inkontinensia Urin perlu
Penanganan Multi Disiplin.
Dibuka tanggal 2
Oktober 2011 dari
http://unair.ac.id/2009/03/13/ink
ontinensia-urine-perlupenanganan-multi-disiplin/.
Stanley, M. (2007). Buku Ajar
Keperawatan Gerontik. Jakarta:
EGC
Vitriana (2002). Evaluasi dan Manajemen
Medis Inkontinensia Urin. .
Dibuka tanggal 3 0ktober 2011
dari
http://repository.unpad.ac.id/bit
stream/handle/123456789/1533/
evaluasi_dan_manajemen_medi
s_inkontinensia_urin.pdf?seque
nce=1
Widyaningsih (2009). Pengaruh latihan
Kegel Terhadap Frekuensi
lnkontinensia Urine Pada
Lansia di Panti Wreda Pucang
Gading Semarang. Dibuka

tanggal 2 Juli 2012 dari


http://repository.unimus.ac.id/20
09/pengaruh latihan kegel
terhadap frekuensi inkontinensia
urin pada lansia

42

Anda mungkin juga menyukai